0a Modul PPK 2019
0a Modul PPK 2019
Magister Akuntansi
UNDIP
2019
1
Deskripsi
Matakuliah ini memberikan pemahaman mengenai upaya wajib pajak dalam
penghematan pajak melalui cara-cara legal, tanpa melanggar aturan pajak lewat
pemanfaatan loopholes yang terkandung dalam aturan pajak & rekayasa
transaksi akuntansi. Misi matakuliah ini adalah memberikan nilai tambah
ketrampilan perpajakan bagi orang yang berlatar belakang ilmu akuntansi guna
mencapai daya guna tata kelola sistem informasi akuntansi wajib pajak secara
efisien yang integral dengan kewajiban pajak.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 5
Respect, ethics, & integrity
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 6
Taxes & Business Strategy:
A Planning Approach
7
The systematic
analysis of deferring tax
option aimed at the minimization
of tax liability in current
& future tax periods
(Larry, Anders, & Susan, 1994).
Tax Planning
Arrange
of a person’s business & or
private affairs in order
to minimize tax liability
(Lyons, 1996).
8
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Perencanaan pajak Salah satu langkah
(tax planning) dalam manajemen pajak
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 9
Tax avoidance is a term used to
Minimalisasi pajak describe the legal arrangements of
yang masih memenuhi peraturan tax-payer’s affairs so as to
reduce his tax liability. It’s often to
(lawful ~ tax avoidance) pejorative overtones, for example
it is use to describe avoidance
achieved by artificial arrangements
of personal or business affair to take
advance of loopholes, ambiguities,
anomalies or other deficiencies of tax
Yang melanggar law, legislation designed to counter
unlawful ~ tax evasion avoidance has become more
commonplace & often involves
highly complex provision.
Tax evasion is the reduction of tax by illegal means. The distinctions, however, is not always easy.
Some example of tax avoidance schemes include locating assets in offshore jurisdictions,
delaying repatriation of profit earn in law tax foreign jurisdictions, delaying repatriation of profit
earn in law-tax foreign jurisdictions, ensuring that gains are capital rather than income so the
gains are not subject to tax (or a subject at lower rate), spreading of income to other tax payers
with lower marginal tax rates & taking advantages of tax incentives (Lyon 1996).
10
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Tax avoidance dapat terkandung dalam bunyi ketentuan di UU & dalam
jiwa (spirit) UU atau terkandung dalam bunyi UU tetapi
berlawanandengan jiwa UU.
Komite urusan fiskal OECD: 3 jenis karakter tax avoidance:
Ø Adanya unsur artifisial: berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di
dalamnya padahal tidak, & yang dilakukan karena ketiadaan unsur
pajak.
Ø Skema memanfaatkan loopholes UU atau menerapkan ketentuan
legal untuk berbagai tujuan à padahal bukan itu yang dimaksudkan
oleh pembuat UU yang bersangkutan.
Ø Kerahasaiaan: umumnya konsultan menunjukkan alat atau cara
untuk melakukan tax avoidance à dengan syarat wajib pajak
menjaga rahasianya (council of executive secretaries of tax
organizations 1991).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 11
Perencanaan pajak Apakah pajak tersebut dapat ditunda
dimulai dengan meyakinkan Pembayarannya? Ini dilakukan
apakah suatu transaksi / setiap wajib pajak membuat rencana
fenomena terkena pajak Pengenaan pajak pada setiap tindakan
(taxable events)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 13
Tujuan Perencanaan Pajak
Loopholes
Melanggar Ketentuan
UU Pajak
Avoidance
Kapitalisasi Sanksi
Penggeseran Transformasi
Administratif Pidana
Backward Forward
15
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Tax planning yang tidak melanggar aturan pajak à 5 syarat
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 16
Tax planning yang diperkenankan menurut Lumbantoruan (1996) dapat
ditempuh dengan beberapa cara:
1. mencari keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian & potongan yang
diperkenankan à misalnya: mengurangi penerimaan dengan biaya (seperti
pendidikan, perbaikan kantor, pemasaran dsb.) à maksudnya daripada bayar
pajak lebih besar, lebih baik untuk kepentingan perusahaan & manfaatnya bisa
dirasakan langsung.
2. mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat à
misalnya: jika peredaran bruto 1 tahun tidak lebih Rp 4,8 M dapat memilih
perusahaan perorangan yang akan dikenakan tarif progresif dengan terendah
5%. Bentuk usaha perorangan, firma, & kongsi lebih menguntungkan daripada
PT. à PPh PT. Dikenai pajak ”2x", yakni saat penghasilan diperoleh atau
diterima & saat pemilik menerima dividen.
3. mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha agar dapat diatur penggunaan
tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian & aktiva yang bisa dihapus.
4. menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun à mencegah klasifikasi
kategori pendapatan dengan tarif tinggi. Bila memungkinkan, pembayaran pajak
bisa ditunda. Penghasilan yang dikenai tarif 30% dapat dihindarkan dengan
cara menunda penerimaan penghasilan pada tahun yang bersangkutan &
menggeser pada tahun berikutnya.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 17
Respon ATO terhadap strategi perencanaan pajak :
•Carmody (2003), pejabat perpajakan Australia: perang terhadap perencanaan pajak akan
dilanjutkan & menjadi prioritas tugas ATO.
• Selama tahun pajak 2002/03, ATO mengidentifikasi lebih dari 100 metode tax planning termasuk
penghindaran maupun minimalisasi pajak capital gains, metode pembiayaan, & penggunaan tax
havens.
• The ATO also published product rulings setting out its view on the tax consequences of planning
arrangements. These rulings have had a significant impact on the success of mass-marketed tax
planning schemes.
• To combat tax avoidance the ATO also focuses on promoters, those who design & or market
aggressive tax planning arrangements. The ATO has a special promoters task force that identified
over 30 new aggressive planning arrangements. Where a particular promoter is taking a lead role
in aggressive tax planning, the ATO investigates both the promoter & its other clients to determine
whether aggressive arrangements have been used.
• The ATO’s strategies for dealing with promoters include unannounced access visits, working with
the Australian Federal Police, & requiring early lodgment & expanded tax returns for higher-risk
promoters.
• Barwick, seorg. Hakim tinggi di Australia, tahun 1970an, menyatakan: “Kewajiban membayar PPh
seluruhnya diturunkan dari hukum yang menyatakan kewajiban pajak. Kewajiban untuk membayar
adalah tindakan hukum. Beberapa politisi menyatakannya sebagai kewajiban moral. Tetapi
hukum….Saya tidak menerima pandangan bahwa terdapat kewajiban moral untuk membayar
pajak.”
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 18
Respon Inland Revenue terhadap strategi perencanaan pajak
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 19
Hartnett, deputi ketua Inland Revenue mengidentifikasi 4 area
pencegahan praktik tax avoidance:
(1) Mengawasi tax avoidance melalui pengenalan general
anti-avoidance rule (GAAR);
(2) Mengenakan sanksi atas praktik tax avoidance;
(3) Mengumumkan suatu daftar dampak praktik tax
avoidance beserta kriterianya; maupun
(4) Mengumumkan suatu peringatan terhadap perusahaan
bila mereka teridentifikasi melakukan praktik tax
avoidance.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 20
Aturan anti tax avoidance di USA mencakup:
(1) Daftar transaksi – skema tax avoidance yang telah
menjadi perhatian IRS & akan selalu diawasi;
(2) Transaksi yang secara substansial setara – transaksi
yang sama secara substansial maupun bentuk dengan
daftar transaksi IRS;
(3) Transaksi yang dilaporkan, yang sama dengan kriteria
tertentu menurut aturan – transaksi ini tidak secara
otomatis disebutkan, tetapi harus terungkap dalam SPT.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 21
Membayar pajak merupakan kewajiban
yg tak dapat dihindari
bagi setiap warga negara
22
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Menurut Zain (2004) strategi perencanaan pajak dapat ditempuh
melalui beberapa cara, yaitu :
1. Stabilisasi pola penghasilan pajak yang relatif tetap guna menghindari
pengenaan pajak pada struktur tarif tinggi,
2. Percepatan & atau penundaan pengakuan pendapatan & biaya,
3. Penyebaran penghasilan melalui pemecahan bisnis menjadi beberapa
perusahaan,
4. Transformasi bentuk penghasilan menurut ketentuan pengecualian
perundang-undangan pajak,
5. Pemanfaatan maksimal atas fasilitas pemajakan,
6. Pemilihan bentuk usaha yang relevan dengan tipikal operasi usaha,
7. Upaya pembentukan jalur usaha atau value chain business,
8. Optimalisasi pemilihan alternatif antara kedudukan wajib pajak orang
pribadi & wajib pajak badan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 23
Teknik maupun aktivitas potensial dalam tax saving (Mulford & Comiskey,
2002):
1. Perubahan metode depresiasi (seperti dari garis lurus menjadi
dipercepat),
2. Perubahan umur ekonomis dalam rangka perhitungan depresiasi,
3. Pengalihan piutang ragu-ragu menjadi tak tertagih,
4. Pengakuan status kepemilikan aktiva tetap terdepresiasi jaminan
utang jangka panjang sebagai hak wajib pajak,
5. Pengakuan kerugian yang baru diestimasi menjadi riil,
6. Perubahan estimasi tahapan penyelesaian aktiva tetap terdepresiasi,
7. Perubahan estimasi pengakuan realisasi penghasilan,
8. Penundaan pengakuan penghasilan dari investasi non operasional,
9. Perubahan pengakuan nilai restrukturisasi akrual (seperti kapitalisasi
biaya maintenance aktiva tetap terdepresiasi),
Continued
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 24
10. Manipulasi pengakuan nilai aktiva persediaan dagangan,
11. Manipulasi dalam pengakuan biaya bunga,
12. Pengakuan alokasi biaya tertentu sebagai biaya gaji & upah pegawai (seperti alokasi
penghasilan perusahaan sebagai biaya pensiun pegawai),
13. Alokasi sebagian pendapatan penjualan sebagai biaya riset & pengembangan,
14. Pengakuan amortisasi untuk aktiva tetap tak berwujud,
15. Pembebanan penghasilan sebagai biaya pemeliharaan aktiva operatif yang sebenarnya tidak
riil,
16. Alokasi sebagian komponen PKP sebagai biaya bea siswa, magang & pelatihan,
17. Manipulasi dalam pengakuan biaya sewa, insentif pegawai, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah & biaya administrasi operasi,
18. Mengkapitalisasi resiko sebagai biaya riil (seperti resiko fluktuasi kurs sebagai biaya transaksi),
19. Menunda pengakuan pendapatan dengan dalih uncompletely realized (seperti pendapatan
yang berasal dari selisih kurs & uang muka),
20. Pengakuan kerugian atas penjualan aktiva operatif terdepresiasi,
21. Penundaan pengakuan penghasilan yang berasal dari investasi non operatif.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 25
Principles of Taxation for Business Planning:
Choosing the Optimal Costs of Tax Planning
10 guiding principles of good tax policy (Scholes 2003)
1. Equity & fairness. Similarly situated taxpayers should be taxed similarly. This includes horizontal
equity (taxpayers with equal ability to pay should pay the same amount of taxes) & vertical equity
(taxpayers with a greater ability to pay should pay more taxes).
2. Note: Equity is best measured by considering a range of taxes paid, not by looking just at a single
tax.
3. Certainty. Tax rules should clearly specify when & how a tax is to be paid & how the amount will be
determined. Certainty may be viewed as the level of confidence a person has that a tax is being
calculated correctly.
n Convenience of payment. A tax should be due at a time or in a manner most likely to be convenient
to the taxpayer. Convenience helps ensure compliance. The appropriate payment mechanism
depends on the amount of the liability, & how easy (or difficult) it is to collect. Those applying this
principle should focus on whether to collect the tax from a manufacturer, wholesaler, retailer or
customer.
4. Economy of calculation. The costs to collect a tax should be kept to a minimum for both the
government & the taxpayer.
5. Simplicity. Taxpayers should be able to understand the rules & comply with them correctly & in a cost-
efficient manner. A simple tax system better enables taxpayers to understand the tax consequences
of their actual & planned transactions, reduces errors & increases respect for that system.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 26
6. Neutrality. The tax law’s effect on a taxpayer’s decision whether or how to
carry out a particular transaction should be kept to a minimum. A tax
system’s primary purpose is to raise revenue, not change behavior.
7. Economic growth & efficiency. A tax system should not impede productivity
but should be aligned with the taxing jurisdiction’s economic goals. The
system should not favor one industry or type of investment at the expense of
others.
8. Transparency & visibility. Taxpayers should know that a tax exists, and how
& when it is imposed on them & others. Taxpayers should be able to easily
determine the true cost of transactions & when a tax is being assessed or
paid, & on whom.
9. Minimum tax gap. A tax should be structured to minimize noncompliance.
The tax gap is the amount of tax owed less the amount collected. To gain an
acceptable level of compliance, rules are needed. However, a balance must
be struck between the desired level of compliance & the tax system’s costs
of enforcement & level of intrusiveness.
10. Appropriate government revenues. A tax system should enable the
government to determine how much tax revenue it likely will collect &
when—that is, the system should have some level of predictability &
reliability.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 27
Tax
Loopholes
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
28
Pemilik
Skema
Konpensasi
Manajemen Economic
Model Profit
Penilaian
Tax
Rule
Potential
Investor
Credit Management
Variables
Rating Choice Among
Affecting
Models Management
Alternatives & Accounting
Applications of Statements
Conpensation
GAAP Given Economic
Creditor Profit & Tax Rules
GAAP
Regulatory
Actions
Information
Government &
Signals
Regulatory
Bodies
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 29
Fungsi perencanaan pajak à estimasi & strategi menekan jumlah pajak.
Srinivas (1987), perencanaan pajak:
“ .....is a discipline & a technique for solving corporate problems in a methodical way from long-run
point of view....”
Ditempuh melalui à cash flows & penerapan konsep time value of money at the least & latest.
Perencanaan pajak à bagian integral manajemen à tidak boleh menyimpang à tax evasion yang
melanggar hukum.
Spitz (1983), tax planning:
“…the process of taking consideration all relevant tax factors, in the light of material non tax factors,
for the purpose of determining: whether, & if so: when: how & with whom, to enter into & conduct
transactions, operations & relationships with the object of keeping the tax burden falling on taxable
events & persons as low as possible while attaining the desired business, personal & other
objectives.”
Zain (2003), perencanaan pajak:
“proses mengorganisasi usaha wp atau kelompok wp sedemikian rupa sehingga utang pajaknya,
baik PPh maupun pajak-pajak lainnya berada dalam. posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara
komersial.”
Definisi perencanaan spesifik pada upaya wp dalam efisiensi beban usaha à proses yang
mendeteksi cacat teoritis ketentuan perundang-undangan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 30
Pasal 4 (1) UU No. 36/ 2008 tentang PPh, penghasilan:
“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wp, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wp yang bersangkutan, dengan nama &
dalam bentuk apapun”
Standar Akuntansi Keuangan, penghasilan:
“Kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam
bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanaman modal.”
Perbedaan definitif à mengakibatkan perlakuan berbeda dalam
perhitungan PPh à rekonsiliasi laporan keuangan terhadap
ketentuan pajak guna menghitung PKP.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 31
Pasal 1 UU No. 28 / 2007 tentang KUP:
“ Pembukuan merupakan proses pencatatan untuk
mengumpulkan informasi mengenai pajak yang terutang
maupun tidak & ditutup dengan penyusunan Laporan
Keuangan pada setiap akhir tahun pajak “.
Tujuan pembukuan: agar wp dapat menghitung pajak terutang
à Untuk PPN: pembukuan mencakup mekanisme
pengkreditan pajak (pajak masukan & pajak keluaran)
terhadap transaksi.
Kewajiban penyelenggaraan pembukuan, wajib: WP orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas kecuali menggunakan NPPN, & WP Badan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 32
Skema Perhitungan PPh WP Orang Pribadi & Badan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 34
35
36
37
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
65
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Sehingga perbedaan pengakuan penghasilan & biaya, antara SAK dengan ketentuan
perpajakan:
• Beda waktu, dimana saat pengakuan penghasilan & biaya menurut SAK berbeda
dengan pajak, dalam rangka perhitungan pajak terutang untuk periode tertentu.
Sehingga mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan & biaya ke periode
lain, walaupun demikian, menurut teori akuntansi tetap merugikan karena konsep
nilai waktu uang (walau pada akhirnya sama),
• Contoh : piutang dagang, efek, sediaan, utang dalam valas, aset tetap, selisih kurs,
kontinjensi, pencadangan, biaya penelitian & pengembangan, hak penambangan &
pengusahaan hutan.
• Beda tetap, dimana penghasilan & biaya yang diakui dalam pelaporan akuntansi
keuangan, tetapi dalam konteks perpajakan tidak digunakan dalam perhitungan
pajak terutang, sehingga hal ini bersifat permanen dalam perhitungan PKP.
• Arbitrasi & negosiasi,
• Contoh beda tetap adalah kenikmatan natura, entertainment, sumbangan, rugi
penarikan harta karena pemakaian, pendapatan bunga, hibah & warisan, bunga &
deviden.
66
Strategi Perencanaan Pajak
Praktis
By Firdaus Asikin (PwC)
© 2004 PricewaterhouseCoopers. All rights reserved. PricewaterhouseCoopers refers to the
network of member firms of PricewaterhouseCoopers International Limited, each of which is
a separate & independent legal entity. *connectedthinking is a trademark of
PricewaterhouseCoopers.
67
Strategi Perencanaan Pajak Praktis
68
Modal Dasar Strategi
69
Siklus Dana
Modal dr. pemegang
saham/dr. bank/lender
Biaya produksi &
operasi
Penjualan
Laba/Rugi
Tugas Manajemen
Meeting/exceeds expectation
70
Kewajiban Perpajakan WP Badan / Usaha
71
Proses Perhitungan Pajak & Pelaporannya
Transaksi
(A)
Penyesuaian
Fiskal/Pajak
Laporan
Fiskal
72
Pengetahuan Perpajakan
Perhitungan
Akuntansi Fiskal
• Penghasilan/pendapatan. • Final non final.
• waktu pengakuan.
• Bukan obyek pajak.
• Biaya.
• kewajiban PPN keluaran
- Bisa/tidak bisa
dikurangkan.
- Perbedaan waktu.
- Perbedaan tetap.
- Kewajiban pemotongan.
- Kewajiban PPN.
73
Pengetahuan Perpajakan
Pengelolaan Pemeriksa Pajak/Tax audit
74
Pengetahuan Perpajakan
Hindari Surprise
Setelah pemeriksaan
75
Hak / kesempatan wajib pajak
• Pembukuan
Dapat menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika
- Resiko laba/rugi selisih kurs dari monetary assets / liabilities hutang / piutang
• Pajak penghasilan
ØRencana merger
- Memanfaatkan rugi fiskal perusahaan afiliasi
- Pengalihan aktiva dengan nilai buku
- Menentukan “surviving company”
ØPengalihan saham
- Pembagian dividend bebas pajak sebelum pengalihan
- Penentuan nilai wajar saham
- Memanfaatkan tax treaty
76
Hak / kesempatan wajib pajak
ØInvestasi di luar negeri
- Menentukan lokasi berdasarkan manfaat tax treaty
ØPenghapusan piutang yang bisa dibiayakan / penghapusan hutang
ØAlokasi biaya bagi usaha yang terhutang pajak final / bukan obyek
pajak
ØAlokasi biaya antar perusahaan afiliasi
ØMenentukan komposisi jenis kompensasi pegawai – natura atau kas
ØPermohonan pengurangan cicilan pembayaran PPh bulanan
ØPengelolaan biaya perjalanan / biaya entertainment
ØPengelolaan bukti potong dari pelanggan
ØInsentive pajak untuk daerah terpencil
77
Hak / kesempatan wajib pajak
78
Hak / kesempatan wajib pajak
80
International Issues
of Tax Strategy
81
Where does the management
accountant fit into the global
business environment?
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 82
Management Accounting in the International
Environment
ü Politics.
ü Economics.
ü Marketing.
ü Management.
ü Information Systems.
Technology.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 83
Multinational Importing &
Corporation (MNC) Exporting
A multinational
corporation (MNC) is ¨ Importing is the process of
one that “does business bringing product in from a
in more than one foreign country.
country in such a ¨ Exporting is the process of
volume that its well- shipping product to a foreign
being & growth rest in country.
more than one country.”
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 84
Example of the
Advantages of
Operating a Plant
Foreign Trade in a Foreign Trade
Zones Zone
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 85
Example
R W
Duty paid at purchase Rp 0 Rp24.000
Carrying costs of duty 0 1,920
Duty paid at sale 16.800 0
Wilycoyote pays duty at
Roadrunner pays the point of purchase (6%
duty at point of sale of $400,000).
because it is in a
foreign trade zone.
Total duty-related
carrying costs (0.12
x 8/12 x Rp24.000)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 86
Example
R W
Duty paid at purchase Rp 0 Rp24.000
Carrying costs of duty 0 1.920
Duty paid at sale 16.800 0
Total duty & duty-
related costs Rp16.800 Rp25.920
Clearly the
advantage approach
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 87
If the laws of the country permit, an multinational
corporation can simply set up a wholly owned subsidiary
or branch office in the country.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 88
A joint venture is a type of partnership in which
investors co-own the enterprise. A special case of
joint venture cooperation is the maquiladora—a
manufacturing plant located in Mexico which
processes imported materials & reexports them to
the United States.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 89
A Transaction Risk Example
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 90
A Transaction Risk Example
91
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
One way of insuring
against gains & losses
on foreign currency
exchanges is hedging.
92
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Managing Economic Risk
Example
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 93
94
Example
Example
Suppose that the rupiah has strengthened against the
local currency & the quarterly exchange rates of Rp1
for units of local currency are 1.00, 1.2, 1.35, & 1.50,
respectively.
Quarter Expenditures in Local Currency
1 Rp10.000
2 9.167 It looks like FD has
3 8.963 decreased
4 8.873 expenditures.
95
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Advantages of Decentralization
in the MNC
q The quality of information is better at the local level.
q Local managers in the MNC are capable of a more
timely response in decision making.
q Social, legal, & language barriers are minimized.
q Valuable training grounds for foreign subsidiary
managers.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 96
Measuring Performance in the Multinational Firm
97
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Measuring Performance in the Multinational Firm
Analysis: On the basis of ROI, it appears that the manager of the Canadian
subsidiary did the best job, while the manager of the Brazilian subsidiary
did the worst job. However, the inflation rate in Brazil was 100% for the
year. After adjusting the asset base for inflation, the ROI would be 60% for
the Brazilian manager.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 98
Environmental Factors Affecting Performance
Evaluation in the MNC
•Economic Factors:
• Organization of central banking system
• Economic stability
• Existence of capital markets
• Currency restrictions
Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 99
Environmental Factors Affecting Performance
Evaluation in the MNC
•Political & Legal Factors:
• Quality, efficiency, & effectiveness of legal
structure
• Effect of defense policy
• Impact of foreign policy
• Level of political unrest
• Degree of governmental control of business
Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 100
Environmental Factors Affecting Performance Evaluation
in the MNC
•Educational Factors:
• Literacy rate
• Extent & degree of formal education &
training systems
• Extent & degree of technical training
• Extent & quality of management
development programs
Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 101
Environmental Factors Affecting Performance
Evaluation in the MNC
•Sociological Factors:
• Social attitude toward industry & business
• Cultural attitude toward authority & persons in
subordinate positions
• Cultural attitude toward productivity &
achievement (work ethic)
• Social attitude toward material gain
• Cultural & racial diversity
Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 102
Accounting for Income Taxes
of Consolidated Entities
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 103
Accounting for Income Taxes
of Consolidated Entities
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 104
Advantages of Filing
Consolidated Returns
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 105
Disadvantages of Filing
Consolidated Returns
1 Decrease in flexibility.
Commitment to consolidated
2 returns year after year.
Deconsolidated corporations
3 cannot rejoin the group for 5 years.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 106
Cost Management:
Strategic Versus Conventional Approaches
Constantine Konstans
Professor of Accounting & Information Management
University of Texas at Dallas
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 107
The Management Accounting versus the
Strategic Cost Paradigm
How should we Cost is primarily a function Cost is a function of strategic choice about the
try to understand of output volume: variable structure of how to compete &
cost behavior? cost, fixed cost, step cost, managerial skill in executing the strategic
mixed cost choices: in terms of structural cost drivers &
executional cost drivers
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 108
Contrasting Cost Management Paradigms:
Conventional Cost Management vs Strategic Cost Management
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 109
Contrasting Cost Management Paradigms:
Traditional Cost Management vs Strategic Cost Management
Conventional Cost Management Strategic Cost Management
No tracking of customer acceptance Systematic tracking of customer acceptance
(customer complaints, order lead time, on-
time delivery, incidence of failures in
customers’ locations)
No cost of quality analysis Quality costing as a diagnostic & management
control tool
CONTROL PHILOSOPHY
The goal is to be in the top tier of the The goal is kaizen
reference group
The annual target is to meet the Industry norms set the floor
standards The annual target is to beat last year’s
Standards are to be met, not performance
exceeded Each achievement level sets a new floor for
A regularly exceeded standard is not future achievement
tough enough
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 110
SCM’s Three Underlying Themes
• Value Chain Analysis
• Cost Driver Analysis
• Strategic Positioning Analysis
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 111
Value Chain Analysis
(concerned with the focus of Cost Management efforts)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 112
Value Chain in the Paper Products Industry
Pulp Manufacturing
Competitor D
Paper Manufacturing
Competitor G
Competitor A
Converting Operations
Competitor E
Competitor F
Distribution
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 114
A Summary of Value Chain Versus Conventional
Management Accounting
Conventional Value Chain Analysis
Management in the SCM Framework
Accounting
Insights None are readily Identify cost drivers at the individual
for apparent. activity
strategic This is a major reason level; develop cost/differentiation
advantage either by controlling those
decisions why strategy consulting drivers better than competitors or by
firms typically throw reconfiguring the value chain
away conventional
reports as they begin
their cost analysis For each value activity, ask strategic
questions pertaining to make versus buy
& forward versus backward integration
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 115
Strategic Positioning Analysis
(concerned with role of Cost Management in the firm)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 116
Differences in Cost Management Caused by Differences in Strategy
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 118
Conventional Approach to Cost Driver Analysis
Total Cost
Output Volume
119
Cost Driver Categories
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 120
Structural Cost Drivers
(Related to organizational choices)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 121
Executional Cost Drivers
(Related to organizational skills)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 122
Cost Driver Analysis – Some Key Ideas
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 123
Linkages Among Value Chain Analysis, Strategic
Positioning Analysis & Cost Driver Analysis
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 124
Value Chain
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 125
The Value Chain (1 of 2)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 126
The Value Chain (2 of 2)
• The value chain may be divided into cycles, which
correspond to different cost control approaches
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 127
Post-sale Service & Disposal Cycle
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 128
The Disposal Cycle
• Disposal occurs at the end of a product’s life and lasts
until the customer retires the final unit of a product
• Disposal costs often include those associated with
eliminating any harmful effects associated with the
end of a product’s useful life
• Products whose disposal could involve harmful effects
to the environment, such as nuclear waste or toxic
chemicals, often incur very high costs
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 129
Supply Chain Management
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 130
Benchmarking
• A way for organizations to gather information regarding
the best practices of others
• Often highly cost effective, by:
ØAvoiding the mistakes that other companies have
made
ØNot reinventing a process or method that others have
already developed and tested
• Selecting appropriate benchmarking partners is a critical
aspect of the process
• The process typically consists of five stages
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 131
Stage 1
• Internal study and preliminary competitive analyses
ØThe organization decides which key areas to
benchmark for study
ØThen the company determines how it currently
performs on these dimensions by initiating
üPreliminary internal competitive analysis
üPreliminary external competitive analyses
ØBoth types of analyses will determine the scope and
significance of the study for each area
• These analyses are not limited to companies in a single
industry
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 132
Stage 2 (1 of 2)
• Developing long-term commitment to the benchmarking
project and coalescing the benchmarking team
ØBecause significant organizational change can take
several years, the level of commitment to benchmarking
has to be long term rather than short term
ØLong-term commitment requires
ü Obtaining the support of senior management to give the
benchmarking team the authority to spearhead the changes
ü Developing a clear set of objectives to guide the benchmarking
effort
ü Empowering employees to make change
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 133
Stage 2 (2 of 2)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 134
Stage 3 (1 of 3)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 135
Stage 3 (2 of 3)
ØNumber of partners
• Useful for an organization to consider a wide array
of benchmarking partners
• Must be aware that as the number of partners
increases, so do issues of coordination, timeliness,
and concern over proprietary information
disclosure
• Researchers argue that today’s changing business
environment is likely to encourage firms to have a
larger number of participants
üIncreased competition and technological
progress in information processing increases
benchmarking benefits relative to costs
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 136
Stage 4
ØInformation gathering and sharing methods
ØTwo related dimensions emerge from the literature:
• Type of information that benchmarking organizations collect
üThere are three broad classes of information on which
firms interested in benchmarking can focus: product,
functional (process), and strategic benchmarking
• Methods of information collection
üThere are two major methods of information collection for
benchmarking, unilateral and cooperative
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 137
Stage 5
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 138
Performance Evaluation In The
Decentralized Firm
139
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Responsibility accounting is a system that
measures the results of each responsibility center
according to the information managers need to
operate their centers.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 140
Types of Responsibility Centers
141
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
ACCOUNTING INFORMATION USED TO MEASURE
PERFORMANCE
Capital
Cost Sales Investment Other
Cost center x
Revenue center
Direct cost only x
Profit center x x
Investment center x x x x
142
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Reasons for Decentralization
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 143
Return on Investment
Operating income
ROI = Average operating assets
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 144
Comparison of ROI
Electronics Medical Supplies
Divisions Divisions
2005:
Sales Rp30.000.000 Rp117.000.000
Operating income 1.800.000 3.510.000
Average operating assets 10.000.000 19.500.000
ROI 18 % 18%
Rp1.800.000
Rp10.000.000
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 145
Comparison of ROI
Electronics Medical Supplies
Divisions Divisions
2006:
Sales Rp40.000.000 Rp117.000.000
Operating income 2.000.000 2.925.000
Average operating assets 10.000.000 19.500.000
ROI 20 % 15 %
Rp2.000.000
Rp10.000.000
146
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Margin & Turnover
Operating Income
Sales
Sales
Average operating assets
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 147
MARGIN & TURNOVER COMPARISONS
Electronics Medical Supplies
Division Division
2013 2014 2013 2014
148
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Advantages of ROI
1. It encourages managers to focus on the relationship among
sales, expenses, & investments.
2. It encourages managers to focus on cost efficiency.
3. It encourages managers to focus on operating asset efficiency.
Disadvantages of ROI
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 149
• Economic value added (EVA) is after-tax
operating profit minus the total annual cost
of capital.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 150
Cost of Capital
There are two steps involved in computing cost of capital:
1. Determine the weighted average cost of capital (a
percentage figure)
2. Determine the total dollar amount of capital
employed
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 151
Weighted Average Cost of Capital
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 152
Weighted Average Cost of Capital
Amount Percent x After-Tax Cost = Weighted Cost
153
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
EVA Example
Suppose that M, Inc., had after-tax operating income last
year of Rp900.000. Three sources of financing were used
by the company: Rp2 million of mortgage bonds paying 8
percent interest, Rp 3 million of unsecured bonds paying 10
percent interest, & Rp10 million in common stock, which
was considered to be no more or less risky than other
stocks. M, Inc. pays a marginal tax rate of 40 percent.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 154
Weighted Average Cost of Capital
Weighted
Amount Percent x After-Tax Cost = Cost
Mortgage
bonds Rp 2.000.000 0.133 0.048 0.006
Unsecured
bonds 3.000.000 0.200 0.060 0.012
Common
stock 10.000.000 0.667 0.120 0.080
Total Rp15.000.000
Weighted average cost of capital 0.098
155
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
EVA Example
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 157
endangkiswara@lecturer.undip.ac.
id
158
Asas materiil
(memuat norma yang menerangkan
keadaan, perbuatan & peristiwa hukum
yang dikenai pajak), sehingga
PPh tidak tergantung
surat ketetapan pajak (SKP)
Asas formil
(memuat norma / ketentuan
mengenai pelaksanaan
hukum pajak materiil)
159
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Laba penjualan/
pengalihan harta
Keuntungan
karena pembebasan utang, Sewa harta Royalti
dsb.
161
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Perlakuan timbal
balik (seperti hibah &
asuransi)
Pertimbangan
Mendorong
Pengecualian peningkatan usaha
Subjek Pajak
Hibah / bantuan
tanpa kontra prestasi
Warisan
(yang telah terbagi)
Pekerjaan, modal
Sumber
Penghasilan
Pekerjaan
bebas
163
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Bukan warganegara Indonesia (WNI)
Tidak melakukan
Syarat pengecualian kegiatan usaha
subjek pajak di Indonesia
Perwakilan
Diplomatik
164
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Orang pribadi
yang bertempat tinggal
Subjek / berada lebih dari 183 hari dalam jangka
Dalam
waktu 12 bulan / dalam suatu tahun pajak
Pajak Negeri
& mempunyai niat untuk bertempat tinggal
Badan yang didirikan / bertempat
Kedudukan di Indonesia,
Luar Negeri
orang pribadi /
badan yang bertempat tinggal Warisan yang belum terbagi
sbg satu kesatuan, menggantikan
/ bertempat kedudukan di luar Indonesia,
yang berhak, yang ditinggalkan orang
yang memperoleh penghasilan, baik melalui pribadi subyek pajak dalam negeri dianggap
ataupun tanpa Bentuk Usaha Tetap (BUT). sebagai subyek pajak dalam pengertian UU
Dalam hal ini orang pribadi yang tidak mengikuti status pewaris. Warisan tersebut
bertempat tinggal, tetapi berada di menggantikan ahli waris yang berhak.
tidak dapat diberikan hak pengurangan
Indonesia kurang dari 183 hari dalam
Penghasilan Tidak Kena
Jangka waktu 12 bulan, disebut Pajak (PTKP)
Subjek pajak luar negeri.
165
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Dasar Hukum
Objek Pajak
Jenis Pajak
Dasar Pengenaan Pajak
166
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Metode-Metode
Perhitungan Pajak Penghasilan
(PPh)
167
16
8
11. 5% x Rp 50.000.000 = Rp
2.500.000
5% x Rp 200.000.000 = Rp Rp 70.750.000
12. 30.000.000 Rp 0
25% x Rp 153.000.000.000 = Rp
38.250.000
Faktor kredit pajak
13. PPh Kurang/Lebih/Nihil Bayar Rp 70.750.000
2) PPh WP badan dalam negeri yang
menyelenggarakan pembukuan
• Penghasilan bruto………..…………………………….……..xxxxx
• Biaya fiskal………………………………..……………………(xxxx) -
• Penghasilan neto / Penghasilan kena pajak………….……xxxxx
• Konpensasi kerugian…………………..……………….…….(xxxx)
• PPh :
Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif Pajak (25%)………xxxxx
• Kredit pajak :
pasal 22………………………………….……………………..(xxxx)
pasal 23………………………………….……………………..(xxxx)
pasal 24………………………………………………..……….(xxxx)
pasal 25………………………………………………………...(xxxx) -
• PPh Terutang / Lebih / Kurang bayar…................................xxxx
170
3) PPh WP Orang Pribadi yang memilih menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN)
Omzet/peredaran bruto setahun tidak lebih dari Rp 4,8 Miliar.
N Hal Nilai
o.
1. Peredaran bruto setahun Rp 600.000.000
7. PPh :
5% x Rp 50.000.000 = Rp
2.500.000 Rp 36.700.000
15% x Rp 228.000.000 = Rp
34.200.000
171
172
No Hal Nilai
.
1. Peredaran bruto setahun Rp 2.000.000.000
9. PPh :
25% x Rp 2.400.000.000 = Rp 600.000.000 Rp 600.000.000
Kredit pajak: Pasal 22, 23, 25. (Rp 0)
Apabila penghasilan setelah pajak tersebut kemudian ditransfer ke kantor pusat maka akan dikenai
lagi pajak atas PPh pasal 26 yaitu 20% final.
Sehingga nilai bersih yang akan disetorkan ke kantor pusat menjadi :
{Rp 1,8 M - (20% x Rp 1,8 M)} = Rp 360 juta.
Pasal 5 ayat (3) : dalam menentukan besarnya laba suatu BUT:
a. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Ditjen
Pajak.
b. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya, adalah
royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten atau hak-hak lainnya,
imbalan sehubungan dengan jasa manajemen & jasa lainnya, bunga, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
c. Pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai objek pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
5) Bagi wajib pajak badan tidak bentuk usaha tetap (BUT) yang melakukan usaha &
memperoleh penghasilan di Indonesia dalam jangka waktu tidak lebih dari 183 hari, tetapi tidak
memiliki tempat kedudukan, diperlakukan sebagaimana ketentuan pasal 26 UU PPh 2008
No Hal Nilai
3. PPh :
Tarif PPh pasal 26 atau Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) x PKP Rp 20.000.000
= 20% final x Rp 100.000.000
4. Penghasilan setelah pajak Rp 80.000.000
174
6) Bagi wp orang pribadi yang memperoleh penghasilan di Indonesia, tetapi tidak
bertempat tinggal di sini dalam jangka waktu tidak lebih dari 183 hari
No Hal Nilai
3. PPh :
Tarif PPh pasal 26 atau Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) x PKP Rp 20.000.000
= 20% final x Rp 100.000.000
4. Penghasilan setelah pajak Rp 80.000.000
175
7) PPh bagi WP Orang Pribadi yang memperoleh
penghasilan tidak secara rutin, tetapi melebihi nilai
penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
No Hal Nilai
2. Penghasilan setahun :
360/(3x30) x Rp 10.000.000 Rp 40.000.000
3. PTKP (menikah dengan 3 anak) (Rp 20.640.000)
5. PPh :
5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
176
8) PPh bagi WP Badan yang memperoleh penghasilan
tidak secara rutin
2. Penghasilan setahun :
360/(3x30) x Rp 10.000.000 Rp 40.000.000
5. PPh :
25% x Rp 36.000.000 = Rp 9.000.000 Rp 9.000.000
177
9) PPh atas penghasilan dari Pekerjaan (PPh Pasal 21)
178
179
9. PPh :
25% x Rp 2.400.000.000 = Rp 600.000.000 Rp 600.000.000
Faktor kredit pajak: Pasal 22, 23, 25. (Rp 0)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kewajiban
PPh Orang Pribadi
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 180
Contoh Pemungutan PPh Orang Pribadi
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 181
Subjek Pajak
Orang Pribadi yang
Memperoleh NPWP
Penghasilan di atas
PTKP
SPT
SPT SPT
1770
1770SS 1770S
182
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Memperoleh Akuntansi
Pajak
penghasilan dari Norma
Penghitungan
pekerjaan Penghasilan
Mengapa WP Neto (NPPN)
Pembukuan
Orang Pribadi
Harus Bayar Pajak? Punya Pekerjaan
Bebas
Cara Hitung
PPh / PPN /
Memiliki / PPn BM
Memanfaatkan Punya Usaha
Objek Pajak
Punya Penghasilan
Dari Bekerja pada
Pemberi Kerja
Punya Kekayaan
(Tanah, Bangunan,
Motor, Mobil, Saham,
Obligasi, dsb.)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 183
Sistematika Perhitungan PPh Orang Pribadi
dengan formulir SPT 1770SS
(Jumlah total penghasilan dalam setahun tidak
lebih dari Rp 60.000.000) à sudah tidak relevan
digunakan karena per 1 Januari 2017 PTKP per
WP sendiri Rp 54 juta.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 184
Perhitungan PPh Orang Pribadi dengan formulir SPT 1770S
(Jumlah total penghasilan dalam setahun lebih dari Rp 60 juta atau
memperoleh penghasilan dari lebih dari satu pembeli kerja atau dari
penghasilan lain)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 185
Sistematika Perhitungan PPh Orang Pribadi 186
Angsuran pajak untuk tahun berikutnya per bulan: Rp 7,75 juta / 12 bulan = Rp 645 ribu
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pajak Penghasilan Badan
(PPh Badan)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 187
Contoh Pemungutan PPh Badan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 188
189
Badan
(PT, CV, Firma,
SPT Tahunan
Yayasan,
NPWP PPh Badan
Organisasi
Form SPT 1771
massa,
Organisasi politik,
Join Venture)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
What is tax accounting?
Accounting is a service activity. Its function
There are 2 types of tax
is to provide quantitative information,
accounting: accounting
primarily financial in nature, about
for income tax &
economic entities that intended to be
accounting for value
useful in making economic decisions
added tax
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 190
Siklus Akuntansi
Posting
Transaksi Bukti Buku
Jurnal
Transaksi Besar
Kertas
Laporan kerja
Laba rugi laba rugi laporan
fiskal keuangan
PPN
Terutang
Laporan
arus kas
SPT PPh
SPT PPN
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 191
192
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
193
Melakukan
transaksi bisnis
Mengapa WP Badan
Harus Bayar Pajak? Memperoleh
penghasilan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
194
Aktivitas Bisnis
(jasa, pemilikan aset,
Pemanfaatan fasilitas atau
Sumber daya tertentu, dsb.
Penghasilan
Pemilikan / Pemanfaatan
Bumi & atau Bangunan
Perolehan Hak atas
Bumi & atau Bangunan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
195
Penghasilan
Berkurang
Harga Barang
Naik
Dampak Pengenaan
Pajak Kepada
Wajib Pajak Badan
Nilai Transaksi
Mahal
Keinginan untuk
Menekan Jumlah
Pajak yang
Harus dibayar Tinggi
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
196
PPh
Pajak-Pajak Daerah
(Hotel & Restoran,
Kendaraan Bermotor,dsb)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Skema perhitungan PPh akhir tahun 197
bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan
Penghasilan bruto usaha yang objek pajaknya dikenai PPh dengan tarif tidak final, baik yang XXXXX
berasal dari Indonesia maupun luar negeri
Harga pokok penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan (deductible cost) (XXXXX)
Laba bruto usaha XXXXX
Biaya operasi yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih & memelihara penghasilan (XXXXX)
(deductible expenses)
Laba rugi bersih dari operasi XXXXX
Penghasilan di luar usaha yang dikenai pajak dengan tarif tidak final, baik yang berasal dari XXXXX
maupun luar negeri
Biaya di luar usaha yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih & memelihara penghasilan (XXXXX)
dari luar usaha
Laba rugi bersih XXXXX
Konpensasi kerugian (bila ada, yang terjadi pada periode sebelumnya (maksimal 5 tahun (XXXXX)
terakhir), dan terjadi atas usaha di Indonesia)
Penghasilan kena pajak XXXXX
Tarif umum PPh pasal 17 X Penghasilan Kena Pajak (XXXXX)
PPh terutang XXXXX
Kredit pajak (wp badan: pasal 22, pasal 23, pasal 24, & atau pasal 25, untuk wp orang pribadi: (XXXXX)
pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, & atau pasal 25)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Badan menurut ketentuan perpajakan:
Badan publik.
Ormas (organisasi massa) & Orpol (organisasi politik).
Lembaga.
Persekutuan.
Firma.
Perseroan terbatas (PT).
Dana pensiun.
Perkumpulan.
Yayasan.
Koperasi.
Kongsi.
Persekutuan komanditer (CV).
BUMN & BUMD, dan
Reksadana.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 198
Kewajiban perpajakan wp badan berkaitan dengan:
1) PPh pasal 21 Masa maupun tahunan (sebagai pemotong / pemungut).
2) PPh pasal 22 Masa (bila wp badan lembaga pemerintah yang memiliki
bagian bendaharawan) sebagai pemotong / pemungut.
3) PPh pasal 23 Masa sebagai pemotong / pemungut.
4) PPh pasal 26 Masa sebagai pemotong / pemungut.
5) PPh yang dipungut dengan tarif final, yang dilaporkan & disetor setiap
masa, yaitu PPh pasal 4 ayat (2), pasal 20 ayat (3), pasal 21 ayat (5),
pasal 22 ayat (2), & pasal 23 ayat (1) huruf b.
6) PPN & PPn BM Masa (bila wp badan merupakan pengusaha kena
pajak, yang dalam usahanya menyerahkan BKP & atau JKP).
7) PBB & BPHTB, apabila memiliki atau memanfaatkan tanah & atau
bangunan, serta melakukan peralihan hak atas tanah & atau bangunan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 199
Objek PPh
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 200
Bukan biaya yang tidak dikategorikan sebagai fiskal, sehingga tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
* pembagian laba kepada pemegang saham (deviden), pemegang polis, SHU,
untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, anggota & pengurus
koperasi,
* cadangan (kecuali untuk bank, SGU dengan hak opsi, asuransi, &
pertambangan (biaya reklamasi)),
* premi asuransi, kecelakaan, jiwa, dwiguna & beasiswa, yang dibayar sendiri oleh
wp orang pribadi (kecuali jika dibayar pemberi kerja & diperlakukan sebagai
komponen dari penghasilan),
* natura & kenikmatan, kecuali berupa makanan, minuman & di daerah terpencil,
* kelebihan di atas kewajaran kepada pemegang saham atau yang punya
hubungan istimewa,
* harta hibahan, bantuan, sumbangan, warisan kecuali zakat yang dibayar wp
pribadi kepada amil yang sah,
* PPh,
* biaya pribadi untuk wp maupun orang tanggungannya,
* gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, yang modalnya tidak terbagi
menjadi saham,
* sanksi administratif sehubungan dengan kepatuhan pelaksanaan UU pajak.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 201
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif: penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final &
yang tidak termasuk objek pajak) dalam rangka menghitung PKP berdasarkan UU
PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan &
atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 202
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura & kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan
bagi pegawai yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability & deductibility, bagi WP pemberi
kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan / minuman di tempat kerja
bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura & kenikmatan di daerah
terpencil
serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat
pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian & peralatan khusus untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai,
serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Penyesuaian pembayaran gaji, honorarium, & imbalan lain sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran.
Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan
dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut
dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 203
Bantuan atau sumbangan & harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang,
bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability & deductibility, bagi WP pemberi
bantuan atau sumbangan & harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan.
Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh WP badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam
menghitung PKP, dengan syarat :
* penghasilan yang dikenakan zakat merupakan objek pajak yang telah
dilaporkan dalam SPT tahunan;
* pembayaran zakat dilakukan kepada badan amil zakat (BAZ) atau lembaga amil
zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh pemerintah pusat
/ daerah;
dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan & zakat atas penghasilan
yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 204
Penyesuaian pajak penghasilan badan serta kredit pajak bukan
merupakan biaya perusahaan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 205
Penyesuaian dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam
hal-hal tertentu & bagi WP tertentu sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 206
PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 207
AKUNTANSI PPh menurut PSAK 46
perbedaan pengakuan penghasilan & biaya antara penyajian laporan keuangan komersial
(menurut SAK) dengan laporan keuangan fiskal (menurut aturan perpajakan) :
a) beda waktu
mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan & biaya ke tahun lain,
menurut teori akuntansi tetap merugikan karena konsep nilai waktu uang (walau pada
akhirnya sama),
contoh : piutang dagang, efek, sediaan, utang dalam valas, aktiva tetap, selisih kurs,
kontinjensi, pencadangan, biaya penelitian & pengembangan (research & development),
hak penambangan & pengusahaan hutan.
B) beda tetap
bersifat permanen dalam perhitungan penghasilan kena pajak,
arbitrasi & negoisasi, nilainya bersifat relatif & tidak baku, serta terkait dengan proses
memperoleh & memelihara penghasilan tidak terdefinisi dengan jelas.
Contoh : kenikmatan natura (fringe benefit, sebagai uang kesejahteraan), entertainment
(pengadaan hiburan dalam rangka promosi), sumbangan, rugi penarikan harta karena
pemakaian, pendapatan bunga (mengingat telah dikenai tarif final), hibah (pemberian tanpa
kontraprestasi), warisan, & deviden (bagi penerima yang berupa PT. Maka tidak lagi dikenai
pajak, & bagi yang lain dikenai tarif final).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 208
IAS 12 INCOME TAXES
About
IAS 12 prescribes the accounting treatment for income taxes. Income taxes include all domestic and foreign
taxes that are based on taxable profits.
Current tax for current and prior periods is, to the extent that it is unpaid, recognised as a liability.
Overpayment of current tax is recognised as an asset. Current tax liabilities (assets) for the current and prior
periods are measured at the amount expected to be paid to (recovered from) the taxation authorities, using
the tax rates (and tax laws) that have been enacted or substantively enacted by the end of the reporting
period.
IAS 12 requires an entity to recognise a deferred tax liability or (subject to specified conditions) a deferred
tax asset for all temporary differences, with some exceptions. Temporary differences are differences
between the tax base of an asset or liability and its carrying amount in the statement of financial position.
The tax base of an asset or liability is the amount attributed to that asset or liability for tax purposes.
A deferred tax liability arises if an entity will pay tax if it recovers the carrying amount of another asset or
liability. A deferred tax asset arises if an entity:
will pay less tax if it recovers the carrying amount of another asset or liability; or
has unused tax losses or unused tax credits.
Deferred tax assets are recognised only when it is probable that taxable profits will be available against
which the deferred tax asset can be utilised.
Deferred tax assets and deferred tax liabilities are measured at the tax rates that are expected to apply to
the period when the asset is realised or the liability is settled, based on tax rates (and tax laws) that have
been enacted or substantively enacted by the end of the reporting period. The measurement of deferred tax
liabilities and deferred tax assets reflects the tax consequences that would follow from the manner in which
the entity expects, at the end of the reporting period, to recover or settle the carrying amount of its assets
and liabilities. Deferred tax assets and liabilities are not discounted.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 209
Contoh Penerapan PSAK 46
dalam Laporan Keuangan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 210
Pasal 17
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan KenaPajak bagi:
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah
q Lapisan Penghasilan Kena Pajak sd. Rp 50.000.000 5%
q Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 50.000.000 15%
q Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 250.000.000 sd. Rp
500.000.000 25%
q Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500.000.000 30%
b. WP badan dalam negeri & BUT 28%
(2) Tarif tertinggi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(2a) Tarif menjadi 25% sejak tahun pajak 2010.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 211
(2b) WP badan dalam negeri yang berbentuk PT yang paling
sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di BEI dan memenuhi persyaratan tertentu
tarif 5% lebih rendah berdasarkan PP.
(2c) Tarif dividen yang dibagikan kepada WP orang pribadi
dalam negeri paling tinggi 10% final.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak PKP dibulatkan
ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak dalam bagian tahun pajak dihitung
sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut
dibagi 360 dikalikan dengan pajak yang terutang untuk
pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak tiap bulan yang
penuh dihitung 30 hari.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 212
Perbedaan Antara Laba Akuntansi dengan Laba Pajak 213
214
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
REKONSILIASI HARGA POKOK PRODUKSI 215
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
REKONSILIASI BIAYA OPERASIONAL 216
Pendapatan lain-lain
Deviden X X
Return modal X X X
Return Investasi X X
Laba penjualan aset X X
Bunga deposito X X X
Jumlah X X X
Biaya lain-lain
Biaya bunga X X
Pengganti asuransi X X
Jumlah X X
Jumlah pendapatan / beban lain-lain X X X
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
REKONSILIASI LABA RUGI 218
metode penyusutan :
1) garis lurus & saldo menurun (untuk kelompok bukan bangunan),
2) garis lurus (untuk kelompok bangunan),
3) satuan produksi (untuk aset sumber daya alam).
Penjualan & pengalihan aset tetap. Keuntungan / kerugian diakui pada saat
transaksi terjadi.
Teknik penghitungan: aset tetap disusut secara individual (single asset).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 219
220
Utk menghitung penyusutan, masa manfaat & tarif penyusutan
harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
221
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud & pengeluaran lainnya (termasuk biaya
perpanjangan HGB, HGU & hak pakai) dengan masa manfaat
lebih dari 1 tahun
Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25 %
Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 Tahun 5 % 10 %
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Jenis-jenis harta berwujud yang dapat disusutkan 222
Kelompok I
Tidak berlaku untuk kontraktor bagi hasil dengan PERTAMINA.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
223
Kelompok II
1 Semua jenis Mebel & peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, almari &
usaha. sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bengunan. Alat pengatur
udara seperti AC, kipas angin & sejenisnya.
Komputer,printer, scanner & sejenisnya.
Mobil, bus, truk, speed boat & sejenisnya.
Container & sejenisnya.
2 Pertanian, Mesin pertanian / perkebunan seperti traktor & mesin bajak penggaruk,
perkebunan, penanaman, penebar benih & sejenisnya.
kehutanan, Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau
perikanan. barang pertanian, kehutanan, perkebunan & perikanan.
3 Industri makanan Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas & perikanan misalnya
& minuman. pabrik susu, pengalengan ikan.
Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa,
margarine, penggilingan kopi, kembang gula, pengolah biji-bijian seperti
penggilingan beras, gandum & tapioka.
Mesin yang menghasilkan / memproduksi minuman & bahan-bahan
minuman segala jenis.
Mesin yang menghasilkan / memproduksi bahan-bahan makanan segala
jenis.
4 Industri mesin. Mesin yang menghasilkan / produksi mesin ringan (misalnya mesin jahit,
pompa air).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
224
9 Industri semi Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
konduktor. bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, cuting
oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test,
dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full
automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter
remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker
(mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS
manual, OIS stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming / forming
machine, wire bonder, wire pull tester.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kelompok III 225
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
226
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kelompok IV 227
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
228
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Contoh perhitungan amortisasi :
pengeluaran untuk memperoleh HPH dengan potensi 10.000.000 ton
kayu adalah sebesar produksi yang direalisasikan tahun yang
bersangkutan
jika dalam 1 tahun pajak jumlah produksi 3.000.000 ton (= 30% dari
potensi yang tersedia) = Rp 100.000.000.
Maka walaupun jumlah produksi dalam potensi yang tersedia, tetapi
amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan
bruto tahun tersebut 20% x Rp 100.000.000.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 229
230
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Metode Penilaian Persediaan yang diijinkan
Pajak untuk hitung Penghasilan Kena Pajak
• Rata-rata, atau
• First In First Out
(masuk pertama keluar pertama).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 231
Rata-Rata Tertimbang – Periodik
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 232
Rata-Rata Tertimbang – Perpetual
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 233
FIFO-Periodik
Tanggal Jumlah Unit Harga Per Unit Jumlah
30 Maret 2.000 Rp 4.750 Rp 9,5 juta.
15 Maret 4.000 4.400 17,6 juta.
Persediaan akhir 6.000 Rp 27,1 juta.
Barang siap jual Rp 43,9 juta.
Persediaan akhir 27,1 juta.
Harga Pokok Penjualan Rp 16,8 juta.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 234
FIFO-Perpetual
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 235
Perbandingan Nilai Persediaan Akhir & Harga Pokok Penjualan
dengan Berbagai Metode Penilaian Persediaan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 236
237
Perhitungan
Beda nilai Harga Pokok Penjualan
Arus Persediaan
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
238
Pengakuan
Kewajiban Tidak Ada
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
239
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 240
Contoh Pemungutan PPN:
PT. Narodho adalah sebuah perusahaan perdagangan barang konsumsi. Perusahaan tertcatat sebagai pengusaha kena pajak
(PKP). Selama masa pajak bulan Mei tahun 2016 melakukan catatan transaksi akuntansi PPN sebagai berikut:
1) Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang dagangan yang dipesan, maka pembelian senilai Rp 3 juta dan PPN-nya
dikembalikan kepada penjual pada 12 Mei 2016.
Kas..................................................Rp 22 juta.
(Retur penjualan 13 Mei 2016)
Atas transaksi-transaksi yang terutang PPN di atas maka PT. Narodho harus melaporkannya dalam SPT PPN Masa Pajak
Bulan Mei 2016 dan membayar kelebihan pajak keluaran di atas pajak masukan ke Bank Persepsi melalui e-billing.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 241
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
242
endangkiswara@lecturer.undip.ac.
id
Pasal 1A
(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah
a) penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b) pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli & perjanjian leasing;
c) penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d) pemakaian sendiri & atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
e) persediaan BKP & aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan;
f) penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya & penyerahan BKP antar Cabang;
g) penyerahan BKP secara konsinyasi.
243
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pasal 4
PPN dikenakan atas:
a) penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;
b) impor BKP;
c) penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;
d) pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
e) pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean; atau
f) ekspor BKP oleh PKP.
244
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pasal 4A
1. Jenis barang & jenis jasa yang tidak dikenakan pajak
berdasarkan UU ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan PPN
didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
a) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya;
b) barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak;
c) makanan & minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, & sejenisnya;
d) uang, emas batangan, & surat-surat berharga.
245
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
(3) Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN didasarkan atas kelompok-
kelompok jasa sebagai berikut:
a) jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b) jasa di bidang pelayanan sosial;
c) jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d) jasa di bidang perbankan, asuransi, & sewa guna usaha dengan hak opsi;
e) jasa di bidang keagamaan;
f) jasa di bidang pendidikan;
g) jasa di bidang kesenian & hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h) jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i) jasa di bidang angkutan umum di darat & di air;
j) jasa di bidang tenaga kerja;
k) jasa di bidang perhotelan;
l) jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
246
247
PPN
Serahkan BKP
Dealer / Pedagang Eceran Besar
PPN
Konsumen
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Penyerahan barang bergerak
Pajak objektif, tak bergerak, berwujud
Pajak atas konsumsi,
maupun tidak berwujud,
Multi stages,
dari. LN maupun DN yang
Pajak tidak langsung,
Non kumulatif dimanfaatkan di Indonesia
(Barang Kena Pajak)
Ekspor BKP
248
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Hasil bumi yang langsung
Pengecualian Diambil dari sumbernya
BKP (hasil pertanian, perkebunan,
Hasil tambang, hutan,
Perikanan)
Jasa pendidikan,
Pengecualian
Jasa kesehatan,
JKP Jasa bank, dsb.
249
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
250
Bendaharawan pemerintah
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Orang. pribadi / badan yang dalam.
kegiatan usaha / pekerjaannya Nomor
Wajib pajak menghslkan, mengimpor, Pengukuhan
PPN mengekspor barang, melakukan usaha Pengusaha
memanfaatkan barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar daerah (NPPKP)
pabean, melakukan usaha jasa
/ memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean, melakukan
penyerahan BKP / JKP yang
dikenai pajak, tidak termasuk
pengusaha kecil (batasan ditetapkan
Keputusan Menkeu), kecuali yang
memilih untuk. dikukuhkan sebagai. PKP
Subjek
Pajak PPN Konsumen akhir
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 251
252
Pedagang
PPN Masukan eceran besar
PPN Keluaran
Pedagang kecil,
Konsumen akhir Penjualan BKP
Konsumen
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Daerah pabean : wilayah RI yang meliputi darat, perairan & ruang
udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi
eksklusif & landas kontinen yang di dalamnya berlaku UU tentang
Kepabeanan.
DPP PPN : jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor /
nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menkeu yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
Harga jual : nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta /
sehrsnya. diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak
termasuk PPN yang dipungut & potongan harga dalam faktur pajak.
Nilai impor :
Cost Insurance & Freight (CIF) + Bea Masuk + Pungutan Pabean lain.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 253
Shipping Point
Free On Board
Destination
Kapitalisasi
Nilai Faktur Cost Insurance & Freight
254
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta /
seharusnya. diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP.
Faktur pajak : bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP / JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang
digunakan oleh Ditjen Bea & Cukai.
Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP / JKP,
sehingga paling sedikit memuat
a) Nama, alamat & NPWP yang menyerahkan BKP / JKP,
b) Nama alamat & NPWP pembeli BKP / penerima JKP,
c) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual / penggantian, & potongan harga,
d) PPN yang dipungut,
e) PPn BM yang dipungut,
f) Kode, nomor, seri & tanggal pembuatan faktur pajak, &
g) Nama, jabatan & tanda tangan yang berhak menanda-tangani faktur
pajak.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 255
Indirect Substraction Akuntansi
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = PPN PPN
Direct Substraction
10% x Pertambahan Nilai
Metode
Perhitungan
PPN Pedoman Pengkreditan
Pajak Masukan
(70% & 40%)
Nilai Lain
(Toko Mas : 2%)
256
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Perhitungan PPN:
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = PPN
Pajak Keluaran = Rp 100 juta x 10% = Rp 10 juta.
Pajak Masukan = Pajak Keluaran x 70%
= Rp 10 juta x 70% = Rp 7 juta.
PPN = Pajak Keluaran – Pajak Masukan
= Rp 10 juta – Rp 7 juta = Rp 3 juta.
257
Pajak masukan: PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang
Kena Pajak & atau penerimaan Jasa Kena Pajak &
atau pemanfaatan Barang Kena Pajak & Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean & atau
impor Barang Kena Pajak.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 258
Bukan
Sederhana Bukti
Standar
Faktur Pajak
(Bukti Kredit PPN)
Gabungan
Barang
Kena Pajak
Khusus Tertentu
(gula, rokok,
dsb)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 259
Mekanisme Pelaporan PPN
260
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Proses pengenaan PPN di pabrikasi terintegrasi
(contoh produsen tekstil sekaligus garment)
PPN Keluaran
PPN terutang Penjualan
(tarif pajak 10% atau 0%
Barang Kena Pajak
untuk ekspor BKP tertentu)
263
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
a) PT. Ikan membeli barang dagangan secara kredit dari PT. Asin pada 14 Februari 2014
seharga Rp 30.000.000
b) PT. Asli membeli mesin pres genteng seharga Rp 20.000.000 secara kredit dari PT. Yaitu
pada 7 Maret 2014.
Utang....................................Rp 22 juta.
264
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
c) PT. Resmi membeli tunai perlengkapan tulis seharga Rp 1.100.000 pada Toko Kita pada 1 April 2014, & sudah
termasuk beban PPN-nya.
01/04/14 : Perlengkapan administratif....Rp 1 juta.
Beban PPN........................... 0,1 juta.
Kas.................................................Rp 1,1 juta.
d) PT. Dunia membeli mobil Jeep untuk keperluan kantor seharga Rp 45.000.000 tunai termasuk beban PPN &
PPn BM (25%) dari PT. Karimata, pada 12 April 2014.
12/04/14 : Mobil jeep ............Rp 45 juta.
Kas................................Rp 45 juta.
(Pembelian mobil Jeep)
* Beban PPN & PPn BM atas pembelian mobil Jeep tersebut tidak dapat dikreditkan, karena kendaraan ini tidak
memiliki hubungan langsung dengan kegiatan utama perusahaan & jenisnya termasuk yang tidak boleh
diperlakukan sebagai pembelian yang pajak masukannya dapat dikreditkan (yang lain seperti sedan, van, &
station wagon). Beban tersebut dikapitalisir dalam harga perolehan mobil, yang akan disusut per tahun selama
masa manfaat aset yang bersangkutan.
265
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
e) PT. Imaniar membeli barang dagangan dengan harga Rp 36.000.000 potongan pembelian Rp
6.000.000 (apabila pembayaran dilakukan dalam tempo 10 hari) dari PT. Manungsa, terhitung sejak 25
April 2014.
- Pembayaran dalam masa potongan pembelian :
25/04/14 : Pembelian.........................Rp 30 juta.
PPN Masukan................... 3 juta.
Utang dagang.....................Rp 33 juta.
(Pembelian kredit dari PT. Manungsa, potongan Rp 6 juta selama
pelunasan 10 hari kemudian)
30/04/14 : Utang dagang........Rp 33 juta.
Kas..............................Rp 33 juta.
(Pelunasan utang dengan potongan pembelian Rp 6 juta)
- Pembayaran di luar masa potongan pembelian :
25/04/14 : Utang dagang.....................................................Rp 33 juta.
Potongan pembelian yang tidak dimanfaatkan.. 6 juta.
PPN Masukan................................................... 0,6 juta.
Kas.................................................................Rp 39,6 juta.
(Pelunasan utang pada PT. Manungsa di luar masa potongan
pembelian)
266
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
f) Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang dagangan yang dipesan, maka pembelian senilai Rp
3.000.000 dan PPN-nya dikembalikan kepada penjual pada 12 Mei 2014.
12/05/14 : Utang dagang .............Rp 3,3 juta.
Persediaan............................Rp 3 juta.
PPN Masukan........................Rp 0,3 juta.
(Retur pembelian dagangan tanggal 25/04/14)
g) PT. J menjual barang dagangan seharga Rp 30.000.000,- tunai dengan PPN 10%, kepada CV. Sukerta pada
13 Mei 2014.
13/05/14 : Kas...............................Rp 33 juta.
Persediaan.............................Rp 30 juta.
PPN Keluaran........................ 3 juta.
(Penjualan dagangan secara tunai kepada CV. Sukerta)
h) Barang dagangan yang sudah dijual, kemudian dikembalikan ke perusahaan dengan alasan kualitasnya
buruk, pada 15 Mei 2014. Setelah disortir kembali oleh perusahaan, yang diterima sebagai retur hanya senilai
Rp 20.000.000.
15/05/14 : Persediaan..............................Rp 20 juta.
PPN Keluaran......................... 2 juta.
Kas..................................................Rp 22 juta.
(Retur penjualan 13 Mei 2014)
267
i) UD. Imbuh memesan barang dagangan pada PT. Emang pada 1 Juni 2014, nilai pesanan adalah Rp 90.000.000.
Karena barangnya belum tersedia,maka UD. Imbuh membayar dulu uang muka Rp 10.000.000 dan sisanya akan
dilunasi begitu barang diserahkan seluruhnya, yang dijanjikan pada 15 Juni 2014.
Kas....................................... 2 juta.
Persediaan.........................................Rp 20 juta.
PPN Keluaran........ ........................... 2 juta.
Pajak Penjualan
atas Barang Mewah
(PPn BM)
269
Contoh Pemungutan PPn BM:
PT. Sehat Sejahtera merupakan perusahaan konstruksi yang mempunyai kualifikasi dalam usaha kelas
menengah. Pada tahun 2016 perusahaan telah membangun sebuah perumahan dengan kualifikasi
mewah dengan harga per unit Rp 25 M di kota Surabaya.
Seorang konsumen, Karto Marno Timbul membeli sebuah rumah secara tunai pada tanggal 23 Agustus
2016, maka atas transaksi pembelian satu unit rumah mewah ini PT. Sehat Sejahtera memperhitungkan
PPN dan PPn BM sebagai berikut:
Pembayaran dilakukan kepada PT Sehat Sejahtera tertanggal 23 Agustus 2016 dengan bukti Faktur Pajak
020.000-15.00000650.
Pemungutan PPN:
10% X Rp 25 M = Rp 2,5 M
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 270
Dasar Hukum
UU No. 42 / 2009
tentang PPN & PPn BM
Tarif PPn BM
Berkisar antara 10% hingga 125%
PPn BM
Dasar Pengenaan Pajak
Harga jual / nilai penyerahan
(tidak termasuk PPN)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 271
Beda PPn BM dengan PPN
• PPn BM dikenakan hanya satu kali (saat impor atau
penyerahan Barang Kena Pajak tergolong mewah dari
Pengusaha Kena Pajak Pabrikan/Produsen).
• PPn BM tidak dapat dikreditkan à diperlakukan sebagai
biaya (bagian dari harga perolehan aset).
• Jika Barang Kena Pajak yang tergolong mewah diekspor
maka PPn BM yang dibayar saat perolehannya dapat
direstitusi.
• Tarif PPn BM bervariasi tergantung tingkat
kemewahannya.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 272
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 /PMK.010/2017
TENTANG
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
64/PMK. 011/2014 Tentang Jenis Kendaraan Bermotor
Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan
Tata Cara Pemberian Pembebasan Dari Pengenaan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 273
Pengecualian BKP Mewah
PPn BM tidak dikenakan atas:
• impor atau penyerahan kendaraan Completely Knock Down.
• kendaraan sasis.
• angkutan barang.
• motor roda dua dengan kapasitas silinder s.d. 250 cylinder capacity.
Dibebaskan dari pengenaan PPn BM:
• Kendaraan ambulan.
• Kendaraan jenazah.
• Peralatan pemadam kebakaran.
• Kendaraan tahanan.
• Angkutan umum.
• Kendaraan protokoler.
• Pembelian / impor yang dibiayai dari APBN / APBD, TNI / POLRI.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 274
Contoh perhitungan PPn BM
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Impor kendaraan bermotor CKD:
Harga faktur impor : Rp 150.000.000
Bea Masuk (50% x Rp 150.000.000) : Rp 75.000.000
Pungutan pabean lain (Bea Masuk Tambahan) Rp 500.000
Nilai impor : Rp 225.500.000.
PPN (10% x Rp 225.500.000,-) = Rp 22.550.000.
PPn BM tidak dikenakan.
PPh pasal 22 impor (asumsi oleh importir ber-API) :
25% x 10% x Rp 225.500.000 = Rp 5.637.500
Harga jual (kepada pabrikan) : = Nilai impor + PPN + PPh Pasal 22 + keuntungan
= Rp 225.500.000 + Rp 22.550.000 + Rp 5.637.500 + Rp 25.000.000
= Rp 278.687.500
PPN : 10% x Rp 278.687.500 = Rp 27.868.750
Harga penyerahan = Harga jual + PPN
= Rp 278.687.500 + Rp 27.868.750 = Rp 306.556.250
PPN terutang pada PKP importir = Pajak Keluaran – Pajak Masukan (Impor)
= Rp 27.868.750 - Rp 22.550.000
= Rp 5.318.750 275
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
276
Pajak Bumi & Bangunan
(PBB)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 277
P3K dan SL
UU PBB (Pertambangan, Perikanan,
Pajak Negara
No. 12/1994 Pemungut:
Perkebunan, dan Kehutanan
Ditjen Pajak
dan Sektor Lain)
PBB
Pajak Daerah
UU PDRD P2 Pemungut:
(Perkotaan dan Pedesaan) DPKAD/Pemkot
No. 28/2009
/Pemkab
278
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 279
PBB Pajak Dipungut
(UU 12/94 dan tidak langsung pemerintah pusat atau
UU 28/2009) pemerintah daerah
Pajak negara
Pembagian PBB P3K SL Atau
Pajak Daerah
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 280
Obyek pajak diklasifikasi Menteri Keuangan, menurut nilai jual à pedoman
perhitungan pajak.
Faktor-faktor penentu klasifikasi :
nTanah : letak, pemanfaatan, peruntukan & kondisi lingkungan,
nBangunan : bahan material, rekayasa, letak & kondisi lingkungan.
Subyek pajak
Orang atau badan yang mempunyai hak atas bumi & atau memperoleh
manfaat atas bumi & atau bangunan bangunan.
Bila belum diketahui wp-nya à Dirjen Pajak menunjuk wp
àWP PBB bukan bukti hak pemilikan bumi & atau bangunan.
àTarif & DPP à tarif sebanding (persentase tertentu)
àPBB tergantung besarnya NJOP :
à0,5% (P3K & SL);
à0,1-0,3 (P2)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 281
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi objek pajak:
1. Sektor Pedesaan dan Perkotaan
2. Sektor Perkebunan
3. Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, izin
Pemanfaatan Kayu serta Izin sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri.
4. Sektor Kehutanan atas HPH Tanaman Industri
5. Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
6. Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
7. Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian
C
8. Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
9. Sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama
10. Usaha bidang perikanan laut
11. Usaha bidang perikanan darat
12. Yang bersifat khusus
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 282
Objek pajak tidak dikenakan PBB adalah
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari
keuntungan, antara lain:
1. Di bidang ibadah: masjid, gereja, vihara
2. Di bidang kesehatan: rumah sakit
3. Di bidang pendidikan: madrasah, pesantren
4. Di bidang sosial: panti asuhan
5. Di bidang kebudayaan nasional: museum, candi
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis.
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
(resiprositas)
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 283
qYang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan adalah objek pajak itu diusahakan untuk melayani
kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan mencari keuntungan,
dapat diketahui dari anggaran rumah tangga yayasan/badan dalam
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional.
Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai pasal 2
UU No. 5 / 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
qObjek pajak yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan, penentuan mengenai pajaknya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelengarakan pemerintahan..
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 284
qMengenai bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau
bukan yang digunakan oleh Negara, kewajiban perpajakannya
targantung pada perjanjian.
qBesarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan untuk masing-masing Kabupaten/Kota setinggi-
tingginya Rp 12.000.000 untuk setiap Wajib Pajak.
qApabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak,
yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang
nilainya terbesar.
qKepala Daerah menetapkan besarnya NJOPTKP dengan Perda.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 285
Contoh :
Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dan bangunan di desa A dan desa B:
Desa A: NJOP Bumi Rp 13.000.000 NJOP Bangunan Rp 9.000.000
Perhitungan PBB: Langkah pertama mencari NJOP yang mempunya nilai paling besar, yaitu desa A.
Desa A
NJOP Bumi Rp 13.000.000
NJOP Bangunan Rp 9.000.000
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 286
Contoh:
Wajib pajak A tidak menyampaikan SPOP.
Berdasarkan data yang ada, Direktur Jenderal Pajak mengekuarkan SKPKB yang
berisi:
Objek pajak dengan luas dan nilai jual.
Luas objek pajak menurut SPOP:
Pokok pajak Rp 2.000.000
Sanksi administrasi: 25% x Rp 2.000.000 = Rp 500.000
Jumlah pajak yang terutang dalam SKP Rp 2.500.000
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang
yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih
pajak yang terutang.
Sanksi administrasi dikenakan terhadap wajib pajak yang mengisi SPOP tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 287
Contoh:
SPPT tahun pajak 2015 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret 2015
dengan pajak yang terutang sebesar Rp 500.000. Oleh wajib pajak baru dibayar
pada tanggal 1 September 2015. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan
denda administrasi sebesar 2% yakni:
2% x Rp 500.000 = Rp 10.000.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 September 2015 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000 + Rp 10.000
= Rp 510.000.
Bila wajib pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal 10 Oktober
2015, maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda 2 x 2% dari pokok
pajak, yakni: 4% x Rp 500.000 = Rp 20.000.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2015 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000 + Rp 20.000
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 288
PBB P2
(Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 289
Contoh Pemungutan PBB P2:
Antono mempunyai rumah yang ditinggali dengan kualifikasi sebagai berikut menurut SPPT PBB tahun 2016 adalah
Tanah seluas 500 M2 dengan harga jual NJOP Rp. 100.000/M2.
Pagar besi: panjang 100 M2, tinggi rata-rata 1,5M, NJOP Rp 150.000/M2.
Maka berdasarkan SPPT yang dikirimkan oleh Pemkot Semarang tahun 2016, besarnya PBB P2 yang terutang adalah
Nilai jual tanah: 500 x Rp. 100.000 = Rp. 50.000.000.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 290
Bumi
permukan bumi & tubuh bumi
yang ada di bawahnya,
tanah & perairan pedalaman
serta laut.
Obyek PBB
Bangunan
konstruksi teknik yang ditanam/dilekatkan
secara tetap pada tanah/perairan,
untuk tempat tinggal & usaha.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 291
Termasuk dalam pengertian bangunan :
1) Jalan lingkungan dalam kompleks bangunan
(hotel, pabrik, emplasemen, bangunan yang satu
kesatuan),
2) Jalan tol,
3) Kolam renang,
4) Pagar mewah,
5) Tempat olahraga,
6) Galangan kapal, dermaga,
7) Taman mewah,
8) Kilang minyak, air, gas, & pipa minyak,
9) Fasilitas yang bermanfaat.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 292
Ketentuan tentang NJOPTKP
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 293
Pengecualian obyek pajak :
a) Semata-mata untuk kepentingan umum (ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan & kebudayaan), tidak dikomersilkan,
b) Kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis,
c) Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan desa & negara tanpa hak,
d) Milik korps diplomatik atau konsulat, menurut asas perlakuan timbal
balik,
e) Milik badan atau perwakilan organisasi internasional (PBB &
kerjasama internasional),
f) Digunakan negara utntuk penyelenggaraan pemerintahan (pajak
diatur dengan Peraturan Pemerintah).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 294
Sistem Pemungutan Official Assessment Systems
PBB
Subjek
Pajak
Bayar
STTS
(Surat Tanda Terima Setoran) 295
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Klasifikasi, Penggolongan, & Ketentuan Nilai
Jual Tanah & Bangunan PBB P2
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 296
SPPT PBB P2
NJOPTKP Rp 8.000.000
PBB Rp 782.000
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 297
DPP PBB P2 : NJOP à harga rata-rata menurut arm’s length transaction.
Jika tanpa jual beli à perbandingan antara harga vs obyek sejenis
(letak & fungsi sama).
Harga perolehan baru / pengganti (penentuan harga jual dengan
menghitung seluruh biaya untuk memperoleh pada saat penilaian,
dikurangi penyusutan).
Dasar perhitungan PBB : NJOP.
Tahun pajak PBB : tahun takwim (1 Januari sd. 31 Desember)
Keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari menentukan pajak terutang.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 298
Pengurangan PBB yang terutang, mengingat :
a) Bencana alam,
b) Kondisi tertentu. obyek pajak sehubungan dengan subyek atau :
* Hasil sangat terbatas, dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan wp perorangan,
* Dimiliki/dimanfaatkan wp perorangan yang berpenghasilan rendah,
* Dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan badan yang rugi/kesulitan likuiditas,
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 299
PBB P3K SL
(Pajak Bumi & Bangunan Sektor
Perkebunan, Pertambangan, Perikanan,
& Kehutanan serta Sektor Lain)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 300
Contoh Pemungutan PBB P3K dan SL: PBB Sektor Pertambangan Migas
PT. Lengo Mambu tahun 2016 menyampaikan SPOP ke KPP Pratama Balikpapan dan telah di verifikasi:
Tanah 1) Areal produktif 400 hektar kelas A48 lama Rp. 270 (kelas 196) 2) Areal belum produktif : a. Area survey luasnya 300 ha
kelas A50 Rp. 140 b. Area Explorasi luasnya 100 ha kelas A49 Rp. 200 c. Area non produksi open luasnya 250 ha kelas 198 Rp.
200 d. Area non produksi plug and abandone luasnya 150 ha kelas 200 e. Area tidak produktif berupa tanah pengamanan
luasnya 100 ha kelas 200 f. Area penambangan khusus/perairan luasnya 1 ha kelas A39 kesamping Rp. 71,5 g. Area
implasemen: - Pabrik luasnya 20 hektar kelas 185 - Gudang luasnya 2 hektar kelas 182 Kantor luasnya 1 hektar kelas 154 -
Perumahan luasnya 5 hektar Rp. 10.000 Bangunan 1) Pabrik luasnya 6 hektar kelas 084 2) Gudang luasnya 5.000 m2 kelas
081 3) Kantor luasnya 200 m2 kelas 078 4) Perumahan luasnya 1 hektar kelas 075 Hasil penjualan minyak bumi/ gas tahun
2011 dapat dicatat sebagai berikut : 1) Triwulan pertama produksi 25.000 barel, dengan harga US$ 45/ barel. 2) Triwulan kedua
produksi 30.000 barel, US$ 46/ barel. 3) Triwulan ketiga 33.000 barel, US$ 45,5/ barel 4) Triwulan keempat 43.000 barel, US$
46/barel Dengan catatan US$ 1 kursnya adalah Rp 9.100 (berdasarkan kurs BI), dan Rp 9.150 (kurs PMK).
Berdasarkan data di atas KPP Pratama Balikpapan membuat SPPT PBB dan menentukan besarnya angka kapitalisasi 9,5,
dengan NJOPTKP Permen No. 67/ 2011. PBB terutang:
Hasil Penjualan : 1) Triwulan ke-1 = 25.000 x 45 x Rp 9.150 = Rp 10.293.750.000 2) Triwulan ke-2 = 30.000 x 46 x Rp 9.150 =
Rp 12.627.000.000 3) Triwulan ke-3 = 33.000 x 45,5 x Rp 9.150 = Rp 13.738.725.000 4) Triwulan ke-4 = 43.000 x 46 x Rp
9.150 = Rp 18.098.700.000 + Total penjualan = Rp 54.758.175.000 Tanah 1) Areal produktif = 9,5 x Rp 54.758.175.000 = Rp
520.202.662.500 2) Areal blm produktif a. Area survey = 3.000.000 x Rp 140 = Rp 420.000.000 b. Area eksplorasi = 1.000 x
Rp 200 = Rp 200.000.000 c. Area non produki open = 2.500.000 x Rp 200,00 = Rp 500.000.000 d. Area non produksi plug and
abandone 1.500.000 x Rp 140,00 = Rp 210.000.000,00 e. Area tidak produktif = 1.000.000 x Rp 140 = Rp 140.000.000 f. Area
penambangan khusus = 10.000 x Rp 71,5 = Rp 715.000 g. Area implasemen - Pabrik = 200.000 x Rp 910 = Rp 182.000.000
- Gudang = 20.000 x Rp 1.200 = Rp 24.000.000 - Kantor = 10.000 x Rp 7.150 = Rp 71.500.000 - Perumahan = 50.000 x
Rp 10.000 = Rp 500.000.000 + NJOP tanah = Rp 522.450.877.500
Pembayaran PBB dapat dilakukan oleh PT. Lengo Mambu secara e-billing.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 301
NJOP
Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek
lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak pengganti.
Yang dimaksud dengan :
q Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/ metode
penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara membandingkannya dengan obyek pajak
lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga
jualnya.
q Nilai perolehan baru: suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperolah obyek tersebut
pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik
obyek tersebut.
q Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak
yang berdasarkan pada hasil produksi obyek pajak tersebut.
Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan
penghitungan pajak terutang.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 302
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
(a) Letak (b) Peruntukan (c) Pemanfaatan
(d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 303
Proses Penetapan PBB
Pendataan PBB Penetapan
Serangkaian kegiatan Penilaian Kegiatan menetapkan besarnya
memperoleh, mengumpulkan, Serangkaian kegiatan PBB yang terutang kepada Wajib
melengkapi dan menatausahakan menentukan nilai pasar wajar Pajak dengan menerbitkan SPPT
data Objek Pajak dan/atau Subjek atas objek penilaian pada suatu yang merupakan dasar penagihan
Pajak atau Wajib Pajak sebagai saat tertentu secara objektif dan pajak
bahan penetapan besarnya PBB professional berdasarkan
terutang untuk Objek Pajak sektor standar penilaian yang dapat
Perkebunan, Perhutanan, digunakan sebagai dasar Penatausahaan SPPT PBB:
Pertambangan, dan Sektor menghitung PBB terutatang. menatausahakan yang
Lainnya pembayarannya melalui
mekanisme pemindabukuan
Uji Petik Penilaian: melakukan
konfirmasi kebenaran data yang
Pemetaan : memperoleh, mengumpulkan, disampaikan oleh Wajib Pajak dan Penerbitan SPPT: menetapkan
melengkapi, dan menatausahakan, data Objek menentukan kembali nilai objek pajak besarnya PBB yang terutang
Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang telah ditentukan sebelumnya. kepada Wajib Pajak dengan
untuk menghasilkan informasi geografis terkait Input Proses adalah SPOP/LSPOP, menerbitkan SPPT
keperluan administrasi perpajakan. Data Pihak ketiga, Permintaan
Rekomendasi Nilai dari Proses Bisnis
Keberatan, dan Rencana Kerja dari
Pemutakhiran : memperoleh, mengumpulkan, Proses Bisnis Regulasi Penerbitan KMK NJOP
melengkapi, dan menatausahakan, data Objek sebagai dasar pengenaan
Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak PBB berdasarkan usulan yang
yang telah terdaftar dalam administrasi Penilaian NJOP : disampaikan oleh KPP
perpajakan NJOP yang akan
dijadikan dasar
pengenaan pajak,
Pendaftaran : memperoleh, mengumpulkan, dengan pendekatan Penyusunan Usulan Lampiran KMK NJOP
melengkapi, dan menatausahakan, data Objek data pasar, biaya, berdasarkan Nilai Bumi/m2 dan Nilai
Pajak dan/atau Subjek Pajak bagi yang belum dan kapitalisasi Bangunan/m2 sebagai lampiran Keputusan
tercantum dalam administrasi perpajakan endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
pendapatan Menteri Keuangan mengenai NJOP
304
SPPT PBB P3K SL
Objek Pajak Luas Kelas NJOP / m2 Jumlah
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 305
UU BPHTB No. 20 / 2000 & UU PDRD No. 28/2009
BPHTB
(Bea Perolehan Hak atas Tanah &
Bangunan)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 306
Contoh pemungutan BPHTB:
Tukiman membeli sebidang tanah dan bangunan di Kota Semarang dari Kabul
senilai Rp 500 juta pada tanggal 20 Mei 2016 sekaligus membalik nama akta tanah
dan bangunannya di depan notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) Kartolo,
S.H., M.H.Cn.
Maka atas transaksi tersebut notaris wajib memungut PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan dari penjualan tanah dan bangunan kepada Kabul dan memungut
BPHTB atas peralihan hak atas tanah dan bangunan yang diperjual-belikan kepada
Tukiman, sebesar:
PPh pasal 4 ayat (2):
Rp 500 juta x 5% = Rp 25 juta.
BPHTB:
(Rp 500 juta – Rp 20 juta) x 2,5% = Rp 12 juta.
Notaris/PPAT wajib membuat bukti potong atas pemungutan pajak dan BPHTB
yang dilakukan untuk diserahkan kepada Tukiman dan Kabul.
*) Rp 20 juta misalnya adalah NPOTKP yang berlaku untuk kota Semarang yang
berlaku tahun 2016.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 307
Garis Besar Aturan BPHTB
• Sistem pemungutan pajak with holding
assessment,
• Pajak Pemerintah kota/Pemerintah kabupaten,
• Tarif 2,5% dari NPOKP (Nilai Perolehan Objek
Kena Pajak),
• NPOTKP maksimal Rp 60 juta (tergantung aturan
Pemkot/Pemkab setempat).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 308
Ketentuan tentang NPOPTKP
• Karena waris & hibah wasiat yang diterima orang
pribadi sedarah lurus satu derajat ke atas atau ke
bawah, termasuk suami / istri Rp 150 juta.
• Selain hal di atas maksimal adalah Rp 20 juta.
• Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Pemerintah
daerah setempat dengan mempertimbangkan
perkembangan perekonomian regional.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 309
Objek BPHTB
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 310
Jenis-Jenis Hak atas Tanah
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 311
Pengecualian BPHTB
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 312
Dasar Pengenaan Pajak
Harga Transaksi
Jual beli, lelang
Nilai Pasar
Tukar Menukar,
NPOP Hibah,
Hak baru
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 313
Perhitungan BPHTB
NJOP NPOTKP
BPHTB 2,5%
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 314
Semoga Bermanfaat
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 315