A. PENDAHULUAN
Indonesia tidak lagi menjadi negara transit, tetapi sudah menjadi pasar
narkoba yang besar. Apalagi dengan harga yang tinggi (“great market, great price”),
Indonesia semakin rawan menjadi surga bagi para sindikat narkoba internasional.
Berdasarkan data versi UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime)
pada tahun 2009, bahwa konsumsi ganja terbesar (sekitar 110 metrik ton atau
sekitar 2% total konsumsi dunia yang mencapai 6.002 metrik ton) ada di Indonesia,
Indonesia juga menjadi peringkat ke-10 dunia sebagai ladang bagi peredaran
narkoba jenis ekstasi dan ganja. Ironisnya, pengguna narkoba lebih banyak berasal
dari pemuda, calon penerus perjuangan bangsa, bahkan prevalensi penyalahgunaan
narkoba di lingkungan pelajar se-Indonesia mencapai 4,7 persen dari data survey
yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (http://news.detik.com).
Tentu saja hal ini terjadi bukan tanpa sebab, isu ini menjadi menarik untuk
diangkat. Apa saja hambatan dari strategi kebijakan pencegahan dan
pemberantasan narkoba di BNN Kota Bandung serta bagaimana implementasinya
yang tentu saja terkait peran kepeminpinan di BNN dalam mengatasi permasalahan
tersebut?
B. ANALISIS MASALAH
Kondisi seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa per tahun 2017 hingga
2021, menunjukkan adanya tren peningkatan peredaran narkotika di masyarakat.
Tren peningkatan ini tentu saja, tidak hanya karena satu variabel saja, tetapi juga
pasti banyak variabel lain yang secara langsung ataupun tidak langsung
memengaruhi peningkatan tren ini. Ini menjadi tantangan kita bersama, asumsi
bahwa target angka prevalensi penyalahgunaan narkotika sebesar 1,69 persen di
tahun 2024 semakin sulit untuk dicapai bisa menjadi kenyataan.
Kehidupan di kalangan remaja khususnya tidak akan terlepas dari figur yang
menjadi idola mereka. Sedikit banyak, idola tersebut menjadi variabel identitas
mereka. Secara hasrat, mereka ingin menjadi seperti para idolanya tersebut, bahkan
ingin memiliki kehidupan yang sama dengan idolanya. Kehidupan para idola akan
dikoorporasi, bahkan diduplikasi yang kemudian menjadi identitas baru di diri
mereka. Yang paling terbuka adalah melalui genre musik. Umumnya, para remaja
mengetahui berbagai jenis narkotika dari gaya hidup para idola mereka yang mereka
baca dari biografi sang idola. Dorongan untuk mencoba dan mencari informasi
bagaimana mendapatkannya tentu saja sangat kuat karena secara fundamental
mereka ingin menduplikasi kehidupan idolanya menjadi identitas mereka. Kaum
rastafara sangat akrab dengan ganja, musik mereka identik dengan genre reggee,
pecinta musik reggee cukup banyak di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan itu
menjadi salah satu variabel angka konsumsi ganja di Indonesia tinggi. Selain itu,
secara klimatologi dan geografis, tanaman ganja (Cannabis sativa, Cannabis indica,
dan Cannabis ruderalis) ini mudah tumbuh di Indonesia sehingga secara langsung
supply tersedia.
Menilik dari letak geografis Indonesia, negara ini menjadi pasar yang
menggiurkan bagi peredaran bisnis narkoba karena banyak akses yang terbuka, selain
itu tingkat konsumsi pengguna narkoba yang tergolong tinggi karena jumlah
penduduknya banyak menjadi alasan jaringan narkoba internasional memasok
barangnya ke Indonesia.
C. PERAN KEPEMIMPINAN
Pertama, jumlah sumber daya yang belum seimbang dengan beban kerja dan
agenda. Sumber daya yang memang ahli di bidangnya. Saat ini, BNN Kota Bandung
terbilang masih kekurangan sumber daya yang secara kapasitas proporsional
sehingga tugas-tugas yang ada dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
narkotika di Kota Bandung belum optimal. Kedua, yaitu sampai saat ini belum ada
standar operasional baru (dalam hal teknis koordinasi dengan pihak-pihak lainnya) di
BNN Kota Bandung sebagai prosedur implementasi kebijakan pencegahan dan
pemberantasan narkotika. Itulah yang menjadi beberapa faktor penyebab mengapa
strategi pencegahan dan pemberantasan narkotika di Kota Bandung belum
maksimal.
Kepemimpinan dan kebijakan publik merupakan dua aspek yang saling terkait
dalam menjalankan sistem birokrasi dan mencapai tujuan pembangunan
masyarakat. Kepemimpinan yang efektif dalam kebijakan publik memiliki peran
penting dalam merumuskan kebijakan yang berkualitas, mengimplementasikannya
dengan baik, dan menghasilkan dampak yang positif bagi masyarakat.