Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERANAN HUKUM ISLAM DALAM MENGAWAL PRODUKSI HALAL DI


INDONESIA

(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam)

Dosen Pengampu :

Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum.

Muhammad Erfan Muktasim Billah, S.HI., M.HI.

Disusun Oleh :

Nama : Wahidatul Karomatil Khasanah

NIM : 190710101251

Kelas : Hukum Islam (A)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta hidayahnya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Peran Hukum Islam dalam mengawal Produksi Halal di
Indonesia” sebagaimana untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam Kelas A.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah hukum
Islam kelas A Beliau Bapak Muhammad Erfan Muktasim Billah, S.HI., M.HI., dan Ibu
Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum., karena berkat bimbingan dan ilmu yang
sudah diajarkan telah bertambah ilmu dan wawasan penulis dalam bidang ilmu hukum
islam, yang semoga kedepannya dapat menjadi manfaat bagi diri sendiri dan juga bagi
orang lain.

Dengan disusun nya makalah ini selain tujuan utamanya untuk memenuhi tugas
mata kuliah hukum islam, juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan
penulis kedepannya.

Kebumen, 12 Juni 2021

Penulis
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang mayoritas
menganut agama Islam. Islam merupakan agama yang mengatur serta menunjukan
bahwa, menjadi umat yang bertakwa kepada Allah SWT tidak hanya menjalankan
sholat maupun puasa saja tetapi sangat penting juga untuk mengkonsumsi produk
pangan yang halal karena merupakan suatu kebutuhan yang mutlak sebagaimana
perintah dalam syariat Islam1. Dalam Islam seluruh aturan yang disyariatkan Allah
SWT yang terkait dengan aspek kehidupan manusia, hubungan interaksi dengan
sesama, pemenuhan dan pendistribusian pangan, ekonomi, bisnis, perdagangan,
semuanya berorientasi kepada kemaslahatan manusia. Karena Islam menghendaki
adanya unsur keadilan, transparansi, kejujuran yang dilandasi dari nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan. Dalam hal pangan misalnya, Islam mengatur dengan
aturan halal dan haram untuk menjamin harkat dan martabat serta melindungi
manusia dari keterpurukan2.
Bagi umat Islam sendiri, mengkonsumsi makanan yang halal merupakan suatu
kewajiban untuk memenuhi perintah Allah SWT, sebagaimana telah tersurat di
dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 88 yang artinya “Makanlah makanan yang
halal lagi baik”. Akan tetapi pada era globalisasi, penetapan kehalalan suatu produk
pangan tidak semudah saat teknologi belum berkembang. Dengan demikian
diperlukan adanya suatu jaminan dan kepastian akan kehalalan suatu produk pangan
yang dikonsumsi oleh umat Islam. Jaminan kehalalan suatu produk pangan dapat
diwujudkan dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk pangan
sehingga produsen dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya3.
Peranan Hukum Islam dalam mengawal produksi halal di Indonesia
diwujudkan dengan lahirnya beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya
undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dan Fatwa

1
Reni Supriyatni Ro’fah Setyowati, “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Atas Produk Halal Dari
Sudut Pandang Hukum Islam,” t.t., 19.
2
Iqbal Muhammad, “Standarisasi Produk Pangan Halal (Studi Komparatif Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif)” 3, no. 1 (2019): 132.
3
Fatimah Nur, “Jaminan Produk Halal di indonesia Terhadap Konsumen Muslim” 1, no. 1 (2021): 44.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa
Halal dan Fatwa Nomor 01 Tahun 2011 tentang penetapan produk halal4.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Peranan Hukum Islam dalam mengawal produksi halal di
Indonesia?
2. Bagaimana Stadarisasi dan Labelisasi produksi halal di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peranan Hukum Islam dalam mengawal produksi halal di
Indonesia
2. Untuk mengetahui standarisasi dan labelisasi halal di Indonesia

1.4 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini
menggunakan beberapa pendekatan yak I pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan analisis. Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa deskriptif analitis.
Serta data yang digunakan adalah data sekunder meliputi peraturan perundang-
undangan dan literatur yangrelevan.

4
Ro’fah Setyowati, “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Atas Produk Halal Dari Sudut Pandang
Hukum Islam,” 19.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peranan Hukum Islam dalam Mengawal Produksi Halal di Indonesia


Hukum Islam memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengawal produksi
halal di Indonesia. Dalam perspektif ajaran Agama Islam, mengkonsumsi produk
yang halal, suci serta baik (Halalan thayyiban) merupakan kewajiban bagi setiap
umatnya. Halal sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa arab yang artinya
diperbolehkan, legal, dan sesuai hukum Islam atau syariah 5. Menurut Undang-
Undang Jaminan Produk Halal (JPH), produk halal diartikan sebagai produk yang
telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam dan jaminan produk halal
diartikan sebgai suatu kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang
dibuktikan dengan sertifikat halal6.
Sebagaimana kita ketahui, Negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas
penduduknya beraga Islam sehingga menjamin kehalalan produk-produk yang
beredar di masyarakat menjadi suatu keharusan dan perhatian besar bagi
pemerintah. Dengan besarnya jumlah penduduk muslim di Indonesia menjadkan
kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan para konsumen. Maka dari itu, negara
berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan atas suatu
produk yang digunakan masyarakat, hal tersebut di realisasikan dengan adanya
jaminan mengenai produk halal yang hendaknya dilaksanakan sesuai dengan asas
perlindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas
dan efisiensi, serta profesionalitas. Penyelenggaraan jaminan produk halal secara
umum bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan
kepastian ketersedianan produk halal bagi masyarakat dalam menggunakan dan
mengkonsumsi produk serta meningktakan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk
memproduksi dan menjual produk halal7.
Jaminan produk halal (JPH) merupakan suatu kepastian hukum terhadap
kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan adanya sertifikat halal. Sedangkan
sertifikat halal merupakan pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh

5
Nur, “Jaminan Produk Halal di indonesia Terhadap Konsumen Muslim,” 45.
6
Ibid.
7
Musyfikah Ilyas, “Sertifikasi dan Labelisasi Produk Halal Perspektif Maslahat” 4, no. 2 (2018): 363.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa halal tertulis yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada menteri8. Lahirnya Undang-undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan produk halal (UUJPH) sesungguhnya membuktikan
bahwasanya persoalan halal dan haram menjadi perhatian yang sangat penting
dalam rantai produksi. Pemberlakuan UUJPH sendiri bertujuan agar pihak
konsumen mendapatkan kepastian hukum terhadap produk konsumsinya. UUJPH
tidak hanya ditujukan untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepada
konsumen semata dengan adanya pemberian sertifikasi halal produsen juga menuai
manfaat dari UU ini yaitu dengan adanya jaminan ini memberikan keuntungan bagi
perusahaan, mengingat produk yang bersertifikat halal akan lebih dipilih dan
digemari oleh konsumen sehingga berpotensi meningkatkan kapasitas penjualan.
Perlindungan hukum pada penerapan jaminan produk halal dalam perspektif
hukum islam mempunyai beberapa substansi penting antara lain: (1) sertifikasi
halal. Sertifikasi halal seyogyanya tetap menjadi kewenangan MUI yang didalamnya
meliputi penetapan standar produk halal, pemeriksaan produk halal, penetapan fatwa
kehalalan produk, dan penerbitan sertifikasi halal. (2) pemberian logo produk.
Pelaksanaan mengenai pencantuman logo pada produk halal merupakan hak
konsumen. (3) pengawasan. Pengawasan dalam penjaminan produk halal,
diantaranya meliputi pengawasan terhadap pelaku usahan (produsen), distribusi, dan
peredaran produk halal. (4) penindakan. kumPenindakan merupakan wilayah hukum
sebagai kelanjutan dari pengawasan, penindakan dapat dilakukan pada setiap warga
negara yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana telah
diatur dalam UUJPH9.
Sebagaimana telah disinggung di atas Badan Penyelenggara Jaminan Produk
Halal yang disingkat dengan BPJPH memiliki kewenangan untuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan jaminan produk halal, menetapkan norma, standar, prosedur,
krtiteria jaminan produk halal, menerbitkan dan mencabut sertifikat serta label halal
pada produk, melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri,

8
Ro’fah Setyowati, “Perlindungan Hukum Terhadap Jaminan Atas Produk Halal Dari Sudut Pandang
Hukum Islam,” 24.
9
Ibid., 28.
melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal, serta melakukan
pengawasan terhadap jaminan produk halal10.
Dalam melaksanakan wewenang tersebut BPJPH bekerja sama dengan
kementerian atau lembaga terkait; lembaga pemeriksa halal dan Majelis Ulama
Indonesia. Kerjasama sebagaimana yang dimaksud dilakukan sesuai dengan tugas
dan fungsinya terkait untuk pemeriksaan dan/atau pengujian produk. Menanggapi
hal tersebut Majelis Ulama Indonesia mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan,
obat-obatan dan kosmetika MUI (LPPOM MUI) sebagai upaya untuk memberikan
kepastian mengenai kehalalan suatu produk pangan, obat-obatan dan kosmetika11.
Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat disebut sebagai formalisasi syariat
Islam dan implementasi Hukum Islam yang masuk dan meresap ke dalam hukum
nasional melalui proses legislasi sebagaimana halnya undang-undang yang lebih
dulu dikodifikasi karena terinspirasi oleh syariat Islam seperti Undang-Undang
zakat, Undang-Undang perkawinan, Undang-Undang wakaf, Undang-Undang
penyelenggaraan ibadan haji, Undang-Undang Peradilan Agama, Undang-Undang
perbankan syariah dan sebagainya, meskipun tidak secara langsung disebutkan
syariat Islam sebagai Hukum Islam12.

2.2 Standarisasi dan Labelisasi Halal di Indonesia


Dari tinjauan Hukum Islam, persoalan sertifikasi dan labelisasi halal tidak hanya
sebatas legalitas produk yang dihasilkan, tetapi lebih berimplikasi pada
penyelematan dan perlindungan manusia secara keseluruhan baik jasmani maupun
rohani. Karena itu, pemberlakuan sertifikasi dan labelisasi halal pada produk pangan
adalah untuk merealisasikan kemaslahatan bagi manusia sejalan dengan tujan syariat
islam (maqasid al-syari’ah) yaitu terwujudnya masyarakat muslim selaku konsumen
bebas dari konsumsi yang haram13. Sertifikasi halal bertujuan untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum terhadap konsumen serta meningkatkan daya
saing produk nasional dalam negeri. Jaminan kehalalan suatu produk dapat

10
Ilyas, “Sertifikasi dan Labelisasi Produk Halal Perspektif Maslahat,” 363.
11
Nur, “Jaminan Produk Halal di indonesia Terhadap Konsumen Muslim,” 44.
12
Ibid., 48.
13
Muhammad, “Standarisasi Produk Pangan Halal (Studi Komparatif Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif),” 132.
diwujudkan dengan penyertaan sertifikat halal dan tanda halal pada produk
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Perlu diketahui bahwasanya sertifikat halal dan labelisasi halal merupakan dua
kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikat halal
merupakan fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu rpoduk sesuai
syariat Islam melalui pemeriksaan yang terperinci oleh LP POM MUI. Sertifikat
halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang yaitu Badan POM14. Hasil
dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halal, apabila produk
yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Tujuan akhir
dari sertifikat halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk
yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal. Adapun labelisasi halal adalah
perizinan pemasangan kata “Halal” pada kemasan produk dari suatu perusahaan
oleh Badan POM didasarkan pada rekomendasi MUI15.
Adanya ketentuan sertifikasi halal ini menimbulkan akibat moral yang cukup
efektif dalam penegakan hukum, khususnya dalam kerangka kesadaran masyarakat
akan pentingnya produk halal, diantaranya : pertama, dari sisi normatif, sebagian
pelaku usaha dan masyarakat yang bersentuhan dengan kegiatan ekonomi, industri
dan teknologi adalah beragama Islam. Maka dari sisi normatif keagamaan telah jelas
bahwa umat Islam diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal bukan makanan
yang diharamkan atau najis. Kedua, dari sisi yuridis,sertifikat dan label halal
menjadi satu pendorong moral dan ketentuan yang mempunyai daya ikat tinggi bagi
para pelaku ekonomi dan bisnis terutama yanng beragama Islam. Ketiga, secara
sosiologis, ada satu kecenderungan dalam masyarakat untuk melihat sertifikasi halal
menjadi suatu perangkat hukum yang mengikat khususnya bagi yang beragama
Islam, dan ini akan berakibat pada satu gerakan sosial dalam rangka memberikan
perlindungan bagi konsumen dari produk yang dilarang syariat Islam16.
Bagi konsumen sertifikasi halal memiliki beberapa fungsi. Pertama,
terlindunginya konsumen muslim dari mengkonsumsi produk yang tidak halal.

14
Kridasakna Tiasih, D., Heryanti, B.R D., “Kajian Tentang Perlindungan Hukumbagi Konsumen Terhadap
Produk Makanan Bersertifikat Halal” 18, no. 2 (2017): 217.
15
Ibid.
16
Muhammad, “Standarisasi Produk Pangan Halal (Studi Komparatif Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif),” 132.
Kedua, secara kejiwaan perasaan hati dan batin konsumen akan tenang. Ketiga,
mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk haram, dan
keempat, akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Sedangkan bagi
produsen sertifikasi halal mempunyai beberapa peran penting. Pertama, sebagai
pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim, mengingat masalah halal
merupakan bagian dari prinsip hidup seorang muslim. Kedua, meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan konsumen. Ketiga, meningkatkan citra dan daya saing
perusahaan dan keempat sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area
jaringan pemasaran serta yang terakhir memerikan keuntungan bagi produsen
dengan meningkatkan daya saing dan omset produksi penjualan.
Dari fakta di lapangan terlihat pada sebagian masyarakat aturan terkait produk
pangan atau simbol-simbol dalam label halal, terkesan belum sepenuhnya
dihiraukan oleh masyarakat. Akibat dari kondisi ini mereka tidak merasa
berkewajiban untuk mematuhinya. Karena itu, pengaturan dan pemberlakuan
sertifikasi dan labelisasi halal secara jelas dan tegas pada setiap produk pangan
menurut hukum Islam harus ada, mengingat sertifikasi dan labelisasi halal
merupakan informasi, standar, dan solusi serta jaminan hukum bagi masyarakat
muslim dalam memilih produk halal17. Merujuk pada pilar pokok di atas, maka
seharusnya seluruh produk pangan yang digunakan masyarakat muslim harus benar-
benar terjamin kehalalanya sebagaimana yang telah dianjurkan oleh syariat Islam.

17
Ibid.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai