Anda di halaman 1dari 5

Tugas Rangkuman Red Flags

Nama : Inggrid Marisca Rubiyanty


NIM : C2D023009

Red Flags yang dimaksud mengandung arti tentang sidik jari penipuan. Ketika penipuan
terjadi, ada jejak atau kriminalitas yang tertinggal di tempat kejadian, atau dalam kehidupan fraudster,
seperti sidik jari yang mungkin tertinggal di TKP. Red flags itu sendiri adalah petunjuk adanya situasi
yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut berkaitan dengan kecurangan (fraud) yang
dilakukan oleh perusahaan / individu. Red flags hanya dapat menunjukkan tanda-tanda peringatan
bahwa telah terjadi fraud, sehingga auditor biasanya akan menggali lebih dalam untuk memastikan
apakah telah terjadi fraud atau tidak.
A. STANDAR PROFESIONAL
Literatur utama terkait penipuan secara teknis menggabungkan konsep red flags. Sebagian
organisasi akuntansi mengikuti Sarbanes-Oxley Act (SOX) dengan mengadopsi standar teknis
untuk mengakomodasi prinsip SOX dan mereka umumnya menggunakan Red Flags sebagai
pedoman. Terdapat tiga contoh profesional standar yang memiliki peran kunci dalam fraud
auditing sbb :
1. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
The AICPA Statement on Auditing Standard (SAS) No. 99 tentang Pertimbangan
Penipuan dalam Audit Laporan Keuangan, yang mengkodifikasi banyak prinsip SOX,
menggabungkan red flags di dalamnya. Red Flags tersebut menggunakan semua sisi pada
triangle fraud dan tiga kategori utama dari fraud tree. Jadi lampiran SAS No. 99
mengidentifikasi tekanan red flags terkait dengan penipuan laporan keuangan, peluang red
flags terkait dengan penipuan penyalahgunaan aset, rasionalisasi red flag untuk skema
korupsi, dan lain sebagainya..
2. The Information Systems Audit and Control Association (ISACA)
ISACA memberikan daftar red flag serupa dalam literatur teknis. The “Irregularities and
Illegal Acts” merupakan panduan untuk “Procedures for Information System Auditing” yang
aktif mulai 1 November 2003. Section 4.1 menyediakan sebuah daftar dari “Audit
Consideration” yang didalamnya termasuk Red Flags, yang khususnya di bagian “Application
of CAATs”
3. The Institute of Internal Auditors (IIA)
Dalam The IIA’s International Standards for the Professional Practice of Internal
Auditing menyatakan bahwa: "Auditor internal harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk
mengidentifikasi indikator penipuan tetapi tidak diharapkan untuk menjadi expert seperti
orang yang memiliki tanggung jawab utama adalah mendeteksi dan menyelidiki penipuan"
B. COMMON RED FLAGS
1. Laporan Keuangan ( Financial Statement Frauds )
Fraud dalam laporan keuangan merupakan klasifikasi penipuan yang paling utama di
dalam fraud tree. Penipuan ini umumnya dilakukan oleh manajemen senior, secara tidak
langsung bermanfaat bagi organisasi / perusahaan dan untuk kepentingan pelaku (fraudster).
Akan tetapi, pada akhirnya, penipuan jenis ini tidak menguntungkan organisasi, hanya
menguntungkan saat penipuan tersebut terjadi. Red flags yang terkait dalam kecurangan
laporan keuangan adalah :
- Anomali akuntansi - Obsesi dengan harga saham oleh
- Pertumbuhan yang cepat manajemen eksekutif
- Keuntungan yang tidak biasa - Mocromanagement oleh
- Lemahnya pengendalian internal manajemen eksekutif
- Agresivitas manajemen eksekutif
Dari beberapa Red Flags tersebut, Red Flags yang paling umum dalam kategori ini
adalah gaya manajemen atau karakter dari eksekutif utama.
2. Penyalahgunaan Aset ( Asset Misappropriation )
Fraud dengan kategori penyalahgunaan aset pada umumnya dilakukan oleh karyawan,
dan merugikan perusahaan untuk keuntungan pribadi karyawan. Fraud jenis ini memiliki
frekuensi yang paling tinggi diantara fraud korupsi dan laporan keuangan, akan tetapi
kerugian yang diakibatkan dalam fraud penyalahgunaan aset paling rendah diantara fraud
korupsi dan laporan keuangan. Red flags yang terkait dalam penyalahgunaan aset adalah:
- Perubahan perilaku - Kecenderungan untuk
- Tidak berani menatap orang lain menyalahkan orang lain
- Peningkatan iritabilitas - Perubahan gaya hidup
- Riwayat kerja yang tidak biasa - Tidak puas dengan atasan
- Masalah pada karakter - Tidak pernah melakukan liburan
- Kemarahan yang konsisten - Memiliki ketegangan finansial
Untuk seseorang dengan kode etik personal yang tinggi, perubahan perilaku yang lebih
mungkin terjadi seperti cepat marah, tidak berani menatap mata orang, karena hal ini mereka
akan mulai gelisah. Red Flags terakhir, perubahan pada gaya hidup, mungkin merupakan
sesuatu yang paling umum pada daftar ini.
3. Korupsi
Fraud dalam korupsi umumnya dilakukan oleh karyawan, dengan frekuensi yang
berada ditengah-tengah diantara fraud penyelahgunaan aset dan laporan keuangan. Red Flags
tidak hanya mencakup Red Flags perilaku secara umum dan perubahan gaya hidup, akan
tetapi juga memperhatikan beberapa hal dibawah ini:
- Hubungan antara karyawan dan vendor yang berwenang.
- Kurangnya tinjauan terhadap persetujuan manajemen untuk mengetahui hubungan pihak
ketiga yang ada (dari waktu ke waktu, pelaku mungkin menggunakan hubungan jika
entitas sudah nyaman dengan hal itu).
- Anomali terhadap menyetujui vendor mana yang akan dipakai.
- Kerahasiaan antara hubungan pihak ketiga.
C. SPECIFIC RED FLAGS
Pada bagian red flags khusus akan menggambarkan red flags/ciri-ciri penipuan dari
masing-masing skema utama fraud tree yaitu korupsi, penyalahgunaan aset, dan laporan
keuangan. Dalam red flags ini auditor dapat mengembangkan beberapa metode pendeteksian
yang efektif dan potensial pada berbagai jenis spesifik dari fraud. Berikut penjelasan red flags
spesifik untuk masing-masing skema fraud :
1. Skema Laporan Keuangan
Kategori ini dibagi menjadi lima jenis spesifik fraud. Lima skema ini dibahas dalam
SAS 99. Red Flags diterapkan pada semua jenis skema laporan keuangan termasuk :
- Ancaman terhadap stabilitas keuangan atau profitabilitas dengan ekonomi, industri, atau
kondisi operasional internal perusahaan
- Tekanan berlebihan pada manajemen untuk memenuhi persyaratan keuangan yang tinggi
- Bukti bahwa para eksekutif atau anggota dewan memiliki ketergantungan keuangan
pribadi pada kinerja entitas
1.1. Timming Differences (Perlakuan penjualan yang tidak tepat)
Fraud ini berpusat di sekitar pemesanan penjualan yang terlalu dini, atau akan
dibalikkan dalam beberapa minggu / bulan.
1.2. Fiction Revenue (Pendapatan fiktif)
Pendapatan fiktif dibuat hanya dengan mencatat penjualan yang tidak pernah
terjadi. Red Flags terkait dengan jenis transaksi atau hasil pendapatan fiktif.
1.3. Concealed Liabilities (Pencatatan kewajiban yang tidak benar)
Keuntungan / laba dapat meningkat secara tidak wajar dengan perubahan liabilitas /
kewajiban dari buku suatu entitas dengan yang lain. Hutang / kewajiban juga dapat
disembunyikan dengan tidak mencatat secara sah liabilitas.
1.4. Inadequate Disclosure (Pengungkapan yang tidak memadai)
Pengungkapan laporan keuangan yang tidak benar dapat menjadi taktik / cara yang
digunakan pelaku untuk menyembunyikan fraud.
1.5. Improper Asset Valuation (Penilaian asset yang tidak benar)
Keuntungan / laba dapat meningkat dengan meningkatkan nilai aset. Kenaikan itu dapat
dilakukan dengan menambahkan nilai pada biaya asli perolehan atau dengan
mengurangi akun kontra dengan aset yang dapat disusutkan.
2. Skema Penyalahgunaan Aset
Skema penyalahgunaan asset merupakan jenis yang paling umum dilakukan dari tipe
fraud. Skema ini melibatkan pencurian atau penyalahgunaan aset, biasanya uang tunai.
2.1. Cash Larceny (Pencurian kas)
Skema cash larceny adalah pencurian uang kas perusahaan yang dilakukan karyawan
setelah transaksi tercatat dalam sistem / pembukuan. Skema jenis ini ini bisa dilakukan
dengan uang tunai maupun cek.
2.2. Billing Scheme (Skema penagihan)
Skema penagihan adalah jenis yang paling umum dilakukan pada skema
misappropriation berdasarkan data statistik laporan ACFE. Dengan demikian hal ini
penting diketahui sebagai tindakan pencegahan dan mendeteksi skema jenis fraud.
Skema kategori ini juga memiliki beberapa subkategori skema fraud.
2.3. Payroll Scheme
Payroll Scheme melibatkan penipuan pada perusahaan agar melakukan pembayaran
upah / gaji yang mana tidak diterima oleh karyawan. Cara fraud yang digunakan
bermacam-macam, tetapi fraud payroll tersebut tidak disahkan / tidak di otorisasi oleh
pemimpin manajer. Skema spesifik dari jenis ini yaitu gost employee (karyawan fiktif),
falsified wages (upah palsu), komisi dan false workers compensation (kompensasi
pekerja palsu)
2.4. Check Tampering Scheme (Pemalsuan Cek)
Lima skema check tampering merupakan skema yang membuat kerugian paling besar
dari fraud / penipuan. Dengan demikian, pemalsuan cek layak perhatian ekstra untuk
dipahami dan mengembangkan metode deteksi serta pencegahan dan kontrol.
Pemalsuan gaji pada dasarnya melibatkan penggunaan cek entitas dengan satu cara atau
cara yang lain untuk mengambil uang tunai perusahaan.
2.5. Skimming Scheme
Penipuan Skimming terjadi sebelum transaksi ditatat kedalam database. Karena hal itu
merupakan jenis fraud dalam pembukuan dan menjadi salah satu yang paling sulit
dideteksi.
2.6. Lapping Scheme
Skema Lapping dilakukan dengan menggelapkan piutang (AR) pembayaran sebelum
diposkan. Lapping lebih sulit untuk menyembunyikan dari menggelapkan uang dalam
bisnis karena pelanggan mengharapkan untuk segera dikreditkan dengan pembayaran
pada akun pencatatan.
3. Skema Korupsi
Terdapat 4 subkategori dari skema fraud korupsi ini, 6 mikrokategori dan dengan total 8
skema individual yang berbeda. Skema korupsi selalu melibatkan conflict of interest (konflik
kepentingan), bribery (penyuapan) dan extortion (pemerasan).
3.1. Konflik Kepentingan
Red flags dalam skema jenis ini meliputi :
- Adanya transaksi yang sangat besar dari karyawan kepada vendor tertentu
- Adanya hubungan karyawan dengan pihak ketiga yang tidak diketahui atau
dirahasiakan
- Pemisahan tugas yang lemah dalam menetapkan kontrak tender dan persetujuan
invoice / tagihan
3.2. Penyuapan
Red flags dalam skema jenis ini meliputi :
- Perubahan gaya hidup seorang karyawan yang secara berlebihan
- Adanya hubungan antara karyawan dengan vendor
- Adanya pemisahan tugas yang lemah dalam persetujuan vendor dan penagihannya
3.3. Pemerasan Ekonomi
Pada dasarnya, pada pemerasan ekonomi adalah kebalikan dengan fraud skema
penyuapan. Dalam hal ini justru vendor yang melakukan penawaran suap. Karyawan
diminta melakukan pembayaran untuk mendukung vendor.
D. MODEL PENDETEKSIAN FRAUD
Auditor sering menemukan transaksi, catatan akuntansi, atau data akuntansi yang tidak
benar, yang merupakan penyimpangan dari berbagai hal yang disyaratkan berterima umum dan
wajar. Terutama, penyimpangan pada kebijakan, prosedur, atau kontrol internal. Sering sekali
peristiwa dan transaksi ini merupakan kesalahan kecil dalam pencatatan akuntansi disebabkan
beberapa alasan, misal human error. Tapi terkadang hal tersebut menjadi sebuah bukti dari Fraud.
Sebenarnya Auditor bisa mendapatkan kesalahan kecil tersebut saat mereka memeriksa transaksi
dan menemukan dugaan bukti penipuan, namun mereka justru memilih untuk memperluas sampel,
atau bahkan mengabaikan transaksi tersebut karena dianggap tidak material dari transaksi utama
penyelidikan. Beberapa akuntan forensik di KAP mengusulkan agar membawa konsultan ahli
untuk menyelidiki lebih lanjut saat hal tersebut terjadi, dari pada milih antara memperluas sampel
atau mengabaikan penemuan tersebut.
Mengenali tanda-tanda penipuan (Red Flags) pada awalnya sulit karena belum adanya
bukti yang pasti bahwa fraud benar-benar terjadi, terutama ketika mempertimbangkan transaksi,
dokumen, atau peristiwa tunggal. Sebuah anomali tunggal atau fakta bisa menjelaskan antara
kejadian satu dan lainnya untuk membuktikan indikasi terjadinya Fraud. Sehingga beberapa
model digunakan untuk mengumpulkan dan mengklasifikasikan anomali (pengecualian) yang
mana bermanfaat bagi auditor dan menjawab kekawatiran antifraud.

Anda mungkin juga menyukai