Anda di halaman 1dari 3

HUKUM ARBITRASE DAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan

Beberapa metode penyelesaian:

 mediasi

Sumber hukum yang digunakan UU NOMOR 30 TAHUN 1999

 Pengenalan terhadap arbitrase berdasarkan UU 30 1999


 Perkembangan di UU nomor 5 perdagangan
 Pengertian scr umum
 Pasal” penyelesaian sengketa
 Bagaimana suatu kelembangaan punya kewenangan dalam penyelesaian sengketa
 Proses arbitrase nya
 Pelaksanaan Keputusan penyelesaian sengketa
 Arbitrase internasional (cari adakah pengertiannya di UU 30 1999)

Berkaitan dengan sengketa perdagangan / komersial

Negosiasi penyelesaian sengketa yang paling sederhana yng digunakan oleh kedua pihak yang
bersengketa

Kelemahannya: sulit untuk mencapai kesepakatan, karna kedua belah pihak telah mendapatkan tujuan
yang berbeda.

Tidak ada hukum acara yang mengatur bagaimana penyelesaian nya

Penyelesaian diluar pengadilan dengan melibatkan pihak ketiga


PEMILU 2024: KEMUNDURAN DEMOKRASIKAH?]

Pesta demokrasi yang dirayakan dalam bentuk pelaksanaan Pemilu merupakan manifestasi kedaulatan
tertinggi ada di tangan rakyat. Melalui Pemilu, rakyat memberikan legitimasi atas calon-calon
pemimpinnya untuk menjalankan roda pemerintahan. Hingga saat ini, Pemilu masih menjadi sarana yang
paling demokratis dalam mewujudkan kehendak rakyat. Meskipun demikian, seringkali ditemukan
bahwasanya Pemilu belum menjadi jaminan bahwa demokrasi telah dijalankan.

Proses pemungutan suara Pemilu 2024 memang telah selesai dilaksanakan, walaupun saat ini masih
menunggu hasil penghitungan jumlah suara resmi dari KPU. Artinya, proses Pemilu 2024 belum
sepenuhnya dapat dikatakan rampung dilaksanakan. Namun demikian, pelaksanaan Pemilu 2024 justru
malah memunculkan banyak pertanyaan. Apakah Pemilu 2024 berlangsung secara demokratis? Apakah
Pemilu 2024 merupakan kemunduran demokrasi? Bagaimanakah hakikat demokrasi itu? Bagaimanakah
kondisi demokrasi saat ini?

Thomas Power, seorang pengajar di Universitas Sydney menilai bahwa situasi demokrasi Indonesia
sedang mengalami regresi. Menurutnya, menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia lebih banyak
disebabkan oleh tindakan pemerintah sendiri. Hal itu memicu terjadinya penyempitan ruang-ruang
kebebasan sipil dan melebarnya ketimpangan sosial ekonomi, sebagai akibat dari menguatnya oligarki
politik, serta melemahnya keseimbangan kekuasaan yang terjadi di era pemerintahan Presiden Joko
Widodo.

Mekanisme checks and balances yang semakin terkikis sebagai akibat dari menguatnya posisi elit-elit
politik di Indonesia memperparah penurunan kualitas demokrasi. Pengisian jabatan-jabatan strategis
disinyalir telah disusupi oleh kepentingan-kepentingan segelintir orang untuk memuluskan sebuah
rencana dalam melanggengkan kekuasaan, yang mana tidak lagi dapat terbendung dengan melemahnya
mekanisme check and balances. Hal ini terlihat dari berbagai persoalan penunjukkan pejabat-pejabat di
tingkat pusat dan daerah yang disinyalir sarat kepentingan.

Bukan hanya persoalan pengisian jabatan, urusan pembentukan peraturan perundang-undangan pun
tidak luput dari imbasnya. Bersatunya kepentingan elit dan melemahnya mekanisme checks and
balances antara masing-masing kekuasaan justru melanggengkan pelaksanaan praktik-praktik yang sarat
kepentingan elit dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Wakil rakyat tidak lagi mewakili
suara rakyat, tetapi justru mewakili kepentingan elit. Hasilnya, undang-undang yang dibentuk hanya
digunakan untuk melegitimasi kekuasaan semata.
Berangkat dari keresahan mengenai kondisi demokrasi di Indonesia saat ini, khususnya setelah
pelaksanaan Pemilu 2024, Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
menyelenggarakan kuliah umum yang bertajuk "Pemilihan Umum 2024: Kemunduran Demokrasikah?"

Anda mungkin juga menyukai