Anda di halaman 1dari 6

Variabel Kendala dalam Strategi Kebijakan Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba

(Analisis pada Implementasi Strategi Badan Narkotika Nasional Kota Bandung)

A. PENDAHULUAN

Penyalahgunaan narkoba selalu menjadi salah satu ancaman signifikan bagi


setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Tidak kita pungkiri
bahwa pengguna narkoba umumnya dari kalangan remaja hingga dewasa. Di sisi
lain, para remaja tersebut kelak jadi penerus generasi bangsa. Tentu saja, dapat kita
bayangkan situasi apa yang akan terjadi apabila kelak penerus bangsa memiliki
ketergantungan akan narkotika dan obat-obatan terlarang. Mungkin saja,
keberlangsungan bangsa yang bersangkutan akan tidak berkembang, chaos,
bahkan hancur.

Menilik pada maraknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, prediksi


di atas bukanlah hal yang mustahil terjadi pada bangsa ini. Mengutip pidato yang
disampaikan oleh Kepala BNN RI, Irjen Pol. Marthinus Hukom, S.I.K, M.Si.,
mengungkapkan bahwa hasil pengukuran prevalensi tahun 2023, penyalahgunaan
narkoba mencapai 1,73%, setara dengan 3,33 juta penduduk berusia 15 hingga 64
tahun. Berdasarkan data tercatat angka prevalensi penyalahgunaan narkotika tahun
2008 hingga 2021 mengalami fluktuasi yang mana pada tahun 2014—2017
cenderung menurun, yakni 2,18% menjadi 1,77%. Namun, pada tahun 2017 hingga
2021, menunjukkan adanya tren peningkatan peredaran narkotika di masyarakat.
Tentu saja, hal tersebut membawa kabar buruk bagi pemberantasan narkotika di
Indonesia bahwa target angka prevalensi penyalahgunaan narkotika sebesar 1,69
persen di tahun 2024 semakin sulit untuk dicapai (Sumber: BNN, diolah (2023).

Maraknya kasus penyalahgunaan dan penyelundupan narkotika di Indonesia


tidak terlepas dari tren penyalahgunaan narkoba secara internasional yang mana
Indonesia telah menjadi negara tujuan peredaran gelap narkotika. Indonesia menjadi
pasar potensial secara demografis dan geografis. Besarnya jumlah penduduk
merupakan pasar potensial bagi para bandar, kondisi geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan membuka peluang banyaknya pintu masuk penyelundupan
narkotika melalui laut akibat kurangnya pengawasan di wilayah perbatasan.

Indonesia tidak lagi menjadi negara transit, tetapi sudah menjadi pasar
narkoba yang besar. Apalagi dengan harga yang tinggi (“great market, great price”),
Indonesia semakin rawan menjadi surga bagi para sindikat narkoba internasional.

Berdasarkan data versi UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime)
pada tahun 2009, bahwa konsumsi ganja terbesar (sekitar 110 metrik ton atau
sekitar 2% total konsumsi dunia yang mencapai 6.002 metrik ton) ada di Indonesia,
Indonesia juga menjadi peringkat ke-10 dunia sebagai ladang bagi peredaran
narkoba jenis ekstasi dan ganja. Ironisnya, pengguna narkoba lebih banyak berasal
dari pemuda, calon penerus perjuangan bangsa, bahkan prevalensi penyalahgunaan
narkoba di lingkungan pelajar se-Indonesia mencapai 4,7 persen dari data survey
yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (http://news.detik.com).

Tentu saja hal ini terjadi bukan tanpa sebab, isu ini menjadi menarik untuk
diangkat. Apa saja hambatan dari strategi kebijakan pencegahan dan
pemberantasan narkoba di BNN Kota Bandung serta bagaimana implementasinya
yang tentu saja terkait peran kepeminpinan di BNN dalam mengatasi permasalahan
tersebut?

B. ANALISIS MASALAH

Kondisi seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa per tahun 2017 hingga
2021, menunjukkan adanya tren peningkatan peredaran narkotika di masyarakat.
Tren peningkatan ini tentu saja, tidak hanya karena satu variabel saja, tetapi juga
pasti banyak variabel lain yang secara langsung ataupun tidak langsung
memengaruhi peningkatan tren ini. Ini menjadi tantangan kita bersama, asumsi
bahwa target angka prevalensi penyalahgunaan narkotika sebesar 1,69 persen di
tahun 2024 semakin sulit untuk dicapai bisa menjadi kenyataan.

Maraknya penggunaan narkoba tentu saja sangat berhubungan dengan


pengetahuan mengenai informasi terkait narkoba tersebut, baik jenis, tren, gaya
hidup, cara mengonsumsi, efek konsumsi, harga, maupun asal negara. Generasi
saat ini di Indonesia pada umumnya bersifat latah, tren, budaya ikut-ikutan selalu
menjadi identitas di komunitas-komunitas, mereka yang tidak mengikuti tren
dianggap bukan menjadi bagian dari komunitas. Kehidupan berkomunal terutama di
kalangan para pelajar hingga mahasiswa menjadi kantung-kantung potensial
tumbuhnya tren penggunaan narkoba. Pelajar dan mahasiswa menjadi konsumen
terbesar penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang ini. Imbas dari
globalisasi teknologi informasi membuat akses pengetahuan menjadi seperti pedang
berbilah dua.

Kehidupan di kalangan remaja khususnya tidak akan terlepas dari figur yang
menjadi idola mereka. Sedikit banyak, idola tersebut menjadi variabel identitas
mereka. Secara hasrat, mereka ingin menjadi seperti para idolanya tersebut, bahkan
ingin memiliki kehidupan yang sama dengan idolanya. Kehidupan para idola akan
dikoorporasi, bahkan diduplikasi yang kemudian menjadi identitas baru di diri
mereka. Yang paling terbuka adalah melalui genre musik. Umumnya, para remaja
mengetahui berbagai jenis narkotika dari gaya hidup para idola mereka yang mereka
baca dari biografi sang idola. Dorongan untuk mencoba dan mencari informasi
bagaimana mendapatkannya tentu saja sangat kuat karena secara fundamental
mereka ingin menduplikasi kehidupan idolanya menjadi identitas mereka. Kaum
rastafara sangat akrab dengan ganja, musik mereka identik dengan genre reggee,
pecinta musik reggee cukup banyak di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan itu
menjadi salah satu variabel angka konsumsi ganja di Indonesia tinggi. Selain itu,
secara klimatologi dan geografis, tanaman ganja (Cannabis sativa, Cannabis indica,
dan Cannabis ruderalis) ini mudah tumbuh di Indonesia sehingga secara langsung
supply tersedia.

Menilik dari letak geografis Indonesia, negara ini menjadi pasar yang
menggiurkan bagi peredaran bisnis narkoba karena banyak akses yang terbuka, selain
itu tingkat konsumsi pengguna narkoba yang tergolong tinggi karena jumlah
penduduknya banyak menjadi alasan jaringan narkoba internasional memasok
barangnya ke Indonesia.

Berkaitan dengan paparan di atas, Badan Narkotika Nasional sebagai sebuah


lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan
ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi, meliputi
1) menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika; 2) mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 3)
mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.

Kinerja BNN dalam menangani kompleksitas permasalahan tersebut sudah


semestinya perlu dukungan anggaran yang porposional juga, terlebih menimbang
agenda koordinasi secara birokratis dengan berbagai pihak. Perkembangan
anggaran Badan Narkotika Nasional (BNN) selama tahun 2021 hingga tahun 2024
menunjukkan tren fluktuasi. Pada tahun 2021 anggaran BNN sebesar Rp1.413,7
miliar, kemudian meningkat tahun 2022 menjadi sebesar Rp1.705,0 miliar hingga
Rp1.805,8 miliar outlook tahun anggaran 2023. Namun, pada tahun 2024 terjadi
penurunan sebesar Rp1.536,5 miliar. Pada program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) outlook
tahun anggaran 2023 sebesar Rp367 miliar menunjukkan peningkatan dibandingkan
tahun anggaran 2022 dengan program yang sama sebesar Rp322,7 miliar. Akan
tetapi, di RAPBN 2024 tercatat anggaran program P4GN menunjukkan penurunan
sebesar Rp292,9 miliar. Terlihat pula perbandingan dari anggaran program
dukungan lebih besar dari program utamanya P4GN, yang meliputi fungsi
pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi, pemberantasan, hukum dan
kerja sama, bidang data dan informasi, serta layanan laboratorium narkotika.

C. PERAN KEPEMIMPINAN

Berdasarkan pemaparan di atas, bahasan masalah spesifik mengenai


impelementasi strategi yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional Kota
Bandung. Yang harus diperhatikan dalam sebuah implementasi strategi, meliputi 1)
Aktor pelaksana strategi, 2) Pelaksanaan Strategi, dan 3) Pengorganisasian sumber
daya manusia. Dalam pelaksanaan tugasnya ada beberapa hambatan dalam
manajemen strategi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika di
lingkungan wilayah kerja BNN Kota Bandung.

Pertama, jumlah sumber daya yang belum seimbang dengan beban kerja dan
agenda. Sumber daya yang memang ahli di bidangnya. Saat ini, BNN Kota Bandung
terbilang masih kekurangan sumber daya yang secara kapasitas proporsional
sehingga tugas-tugas yang ada dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
narkotika di Kota Bandung belum optimal. Kedua, yaitu sampai saat ini belum ada
standar operasional baru (dalam hal teknis koordinasi dengan pihak-pihak lainnya) di
BNN Kota Bandung sebagai prosedur implementasi kebijakan pencegahan dan
pemberantasan narkotika. Itulah yang menjadi beberapa faktor penyebab mengapa
strategi pencegahan dan pemberantasan narkotika di Kota Bandung belum
maksimal.

Kepemimpinan dan kebijakan publik merupakan dua aspek yang saling terkait
dalam menjalankan sistem birokrasi dan mencapai tujuan pembangunan
masyarakat. Kepemimpinan yang efektif dalam kebijakan publik memiliki peran
penting dalam merumuskan kebijakan yang berkualitas, mengimplementasikannya
dengan baik, dan menghasilkan dampak yang positif bagi masyarakat.

Kepemimpinan dalam kebijakan publik melibatkan sejumlah faktor kunci,


termasuk visi, strategi, komunikasi, kolaborasi, dan integritas. Seorang pemimpin
dalam kebijakan publik harus memiliki visi yang jelas tentang arah kebijakan yang
diinginkan serta mampu merumuskan strategi yang efektif untuk mencapai tujuan
tersebut. Visi yang kuat akan memandu langkah-langkah yang diambil dalam
merancang kebijakan, mengarahkan sumber daya yang tersedia, dan menentukan
indikator keberhasilan.

Dengan demikian, dapat ditentukan faktor yang menjadi masalah dari


Implementasi Strategi Badan Narkotika Nasional Kota Bandung dalam Pencegahan
dan Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba, berikut beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebagai solusi: 1. Penambahan sumber daya manusia
sesuai kompetensi agar lebih memudahkan staf Badan Narkotika Nasional Kota
Bandung dalam melaksanakan agenda dan mencapai targetnya. Mewujudkan
Standar Operasional Prosedur tahun ini agar kinerja lebih mudah.

Mengacu pada RPJMN Tahun 2020–2024, upaya Pencegahan dan


Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
merupakan bagian dari agenda pembangunan Prioritas Nasional ke-7 yaitu
“Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik”.
Indikator yang digunakan sebagai acuan program P4GN ialah angka prevalensi.
Pemerintah menargetkan prevalensi penyalahgunaan narkotika di tahun 2024
mengalami penurunan mencapai 1,69%.

Anda mungkin juga menyukai