Vote dalam Hukum Tata Negara Raditya Ahnaf A. E1A023197 Apa itu Film Dirty Vote?
Film Dirty Vote bercerita tentang kecurangan Pemilu
2024 dari sudut pandang para pakar hukum tata negara di Indonesia. Mulai dari ucapan berbeda-beda Jokowi soal anak-anaknya yang terjun ke dunia politik.
Juga mengungkapkan ketidaknetralan para pejabat
publik, wewenang dan potensi kecurangan kepala desa, anggaran dan penyaluran bansos, penggunaan fasilitas publik, hingga lembaga-lembaga negara yang melakukan pelanggaran etik. Apa itu Film Dirty Vote?
Film Dirty Vote memperlihatkan bagaimana para
politisi mempermainkan rakyat demi kepentingan pribadi. Juga berbagai aksi kecurangan yang nyata dan terlihat publik, tapi tidak pernah ditindak.
Penyalahgunaan kekuasaan yang terlihat nyata demi
memenangkan pemilu yang justru merusak tatanan demokrasi. Termasuk sorotan pada kekuatan besar di balik pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming yang disebut-sebut paling banyak melakukan kecurangan. Film "Dirty Vote" mengangkat berbagai unsur hukum tata negara yang muncul dalam konteks politik dan pemerintahan. Beberapa unsur tersebut mungkin termasuk:
1. Konstitusi dan hukum pemilu: Film tersebut mungkin
menyoroti proses pemilihan umum, aturan pemilihan, dan konstitusi yang mengatur sistem politik dalam konteks negara tersebut.
2. Pembagian kekuasaan: Film mungkin menggambarkan
interaksi antara cabang-cabang pemerintahan, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta peran masing- masing dalam menjalankan tugasnya.
3. Hak asasi manusia: Film mungkin menyoroti isu-isu hak
asasi manusia, seperti kebebasan berpendapat, hak pilih, dan perlindungan hukum bagi warga negara. Film "Dirty Vote" mengangkat berbagai unsur hukum tata negara yang muncul dalam konteks politik dan pemerintahan. Beberapa unsur tersebut mungkin termasuk:
4. Sistem politik dan partai politik: Film mungkin
memperlihatkan dinamika politik dalam sebuah sistem multipartai, termasuk persaingan antarpartai, strategi politik, dan penentuan kebijakan publik.
5. Korupsi dan integritas pemerintahan: Film mungkin
menggambarkan masalah korupsi dalam pemerintahan, penyalahgunaan kekuasaan, dan upaya untuk menjaga integritas institusi publik. Dalam film "Dirty Vote," terdapat beberapa konsep hukum tata negara yang dapat dianalisis: 1. Demokrasi dan Pemilihan Umum: Film mungkin menyoroti konsep demokrasi sebagai fondasi pemerintahan yang berpusat pada kekuasaan rakyat. Pemilihan umum menjadi salah satu fokus utama dalam memperlihatkan bagaimana proses politik berlangsung dalam konteks demokrasi.
2. Konstitusi dan Hukum Elektoral: Konsep ini mencakup aturan dan
ketentuan dalam konstitusi yang mengatur proses pemilihan umum, seperti sistem pemilihan, batasan masa jabatan, dan prosedur pemilihan. Film mungkin menunjukkan bagaimana hukum elektoral tersebut diterapkan dan diinterpretasikan dalam konteks cerita.
3. Pembagian Kekuasaan: Konsep ini mencakup pembagian kekuasaan
antara cabang-cabang pemerintahan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Film mungkin menampilkan dinamika antara cabang-cabang tersebut dan bagaimana mereka saling mempengaruhi. Dalam film "Dirty Vote," terdapat beberapa konsep hukum tata negara yang dapat dianalisis: 4. Hak Asasi Manusia: Dalam konteks film, hak asasi manusia mungkin menjadi tema penting terutama terkait dengan hak politik seperti kebebasan berpendapat, hak pilih, dan partisipasi politik yang adil.
5.Korupsi dan Integritas Pemerintahan: Film mungkin
menggambarkan masalah korupsi dalam pemerintahan, penyalahgunaan kekuasaan, dan upaya untuk menjaga integritas institusi publik. Ini bisa mencakup konsep hukum terkait dengan transparansi, akuntabilitas, dan pencegahan korupsi.
Analisis konsep-konsep ini dapat membantu memahami pesan-
pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat film tentang dinamika politik dan hukum tata negara dalam konteks tertentu. Beberapa Polemik Permasalahan yang di bahas pada Dirty Vote 1.Penunjukan 20 Pj Gubernur di seluruh Indonesia yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo, dan adanya bukti Pj Gubernur diarahkan untuk mendukung salah satu paslon (berbeda-beda di setiap wilayah).
2. Kelompok Desa Bersatu menggelar acara deklarasi untuk
mendukung paslon 02 dengan potensi kecurangan keterlibatan kepala desa meliputi data pemilih, penggunaan dana desa, data penerima bansos, dan wewenang alokasi bansos.
3. Ketidaknetralan beberapa menteri yang masih menjabat namun
tergabung dalam tim kampanye dan tidak mengajukan cuti, serta beberapa menteri yang tidak tergabung dalam tim kampanye namun terang-terangan menunjukkan keberpihakan pada salah satu paslon (ditunjukkan data lengkap dari tim kampanye paslon 01, 02, dan 03). Beberapa Polemik Permasalahan yang di bahas pada Dirty Vote 4. Ketidaknetralan Presiden Joko Widodo yang bertemu dengan pemimpin partai 02 dan capres 02 dalam kondisi tidak sedang cuti.
5. Penyelewengan Bansos yang digunakan sebagai alat
politik dan kampanye, bahkan anggaran dana Bansos 2024 lebih besar dari Bansos pada masa pandemi Covid-19.
6. Adanya partai kecil pecahan partai besar yang diloloskan
KPU untuk mengikuti Pemilu 2024 meskipun tidak memenuhi syarat, yaitu Partai Gelora Indonesia (pecahan PKS) dan Partai Kebangkitan Nusantara (pecahan Partai Demokrat), dengan adanya indikasi manipulasi data yang salah satunya disajikan dengan bukti rekaman KPUD Minahasa Utara. Beberapa Prinsip dan Aspek HTN dalam Dirty Vote Dalam konteks hukum tata negara, film "Dirty Vote" yang membahas tentang dugaan pencurangan dalam pemilu 2024 serta situasi yang memanas terkait dengan pengawalan pemilu, mencerminkan beberapa prinsip dan aspek penting:
1. Aturan Pemilihan : Hukum tata negara biasanya menetapkan
aturan yang jelas terkait dengan proses pemilihan umum, termasuk prosedur pemungutan suara, penghitungan suara, dan mekanisme pengawasan. Dalam film ini, dugaan pencurangan mencerminkan potensi pelanggaran terhadap aturan pemilihan tersebut.
2. Integritas Pemilu: Prinsip integritas pemilu menuntut agar proses
pemilihan umum dilaksanakan secara bebas, adil, dan transparan. Dalam konteks film, situasi yang memanas terkait dengan pengawalan pemilu mungkin menunjukkan pentingnya menjaga integritas pemilu dan mengatasi berbagai tantangan yang dapat mengancam proses tersebut. Beberapa Prinsip dan Aspek HTN dalam Dirty Vote 3. Penegakan Hukum: Hukum tata negara menempatkan penegakan hukum sebagai sarana untuk menjamin kepatuhan terhadap aturan dan melindungi integritas proses politik. Dalam film ini, penegakan hukum dapat menjadi elemen penting dalam menangani dugaan pencurangan dan mengamankan pelaksanaan pemilu yang adil.
4. Partisipasi Politik: Aspek partisipasi politik juga relevan dalam
hukum tata negara, di mana setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses politik, termasuk melalui pemilihan umum. Dalam situasi memanas yang digambarkan dalam film, partisipasi politik dapat menjadi sorotan penting, baik dari pihak yang mencurigai adanya kecurangan maupun dari pihak yang berusaha memastikan kelancaran proses pemilihan. Beberapa Prinsip dan Aspek HTN dalam Dirty Vote
Dengan demikian, film "Dirty Vote" dapat
memberikan gambaran tentang kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip hukum tata negara dalam konteks pemilihan umum yang kontroversial dan diperebutkan.. . Kesimpulan Film Dirty Vote Film Dirty Vote berdurasi 1 jam 57,21 detik. Karya benerapa Pakar Hukum Tata Negara secara bergiliran menyampaikan data seputar pelaksanaan Pemilu 2024.
Banyak hal yang dibicarakan, seperti syarat menang satu
putaran Pilpres 2024, penunjukan 20 penjabat (Pj) Gubernur dan Kepala Daerah, hingga keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang dinilai menguntungkan Gibran Rakabuming Raka. Kesimpulan Film Dirty Vote Dirty Vote juga menyinggung sejumlah pejabat teras pemerintahan Republik Indonesia dan lembaga penyelenggara Pemilu. Di antaranya Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU).
Film garapan Dandhy Laksono ini memaparkan, syarat menang
Pilpres 2024 satu kali putaran tertuang dalam Pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Sejumlah syarat tersebut adalah harus memenangkan lebih dari 50% pemilih alias lebih dari 102 juta suara. Kemudian meraih kemenangan di 20 dari total 38 provinsi yang ada di Indonesia. Selain itu, perolehan suara di 20 provinsi tersebut harus lebih dari 20%. . Kesimpulan Film Dirty Vote MK selaku lembaga yang harusnya menegakkan konstitusi dituding ikut terlibat rentetan kecurangan Pemilu 2024.
Sejumlah hal yang membuat MK layak dianggap sebagai
lembaga yang menjadi puncak masalah adalah terjadi kontradiksi Mahkamah Konstitusi dan cara instan untuk mengubah Undang-Undang tanpa DPR.
Kemudian adanya konflik kepentingan, pendapat hukum 9
hakim konsitusi, semua permohonan yang ditolak kecuali sebuah perkara, keputusan yang langsung berlaku, hingga kasus permohonan yang sudah dicabut namun didaftarkan lagi. Kesimpulan Film Dirty Vote Sehingga, film tersebut secara akurat memperlihatkan bagaimana prinsip-prinsip seperti demokrasi, konstitusi, pembagian kekuasaan, hak asasi manusia, dan penegakan hukum diterapkan atau diabaikan dalam ceritanya, maka film tersebut mungkin dapat dianggap mencerminkan prinsip-prinsip hukum tata negara.
Namun, kesimpulan tentang sejauh mana film tersebut
mencerminkan prinsip-prinsip hukum tata negara akan sangat tergantung pada analisis yang lebih mendalam terhadap konten, pesan, dan narasi film tersebut. . Daftar Pustaka 1.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshidqie 2. Modul 1 Konsep dasar HTN, Prof Suwarma 3. Pemilu Berintegritas dan Malpraktik Pemilu, Bambang Mudjiyanto BRIN 4. Analisis Pemanfaatan dana Bansos dan Hibah pada PILKADA 2018, Dwi Resti Pratiwi. Pusat Kajian DPR RI 5. Peran Bawaslu dalam penyelesaian TP kecurangan pada tahapan pemungutan dan perhitungan suara dalam PEMILU 2019, Tia Meifida UII 6.Analisis Perwujudan Asas LUBER JURDIL dalam mengatasi kecurangan PEMILU, M. Amar Shiddiq 7. Peran pemilih pemula dalam oengawasan PEMILU Partisipasif, Agam Primadi 8. Pergeseran Aturan Netralitas ASN dalam PEMILU, Bagus Sarnawa 9. Mengapa Integritas PEMILU penting, Mudiyanti BAWASLU 10. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, M. Kusnardi FH UI - Terima Kasih -