(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam)
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
NIM : 190710101251
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta hidayahnya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Peran Hukum Islam dalam mengawal Produksi Halal di
Indonesia” sebagaimana untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam Kelas A.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah hukum
Islam kelas A Beliau Bapak Muhammad Erfan Muktasim Billah, S.HI., M.HI., dan Ibu
Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum., karena berkat bimbingan dan ilmu yang
sudah diajarkan telah bertambah ilmu dan wawasan penulis dalam bidang ilmu hukum
islam, yang semoga kedepannya dapat menjadi manfaat bagi diri sendiri dan juga bagi
orang lain.
Dengan disusun nya makalah ini selain tujuan utamanya untuk memenuhi tugas
mata kuliah hukum islam, juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan
penulis kedepannya.
Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Reni Supriyatni Ro’fah Setyowati, “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Atas Produk Halal Dari
Sudut Pandang Hukum Islam,” t.t., 19.
2
Iqbal Muhammad, “Standarisasi Produk Pangan Halal (Studi Komparatif Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif)” 3, no. 1 (2019): 132.
3
Fatimah Nur, “Jaminan Produk Halal di indonesia Terhadap Konsumen Muslim” 1, no. 1 (2021): 44.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa
Halal dan Fatwa Nomor 01 Tahun 2011 tentang penetapan produk halal4.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peranan Hukum Islam dalam mengawal produksi halal di
Indonesia
2. Untuk mengetahui standarisasi dan labelisasi halal di Indonesia
4
Ro’fah Setyowati, “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Atas Produk Halal Dari Sudut Pandang
Hukum Islam,” 19.
BAB II
PEMBAHASAN
5
Nur, “Jaminan Produk Halal di indonesia Terhadap Konsumen Muslim,” 45.
6
Ibid.
7
Musyfikah Ilyas, “Sertifikasi dan Labelisasi Produk Halal Perspektif Maslahat” 4, no. 2 (2018): 363.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa halal tertulis yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada menteri8. Lahirnya Undang-undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan produk halal (UUJPH) sesungguhnya membuktikan
bahwasanya persoalan halal dan haram menjadi perhatian yang sangat penting
dalam rantai produksi. Pemberlakuan UUJPH sendiri bertujuan agar pihak
konsumen mendapatkan kepastian hukum terhadap produk konsumsinya. UUJPH
tidak hanya ditujukan untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepada
konsumen semata dengan adanya pemberian sertifikasi halal produsen juga menuai
manfaat dari UU ini yaitu dengan adanya jaminan ini memberikan keuntungan bagi
perusahaan, mengingat produk yang bersertifikat halal akan lebih dipilih dan
digemari oleh konsumen sehingga berpotensi meningkatkan kapasitas penjualan.
Perlindungan hukum pada penerapan jaminan produk halal dalam perspektif
hukum islam mempunyai beberapa substansi penting antara lain: (1) sertifikasi
halal. Sertifikasi halal seyogyanya tetap menjadi kewenangan MUI yang didalamnya
meliputi penetapan standar produk halal, pemeriksaan produk halal, penetapan fatwa
kehalalan produk, dan penerbitan sertifikasi halal. (2) pemberian logo produk.
Pelaksanaan mengenai pencantuman logo pada produk halal merupakan hak
konsumen. (3) pengawasan. Pengawasan dalam penjaminan produk halal,
diantaranya meliputi pengawasan terhadap pelaku usahan (produsen), distribusi, dan
peredaran produk halal. (4) penindakan. kumPenindakan merupakan wilayah hukum
sebagai kelanjutan dari pengawasan, penindakan dapat dilakukan pada setiap warga
negara yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana telah
diatur dalam UUJPH9.
Sebagaimana telah disinggung di atas Badan Penyelenggara Jaminan Produk
Halal yang disingkat dengan BPJPH memiliki kewenangan untuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan jaminan produk halal, menetapkan norma, standar, prosedur,
krtiteria jaminan produk halal, menerbitkan dan mencabut sertifikat serta label halal
pada produk, melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri,
8
Ro’fah Setyowati, “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Atas Produk Halal Dari Sudut Pandang
Hukum Islam,” 24.
9
Ibid., 28.
melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal, serta melakukan
pengawasan terhadap jaminan produk halal10.
Dalam melaksanakan wewenang tersebut BPJPH bekerja sama dengan
kementerian atau lembaga terkait; lembaga pemeriksa halal dan Majelis Ulama
Indonesia. Kerjasama sebagaimana yang dimaksud dilakukan sesuai dengan tugas
dan fungsinya terkait untuk pemeriksaan dan/atau pengujian produk. Menanggapi
hal tersebut Majelis Ulama Indonesia mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan,
obat-obatan dan kosmetika MUI (LPPOM MUI) sebagai upaya untuk memberikan
kepastian mengenai kehalalan suatu produk pangan, obat-obatan dan kosmetika11.
Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat disebut sebagai formalisasi syariat
Islam dan implementasi Hukum Islam yang masuk dan meresap ke dalam hukum
nasional melalui proses legislasi sebagaimana halnya undang-undang yang lebih
dulu dikodifikasi karena terinspirasi oleh syariat Islam seperti Undang-Undang
zakat, Undang-Undang perkawinan, Undang-Undang wakaf, Undang-Undang
penyelenggaraan ibadan haji, Undang-Undang Peradilan Agama, Undang-Undang
perbankan syariah dan sebagainya, meskipun tidak secara langsung disebutkan
syariat Islam sebagai Hukum Islam12.
10
Ilyas, “Sertifikasi dan Labelisasi Produk Halal Perspektif Maslahat,” 363.
11
Nur, “Jaminan Produk Halal di indonesia Terhadap Konsumen Muslim,” 44.
12
Ibid., 48.
13
Muhammad, “Standarisasi Produk Pangan Halal (Studi Komparatif Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif),” 132.
diwujudkan dengan penyertaan sertifikat halal dan tanda halal pada produk
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Perlu diketahui bahwasanya sertifikat halal dan labelisasi halal merupakan dua
kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikat halal
merupakan fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu rpoduk sesuai
syariat Islam melalui pemeriksaan yang terperinci oleh LP POM MUI. Sertifikat
halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang yaitu Badan POM14. Hasil
dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halal, apabila produk
yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Tujuan akhir
dari sertifikat halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk
yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal. Adapun labelisasi halal adalah
perizinan pemasangan kata “Halal” pada kemasan produk dari suatu perusahaan
oleh Badan POM didasarkan pada rekomendasi MUI15.
Adanya ketentuan sertifikasi halal ini menimbulkan akibat moral yang cukup
efektif dalam penegakan hukum, khususnya dalam kerangka kesadaran masyarakat
akan pentingnya produk halal, diantaranya : pertama, dari sisi normatif, sebagian
pelaku usaha dan masyarakat yang bersentuhan dengan kegiatan ekonomi, industri
dan teknologi adalah beragama Islam. Maka dari sisi normatif keagamaan telah jelas
bahwa umat Islam diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal bukan makanan
yang diharamkan atau najis. Kedua, dari sisi yuridis,sertifikat dan label halal
menjadi satu pendorong moral dan ketentuan yang mempunyai daya ikat tinggi bagi
para pelaku ekonomi dan bisnis terutama yanng beragama Islam. Ketiga, secara
sosiologis, ada satu kecenderungan dalam masyarakat untuk melihat sertifikasi halal
menjadi suatu perangkat hukum yang mengikat khususnya bagi yang beragama
Islam, dan ini akan berakibat pada satu gerakan sosial dalam rangka memberikan
perlindungan bagi konsumen dari produk yang dilarang syariat Islam16.
Bagi konsumen sertifikasi halal memiliki beberapa fungsi. Pertama,
terlindunginya konsumen muslim dari mengkonsumsi produk yang tidak halal.
14
Kridasakna Tiasih, D., Heryanti, B.R D., “Kajian Tentang Perlindungan Hukumbagi Konsumen Terhadap
Produk Makanan Bersertifikat Halal” 18, no. 2 (2017): 217.
15
Ibid.
16
Muhammad, “Standarisasi Produk Pangan Halal (Studi Komparatif Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif),” 132.
Kedua, secara kejiwaan perasaan hati dan batin konsumen akan tenang. Ketiga,
mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk haram, dan
keempat, akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Sedangkan bagi
produsen sertifikasi halal mempunyai beberapa peran penting. Pertama, sebagai
pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim, mengingat masalah halal
merupakan bagian dari prinsip hidup seorang muslim. Kedua, meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan konsumen. Ketiga, meningkatkan citra dan daya saing
perusahaan dan keempat sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area
jaringan pemasaran serta yang terakhir memerikan keuntungan bagi produsen
dengan meningkatkan daya saing dan omset produksi penjualan.
Dari fakta di lapangan terlihat pada sebagian masyarakat aturan terkait produk
pangan atau simbol-simbol dalam label halal, terkesan belum sepenuhnya
dihiraukan oleh masyarakat. Akibat dari kondisi ini mereka tidak merasa
berkewajiban untuk mematuhinya. Karena itu, pengaturan dan pemberlakuan
sertifikasi dan labelisasi halal secara jelas dan tegas pada setiap produk pangan
menurut hukum Islam harus ada, mengingat sertifikasi dan labelisasi halal
merupakan informasi, standar, dan solusi serta jaminan hukum bagi masyarakat
muslim dalam memilih produk halal17. Merujuk pada pilar pokok di atas, maka
seharusnya seluruh produk pangan yang digunakan masyarakat muslim harus benar-
benar terjamin kehalalanya sebagaimana yang telah dianjurkan oleh syariat Islam.
17
Ibid.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA