Anda di halaman 1dari 315

Perencanaan Pajak

Dr. Endang Kiswara, M. Si., Ak.

Magister Akuntansi
UNDIP
2019

1
Deskripsi
Matakuliah ini memberikan pemahaman mengenai upaya wajib pajak dalam
penghematan pajak melalui cara-cara legal, tanpa melanggar aturan pajak lewat
pemanfaatan loopholes yang terkandung dalam aturan pajak & rekayasa
transaksi akuntansi. Misi matakuliah ini adalah memberikan nilai tambah
ketrampilan perpajakan bagi orang yang berlatar belakang ilmu akuntansi guna
mencapai daya guna tata kelola sistem informasi akuntansi wajib pajak secara
efisien yang integral dengan kewajiban pajak.

Tujuan instruksional umum


Setelah mengikuti matkuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu mengetahui aplikasi
integratif pengetahuan pajak bagi kepentingan wajib pajak, mengetahui konsep
strategi perencanaan pajak, dan mengetahui kasus-kasus aplikatif strategi
perencanaan pajak.

Tujuan instruksional khusus


Menjelaskan konsep pembayaran pajak at the latest & least, menerapkan
mekanisme rancang bangun Sistem Informasi Akuntansi dalam rangka strategi
penghematan pajak, menerapkan prosedur pengakuan & pelaporan transaksi
yang berkonsekuensi pajak secara efisien.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 2
Referensi
Kiswara, E. 2019. Modul Perencanaan Pajak. Magister Akuntansi
UNDIP.
Scholes, M.S. (Stanford University), M. A. Wolfson (Stanford University),
M. M. Erickson (University of Chicago), E. L. Maydew (University of
North Carolina), T. J. Shevlin (University of Washington). 2002.
Taxes & Business Strategy: A Planning Approach. 2/E. Prentice
Hall.
Jones, S. (University of Virginia). 2004. Principles of Taxation for
Business & Investment Planning. 7/e. (Exposure Draft). Prentice
Hall.
UU Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan, UU PPh, PPN & BPHTB,
UU Peradilan Pajak beserta peraturan pelaksanaannya hingga
tahun 2019.
www.pajak.go.id.
www.pwcglobal/indonesian tax flash.com.
www.ortax.org
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 3
Jadwal & Materi Kuliah 4

Sesi Materi Kuliah


1. Gambaran umum perencanaan pajak: definisi, cakupan dan tujuan.
2 Economics of taxation, ketentuan umum perpajakan dan peradilan pajak.
3 Pajak Penghasilan (PPh)
4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (BM)
5 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan atas Bumi dan atau Bangunan (BPHTB)
6 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
7 Tax treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan
expatriate
Mid test
8 Akuntansi Pajak Penghasilan menurut PSAK 46 dalam penyajian laporan keuangan
9 Review penelitian perencanaan pajak
10 Review kasus perencanaan pajak
11 Indikasi potensi PPh yang timbul (konsekuensi pajak) atas transaksi perusahaan, dan
transformasi pajak yang memungkinkan.
12 Indikasi potensi PPN yang timbul (konsekuensi pajak) atas transaksi perusahaan, & transformasi
pajak yang memungkinkan.
13 Pemilihan metode yang paling hemat dalam insentif tunjangan pajak bagi karyawan.
14 Alternatif tax saving dalam rangka eskpansi bisnis (intentifikasi dan ekstensifikasi) serta efisiensi
pajak dalam rencana akuisisi dan merger perusahaan
Final Test
Strategi Kuliah
Perkuliahan diselenggarakan dengan metode problems-
based learning, sehingga diskusi menjadi bagian
penting dari pembahasan per materi.
Tugas Kuliah
Tugas meliputi telaah materi dalam rangka pemahaman
terhadap jenis-jenis pajak, konsekuensi pajak, penyajian
penelitian, & presentasi individual secara lesan.
Penilaian
Responsi & partisipasi: 50 %, Paper: 25 %, Ujian: 25 %.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 5
Respect, ethics, & integrity

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 6
Taxes & Business Strategy:
A Planning Approach

7
The systematic
analysis of deferring tax
option aimed at the minimization
of tax liability in current
& future tax periods
(Larry, Anders, & Susan, 1994).

Tax Planning

Arrange
of a person’s business & or
private affairs in order
to minimize tax liability
(Lyons, 1996).

8
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Perencanaan pajak Salah satu langkah
(tax planning) dalam manajemen pajak

Pengumpulan & penelitian


peraturan perpajakan
Meminimalkan untuk diseleksi jenis tindakan
kewajiban pajak penghematan pajak
yang akan dilakukan

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 9
Tax avoidance is a term used to
Minimalisasi pajak describe the legal arrangements of
yang masih memenuhi peraturan tax-payer’s affairs so as to
reduce his tax liability. It’s often to
(lawful ~ tax avoidance) pejorative overtones, for example
it is use to describe avoidance
achieved by artificial arrangements
of personal or business affair to take
advance of loopholes, ambiguities,
anomalies or other deficiencies of tax
Yang melanggar law, legislation designed to counter
unlawful ~ tax evasion avoidance has become more
commonplace & often involves
highly complex provision.

Tax evasion is the reduction of tax by illegal means. The distinctions, however, is not always easy.
Some example of tax avoidance schemes include locating assets in offshore jurisdictions,
delaying repatriation of profit earn in law tax foreign jurisdictions, delaying repatriation of profit
earn in law-tax foreign jurisdictions, ensuring that gains are capital rather than income so the
gains are not subject to tax (or a subject at lower rate), spreading of income to other tax payers
with lower marginal tax rates & taking advantages of tax incentives (Lyon 1996).

10
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Tax avoidance dapat terkandung dalam bunyi ketentuan di UU & dalam
jiwa (spirit) UU atau terkandung dalam bunyi UU tetapi
berlawanandengan jiwa UU.
Komite urusan fiskal OECD: 3 jenis karakter tax avoidance:
Ø Adanya unsur artifisial: berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di
dalamnya padahal tidak, & yang dilakukan karena ketiadaan unsur
pajak.
Ø Skema memanfaatkan loopholes UU atau menerapkan ketentuan
legal untuk berbagai tujuan à padahal bukan itu yang dimaksudkan
oleh pembuat UU yang bersangkutan.
Ø Kerahasaiaan: umumnya konsultan menunjukkan alat atau cara
untuk melakukan tax avoidance à dengan syarat wajib pajak
menjaga rahasianya (council of executive secretaries of tax
organizations 1991).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 11
Perencanaan pajak Apakah pajak tersebut dapat ditunda
dimulai dengan meyakinkan Pembayarannya? Ini dilakukan
apakah suatu transaksi / setiap wajib pajak membuat rencana
fenomena terkena pajak Pengenaan pajak pada setiap tindakan
(taxable events)

Kalau terkena pajak:


apakah dapat diupayakan
dikecualikan atau dikurangi Menentukan apakah, kapan,
jumlah pajaknya bagaimana, & dengan siapa atau
pihak mana sebaiknya
Tax planning dilakukan transaksi, operasi
serta hubungan dagang yang
memungkinkan beban pajak
Proses penentuan tax factor serendah mungkin
yang relevan & non-tax (Spitz 1983).
factor yang material
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 12
Langkah dalam. evaluasi perencanaan pajak à analisis informasi yang ada, faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan:
a) fakta yang relevan dengan jenis usaha: status wajib pajak (orang pribadi atau badan), SDM dsb.
b) faktor-faktor pajak: paradigma sistem perpajakan nasional yang diikuti.
c) tipe pajak yang terkait dengan usaha.
d) penafsiran terhadapt ketentuan yang berlaku.
e) faktor-faktor penghubung pajak: relasi pemotong pajak, sifat transaksi & jenis koneksi dengan pihak
pemotong.
f) faktor-faktor non pajak: bentuk badan hukum usaha, penggunaan mata uang fungsional, nilai tukar,
pengawasan devisa, program insentif investasi serta faktor non pajak lainnya.
g) buat satu model atau lebih alternatif skema rencana pajak.
h) evaluasi pelaksanaan rencana pajak, variabel tax burden (beban pajak) akan diukur seakurat mungkin
dengan hipotesis bagaimana jika rencana tidak dilaksanakan, bagaimana jika dilaksanakan & berhasil
dengan baik, bagaimana jika dilaksanakan & gagal.
i) cari kelemahan & perbaiki rencana yang lemah tersebut àmuktahirkan perencanaan, sehingga dinamis
dengan tren perkembangan aturan & kebutuhan bisnis.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 13
Tujuan Perencanaan Pajak

Tujuan Pengelolaan Keuangan:


Profitabilitas,
Likuiditas, Solvabilitas

Tujuan Perencanaan Pajak


Tax Savings à Efisiensi

Fungsi Perencanaan Pajak


~ Self Assessment System
14
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Strategi Perencanaan Pajak

Tanpa Merugikan Negara Merugikan Negara

Loopholes
Melanggar Ketentuan
UU Pajak
Avoidance

Transaksi Proses Produksi Evasion Fasilitas

Kapitalisasi Sanksi
Penggeseran Transformasi

Administratif Pidana
Backward Forward
15
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Tax planning yang tidak melanggar aturan pajak à 5 syarat

1. mengerti peraturan perpajakan atau yang terkait à sulit melakukan tax


planning yang tidak melanggar aturan jika tidak dalam koridor UU
perpajakan yang berlaku à tax planning yang dipaksakan à melanggar
UU à tax surprise.
2. menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning. Tax planning
memiliki 2 tujuan utama: menerapkan peraturan perpajakan secara
benar & efisiensi untuk mencapai laba yang diharapkan.
3. harus memahami karakter bisnis WP à setiap perusahaan memiliki
perbedaan kebijakan maupun perilaku à memahami seluk-beluk usaha
membantu tax planning.
4. memahami tingkat kewajaran transaksi yang diatur tax planning à tidak
menimbulkan kecurigaan fiskus à dapat berimplikasi pemeriksaan
pajak à indikasi kecurangan pajak.
5. tax planning harus didukung kebijakan akuntansi & didukung bukti
memadai, seperti faktur, perjanjian, dsb.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 16
Tax planning yang diperkenankan menurut Lumbantoruan (1996) dapat
ditempuh dengan beberapa cara:
1. mencari keuntungan sebesar-besarnya dari pengecualian & potongan yang
diperkenankan à misalnya: mengurangi penerimaan dengan biaya (seperti
pendidikan, perbaikan kantor, pemasaran dsb.) à maksudnya daripada bayar
pajak lebih besar, lebih baik untuk kepentingan perusahaan & manfaatnya bisa
dirasakan langsung.
2. mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk perusahaan yang tepat à
misalnya: jika peredaran bruto 1 tahun tidak lebih Rp 4,8 M dapat memilih
perusahaan perorangan yang akan dikenakan tarif progresif dengan terendah
5%. Bentuk usaha perorangan, firma, & kongsi lebih menguntungkan daripada
PT. à PPh PT. Dikenai pajak ”2x", yakni saat penghasilan diperoleh atau
diterima & saat pemilik menerima dividen.
3. mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha agar dapat diatur penggunaan
tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian & aktiva yang bisa dihapus.
4. menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun à mencegah klasifikasi
kategori pendapatan dengan tarif tinggi. Bila memungkinkan, pembayaran pajak
bisa ditunda. Penghasilan yang dikenai tarif 30% dapat dihindarkan dengan
cara menunda penerimaan penghasilan pada tahun yang bersangkutan &
menggeser pada tahun berikutnya.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 17
Respon ATO terhadap strategi perencanaan pajak :

•Carmody (2003), pejabat perpajakan Australia: perang terhadap perencanaan pajak akan
dilanjutkan & menjadi prioritas tugas ATO.
• Selama tahun pajak 2002/03, ATO mengidentifikasi lebih dari 100 metode tax planning termasuk
penghindaran maupun minimalisasi pajak capital gains, metode pembiayaan, & penggunaan tax
havens.
• The ATO also published product rulings setting out its view on the tax consequences of planning
arrangements. These rulings have had a significant impact on the success of mass-marketed tax
planning schemes.
• To combat tax avoidance the ATO also focuses on promoters, those who design & or market
aggressive tax planning arrangements. The ATO has a special promoters task force that identified
over 30 new aggressive planning arrangements. Where a particular promoter is taking a lead role
in aggressive tax planning, the ATO investigates both the promoter & its other clients to determine
whether aggressive arrangements have been used.
• The ATO’s strategies for dealing with promoters include unannounced access visits, working with
the Australian Federal Police, & requiring early lodgment & expanded tax returns for higher-risk
promoters.
• Barwick, seorg. Hakim tinggi di Australia, tahun 1970an, menyatakan: “Kewajiban membayar PPh
seluruhnya diturunkan dari hukum yang menyatakan kewajiban pajak. Kewajiban untuk membayar
adalah tindakan hukum. Beberapa politisi menyatakannya sebagai kewajiban moral. Tetapi
hukum….Saya tidak menerima pandangan bahwa terdapat kewajiban moral untuk membayar
pajak.”

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 18
Respon Inland Revenue terhadap strategi perencanaan pajak

• di UK dikeluarkan general anti-avoidance rule (GAAR) pada tahun 1998,


walaupun aturan pajak telah mencakup aturan anti penghindaran pajak.
Hal ini guna menekankan sudut moral dari tindakan penghindaran pajak,
yang pada hakekatnya cermin ketidak-patuhan.
• Baik Australia maupun UK, bagaimanapun menyatakan bahwa
pandangan moral itu sejalan dengan jaminan hukum bagi wp untuk
membayar pajak secara fair.
• Montagu (2003), menyatakan:
“Kaitan antara pajak & sarana sosial akan hilang tanpa keduanya
mendasarkan diri pada moral pemajakan, tanpa harus memperingatkannya
terlalu sering.”

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 19
Hartnett, deputi ketua Inland Revenue mengidentifikasi 4 area
pencegahan praktik tax avoidance:
(1) Mengawasi tax avoidance melalui pengenalan general
anti-avoidance rule (GAAR);
(2) Mengenakan sanksi atas praktik tax avoidance;
(3) Mengumumkan suatu daftar dampak praktik tax
avoidance beserta kriterianya; maupun
(4) Mengumumkan suatu peringatan terhadap perusahaan
bila mereka teridentifikasi melakukan praktik tax
avoidance.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 20
Aturan anti tax avoidance di USA mencakup:
(1) Daftar transaksi – skema tax avoidance yang telah
menjadi perhatian IRS & akan selalu diawasi;
(2) Transaksi yang secara substansial setara – transaksi
yang sama secara substansial maupun bentuk dengan
daftar transaksi IRS;
(3) Transaksi yang dilaporkan, yang sama dengan kriteria
tertentu menurut aturan – transaksi ini tidak secara
otomatis disebutkan, tetapi harus terungkap dalam SPT.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 21
Membayar pajak merupakan kewajiban
yg tak dapat dihindari
bagi setiap warga negara

Negara menjamin pendaya-gunaan


pajak yang dipungut dari rakyat
Mengapa untuk kemakmuran
Any Tax Avoidance
Di USA, Inggris, Aturan hukum pajak berlaku tegas,
& Ausi tanpa pandang bulu, & pihak
Dilarang? pengelola sistem perpajakan
memegang konsekuensi tinggi

Penggunaan pajak bebas dari indikasi


korupsi & manipulasi karena
laporan penerimaan & penggunaan pajak
sangat transparan

22
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Menurut Zain (2004) strategi perencanaan pajak dapat ditempuh
melalui beberapa cara, yaitu :
1. Stabilisasi pola penghasilan pajak yang relatif tetap guna menghindari
pengenaan pajak pada struktur tarif tinggi,
2. Percepatan & atau penundaan pengakuan pendapatan & biaya,
3. Penyebaran penghasilan melalui pemecahan bisnis menjadi beberapa
perusahaan,
4. Transformasi bentuk penghasilan menurut ketentuan pengecualian
perundang-undangan pajak,
5. Pemanfaatan maksimal atas fasilitas pemajakan,
6. Pemilihan bentuk usaha yang relevan dengan tipikal operasi usaha,
7. Upaya pembentukan jalur usaha atau value chain business,
8. Optimalisasi pemilihan alternatif antara kedudukan wajib pajak orang
pribadi & wajib pajak badan.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 23
Teknik maupun aktivitas potensial dalam tax saving (Mulford & Comiskey,
2002):
1. Perubahan metode depresiasi (seperti dari garis lurus menjadi
dipercepat),
2. Perubahan umur ekonomis dalam rangka perhitungan depresiasi,
3. Pengalihan piutang ragu-ragu menjadi tak tertagih,
4. Pengakuan status kepemilikan aktiva tetap terdepresiasi jaminan
utang jangka panjang sebagai hak wajib pajak,
5. Pengakuan kerugian yang baru diestimasi menjadi riil,
6. Perubahan estimasi tahapan penyelesaian aktiva tetap terdepresiasi,
7. Perubahan estimasi pengakuan realisasi penghasilan,
8. Penundaan pengakuan penghasilan dari investasi non operasional,
9. Perubahan pengakuan nilai restrukturisasi akrual (seperti kapitalisasi
biaya maintenance aktiva tetap terdepresiasi),
Continued
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 24
10. Manipulasi pengakuan nilai aktiva persediaan dagangan,
11. Manipulasi dalam pengakuan biaya bunga,
12. Pengakuan alokasi biaya tertentu sebagai biaya gaji & upah pegawai (seperti alokasi
penghasilan perusahaan sebagai biaya pensiun pegawai),
13. Alokasi sebagian pendapatan penjualan sebagai biaya riset & pengembangan,
14. Pengakuan amortisasi untuk aktiva tetap tak berwujud,
15. Pembebanan penghasilan sebagai biaya pemeliharaan aktiva operatif yang sebenarnya tidak
riil,
16. Alokasi sebagian komponen PKP sebagai biaya bea siswa, magang & pelatihan,
17. Manipulasi dalam pengakuan biaya sewa, insentif pegawai, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah & biaya administrasi operasi,
18. Mengkapitalisasi resiko sebagai biaya riil (seperti resiko fluktuasi kurs sebagai biaya transaksi),
19. Menunda pengakuan pendapatan dengan dalih uncompletely realized (seperti pendapatan
yang berasal dari selisih kurs & uang muka),
20. Pengakuan kerugian atas penjualan aktiva operatif terdepresiasi,
21. Penundaan pengakuan penghasilan yang berasal dari investasi non operatif.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 25
Principles of Taxation for Business Planning:
Choosing the Optimal Costs of Tax Planning
10 guiding principles of good tax policy (Scholes 2003)
1. Equity & fairness. Similarly situated taxpayers should be taxed similarly. This includes horizontal
equity (taxpayers with equal ability to pay should pay the same amount of taxes) & vertical equity
(taxpayers with a greater ability to pay should pay more taxes).
2. Note: Equity is best measured by considering a range of taxes paid, not by looking just at a single
tax.
3. Certainty. Tax rules should clearly specify when & how a tax is to be paid & how the amount will be
determined. Certainty may be viewed as the level of confidence a person has that a tax is being
calculated correctly.
n Convenience of payment. A tax should be due at a time or in a manner most likely to be convenient
to the taxpayer. Convenience helps ensure compliance. The appropriate payment mechanism
depends on the amount of the liability, & how easy (or difficult) it is to collect. Those applying this
principle should focus on whether to collect the tax from a manufacturer, wholesaler, retailer or
customer.
4. Economy of calculation. The costs to collect a tax should be kept to a minimum for both the
government & the taxpayer.
5. Simplicity. Taxpayers should be able to understand the rules & comply with them correctly & in a cost-
efficient manner. A simple tax system better enables taxpayers to understand the tax consequences
of their actual & planned transactions, reduces errors & increases respect for that system.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 26
6. Neutrality. The tax law’s effect on a taxpayer’s decision whether or how to
carry out a particular transaction should be kept to a minimum. A tax
system’s primary purpose is to raise revenue, not change behavior.
7. Economic growth & efficiency. A tax system should not impede productivity
but should be aligned with the taxing jurisdiction’s economic goals. The
system should not favor one industry or type of investment at the expense of
others.
8. Transparency & visibility. Taxpayers should know that a tax exists, and how
& when it is imposed on them & others. Taxpayers should be able to easily
determine the true cost of transactions & when a tax is being assessed or
paid, & on whom.
9. Minimum tax gap. A tax should be structured to minimize noncompliance.
The tax gap is the amount of tax owed less the amount collected. To gain an
acceptable level of compliance, rules are needed. However, a balance must
be struck between the desired level of compliance & the tax system’s costs
of enforcement & level of intrusiveness.
10. Appropriate government revenues. A tax system should enable the
government to determine how much tax revenue it likely will collect &
when—that is, the system should have some level of predictability &
reliability.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 27
Tax
Loopholes

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

28
Pemilik
Skema
Konpensasi
Manajemen Economic
Model Profit
Penilaian

Tax
Rule
Potential
Investor

Credit Management
Variables
Rating Choice Among
Affecting
Models Management
Alternatives & Accounting
Applications of Statements
Conpensation
GAAP Given Economic
Creditor Profit & Tax Rules

GAAP
Regulatory
Actions

Information
Government &
Signals
Regulatory
Bodies
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 29
Fungsi perencanaan pajak à estimasi & strategi menekan jumlah pajak.
Srinivas (1987), perencanaan pajak:
“ .....is a discipline & a technique for solving corporate problems in a methodical way from long-run
point of view....”
Ditempuh melalui à cash flows & penerapan konsep time value of money at the least & latest.
Perencanaan pajak à bagian integral manajemen à tidak boleh menyimpang à tax evasion yang
melanggar hukum.
Spitz (1983), tax planning:
“…the process of taking consideration all relevant tax factors, in the light of material non tax factors,
for the purpose of determining: whether, & if so: when: how & with whom, to enter into & conduct
transactions, operations & relationships with the object of keeping the tax burden falling on taxable
events & persons as low as possible while attaining the desired business, personal & other
objectives.”
Zain (2003), perencanaan pajak:
“proses mengorganisasi usaha wp atau kelompok wp sedemikian rupa sehingga utang pajaknya,
baik PPh maupun pajak-pajak lainnya berada dalam. posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara
komersial.”
Definisi perencanaan spesifik pada upaya wp dalam efisiensi beban usaha à proses yang
mendeteksi cacat teoritis ketentuan perundang-undangan.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 30
Pasal 4 (1) UU No. 36/ 2008 tentang PPh, penghasilan:
“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wp, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wp yang bersangkutan, dengan nama &
dalam bentuk apapun”
Standar Akuntansi Keuangan, penghasilan:
“Kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam
bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanaman modal.”
Perbedaan definitif à mengakibatkan perlakuan berbeda dalam
perhitungan PPh à rekonsiliasi laporan keuangan terhadap
ketentuan pajak guna menghitung PKP.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 31
Pasal 1 UU No. 28 / 2007 tentang KUP:
“ Pembukuan merupakan proses pencatatan untuk
mengumpulkan informasi mengenai pajak yang terutang
maupun tidak & ditutup dengan penyusunan Laporan
Keuangan pada setiap akhir tahun pajak “.
Tujuan pembukuan: agar wp dapat menghitung pajak terutang
à Untuk PPN: pembukuan mencakup mekanisme
pengkreditan pajak (pajak masukan & pajak keluaran)
terhadap transaksi.
Kewajiban penyelenggaraan pembukuan, wajib: WP orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas kecuali menggunakan NPPN, & WP Badan.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 32
Skema Perhitungan PPh WP Orang Pribadi & Badan

Jumlah seluruh penghasilan xx.xxx


Penghasilan yang bukan objek pajak (xx.xx)

Penghasilan bruto xx.xxx


Biaya fiskal (xx.xx)
Penyesuaian biaya fiskal xx.xxx
Penghasilan neto xx.xxx
Konpensasi kerugian (bila ada) (xx.xx)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (untuk wp orang pribadi) (xx.xx)
Penghasilan kena pajak xx.xxx
Tarif Pajak ..........%
PPh xx.xxx
Kredit pajak (xx.xx)
PPh Lebih/Kurang/Nihil xx.xxx
33
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Transfer Pricing
Documentation

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 34
35
36
37
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Tidak termasuk dalam objek PPh menurut pasal 4


ayat (3) huruf I UU No. 36 / 2008:
“bagian laba yangg diterima atau diperoleh anggota
dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma & kongsi”

65
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Sehingga perbedaan pengakuan penghasilan & biaya, antara SAK dengan ketentuan
perpajakan:
• Beda waktu, dimana saat pengakuan penghasilan & biaya menurut SAK berbeda
dengan pajak, dalam rangka perhitungan pajak terutang untuk periode tertentu.
Sehingga mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan & biaya ke periode
lain, walaupun demikian, menurut teori akuntansi tetap merugikan karena konsep
nilai waktu uang (walau pada akhirnya sama),
• Contoh : piutang dagang, efek, sediaan, utang dalam valas, aset tetap, selisih kurs,
kontinjensi, pencadangan, biaya penelitian & pengembangan, hak penambangan &
pengusahaan hutan.
• Beda tetap, dimana penghasilan & biaya yang diakui dalam pelaporan akuntansi
keuangan, tetapi dalam konteks perpajakan tidak digunakan dalam perhitungan
pajak terutang, sehingga hal ini bersifat permanen dalam perhitungan PKP.
• Arbitrasi & negosiasi,
• Contoh beda tetap adalah kenikmatan natura, entertainment, sumbangan, rugi
penarikan harta karena pemakaian, pendapatan bunga, hibah & warisan, bunga &
deviden.

66
Strategi Perencanaan Pajak
Praktis
By Firdaus Asikin (PwC)
© 2004 PricewaterhouseCoopers. All rights reserved. PricewaterhouseCoopers refers to the
network of member firms of PricewaterhouseCoopers International Limited, each of which is
a separate & independent legal entity. *connectedthinking is a trademark of
PricewaterhouseCoopers.

67
Strategi Perencanaan Pajak Praktis

• Strategi perencanaan pajak praktis yang akan dikemukakan disini adalah


dari sudut wp.
Pajak merupakan salah satu aspek biaya bagi suatu usaha atau kontribusi
wp kepada negara yang dipaksakan melalui UU.
• Pembahasan berikut lebih difokuskan pada masalah pajak bagi wp badan
dalam negeri, yang meliputi:
- KUP UU No. 28/2007 beserta aturan pelaksanaannya.
- PPh UU No. 36/2008 beserta aturan pelaksanaannya.
- PPN & PPn BM UU No. 42/2009 beserta aturan pelaksanaannya.

68
Modal Dasar Strategi

• Pengetahuan tentang apa saja yang menjadi kewajiban &


resiko terkait.
• Pengetahuan tentang apa saja yang menjadi hak
/kesempatan
• Memanfaatkan hak/kesempatan.

Tidak membayar pajak lebih dari seharusnya & tidak


menimbulkan resiko perpajakan yang serius.

69
Siklus Dana
Modal dr. pemegang
saham/dr. bank/lender
Biaya produksi &
operasi

Penjualan

Laba/Rugi

Pemberi Negara Investasi/


Pemegang
Pinjaman (DJP) Operasi
saham

Tugas Manajemen

Meeting/exceeds expectation

70
Kewajiban Perpajakan WP Badan / Usaha

v Melakukan pembukuan sesuai ketentuan.


v Menyimpan pembukuan/catatan/dokumen minimal selama 10 tahun
v Menyampaikan pembukuan/catatan/dokumen kepada fiskus bila diminta
(verifikasi).
v Menghitung & melaporkan pajak terhutang serta membayarnya tepat waktu.
v Perhitungan kembali jumlah laba/rugi fiskal yang dapat mengakibatkan kurang
bayar pajak, ditambah denda pajak.
v Apabila tidak membayar kekurangan pajak à harta perusahaan dapat disita &
pengurus bertanggung jawab renteng, termasuk harta pribadi pengurus.
v Pengurus dapat Disandera
v Resiko: Perhitungan pajak ditetapkan secara jabatan (laba kena pajak ditetapkan
fiskus)

71
Proses Perhitungan Pajak & Pelaporannya

Transaksi

Pembukuan sesuai standar akuntansi

(A)

Laporan keuangan akuntansi

Penyesuaian
Fiskal/Pajak

Laporan
Fiskal
72
Pengetahuan Perpajakan
Perhitungan
Akuntansi Fiskal
• Penghasilan/pendapatan. • Final non final.
• waktu pengakuan.
• Bukan obyek pajak.
• Biaya.
• kewajiban PPN keluaran
- Bisa/tidak bisa
dikurangkan.
- Perbedaan waktu.
- Perbedaan tetap.
- Kewajiban pemotongan.
- Kewajiban PPN.

73
Pengetahuan Perpajakan
Pengelolaan Pemeriksa Pajak/Tax audit

Fiskus Wajib Pajak


Berusaha untuk menemukan Menghindari penyesuaian fiskal.
penyesuaian fiskal.
Meminimize tambahan hutang
Menambah hutang pajak/mengurangi pajak/tidak ada pengurangan rugi fiskal.
rugi fiskal.
Cukup mengetahui peraturan pajak.

Merasa paling menguasai peraturan Tidak dapat memaksa kesimpulan.


pajak dibanding wp.
Tambahan hutang pajak seminimal
Dapat memaksakan kesimpulan. mungkin.
Jumlah tambahan hutang pajak
maksimal.

74
Pengetahuan Perpajakan

Hindari Surprise
Setelah pemeriksaan

o Melakukan penagihan o Menunda / mengangsur


hutang pajak hutang pajak
o Akan melakukan hal o Mengajukan keberatan
sama diproses audit o Mengajukan banding
berikutnya
Belajar dari pengalaman &
melakukan perbaikan

75
Hak / kesempatan wajib pajak
• Pembukuan
Dapat menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika
- Resiko laba/rugi selisih kurs dari monetary assets / liabilities hutang / piutang
• Pajak penghasilan
ØRencana merger
- Memanfaatkan rugi fiskal perusahaan afiliasi
- Pengalihan aktiva dengan nilai buku
- Menentukan “surviving company”
ØPengalihan saham
- Pembagian dividend bebas pajak sebelum pengalihan
- Penentuan nilai wajar saham
- Memanfaatkan tax treaty

76
Hak / kesempatan wajib pajak
ØInvestasi di luar negeri
- Menentukan lokasi berdasarkan manfaat tax treaty
ØPenghapusan piutang yang bisa dibiayakan / penghapusan hutang
ØAlokasi biaya bagi usaha yang terhutang pajak final / bukan obyek
pajak
ØAlokasi biaya antar perusahaan afiliasi
ØMenentukan komposisi jenis kompensasi pegawai – natura atau kas
ØPermohonan pengurangan cicilan pembayaran PPh bulanan
ØPengelolaan biaya perjalanan / biaya entertainment
ØPengelolaan bukti potong dari pelanggan
ØInsentive pajak untuk daerah terpencil

77
Hak / kesempatan wajib pajak

Insentif pajak untuk EPTE/KAPET


Pemanfaat sisa rugi fiskal yang akan berakhir melalui
perjanjian sales & lease back atau revaluasi aset tetap
Konversi hutang ke saham dalam rangka likuidasi
Penerbitan saham baru kepada investor baru.

78
Hak / kesempatan wajib pajak

• Pajak pertambahan nilai (PPN)


- Menunda pembayaran PPN keluaran melalui penerbitan faktur pajak
- Memanfaatkan fasilitas bebas PPN atas impor / perolehan barang
modal
- Pengelolaan faktur pajak masukan
- Pengelolaan restitusi PPN
- Sentralisasi / disentralisasi PPN
- Penentuan besarnya dasar pengenaan pajak
- Pengelolaan PPN “Turn Key Project”
• Pemotongan/pemungutan
- Cross border transaction dengan memanfaatkan tax treaty
- Besarnya dasar (jumlah) untuk pemotongan pajak
79
Hak / kesempatan wajib pajak

• Infrastruktur yang memadai


- Sumber daya manusia
ü Knowledge à accounting & tax
ü Interpersonal skills / networking
ü Pro-active
- Sarana pembukuan & pelaporan
ü Sistem & pengembangannya
ü Filing system

80
International Issues
of Tax Strategy

81
Where does the management
accountant fit into the global
business environment?

Business looks to the


management accountant for
international financial &
business expertise.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 82
Management Accounting in the International
Environment

Skills needed by management


accountants

ü Politics.
ü Economics.
ü Marketing.
ü Management.
ü Information Systems.
Technology.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 83
Multinational Importing &
Corporation (MNC) Exporting

A multinational
corporation (MNC) is ¨ Importing is the process of
one that “does business bringing product in from a
in more than one foreign country.
country in such a ¨ Exporting is the process of
volume that its well- shipping product to a foreign
being & growth rest in country.
more than one country.”

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 84
Example of the
Advantages of
Operating a Plant
Foreign Trade in a Foreign Trade
Zones Zone

•Foreign trade zones are


areas near a customs port of R, Inc. operates a
entry that are physically on petrochemical plant in a
U.S. soil but considered to foreign trade zone. W, Inc.
be outside U.S. commerce. operates an identical plant
just outside the foreign
trade zone. Both plants
purchase Rp400.000,- of
crude oil from Venezuela.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 85
Example
R W
Duty paid at purchase Rp 0 Rp24.000
Carrying costs of duty 0 1,920
Duty paid at sale 16.800 0
Wilycoyote pays duty at
Roadrunner pays the point of purchase (6%
duty at point of sale of $400,000).
because it is in a
foreign trade zone.
Total duty-related
carrying costs (0.12
x 8/12 x Rp24.000)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 86
Example

R W
Duty paid at purchase Rp 0 Rp24.000
Carrying costs of duty 0 1.920
Duty paid at sale 16.800 0
Total duty & duty-
related costs Rp16.800 Rp25.920

Clearly the
advantage approach

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 87
If the laws of the country permit, an multinational
corporation can simply set up a wholly owned subsidiary
or branch office in the country.

A company may choose to purchase an existing foreign


company, making the purchased company a wholly owned
subsidiary.

Outsourcing is the payment by a


company for a business function Outsourcing of technical and
formerly done in-house, such as professional jobs is
payment for legal needs to outside becoming an important issue
firms. for cost-conscious U.S.
firms.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 88
A joint venture is a type of partnership in which
investors co-own the enterprise. A special case of
joint venture cooperation is the maquiladora—a
manufacturing plant located in Mexico which
processes imported materials & reexports them to
the United States.

Foreign Currency Exchange

Kinds of risks: § Currency risk management


§ Transaction risk
§ Economic risk
§ Translation (accounting ) risk

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 89
A Transaction Risk Example

S, Inc., a INA firm, sells its line of whirlpool tubs to B, a


French distributor. On January 15, B orders 100 tubs at
Rp1.000 per tub to be paid with French francs on March 15.
The exchange rate on on January 15 is seven francs per
rupiah or 700.000 francs. Suppose that on March 15 the
exchange rate is 7.1 francs per rupiah. A Rp1.408 loss is
experienced by S, Inc.
Receivable in rupiahs on Jan. 15 Rp100.000
Received in rupiahs on March 15
(700.000/7.1) 98.592
Exchange loss Rp 1.408

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 90
A Transaction Risk Example

If the franc had strengthened against the rupiah to a rate of


6.9 francs per rupiah, a Rp1.449 gain would occur:

Receivable in rupiahs on Jan. 15 Rp100.000


Received in rupiahs on March 15
(700.000/6.9) 101.449
Exchange gain Rp 1.449

91
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
One way of insuring
against gains & losses
on foreign currency
exchanges is hedging.

92
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Managing Economic Risk

Economic risk is the impact of exchange rate


fluctuations on the present value of a firm’s future
cash flows.

Example

A U.S. consumer can choose to purchase heavy


equipment from either C (INA) or K (Japan). A piece of
equipment is Rp80.000 from either maker. At an exchange
rate of Rp1 equals 130 yens, the price is set. Assume the
rupiah strengthens so the exchange rate becomes Rp1
equals 140 yens. This lowers K’s price to Rp74.286.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 93
94

Managing Translation Risk

Example

M, Inc., has a foreign division, FD, which has been


experiencing eroding sales. M directs FD managers to
increase marketing expenditures over the following four
quarters:
Quarter Expenditures in Local Currency
1 LC10,000
2 LC11,000 A 10%
3 LC12,100 increase
4 LC13,310 each
quarter
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Managing Translation Risk

Example
Suppose that the rupiah has strengthened against the
local currency & the quarterly exchange rates of Rp1
for units of local currency are 1.00, 1.2, 1.35, & 1.50,
respectively.
Quarter Expenditures in Local Currency

1 Rp10.000
2 9.167 It looks like FD has
3 8.963 decreased
4 8.873 expenditures.

95
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Advantages of Decentralization
in the MNC
q The quality of information is better at the local level.
q Local managers in the MNC are capable of a more
timely response in decision making.
q Social, legal, & language barriers are minimized.
q Valuable training grounds for foreign subsidiary
managers.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 96
Measuring Performance in the Multinational Firm

It is particularly difficult to compare the


performance of a manager of a division in
one country with the performance of a
manager of a division in another country.

97
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Measuring Performance in the Multinational Firm

An example of misleading results:


Assets Revenues Net Income Margin Turnover ROI
Brazil Rp10 Rp 6 Rp 3 0.50 0.60 0.30
Canada 18 13 10 0.77 0.72 0.55
Spain 1510 6 0.60 0.67 0.40

Analysis: On the basis of ROI, it appears that the manager of the Canadian
subsidiary did the best job, while the manager of the Brazilian subsidiary
did the worst job. However, the inflation rate in Brazil was 100% for the
year. After adjusting the asset base for inflation, the ROI would be 60% for
the Brazilian manager.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 98
Environmental Factors Affecting Performance
Evaluation in the MNC

•Economic Factors:
• Organization of central banking system
• Economic stability
• Existence of capital markets
• Currency restrictions

Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 99
Environmental Factors Affecting Performance
Evaluation in the MNC
•Political & Legal Factors:
• Quality, efficiency, & effectiveness of legal
structure
• Effect of defense policy
• Impact of foreign policy
• Level of political unrest
• Degree of governmental control of business

Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 100
Environmental Factors Affecting Performance Evaluation
in the MNC

•Educational Factors:
• Literacy rate
• Extent & degree of formal education &
training systems
• Extent & degree of technical training
• Extent & quality of management
development programs

Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 101
Environmental Factors Affecting Performance
Evaluation in the MNC
•Sociological Factors:
• Social attitude toward industry & business
• Cultural attitude toward authority & persons in
subordinate positions
• Cultural attitude toward productivity &
achievement (work ethic)
• Social attitude toward material gain
• Cultural & racial diversity

Adapted from Wagdy M. Abdallah, “Change the Environment or Change the System,” Management Accounting
(October 1986): pp. 33-36.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 102
Accounting for Income Taxes
of Consolidated Entities

An affiliated group exists when a common


parent corporation owns at least 80% of the
voting power of all classes of stock and 80%
or more of the total value of all outstanding
stock of each of the includable corporations.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 103
Accounting for Income Taxes
of Consolidated Entities

A consolidated entity that is an


affiliated group may elect to file
consolidated income tax returns.

All other consolidated entities must


file separate income tax returns for
each affiliated company.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 104
Advantages of Filing
Consolidated Returns

Losses are offset against income


1
between members.

Intercorporate dividends are


2 excluded from taxable income.

Intercompany profits are deferred


3 from income until realized.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 105
Disadvantages of Filing
Consolidated Returns

1 Decrease in flexibility.

Commitment to consolidated
2 returns year after year.

Deconsolidated corporations
3 cannot rejoin the group for 5 years.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 106
Cost Management:
Strategic Versus Conventional Approaches
Constantine Konstans
Professor of Accounting & Information Management
University of Texas at Dallas

These materials are drawn heavily from


Shank & Govindarajan
Strategic Cost Management

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 107
The Management Accounting versus the
Strategic Cost Paradigm

Management Accounting Strategic Cost Management


What is the most •In terms of products, •In terms of the various stages of the overall
useful way to customers, & functions value chain of which the firm is a part
analyze costs? •Strongly internal focus •Strongly external focus
•Value added is a key •Value-added considered a dangerously
concept narrow concept
What is the Three objectives all apply Although the three objectives are always
objective of without regard to the present, the design of cost management
cost analysis? strategic context: score systems changes dramatically depending on
the basic strategic positioning of the firm, i.e.,
keeping, attention directing, & a cost leadership or product
problem solving.
differentiation strategy.

How should we Cost is primarily a function Cost is a function of strategic choice about the
try to understand of output volume: variable structure of how to compete &
cost behavior? cost, fixed cost, step cost, managerial skill in executing the strategic
mixed cost choices: in terms of structural cost drivers &
executional cost drivers
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 108
Contrasting Cost Management Paradigms:
Conventional Cost Management vs Strategic Cost Management

Conventional Cost Management Strategic Cost Management


Standard cost system with normal No allowance for scrap, waste, rework;
allowance for scrap, waste, rework; zero zero defect is the concept
defect standard is not practical.

Overhead variance analysis; maximize Overhead absorption is not the key;


production volume (not quality) to absorb standard costs & variance analysis are
overhead. deemphasized, in general
Variance analysis on raw material price; No control on raw material price; certify
procedure from multiple suppliers to avoid vendors who can deliver right quantity,
unfavorable price variance; low price/low- right quality, and on time
quality raw materials

No emphasis on nonfinancial performance


Heavy use of nonfinancial measures(part-
measure per-million defects, percentage yields,
scrap, unscheduled machine down-times,
first-pass yields, number of employee
suggestions)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 109
Contrasting Cost Management Paradigms:
Traditional Cost Management vs Strategic Cost Management
Conventional Cost Management Strategic Cost Management
No tracking of customer acceptance Systematic tracking of customer acceptance
(customer complaints, order lead time, on-
time delivery, incidence of failures in
customers’ locations)
No cost of quality analysis Quality costing as a diagnostic & management
control tool
CONTROL PHILOSOPHY
The goal is to be in the top tier of the The goal is kaizen
reference group

The annual target is to meet the Industry norms set the floor
standards The annual target is to beat last year’s
Standards are to be met, not performance
exceeded Each achievement level sets a new floor for
A regularly exceeded standard is not future achievement
tough enough

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 110
SCM’s Three Underlying Themes
• Value Chain Analysis
• Cost Driver Analysis
• Strategic Positioning Analysis

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 111
Value Chain Analysis
(concerned with the focus of Cost Management efforts)

• Strategic View – a linked set of value-creating activities


from basic raw material sources to the final consumer.
External focus identifies places in activity chain to
enhance customer value or reduce costs in order to
achieve sustainable competitive advantage.

• Conventional View – a linked set of value-creating


activities taking place within the boundaries of an
organization. Objective is to maximize value added, i.e.,
the difference between sales & purchases.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 112
Value Chain in the Paper Products Industry

Silvaculture & Timber Farming


Competitor B

Logging & Chipping


Competitor C

Pulp Manufacturing
Competitor D

Paper Manufacturing

Competitor G
Competitor A

Converting Operations

Competitor E
Competitor F
Distribution

End-Use Customer 113


A Summary of Value Chain Versus Conventional
Management Accounting
Conventional Value Chain Analysis
Management Accounting in the SCM Framework
Focus Internal Value added External
Perspective Entire set of linked activities from raw material
suppliers to ultimate end-used customers

Cost driver A single fundamental Multiple cost drivers


concept cost driver pervades the Structural drivers(e.g., scale, scope,
literature—cost is a experience, technology, complexity)
function of volume Executional drivers(e.g., participative
Applied too often only at management, total quality management)
the overall firm level Each value activity has a set of unique cost
drivers

Cost Cost reduction Cost containment is a function of the cost


approached via driver(s) regulating each value activity
containmen responsibility centers
t philosophy or product cost issues Exploit linkages with suppliers
Exploit linkages with customers
Exploit linkages within the firm

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 114
A Summary of Value Chain Versus Conventional
Management Accounting
Conventional Value Chain Analysis
Management in the SCM Framework
Accounting
Insights None are readily Identify cost drivers at the individual
for apparent. activity
strategic This is a major reason level; develop cost/differentiation
advantage either by controlling those
decisions why strategy consulting drivers better than competitors or by
firms typically throw reconfiguring the value chain
away conventional
reports as they begin
their cost analysis For each value activity, ask strategic
questions pertaining to make versus buy
& forward versus backward integration

Quantify & assess supplier power &


buyer
power; exploit linkages with suppliers &
buyers

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 115
Strategic Positioning Analysis
(concerned with role of Cost Management in the firm)

• Firms choose to compete either through cost


leadership or product differentiation
• Strategy chosen influences cost management
perspective

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 116
Differences in Cost Management Caused by Differences in Strategy

Primary Strategic Emphasis


Product Differentiation Cost Leadership
Role of engineered product costs Not very important Very important
in assessing performance

Importance of such concepts as Moderate to low High to very high


flexible budgeting for
manufacturing cost control

Perceived importance of meeting Moderate to low High to very high


budgets

Importance of marketing cost Critical to success Often not done on a


analysis formal basis

Importance of product cost as an low high


input to pricing decisions

Importance of competitor cost low high


analysis
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 117
Cost Driver Analysis
(concerned with analyzing cost behavior in a manner supportive to strategic choices)

• Understanding cost behavior requires identifying


the cost drivers present in any given situation
• Understanding cost behavior depends on
understanding the complex interplay among the
relevant cost drivers in any given situation

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 118
Conventional Approach to Cost Driver Analysis

Level and Behavior of Costs

Total Cost

Output Volume
119
Cost Driver Categories

• Structural -- related to strategic choices that


drive costs
• Executional – related to an organization’s ability
to execute successfully

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 120
Structural Cost Drivers
(Related to organizational choices)

• Scale: Investment size in manufacturing, R&D, &


marketing
• Scope: Degree of vertical integration
• Experience: Previous repetitions of current work
• Technology: Process technologies used at each
step in value chain
• Complexity: Broadness of product line

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 121
Executional Cost Drivers
(Related to organizational skills)

• Work Force Involvement: participation; empowerment;


commitment to continuous improvement
• Capacity Utilization: given scale choices on plant
construction
• Plant Layout Efficiency: compared to current norms
• Product Configuration: design or formulation effectiveness
• Exploiting Linkages with Suppliers/Customers: in relation to
the value chain

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 122
Cost Driver Analysis – Some Key Ideas

• Volume is usually not the best way to explain cost


behavior
• More useful to explain cost position in terms of
structural choices & executional skills
• Not all strategic cost drivers operable or equally
important all the time but some are probably very
important in every instance

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 123
Linkages Among Value Chain Analysis, Strategic
Positioning Analysis & Cost Driver Analysis

• Understanding the value chain helps define


the optimal positioning strategy
• Understanding the value chain & positioning
strategy helps identify the relevant cost drivers

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 124
Value Chain

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 125
The Value Chain (1 of 2)

• A sequence of activities that should contribute


more to the ultimate value of the product than to its
cost
• All products flow through the value chain:
• Begins with research, development, and engineering
• Moves through manufacturing
• Continues on to customers
• Customers may require service and will either
• consume the product
• dispose of it after it has served its intended purpose

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 126
The Value Chain (2 of 2)
• The value chain may be divided into cycles, which
correspond to different cost control approaches

Research, Target Costing &


Development & Value Engineering
Engineering
Cycle Total-Life-Cycle
Costing
Manufacturing
Cycle Kaizen Costing Environmental
Costing
Post-Sale
Service and Benchmarking
Disposal Cycle

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 127
Post-sale Service & Disposal Cycle

• This cycle overlaps the manufacturing cycle


• The service cycle begins once the first unit of a
product is in the hands of the customer
• Disposal occurs at the end of a product’s life and
lasts until the customer retires the final unit of a
product
• The costs for service and disposal are committed
in the RD&E stage

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 128
The Disposal Cycle
• Disposal occurs at the end of a product’s life and lasts
until the customer retires the final unit of a product
• Disposal costs often include those associated with
eliminating any harmful effects associated with the
end of a product’s useful life
• Products whose disposal could involve harmful effects
to the environment, such as nuclear waste or toxic
chemicals, often incur very high costs

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 129
Supply Chain Management

• Develops cooperative, mutually beneficial, long-term


relationships between buyers and suppliers
• As trust develops between buyer and supplier, decisions
about how to resolve cost reduction problems can be
made with shared information about each other’s
operations
ØThe buyer may expend resources to train the
supplier’s employees in some aspect of the business
ØA supplier may assign one of its employees to work
with the buyer to understand a new product

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 130
Benchmarking
• A way for organizations to gather information regarding
the best practices of others
• Often highly cost effective, by:
ØAvoiding the mistakes that other companies have
made
ØNot reinventing a process or method that others have
already developed and tested
• Selecting appropriate benchmarking partners is a critical
aspect of the process
• The process typically consists of five stages

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 131
Stage 1
• Internal study and preliminary competitive analyses
ØThe organization decides which key areas to
benchmark for study
ØThen the company determines how it currently
performs on these dimensions by initiating
üPreliminary internal competitive analysis
üPreliminary external competitive analyses
ØBoth types of analyses will determine the scope and
significance of the study for each area
• These analyses are not limited to companies in a single
industry

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 132
Stage 2 (1 of 2)
• Developing long-term commitment to the benchmarking
project and coalescing the benchmarking team
ØBecause significant organizational change can take
several years, the level of commitment to benchmarking
has to be long term rather than short term
ØLong-term commitment requires
ü Obtaining the support of senior management to give the
benchmarking team the authority to spearhead the changes
ü Developing a clear set of objectives to guide the benchmarking
effort
ü Empowering employees to make change

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 133
Stage 2 (2 of 2)

• The benchmarking team should include individuals


from all functional areas in the organization
• An experienced coordinator is usually necessary to
organize the team and develop training in
benchmarking methods
• Lack of training often will lead to the failure of the
implementation

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 134
Stage 3 (1 of 3)

• Identifying benchmarking partners—willing participants


who know the process
• Some critical factors are as follows:
ØSize of the partners
üWill depend on the specific activity or method
being benchmarked
üFor example, if an organization wants to
understand how a huge organization with several
divisions coordinates its suppliers, then it would
probably seek an organization of similar size
üSize is not always an important factor

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 135
Stage 3 (2 of 3)

ØNumber of partners
• Useful for an organization to consider a wide array
of benchmarking partners
• Must be aware that as the number of partners
increases, so do issues of coordination, timeliness,
and concern over proprietary information
disclosure
• Researchers argue that today’s changing business
environment is likely to encourage firms to have a
larger number of participants
üIncreased competition and technological
progress in information processing increases
benchmarking benefits relative to costs

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 136
Stage 4
ØInformation gathering and sharing methods
ØTwo related dimensions emerge from the literature:
• Type of information that benchmarking organizations collect
üThere are three broad classes of information on which
firms interested in benchmarking can focus: product,
functional (process), and strategic benchmarking
• Methods of information collection
üThere are two major methods of information collection for
benchmarking, unilateral and cooperative

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 137
Stage 5

ØTaking action to meet or exceed the benchmark


• The organization takes action and begins to change
• After implementing the change, the organization
makes comparisons to the specific performance
measures selected
• The decision may be to perform better than the
benchmark to be more competitive
• The implementation stage is perhaps the most difficult
stage of the benchmarking process, as the buy-in of
members is critical for success

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 138
Performance Evaluation In The
Decentralized Firm

139
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Responsibility accounting is a system that
measures the results of each responsibility center
according to the information managers need to
operate their centers.

Types of Responsibility Centers


Cost center: A responsibility center in which a
manager is responsible only for costs.
Revenue center: A responsibility center in which
a manager is responsible only for sales.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 140
Types of Responsibility Centers

Profit center: A responsibility center in


which a manager is responsible for both
revenues & costs.
Investment center: A responsibility center
in which a manager is responsible for
revenues, costs, & investments.

141
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
ACCOUNTING INFORMATION USED TO MEASURE
PERFORMANCE
Capital
Cost Sales Investment Other

Cost center x
Revenue center
Direct cost only x
Profit center x x
Investment center x x x x

142
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Reasons for Decentralization

1. Ease of gathering & using local information


2. Focusing of central management
3. Training & motivating segment managers
4. Enhanced competition, exposing segments to
market forces

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 143
Return on Investment

Operating income
ROI = Average operating assets

Beginning net book value + Ending net book value

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 144
Comparison of ROI
Electronics Medical Supplies
Divisions Divisions
2005:
Sales Rp30.000.000 Rp117.000.000
Operating income 1.800.000 3.510.000
Average operating assets 10.000.000 19.500.000
ROI 18 % 18%

Rp1.800.000
Rp10.000.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 145
Comparison of ROI
Electronics Medical Supplies
Divisions Divisions
2006:
Sales Rp40.000.000 Rp117.000.000
Operating income 2.000.000 2.925.000
Average operating assets 10.000.000 19.500.000
ROI 20 % 15 %

Rp2.000.000
Rp10.000.000
146
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Margin & Turnover

ROI = Margin x Turnover

Operating Income
Sales
Sales
Average operating assets

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 147
MARGIN & TURNOVER COMPARISONS
Electronics Medical Supplies
Division Division
2013 2014 2013 2014

Margin 6.0% 5.0% 3.0% 2.5%


Turnover x 3.0 x 4.0 x 6.0 x 6.0
ROI 18.0% 20.0% 18.0% 15.0%

148
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Advantages of ROI
1. It encourages managers to focus on the relationship among
sales, expenses, & investments.
2. It encourages managers to focus on cost efficiency.
3. It encourages managers to focus on operating asset efficiency.

Disadvantages of ROI

1) It can produce a narrow focus on divisional


profitability at the expense of profitability for the
overall firm.
2) It encourages managers to focus on the short run at
the expense of the long run.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 149
• Economic value added (EVA) is after-tax
operating profit minus the total annual cost
of capital.

EVA = After-tax operating income – (Weighted


average cost of capital x Total capital
employed)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 150
Cost of Capital
There are two steps involved in computing cost of capital:
1. Determine the weighted average cost of capital (a
percentage figure)
2. Determine the total dollar amount of capital
employed

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 151
Weighted Average Cost of Capital

Suppose that a company has two sources of financing:


Rp2 million of long-term bonds paying 9 % interest & Rp6
million of common stock, which is considered to be of
average risk. If the company’s tax rate is 40 percent & the
rate of interest on long-term government bonds is 6
percent, the company’s weighted average cost of capital is
computed as follows:

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 152
Weighted Average Cost of Capital
Amount Percent x After-Tax Cost = Weighted Cost

Bonds Rp2.000.0000.25 0.009(1 –0.4) = .054 0.0135


Equity 6.000.000 0.75 0.06 + 0.06 = .120 0.0900
TotalRp8.000.000 0.1035
Thus, the company’s
weighted average is
10.35 percent.

153
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
EVA Example
Suppose that M, Inc., had after-tax operating income last
year of Rp900.000. Three sources of financing were used
by the company: Rp2 million of mortgage bonds paying 8
percent interest, Rp 3 million of unsecured bonds paying 10
percent interest, & Rp10 million in common stock, which
was considered to be no more or less risky than other
stocks. M, Inc. pays a marginal tax rate of 40 percent.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 154
Weighted Average Cost of Capital
Weighted
Amount Percent x After-Tax Cost = Cost
Mortgage
bonds Rp 2.000.000 0.133 0.048 0.006
Unsecured
bonds 3.000.000 0.200 0.060 0.012
Common
stock 10.000.000 0.667 0.120 0.080
Total Rp15.000.000
Weighted average cost of capital 0.098

155
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
EVA Example

Mahalo’s EVA is calculated as follows:


•After tax operating income Rp 900.000
•Less: Cost of capital 784.000
•EVA Rp 116.000

Behavioral Aspects of EVA


A number of companies have discovered that EVA helps to encourage the right
kind of behavior from their divisions in a way that emphasis on operating
income alone cannot. The underlying reason is EVA’s reliance on the true cost
of capital.
In many companies, the responsibility for investment decisions rests with
corporate management. As a result, the cost of capital is considered a
corporate expense. If a division builds inventories & investment, the cost of
financing that investment is passed along to the overall income statement &
does not show up as a reduction from the division’s operating income.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 156
Incentive Pay for Managers
Why would managers not provide good service? There are three
reasons:
1.They may have low ability
2.They may prefer not to work as hard as needed
3.They may prefer to spend company resources on perquisites

Perquisites are a type of fringe benefit given to


managers over & above a salary
§ A nice office
§ Use of a company car or jet
§ Expense accounts
§ Paid country club memberships

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 157
endangkiswara@lecturer.undip.ac.
id

Pajak Penghasilan Umum

158
Asas materiil
(memuat norma yang menerangkan
keadaan, perbuatan & peristiwa hukum
yang dikenai pajak), sehingga
PPh tidak tergantung
surat ketetapan pajak (SKP)

UU PPh No. 36 / 2008

Asas formil
(memuat norma / ketentuan
mengenai pelaksanaan
hukum pajak materiil)

159
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Arah & tujuan penyempurnaan UU PPh adalah untuk:


1) lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak;
2) lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak;
3) lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan;
4) lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, & transparansi; &
5) lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing
dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing
maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan
daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.
Salah satu pokok perubahan UU Pajak Penghasilan adalah dalam rangka
meningkatkan daya saing dengan negera-negara lain dengan cara mengedepankan
prinsip keadilan & netralitas dalam penetapan tarif, dan memberikan dorongan bagi
berkembangnya usaha-usaha kecil, struktur tarif pajak yang berlaku juga diubah &
disederhanakan yang meliputi penurunan tarif secara bertahap, terencana, pembedaan
tarif, serta penyederhanaan lapisan untuk memberikan beban pajak yang lebih
proporsional bagi tiap-tiap golongan Wajib Pajak tersebut.
160
Imbalan sehubungan Hadiah undian,
dengan pekerjaan / jasa (gaji, upah, penghargaan &
honorarium, komisi, bonus, perlombaan
gratifikasi & pensiunan)
Laba bruto usaha

Laba penjualan/
pengalihan harta

Obyek pajak: penghasilan


Bunga, simpanan
(setiap tambahan kemampuan / tabungan
ekonomis, yang dipakai untuk konsumsi
& menambah kekayaan subyek pajak)
Deviden,
SHU (Sisa Hasil Usaha)

Keuntungan
karena pembebasan utang, Sewa harta Royalti
dsb.

161
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Perlakuan timbal
balik (seperti hibah &
asuransi)
Pertimbangan
Mendorong
Pengecualian peningkatan usaha
Subjek Pajak

Mendorong kegiatan sosial


Mendorong pemberian
fringe benefit

Hibah / bantuan
tanpa kontra prestasi
Warisan
(yang telah terbagi)

Pengecualian Pembayaran asuransi jiwa


& asuransi bea siswa
Imbalan natura
(yang bukan merupakan pengurang
penghasilan bruto & bukan di
daerah terpencil).
162
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kegiatan usaha

Pekerjaan, modal
Sumber
Penghasilan
Pekerjaan
bebas

Hal lain yang ditentukan


aturan perpajakan

163
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Bukan warganegara Indonesia (WNI)

Tidak melakukan
Syarat pengecualian kegiatan usaha
subjek pajak di Indonesia

Perwakilan
Diplomatik

Negara yang bersangkutan


Memberikan perlakuan timbal balik
(asas resiprositas)

164
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Orang pribadi
yang bertempat tinggal
Subjek / berada lebih dari 183 hari dalam jangka
Dalam
waktu 12 bulan / dalam suatu tahun pajak
Pajak Negeri
& mempunyai niat untuk bertempat tinggal
Badan yang didirikan / bertempat
Kedudukan di Indonesia,

Luar Negeri
orang pribadi /
badan yang bertempat tinggal Warisan yang belum terbagi
sbg satu kesatuan, menggantikan
/ bertempat kedudukan di luar Indonesia,
yang berhak, yang ditinggalkan orang
yang memperoleh penghasilan, baik melalui pribadi subyek pajak dalam negeri dianggap
ataupun tanpa Bentuk Usaha Tetap (BUT). sebagai subyek pajak dalam pengertian UU
Dalam hal ini orang pribadi yang tidak mengikuti status pewaris. Warisan tersebut
bertempat tinggal, tetapi berada di menggantikan ahli waris yang berhak.
tidak dapat diberikan hak pengurangan
Indonesia kurang dari 183 hari dalam
Penghasilan Tidak Kena
Jangka waktu 12 bulan, disebut Pajak (PTKP)
Subjek pajak luar negeri.

165
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Dasar Hukum

Objek Pajak

Subjek Pajak & Wajib Pajak

Jenis Pajak
Dasar Pengenaan Pajak

Tarif & Perhitungan Pajak

Sistem Pemungutan Pajak

166
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Metode-Metode
Perhitungan Pajak Penghasilan
(PPh)

167
16
8

Menurut Pasal 16 ayat (1) s.d. (4) UU No.


36 / 2008 terdapat 9 cara penghitungan
Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu

(1) PPh bagi wajib pajak (WP) orang


pribadi dalam negeri yang
menyelenggarakan pembukuan 2016:
No Hal Nilai
.
1. Peredaran bruto setahun Rp 700.000.000

2. Biaya untuk mendapatkan, menagih, & (Rp 200.000.000)


memelihara.
3. Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 500.000.000

4. Penghasilan lainnya (selain yang dikenai PPh Rp 100.000.000


secara final)
(1) PPh bagi 5. Biaya utk mendapatkan, menagih, & memelihara. (Rp 25.000.000)
wajib pajak (WP)
orang pribadi 6. Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 575.000.000

dalam negeri yang 7. PTKP (menikah dengan 3 anak) (Rp 72.000.000)


menyelenggarakan 8. Penghasilan kena pajak Rp 503.000.000
pembukuan
9. Konpensasi kerugian. (Rp 100.000.000)

10. PKP setelah konpensasi kerugian Rp 403.000.000

11. 5% x Rp 50.000.000 = Rp
2.500.000
5% x Rp 200.000.000 = Rp Rp 70.750.000
12. 30.000.000 Rp 0
25% x Rp 153.000.000.000 = Rp
38.250.000
Faktor kredit pajak
13. PPh Kurang/Lebih/Nihil Bayar Rp 70.750.000
2) PPh WP badan dalam negeri yang
menyelenggarakan pembukuan
• Penghasilan bruto………..…………………………….……..xxxxx
• Biaya fiskal………………………………..……………………(xxxx) -
• Penghasilan neto / Penghasilan kena pajak………….……xxxxx
• Konpensasi kerugian…………………..……………….…….(xxxx)
• PPh :
Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif Pajak (25%)………xxxxx
• Kredit pajak :
pasal 22………………………………….……………………..(xxxx)
pasal 23………………………………….……………………..(xxxx)
pasal 24………………………………………………..……….(xxxx)
pasal 25………………………………………………………...(xxxx) -
• PPh Terutang / Lebih / Kurang bayar…................................xxxx

170
3) PPh WP Orang Pribadi yang memilih menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN)
Omzet/peredaran bruto setahun tidak lebih dari Rp 4,8 Miliar.

N Hal Nilai
o.
1. Peredaran bruto setahun Rp 600.000.000

2. Penghasilan neto (NPPN 50%) : Rp 300.000.000


50% x Rp 600.000.000
3. Penghasilan neto lainnya Rp 50.000.000

4. Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 350.000.000

5. PTKP (menikah dengan 3 anak). (Rp 72.000.000)

6. Penghasilan Kena Pajak Rp 278.000.000

7. PPh :
5% x Rp 50.000.000 = Rp
2.500.000 Rp 36.700.000
15% x Rp 228.000.000 = Rp
34.200.000

8. Penghasilan setelah pajak Rp 241.300.000

171
172

No Hal Nilai
.
1. Peredaran bruto setahun Rp 2.000.000.000

4) PPh bagi WP badan luar 2. Biaya mendapatkan, menagih & memelihara


penghasilan. (Rp 500.000.000)
negeri dalam bentuk Bentuk
Usaha Tetap (BUT), 3. Penghasilan bunga Rp 500.000.000

merupakan perwakilan dari 4. Penjualan langsung barang oleh kantor pusat


perusahaan asing yang yang sejenis dengan barang yang dijual BUT. Rp 500.000.000
berkedudukan di Indonesia, & 5. Biaya mendapatkan, menagih dan memelihara
menjalankan usaha untuk penghasilan tersebut (Rp 100.000.000)
memperoleh penghasilan, 6. Deviden yang diterima atau diperoleh kantor pusat
yang mempunyai hubungan efektif dengan BUT. Rp 100.000.000
dalam jangka waktu lebih dari
183 hari 7. Biaya fiskal menurut pasal 5 ayat (3) (Rp 100.000.000)

8. Penghasilan kena pajak Rp 2.400.000.000

9. PPh :
25% x Rp 2.400.000.000 = Rp 600.000.000 Rp 600.000.000
Kredit pajak: Pasal 22, 23, 25. (Rp 0)

10 Penghasilan setelah pajak Rp 1.800.000.000


.
173

Apabila penghasilan setelah pajak tersebut kemudian ditransfer ke kantor pusat maka akan dikenai
lagi pajak atas PPh pasal 26 yaitu 20% final.
Sehingga nilai bersih yang akan disetorkan ke kantor pusat menjadi :
{Rp 1,8 M - (20% x Rp 1,8 M)} = Rp 360 juta.
Pasal 5 ayat (3) : dalam menentukan besarnya laba suatu BUT:
a. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Ditjen
Pajak.
b. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya, adalah
royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten atau hak-hak lainnya,
imbalan sehubungan dengan jasa manajemen & jasa lainnya, bunga, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
c. Pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai objek pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
5) Bagi wajib pajak badan tidak bentuk usaha tetap (BUT) yang melakukan usaha &
memperoleh penghasilan di Indonesia dalam jangka waktu tidak lebih dari 183 hari, tetapi tidak
memiliki tempat kedudukan, diperlakukan sebagaimana ketentuan pasal 26 UU PPh 2008

No Hal Nilai

1. Penghasilan di Indonesia Rp 100.000.000

2. Penghasilan kena pajak Rp 100.000.000

3. PPh :
Tarif PPh pasal 26 atau Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) x PKP Rp 20.000.000
= 20% final x Rp 100.000.000
4. Penghasilan setelah pajak Rp 80.000.000

174
6) Bagi wp orang pribadi yang memperoleh penghasilan di Indonesia, tetapi tidak
bertempat tinggal di sini dalam jangka waktu tidak lebih dari 183 hari

No Hal Nilai

1. Penghasilan di Indonesia Rp 100.000.000

2. Penghasilan kena pajak Rp 100.000.000

3. PPh :
Tarif PPh pasal 26 atau Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) x PKP Rp 20.000.000
= 20% final x Rp 100.000.000
4. Penghasilan setelah pajak Rp 80.000.000

175
7) PPh bagi WP Orang Pribadi yang memperoleh
penghasilan tidak secara rutin, tetapi melebihi nilai
penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

No Hal Nilai

1. Penghasilan selama 3 bulan Rp 10.000.000

2. Penghasilan setahun :
360/(3x30) x Rp 10.000.000 Rp 40.000.000
3. PTKP (menikah dengan 3 anak) (Rp 20.640.000)

4. Penghasilan kena pajak Rp 20.360.000

5. PPh :
5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000 Rp 1.000.000

6. Penghasilan setelah pajak Rp 19.360.000

176
8) PPh bagi WP Badan yang memperoleh penghasilan
tidak secara rutin

No. Hal Nilai

1. Penghasilan selama 3 bulan Rp 10.000.000

2. Penghasilan setahun :
360/(3x30) x Rp 10.000.000 Rp 40.000.000

3. Biaya mendapatkan, menagih & memelihara : (Rp 4.000.000)


360/(3x30) x Rp 1.000.000
4. Penghasilan kena pajak / penghasilan neto Rp 36.000.000

5. PPh :
25% x Rp 36.000.000 = Rp 9.000.000 Rp 9.000.000

6. Penghasilan setelah pajak Rp 27.000.000

177
9) PPh atas penghasilan dari Pekerjaan (PPh Pasal 21)

No. Hal Nominal


1 Gaji Pokok Sebulan Rp 10.000.000
2 Tunjangan :
Anak Rp 200.000
Jabatan Rp 2.500.000
Rumah Rp 1.000.000
3 Premi BPJS Rp 75.000
4 Penghasilan Bruto Sebulan Rp 13.775.000
5 Potongan :
Biaya jabatan (untuk pegawai tetap) (Rp 108.000)
Iuran THT (Rp 100.000)
Iuran pensiun (Rp 100.000)
6 Penghasilan neto sebulan Rp 13.467.000
Penghasilan neto setahun Rp 161.604.000
7 PTKP (K/2) (Rp 67.500.000)
8 Penghasilan Kena Pajak Rp 94.104.000
9 PPh Pasal 21:
Rp 50.000.000 X 5% = Rp 2.500.000
Rp 44.104.000 X 15% = Rp 6.615.600 Rp 9.115.600
10 PPh 21 yang dibayar pegawai. Rp 9.115.600

178
179

No. Hal Nilai

1. Peredaran bruto setahun Rp 2.000.000.000

2. Biaya mendapatkan, menagih & memelihara


penghasilan. (Rp 500.000.000)
3. Penghasilan bunga Rp 500.000.000

4. Penjualan langsung barang oleh kantor pusat


yang sejenis dengan barang yang dijual BUT. Rp 500.000.000
5. Biaya mendapatkan, menagih dan memelihara.
(Rp 100.000.000)
6. Deviden yang diterima atau diperoleh kantor pusat
yang mempunyai hubungan efektif dengan BUT. Rp 100.000.000
7. Biaya-biaya fiskal menurut pasal 5 ayat (3) (Rp 100.000.000)

8. Penghasilan kena pajak Rp 2.400.000.000

9. PPh :
25% x Rp 2.400.000.000 = Rp 600.000.000 Rp 600.000.000
Faktor kredit pajak: Pasal 22, 23, 25. (Rp 0)

10. Penghasilan setelah pajak Rp 1.800.000.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kewajiban
PPh Orang Pribadi

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 180
Contoh Pemungutan PPh Orang Pribadi

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 181
Subjek Pajak
Orang Pribadi yang
Memperoleh NPWP
Penghasilan di atas
PTKP

SPT Tahunan PPh


Orang Pribadi

SPT
SPT SPT
1770
1770SS 1770S

182
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Memperoleh Akuntansi
Pajak
penghasilan dari Norma
Penghitungan
pekerjaan Penghasilan
Mengapa WP Neto (NPPN)
Pembukuan
Orang Pribadi
Harus Bayar Pajak? Punya Pekerjaan
Bebas

Cara Hitung
PPh / PPN /
Memiliki / PPn BM
Memanfaatkan Punya Usaha
Objek Pajak
Punya Penghasilan
Dari Bekerja pada
Pemberi Kerja
Punya Kekayaan
(Tanah, Bangunan,
Motor, Mobil, Saham,
Obligasi, dsb.)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 183
Sistematika Perhitungan PPh Orang Pribadi
dengan formulir SPT 1770SS
(Jumlah total penghasilan dalam setahun tidak
lebih dari Rp 60.000.000) à sudah tidak relevan
digunakan karena per 1 Januari 2017 PTKP per
WP sendiri Rp 54 juta.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 184
Perhitungan PPh Orang Pribadi dengan formulir SPT 1770S
(Jumlah total penghasilan dalam setahun lebih dari Rp 60 juta atau
memperoleh penghasilan dari lebih dari satu pembeli kerja atau dari
penghasilan lain)

No. Hal Nominal


1 Penghasilan dari PT A sebulan (setelah Rp 194.000.000
dipotong biaya jabatan)
Penghasilan dari PT B sebulan Rp 150.000.000

2 Penghasilan bruto setahun Rp 344.000.000


3 PTKP (K/2) Rp 67.500.000
5 Penghasilan Kena Pajak Rp 276.500.000
6 PPh Orang Pribadi:
Rp 50 juta X 5% = Rp 2.5 juta
Rp 200 juta X 15% = Rp 30 juta
Rp 26.5 juta X 25% = Rp 6.625 juta Rp 39.125.000
7 Kredit Pajak
(1)PPh 21 yang dipotong PT A: Rp 16 juta
(2)PPh 21 yang dipotong PT B: Rp 12 juta (Rp 28.000.000)
8 PPh kurang bayar akhir tahun Rp 11.125.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 185
Sistematika Perhitungan PPh Orang Pribadi 186

dengan formulir SPT 1770


(Bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha dan atau pekerjaan bebas)
SUMBER PENGHASILAN
NO URAIAN
RS-A RS-B RS-C TOTAL
A. Pemotongan PPh Pasal 21:
1 Penghasilan Kotor 250,000,000 175,000,000 300,000,000 725,000,000
2 Potongan PPh 21 Oleh Pemberi Kerja:
a Perkiraan Penghasilan Kena Pajak (50%) 125,000,000 87,500,000 150,000,000 362,500,000
b PPh Terutang (5% & 15%) 13,750,000 8,125,000 17,500,000 39,375,000
3 Penghasilan Setelah Dipotong Pajak 236,250,000 166,875,000 282,500,000 685,625,000
B. Penghitungan PPh WP-OP Tahunan
1 Penghasilan Kotor 725,000,000
2 Norma Perkiraan Penghasilan Neto (untuk Profesi Dokter) 50%
3 Penghasilan Neto Sebelum PTKP 362,500,000
4 Penghasilan Tidak Kena Pajak 2016 (TK/0) 54,000,000
5 Penghasilan Kena Pajak 308,500,000
6 Tarif Pajak Penghasilan:
a < 50 Jt 5% 2,500,000
b > 50 Jt sd < 250 Jt 15% 30,000,000
c > 250 Jt sd <500 Jt 25% 14,625,000
d > 500 Jt 30% -
Total Pajak Terutang 47,125,000
7 Kredit pajak PPh 21 yg sudah dipotong RS 39,375,000
8 Pajak Kurang Bayar Tahunan 7,750,000

Angsuran pajak untuk tahun berikutnya per bulan: Rp 7,75 juta / 12 bulan = Rp 645 ribu

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pajak Penghasilan Badan
(PPh Badan)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 187
Contoh Pemungutan PPh Badan

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 188
189

Badan
(PT, CV, Firma,
SPT Tahunan
Yayasan,
NPWP PPh Badan
Organisasi
Form SPT 1771
massa,
Organisasi politik,
Join Venture)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
What is tax accounting?
Accounting is a service activity. Its function
There are 2 types of tax
is to provide quantitative information,
accounting: accounting
primarily financial in nature, about
for income tax &
economic entities that intended to be
accounting for value
useful in making economic decisions
added tax

That economic decisions in


the context of tax accounting Taxes that are paid using self
are computing, reporting, & assessment systems consist of
paying tax income tax (PPh) & value
That directed by self added tax (PPN)
assessment systems

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 190
Siklus Akuntansi
Posting
Transaksi Bukti Buku
Jurnal
Transaksi Besar

Rekonsiliasi Neraca Buku


fiskal
besar
PPN

Kertas
Laporan kerja
Laba rugi laba rugi laporan
fiskal keuangan
PPN
Terutang

Laporan
arus kas

SPT PPh

SPT PPN

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 191
192

Cara Menghitung PPh Tergantung wajib Pajaknya

PPh Orang Pribadi

Tidak pembukuan pembukuan

Omzet Rekonsiliasi Fiskal

Norma Penghasilan Kena Pajak


NPPN ~ Tarif Tertentu

NPPN X Omzet PKP X Tarif PPh OP

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
193

Melakukan
transaksi bisnis
Mengapa WP Badan
Harus Bayar Pajak? Memperoleh
penghasilan

Melakukan aktivitas jasa


Memiliki / Dengan kontraprestasi
Memanfaatkan penghasilan
Objek Pajak
Punya Kekayaan
(Tanah, Bangunan,
Motor, Mobil, Saham,
Memberi objek pajak kepada pihak lain Obligasi, dsb.)
(bertindak sebagai Pemotong/pemungut
Pajak)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
194

Aktivitas Bisnis
(jasa, pemilikan aset,
Pemanfaatan fasilitas atau
Sumber daya tertentu, dsb.

Penghasilan

Objek Pajak Penyerahan Batang Kena Pajak &


Atau Jasa Kena Pajak

Pemilikan / Pemanfaatan
Bumi & atau Bangunan
Perolehan Hak atas
Bumi & atau Bangunan

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
195
Penghasilan
Berkurang

Harga Barang
Naik

Dampak Pengenaan
Pajak Kepada
Wajib Pajak Badan
Nilai Transaksi
Mahal

Keinginan untuk
Menekan Jumlah
Pajak yang
Harus dibayar Tinggi

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
196

PPh

PPN & PPn BM


Jenis-Jenis Pajak
Yang Harus Dibayar
PBB & BPHTB

Pajak-Pajak Daerah
(Hotel & Restoran,
Kendaraan Bermotor,dsb)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Skema perhitungan PPh akhir tahun 197
bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan

Penghasilan bruto usaha yang objek pajaknya dikenai PPh dengan tarif tidak final, baik yang XXXXX
berasal dari Indonesia maupun luar negeri
Harga pokok penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan (deductible cost) (XXXXX)
Laba bruto usaha XXXXX
Biaya operasi yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih & memelihara penghasilan (XXXXX)
(deductible expenses)
Laba rugi bersih dari operasi XXXXX
Penghasilan di luar usaha yang dikenai pajak dengan tarif tidak final, baik yang berasal dari XXXXX
maupun luar negeri
Biaya di luar usaha yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih & memelihara penghasilan (XXXXX)
dari luar usaha
Laba rugi bersih XXXXX
Konpensasi kerugian (bila ada, yang terjadi pada periode sebelumnya (maksimal 5 tahun (XXXXX)
terakhir), dan terjadi atas usaha di Indonesia)
Penghasilan kena pajak XXXXX
Tarif umum PPh pasal 17 X Penghasilan Kena Pajak (XXXXX)
PPh terutang XXXXX
Kredit pajak (wp badan: pasal 22, pasal 23, pasal 24, & atau pasal 25, untuk wp orang pribadi: (XXXXX)
pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, & atau pasal 25)

PPh tahunan kurang / lebih / nihil dibayar XXXXX

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Badan menurut ketentuan perpajakan:
Badan publik.
Ormas (organisasi massa) & Orpol (organisasi politik).
Lembaga.
Persekutuan.
Firma.
Perseroan terbatas (PT).
Dana pensiun.
Perkumpulan.
Yayasan.
Koperasi.
Kongsi.
Persekutuan komanditer (CV).
BUMN & BUMD, dan
Reksadana.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 198
Kewajiban perpajakan wp badan berkaitan dengan:
1) PPh pasal 21 Masa maupun tahunan (sebagai pemotong / pemungut).
2) PPh pasal 22 Masa (bila wp badan lembaga pemerintah yang memiliki
bagian bendaharawan) sebagai pemotong / pemungut.
3) PPh pasal 23 Masa sebagai pemotong / pemungut.
4) PPh pasal 26 Masa sebagai pemotong / pemungut.
5) PPh yang dipungut dengan tarif final, yang dilaporkan & disetor setiap
masa, yaitu PPh pasal 4 ayat (2), pasal 20 ayat (3), pasal 21 ayat (5),
pasal 22 ayat (2), & pasal 23 ayat (1) huruf b.
6) PPN & PPn BM Masa (bila wp badan merupakan pengusaha kena
pajak, yang dalam usahanya menyerahkan BKP & atau JKP).
7) PBB & BPHTB, apabila memiliki atau memanfaatkan tanah & atau
bangunan, serta melakukan peralihan hak atas tanah & atau bangunan.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 199
Objek PPh

* bantuan, sumbangan, zakat (diterima amil yang disahkan pemerintah),


harta hibahan yang diterima keluarga, badan sosial, keagamaan &
pendidikan, yang tidak memiliki hubungan usaha & kepemilikan,
* warisan,
* penyertaan modal,
* pembayaran asuransi kesehatan, beasiswa, kecelakaan, jiwa, &
dwiguna, deviden yang diterima PT dalam negeri, koperasi, BUMN,
BUMD (dengan syarat deviden dari cadangan laba yang ditahan,
kepemilikan saham serendahnya 25%),
* iuran dana pensiun,
* penghasilan yang diterima dana pensiun,
* bagian laba untuk sekutu usaha,
* bunga obligasi yang diterima reksadana pada 5 tahun pertama,
* penghasilan yang diterima modal ventura dari pasangan usaha (dengan
syarat perusahaan kecil & menengah, & tidak go public).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 200
Bukan biaya yang tidak dikategorikan sebagai fiskal, sehingga tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
* pembagian laba kepada pemegang saham (deviden), pemegang polis, SHU,
untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, anggota & pengurus
koperasi,
* cadangan (kecuali untuk bank, SGU dengan hak opsi, asuransi, &
pertambangan (biaya reklamasi)),
* premi asuransi, kecelakaan, jiwa, dwiguna & beasiswa, yang dibayar sendiri oleh
wp orang pribadi (kecuali jika dibayar pemberi kerja & diperlakukan sebagai
komponen dari penghasilan),
* natura & kenikmatan, kecuali berupa makanan, minuman & di daerah terpencil,
* kelebihan di atas kewajaran kepada pemegang saham atau yang punya
hubungan istimewa,
* harta hibahan, bantuan, sumbangan, warisan kecuali zakat yang dibayar wp
pribadi kepada amil yang sah,
* PPh,
* biaya pribadi untuk wp maupun orang tanggungannya,
* gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, yang modalnya tidak terbagi
menjadi saham,
* sanksi administratif sehubungan dengan kepatuhan pelaksanaan UU pajak.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 201
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif: penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final &
yang tidak termasuk objek pajak) dalam rangka menghitung PKP berdasarkan UU
PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan &
atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut.

Penyesuaian pengeluaran perusahaan untuk pembelian / perbaikan rumah atau


kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi / keluarga, biaya premi asuransi
pribadi / keluarga, & pengeluaran lainnya utk kepentingan pemegang saham,
sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Penyesuaian pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak


dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha
tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk
menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal
diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank &
sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), cadangan klaim & cadangan
kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 202
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura & kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan
bagi pegawai yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability & deductibility, bagi WP pemberi
kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan / minuman di tempat kerja
bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura & kenikmatan di daerah
terpencil
serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat
pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian & peralatan khusus untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai,
serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Penyesuaian pembayaran gaji, honorarium, & imbalan lain sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran.
Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan
dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut
dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 203
Bantuan atau sumbangan & harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang,
bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability & deductibility, bagi WP pemberi
bantuan atau sumbangan & harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan.

Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh WP badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam
menghitung PKP, dengan syarat :
* penghasilan yang dikenakan zakat merupakan objek pajak yang telah
dilaporkan dalam SPT tahunan;
* pembayaran zakat dilakukan kepada badan amil zakat (BAZ) atau lembaga amil
zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh pemerintah pusat
/ daerah;

dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan & zakat atas penghasilan
yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 204
Penyesuaian pajak penghasilan badan serta kredit pajak bukan
merupakan biaya perusahaan.

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan


komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, & kongsi bukan merupakan penghasilan.

Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability & deductibility,


penyesuaian bagi perseroan tersebut pembayaran gaji kepada para
anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Penyesuaian sanksi administrasi berupa bunga, denda, & kenaikan, serta


sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya
perusahaan.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 205
Penyesuaian dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam
hal-hal tertentu & bagi WP tertentu sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah.

Penyesuaian beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:


* terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial
akan tetapi termasuk objek pajak yang dikenakan PPh tidak
bersifat final;
* terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang
diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara
fiskal;
* terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk
usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan
penyesuaian fiskal positif & negatif.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 206
PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF

yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif: penyesuaian terhadap


penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan
PPh final & yang tidak termasuk objek pajak) dalam rangka menghitung
penghasilan kena pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan & atau menambah
biaya-biaya komersial.

Penyesuaian dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal


tertentu & bagi WP tertentu sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.

Penyesuaian dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau


kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui
secara fiskal.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 207
AKUNTANSI PPh menurut PSAK 46

perbedaan pengakuan penghasilan & biaya antara penyajian laporan keuangan komersial
(menurut SAK) dengan laporan keuangan fiskal (menurut aturan perpajakan) :
a) beda waktu
mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan & biaya ke tahun lain,
menurut teori akuntansi tetap merugikan karena konsep nilai waktu uang (walau pada
akhirnya sama),
contoh : piutang dagang, efek, sediaan, utang dalam valas, aktiva tetap, selisih kurs,
kontinjensi, pencadangan, biaya penelitian & pengembangan (research & development),
hak penambangan & pengusahaan hutan.

B) beda tetap
bersifat permanen dalam perhitungan penghasilan kena pajak,
arbitrasi & negoisasi, nilainya bersifat relatif & tidak baku, serta terkait dengan proses
memperoleh & memelihara penghasilan tidak terdefinisi dengan jelas.
Contoh : kenikmatan natura (fringe benefit, sebagai uang kesejahteraan), entertainment
(pengadaan hiburan dalam rangka promosi), sumbangan, rugi penarikan harta karena
pemakaian, pendapatan bunga (mengingat telah dikenai tarif final), hibah (pemberian tanpa
kontraprestasi), warisan, & deviden (bagi penerima yang berupa PT. Maka tidak lagi dikenai
pajak, & bagi yang lain dikenai tarif final).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 208
IAS 12 INCOME TAXES
About
IAS 12 prescribes the accounting treatment for income taxes. Income taxes include all domestic and foreign
taxes that are based on taxable profits.
Current tax for current and prior periods is, to the extent that it is unpaid, recognised as a liability.
Overpayment of current tax is recognised as an asset. Current tax liabilities (assets) for the current and prior
periods are measured at the amount expected to be paid to (recovered from) the taxation authorities, using
the tax rates (and tax laws) that have been enacted or substantively enacted by the end of the reporting
period.
IAS 12 requires an entity to recognise a deferred tax liability or (subject to specified conditions) a deferred
tax asset for all temporary differences, with some exceptions. Temporary differences are differences
between the tax base of an asset or liability and its carrying amount in the statement of financial position.
The tax base of an asset or liability is the amount attributed to that asset or liability for tax purposes.
A deferred tax liability arises if an entity will pay tax if it recovers the carrying amount of another asset or
liability. A deferred tax asset arises if an entity:
will pay less tax if it recovers the carrying amount of another asset or liability; or
has unused tax losses or unused tax credits.
Deferred tax assets are recognised only when it is probable that taxable profits will be available against
which the deferred tax asset can be utilised.
Deferred tax assets and deferred tax liabilities are measured at the tax rates that are expected to apply to
the period when the asset is realised or the liability is settled, based on tax rates (and tax laws) that have
been enacted or substantively enacted by the end of the reporting period. The measurement of deferred tax
liabilities and deferred tax assets reflects the tax consequences that would follow from the manner in which
the entity expects, at the end of the reporting period, to recover or settle the carrying amount of its assets
and liabilities. Deferred tax assets and liabilities are not discounted.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 209
Contoh Penerapan PSAK 46
dalam Laporan Keuangan

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 210
Pasal 17
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan KenaPajak bagi:
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah
q Lapisan Penghasilan Kena Pajak sd. Rp 50.000.000 5%
q Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 50.000.000 15%
q Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 250.000.000 sd. Rp
500.000.000 25%
q Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500.000.000 30%
b. WP badan dalam negeri & BUT 28%
(2) Tarif tertinggi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(2a) Tarif menjadi 25% sejak tahun pajak 2010.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 211
(2b) WP badan dalam negeri yang berbentuk PT yang paling
sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di BEI dan memenuhi persyaratan tertentu
tarif 5% lebih rendah berdasarkan PP.
(2c) Tarif dividen yang dibagikan kepada WP orang pribadi
dalam negeri paling tinggi 10% final.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak PKP dibulatkan
ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak dalam bagian tahun pajak dihitung
sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut
dibagi 360 dikalikan dengan pajak yang terutang untuk
pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak tiap bulan yang
penuh dihitung 30 hari.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 212
Perbedaan Antara Laba Akuntansi dengan Laba Pajak 213

dalam Rekonsiliasi Pos-Pos Laba Rugi

No Akun Saldo Penyesuaian Penyesuaian Saldo


Komersil Fiskal Fiskal fiskal
Positif Negatif
1. Gaji,upah, honorarium, xxx xxx xxx
tunjangan lain.
2. Penyusutan xxx xxx xxx xxx
3. Biaya perjalanan dinas xxx xxx xxx
4. Perbaikan & xxx xxx xxx
pemeliharaan
5. Asuransi xxx xxx xxx xxx
6. Telepon & facsimile xxx xxx xxx
7. Representasi xxx xxx xxx
8 Pajak & sanksi xxx xxx -
administratif
9. Sumbangan xxx xxx -
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
10. Rugi penarikan harta (undepreciable) xxx xxx -

11. Listrik, telepon & PAM xxx xxx xxx

12. Royalti xxx xxx -

13. Bunga deposito xxx xxx -

14. Deviden dari sesama peseroan xxx xxx Xxx -

15. Hibah & warisan xxx xxx xxx -

16. Penyisihan piutang tak tertagih xxx xxx - -


17. Penghapusan piutang xxx xxx - xxx
18. Penyisihan penurunan harga pasar efek xxx xxx - -
19. Selisih kurs xxx xxx - xxx
20. Peredaran usaha xxx xxx - xxx

214
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
REKONSILIASI HARGA POKOK PRODUKSI 215

Akun Saldo Penyesuaian Penyesuaian Fiskal Saldo fiskal


komersial Fiskal Positif Negatif
Barang Dalam Proses awal X X X
Bahan baku:
Persediaan awal X X X
Pembelian bahan X X
Biaya transpor pembelian X X
Bahan siap digunakan X X X
Persediaan bahan akhir X X X
Biaya bahan X X X
Tenaga kerja langsung X X
Overhead pabrik :
Tenaga kerja tidak langsung X X
Premi asuransi X X X
Kesejahteraan pekerja X X X
Listrik, air & telepon X X
Reparasi & pemeliharaan X X X
PBB pabrik X X
Asuransi pabrik X X
Penyusutan X X X
Biaya overhead pabrik X X X X
Jumlah biaya produksi X X X X
Barang Dalam Proses akhir X X X
Harga pokok produksi X X X X

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
REKONSILIASI BIAYA OPERASIONAL 216

Akun Saldo komersial Penyesuaian Penyesuaian Saldo fiskal


Fiskal Positif Fiskal Negatif
Biaya penjualan
Gaji pegawai X X
Biaya pariwara X X X
Upah bagian angkut X X
Biaya perlengkapan transpor X X
Biaya asuransi x x
Penyusutan X X X
Jumlah X X
Biaya umum & administrasi
Gaji pegawai X X
Kesejahteraan pegawai X X X
Telepon X X X
Piutang macet X X X
Biaya umum lain-lain X X X
Biaya peralatan X X
Penyusutan X X X
Deviden X X
Hibah sosial X X
Zakat X X
Jumlah X X X X
Jumlah biaya operasional X x x X
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
217
REKONSILIASI PENDAPATAN / BEBAN LAIN-LAIN

Akun Saldo Penyesuaian Penyesuaian Saldo


komersial Fiskal Positif Fiskal Negatif fiskal

Pendapatan lain-lain
Deviden X X
Return modal X X X
Return Investasi X X
Laba penjualan aset X X
Bunga deposito X X X
Jumlah X X X
Biaya lain-lain
Biaya bunga X X
Pengganti asuransi X X
Jumlah X X
Jumlah pendapatan / beban lain-lain X X X

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
REKONSILIASI LABA RUGI 218

Akun Saldo Penyesuaian Penyesuaian Saldo


komersial Fiskal Positif Fiskal Negatif fiskal
Penjualan bruto X X
Potongan harga X X
Penjualan neto X X
Harga pokok penjualan
Persediaan barang jadi awal X X X
Harga pokok produksi X X X X
Barang siap dijual X X X X
Persediaan barang jadi akhir X X X X
Harga pokok penjualan X X X X
Laba bruto penjualan X X X X
Biaya operasional X X X X
Laba operasional X X X X
Pendapatan / beban lain-lain X X X X
Laba sebelum PPh X X X X
PPh terutang X X X X
Laba setelah PPh X X
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Ringkasan aturan depresiasi aset tetap berdasarkan UU PPh no. 36/2008:

metode penyusutan :
1) garis lurus & saldo menurun (untuk kelompok bukan bangunan),
2) garis lurus (untuk kelompok bangunan),
3) satuan produksi (untuk aset sumber daya alam).

Klasifikasi aset tetap menurut masa manfaat


1) aset tetap bukan bangunan :
(a) kelompok 1 (masa manfaat tidak lebih dari 4 tahun),
(b) kelompok 2 (masa manfaat lebih dari 4 tahun sd. 8 tahun),
(c) kelompok 3 (masa manfaat lebih dari 8 tahun sd. 16 tahun),
(d) kelompok 4 (masa manfaat lebih dari 16 tahun sd. 20 tahun).

2) aset tetap bangunan :


a) permanen (masa manfaat tidak lebih dari 20 tahun),
b) tidak permanen (masa manfaat tidak lebih dari 10 tahun).

Penjualan & pengalihan aset tetap. Keuntungan / kerugian diakui pada saat
transaksi terjadi.
Teknik penghitungan: aset tetap disusut secara individual (single asset).
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 219
220
Utk menghitung penyusutan, masa manfaat & tarif penyusutan
harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Kelompok harta Masa manfaat Tarif metode Tarif metode


berwujud garis lurus Saldo menurun
I. Bukan bangunan
Kelompok 1 4 Th 25 % 50 %
Kelompok 2 8 Th 12,5% 25 %
Kelompok 3 16 th 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 th 5 % 10 %
II. Bangunan
Permanen 20 th 5 %
Tidak permanen 10 th 10 %

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
221
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud & pengeluaran lainnya (termasuk biaya
perpanjangan HGB, HGU & hak pakai) dengan masa manfaat
lebih dari 1 tahun

Kelompok harta tak Masa Tarif Tarif metode


berwujud manfaat metode garis saldo
lurus menurun

Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25 %
Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 Tahun 5 % 10 %

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Jenis-jenis harta berwujud yang dapat disusutkan 222

Kelompok I
Tidak berlaku untuk kontraktor bagi hasil dengan PERTAMINA.

No. Jenis Usaha Jenis Harta


1 Semua jenis usaha. Mebel & peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku,
kursi, almari & sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan,
Mesin kantor sepertt mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin
photocopy, accounting machine, & sejenisnya,
Perlengkapanlainnya seperti amplifier, tape / cassette, video
recorder, televisi & sejenisnya,
Sepeda motor, sepeda, & becak,
Alat perlengkapan khusus (tools)mbagi industri / jasan ybs,
Alat dapur untuk memasak makanan & minuman,
Dies, jigs & mould.
2 Pertanian, perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin.
kehutanan, perikanan.
3 Industri makanan Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti huller,
& minuman. pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet & sejenisnya.
4 Perhubungan, Pergudangan Mobil taksi, bus & truk yang digunakan sebagai angkutan umum.
& komunikasi.
5 Industri semi konduktor. Fals memory tester, writer machine biporar test system, elimination
(PE8-1), pose checker.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
223
Kelompok II

No. Jenis Usaha Jenis Harta

1 Semua jenis Mebel & peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, almari &
usaha. sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bengunan. Alat pengatur
udara seperti AC, kipas angin & sejenisnya.
Komputer,printer, scanner & sejenisnya.
Mobil, bus, truk, speed boat & sejenisnya.
Container & sejenisnya.
2 Pertanian, Mesin pertanian / perkebunan seperti traktor & mesin bajak penggaruk,
perkebunan, penanaman, penebar benih & sejenisnya.
kehutanan, Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau
perikanan. barang pertanian, kehutanan, perkebunan & perikanan.

3 Industri makanan Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas & perikanan misalnya
& minuman. pabrik susu, pengalengan ikan.
Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa,
margarine, penggilingan kopi, kembang gula, pengolah biji-bijian seperti
penggilingan beras, gandum & tapioka.
Mesin yang menghasilkan / memproduksi minuman & bahan-bahan
minuman segala jenis.
Mesin yang menghasilkan / memproduksi bahan-bahan makanan segala
jenis.
4 Industri mesin. Mesin yang menghasilkan / produksi mesin ringan (misalnya mesin jahit,
pompa air).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
224

5 Perkayuan. Mesin & peralatan penebangan kayu.


6 Konstruksi. Peralatan yang digunakan seperti truk berat, dump-truck, crane buldozer &
sejenisnya.
7 Perhubungan, Truk kerja untuk pengangkutan & bongkar muat, truk peron, truk ngangkang
pergudangan & & sejenisnya.
komunikasi. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk pengangkutan
barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang & sebagainya)
termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan & sejenisnya
yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT.
Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung & sejenisnya,
yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT.
Kapal balon.
8 Telekomunikasi Perangkat pesawat telepon.
Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman & penerimaan radio telegraf
& radio telepon.

9 Industri semi Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
konduktor. bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, cuting
oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test,
dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full
automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter
remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker
(mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS
manual, OIS stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming / forming
machine, wire bonder, wire pull tester.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kelompok III 225

No. Jenis usaha Jenis Harta

1 Pertambangan Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin-


selain minyak & mesin yang mengolah produk pelikan.
gas.
2 Pemintalan, Mesin yang mengolah / menghasilkan produk-produk tekstil (misalnya kain
penenunan, & katun, sutra, serat-serat buatan, wol & bulu hewan lainnya, lena rami,
pencelupan. permadani, kain-kain bulu, tule).
Mesin untuk yarn preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing,
packaging & sejenisnya.
3 Perkayuan. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk-produk kayu, barang-barang
dari jerami, rumput & bahan anyaman lainnya.
Mesin & peralatan penggergajian kayu.
4 Industri kimia. Mesin peralatan yang mengolah / menghasilkan produk industri kimia &
industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan kimia
anorganik, persenyawaan organis & anorganis & logam mulia, elemen
radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup,
obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris & resinoida-resinonida wangi-
wangian, obat kecantikan & obat rias, sabun, detergent & bahan organis
pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk
pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi & sinematografi.
Mesin yang mengolah / menghasilkan produk industri lainnya (misalnya
damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dr selulosa, karet sintetis, karet
tiruan, kulit samak, jangat & kulit mentah).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
226

5 Industri mesin. Mesin yang menghasilkan / memproduksi mesin


menengah & berat (misalnya mesin mobil, mesin
kapal).
6 Perhubungan & Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat
komunikasi. untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya
gandum, batu-batuan, biji tambang & sejenisnya)
termasuk kapal pendingin & kapal tanki, kapal
penangkap ikan & sejenisnya, yang mempunyai berat
di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.
Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong
kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal
keruk, keran terapung & sejenisnya yang mempunyai
berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.
Dok terapung.
Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai
berat di atas 250 DWT.
Pesawat terbang & helikopter segala jenis.
7 Telekomunikasi Perangkat radio navigasi, radar & kendali jarak jauh.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Kelompok IV 227

No. Jenis Usaha Jenis Harta


1 Konstruksi. Mesin berat untuk konstruksi.

2 Perhubungan Lokomotif uap & tender atas rel.


& komunikasi. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan
Tenaga listrik dari sumber luar.
Lokomotif atas rel lainnya.
Kereta, gerbong penumpang & barang, termasuk kontainer
Khusus dibuat & diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat
atau beberapa alat pengangkutan.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk
pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-
batuan, biji tambang & sejenisnya) termasuk kapal pendingin, &
Kapal tanki, kapal penangkap ikan & sejenisnya, yang
mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal,
Kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-
Keran terapung & sbgnya, yg mempunyai berat di atas 1.000
DWT.
Dok-dok terapung.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
228

Contoh perhitungan penyusutan dengan metode saldo menurun :


Sebuah mesin yang dibeli & ditempatkan pada bulan Juli 2013 dengan harga
perolehan Rp 100.000.000. Masa manfaat dari mesin tersebut 4 tahun. Apabila
tarif penyusutannya ditetapkan 50% maka penghitungan penyusutannya
adalah

Tahun Tarif Penyusutan Nilai sisa buku


Harga perolehan Rp 100 juta.
2013 1/2 x 50% Rp 25 juta. Rp 75 juta.
2014 50% Rp 37,5 juta. Rp 37,5 juta.
2015 50% Rp 18,75 juta. Rp 18,75 juta.
2016 50% Rp 9,375 juta. Rp 9,375 juta.
2017 Disusut Rp 9,375 juta. 0
sekaligus

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Contoh perhitungan amortisasi :
pengeluaran untuk memperoleh HPH dengan potensi 10.000.000 ton
kayu adalah sebesar produksi yang direalisasikan tahun yang
bersangkutan
jika dalam 1 tahun pajak jumlah produksi 3.000.000 ton (= 30% dari
potensi yang tersedia) = Rp 100.000.000.
Maka walaupun jumlah produksi dalam potensi yang tersedia, tetapi
amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan
bruto tahun tersebut 20% x Rp 100.000.000.

contoh penentuan saat mulai disusutkan :


pengeluaran untuk pembangunan sebuahh gedung Rp 100.000.000.
Pembangunan dimulai Oktober 2017 & selesai untuk digunakan Maret
2018.
Maka penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut
dimulai Maret tahun pajak 2018.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 229
230

Contoh penggunaan metode penyusutan saldo menurun


Sebuah mesin yang dibeli & ditempatkan Januari 2015 dengan harga
perolehan Rp 150.000.000. Masa manfaat 4 tahun.
Bila tarif penyusutan 50%, maka penghitungan penyusutannya adalah

Tahun Tarif Penyusutan Nilai buku sisa


Harga perolehan Rp 150 juta.
2015 50% Rp 75 juta. Rp 75 juta.
2016 50% Rp 37,5 juta. Rp 37,5 juta.
2017 50% Rp 18,75 juta. Rp 18,75 juta.
2018 Disusut Rp 18,75 juta. 0
sekaligus

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Metode Penilaian Persediaan yang diijinkan
Pajak untuk hitung Penghasilan Kena Pajak
• Rata-rata, atau
• First In First Out
(masuk pertama keluar pertama).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 231
Rata-Rata Tertimbang – Periodik

Tanggal Faktur Jumlah Unit Harga per Unit Jumlah


2 Maret 2.000 Rp 4.000 Rp 8 juta.
15 Maret 6.000 4.400 26,4 juta.
30 Maret 2.000 4.750 9,5 juta.
Jumlah barang 10.000 43,9 juta.
Rata-rata tertimbang biaya per unit Rp 43,9 juta / 10.000= Rp 4.390

Jumlah persediaan akhir dalam unit 6.000

Nilai Persediaan akhir


6.000 x Rp 4.390 =Rp 26,34 juta.
Barang siap jual Rp 43,9 juta.
Persediaan akhir 26,34 juta.
Harga Pokok Penjualan Rp 17,56 juta.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 232
Rata-Rata Tertimbang – Perpetual

Tanggal Beli Jual Saldo


2 Maret 2.000 @ Rp 4.000 = 2.000 @ Rp 4.000 =
Rp 8 juta. Rp 8 juta.
15 Maret 6.000 @ Rp 4.400 = 8.000 @ Rp 4.300 =
Rp 26,4 juta. Rp 34,4 juta.
19 Maret 4.000 @ Rp 4.000 @ Rp 4.300 =
4.300 = Rp Rp 17,2 juta.
17,2 juta.
30 Maret 2.000 @ Rp 4.750 = 6.000 @ Rp 4.450 =
Rp 9,5 juta. Rp 26,7 juta.

• Barang siap dijual Rp 43,9 juta.


• Persediaan Akhir Rp 26,7 juta.
• HPP Rata-Rata Tertimbang – Perpetual Rp 17,2 juta.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 233
FIFO-Periodik
Tanggal Jumlah Unit Harga Per Unit Jumlah
30 Maret 2.000 Rp 4.750 Rp 9,5 juta.
15 Maret 4.000 4.400 17,6 juta.
Persediaan akhir 6.000 Rp 27,1 juta.
Barang siap jual Rp 43,9 juta.
Persediaan akhir 27,1 juta.
Harga Pokok Penjualan Rp 16,8 juta.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 234
FIFO-Perpetual

Tanggal Beli Jual Saldo

2 Maret 2.000 @ Rp 4.000 = 2.000 @ Rp 4.000 =


Rp 8 juta. Rp 8 juta.
15 Maret 6.000 @ Rp 4.400 = 2.000 @ Rp
Rp 26,4 juta. 4.000+6.000 @ Rp
4.400 = Rp 34,4 juta.
19 Maret 2.000 @ Rp 4.000 4.000 @ Rp 4.400 =
+2.000 @ Rp 4.400 Rp 17,6 juta.
= Rp 16,8 juta.
30 Maret 2.000 @ Rp 4.750 = 4.000 @ Rp 4.400
Rp 9,5 juta. +2.000 @ Rp 4.750 =
Rp 27,1 juta.
• Barang sedia dijual Rp 43,9 juta.
• Persediaan Akhir Rp 27,1 juta.
• Harga Pokok Penjualan FIFO-Perpetual Rp 16,8 juta.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 235
Perbandingan Nilai Persediaan Akhir & Harga Pokok Penjualan
dengan Berbagai Metode Penilaian Persediaan

No. Metode Persediaan Akhir HPP


1. Identifikasi Khusus Rp 26,7 juta. Rp 17,2 juta.
2. Rata-Rata Tertimbang – 26,34 juta. Rp 17,56 juta.
Periodik
3. Rata-Rata Tertimbang – Rp 26,7 juta. Rp 17,2 juta.
Perpetual
4. FIFO-Periodik 27,1 juta. Rp 16,8 juta.
5. FIFO-Perpetual Rp 27,1 juta. Rp 16,8 juta.

6. LIFO-Periodik Rp 25,6 juta. Rp 18,3 juta.


7. LIFO-Perpetual Rp 26,3 juta. Rp 17,6 juta.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 236
237

Efek Beda Pembukuan Pajak vs. Akuntansi


Terhadap Penyajian Laporan Laba Rugi

Pengakuan Beda nilai Total Penghasilan


Penghasilan

Perhitungan
Beda nilai Harga Pokok Penjualan
Arus Persediaan

Pembebanan Beda nilai Total Biaya


Biaya Pengurang Penghasilan

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
238

Efek Beda Pembukuan Pajak vs. Akuntansi


dalam Penyajian Neraca

Beda saldo akun: Kas di


Pengakuan Bank, Piutang
Aset Dagang, Persediaan, Aset
Tetap Depreciable

Pengakuan
Kewajiban Tidak Ada

Pengakuan Laba Ditahan


Ekuitas

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
239

Efek Beda Pembukuan Pajak vs. Akuntansi


dalam Penyajian Laporan Arus Kas

Arus masuk dari penjualan,


Aktivitas Penghasilan bunga,
Operasi Penghasilan dari dividen.
Arus keluar dari biaya

Aktivitas Arus masuk dari penjualan Aset tetap


Investasi Arus keluar dari pembelian Aset tetap

Aktivitas Tidak Ada


Pendanaan

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 240
Contoh Pemungutan PPN:
PT. Narodho adalah sebuah perusahaan perdagangan barang konsumsi. Perusahaan tertcatat sebagai pengusaha kena pajak
(PKP). Selama masa pajak bulan Mei tahun 2016 melakukan catatan transaksi akuntansi PPN sebagai berikut:

1) Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang dagangan yang dipesan, maka pembelian senilai Rp 3 juta dan PPN-nya
dikembalikan kepada penjual pada 12 Mei 2016.

12/05/16 : Utang dagang .............Rp 3,3 juta.


Persediaan............................Rp 3 juta.
PPN Masukan........................Rp 0,3 juta.

(Retur pembelian dagangan tanggal 25/04/14)


2) PT. J menjual barang dagangan seharga Rp 30.000.000,- tunai dengan PPN 10%, kepada CV. S pada 13 Mei 2016.

13/05/16 : Kas...............................Rp 33 juta.


Persediaan.............................Rp 30 juta.
PPN Keluaran........................ 3 juta.

(Penjualan dagangan secara tunai kepada CV. S)


3) Barang dagangan yang sudah dijual, kemudian dikembalikan ke perusahaan dengan alasan kualitasnya buruk, pada 15
Mei 2016. Setelah disortir kembali oleh perusahaan, yang diterima sebagai retur hanya senilai Rp 20.000.000,-.
15/05/16 : Persediaan..............................Rp 20 juta.
PPN Keluaran......................... 2 juta.

Kas..................................................Rp 22 juta.
(Retur penjualan 13 Mei 2016)

Atas transaksi-transaksi yang terutang PPN di atas maka PT. Narodho harus melaporkannya dalam SPT PPN Masa Pajak
Bulan Mei 2016 dan membayar kelebihan pajak keluaran di atas pajak masukan ke Bank Persepsi melalui e-billing.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 241
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

v Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang


melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) & atau
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak
berdasarkan UU ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menkeu, kecuali
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
v Pemungut PPN adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menkeu untuk memungut,
menyetor, & melaporkan pajak terutang oleh PKP atas penyerahan
BKP & atau penyerahan JKP kepada bendaharawan Pemerintah,
badan, atau instansi Pemerintah tersebut.

242
endangkiswara@lecturer.undip.ac.
id
Pasal 1A
(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah
a) penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b) pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli & perjanjian leasing;
c) penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d) pemakaian sendiri & atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
e) persediaan BKP & aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan;
f) penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya & penyerahan BKP antar Cabang;
g) penyerahan BKP secara konsinyasi.

(2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah


a) penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD;
b) penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
c) penyerahan BKP dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.

243
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Pasal 4
PPN dikenakan atas:
a) penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;
b) impor BKP;
c) penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;
d) pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
e) pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean; atau
f) ekspor BKP oleh PKP.

244
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Pasal 4A
1. Jenis barang & jenis jasa yang tidak dikenakan pajak
berdasarkan UU ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan PPN
didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
a) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya;
b) barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak;
c) makanan & minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, & sejenisnya;
d) uang, emas batangan, & surat-surat berharga.

245
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

(3) Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN didasarkan atas kelompok-
kelompok jasa sebagai berikut:
a) jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b) jasa di bidang pelayanan sosial;
c) jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d) jasa di bidang perbankan, asuransi, & sewa guna usaha dengan hak opsi;
e) jasa di bidang keagamaan;
f) jasa di bidang pendidikan;
g) jasa di bidang kesenian & hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h) jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i) jasa di bidang angkutan umum di darat & di air;
j) jasa di bidang tenaga kerja;
k) jasa di bidang perhotelan;
l) jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.

246
247

Mekanisme Pengenaan PPN

Pabrikan / Produsen Serahkan BKP


PPN

Serahkan BKP Pedagang Besar / ATPM / Importir

PPN

Serahkan BKP
Dealer / Pedagang Eceran Besar

PPN

Konsumen

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Penyerahan barang bergerak
Pajak objektif, tak bergerak, berwujud
Pajak atas konsumsi,
maupun tidak berwujud,
Multi stages,
dari. LN maupun DN yang
Pajak tidak langsung,
Non kumulatif dimanfaatkan di Indonesia
(Barang Kena Pajak)

Penyerahan hampir semua jenis jasa,


termasuk yang dari luar negeri
Objek PPN (Jasa Kena Pajak)
(UU No. 42 / 2009)
Impor Barang Kena Pajak
& atau Jasa Kena Pajak

Ekspor BKP

248
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Hasil bumi yang langsung
Pengecualian Diambil dari sumbernya
BKP (hasil pertanian, perkebunan,
Hasil tambang, hutan,
Perikanan)

Jasa pendidikan,
Pengecualian
Jasa kesehatan,
JKP Jasa bank, dsb.

249
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
250

Pengusaha Kena Pajak Pabrikan,


Importir, Agen Tunggal Pemegang Merk,
Dealer,Pedagang Besar, Pedagang Eceran Besar

Bendaharawan pemerintah

Badan / instansi pemerintah


Pemungut PPN ditunjuk Menkeu untuk memungut,
menyetor, & melaporkan pajak
terutang oleh PKP atas penyerahan
BKP & atau penyerahan JKP
Kepada bendaharawan,
badan / instansi pemerintah.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Orang. pribadi / badan yang dalam.
kegiatan usaha / pekerjaannya Nomor
Wajib pajak menghslkan, mengimpor, Pengukuhan
PPN mengekspor barang, melakukan usaha Pengusaha
memanfaatkan barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar daerah (NPPKP)
pabean, melakukan usaha jasa
/ memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean, melakukan
penyerahan BKP / JKP yang
dikenai pajak, tidak termasuk
pengusaha kecil (batasan ditetapkan
Keputusan Menkeu), kecuali yang
memilih untuk. dikukuhkan sebagai. PKP

Subjek
Pajak PPN Konsumen akhir

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 251
252

Mekanisme Akuntansi PPN pada suatu Masa Pajak


(Perusahaan Dagang)

Pabrikan / Importir Pembelian BKP

PPN Masukan PPN Keluaran

Agen Tunggal Pemegang Merk,


Pedagang Besar Penjualan BKP
(pemasok)

Pedagang
PPN Masukan eceran besar

PPN Keluaran
Pedagang kecil,
Konsumen akhir Penjualan BKP
Konsumen
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Daerah pabean : wilayah RI yang meliputi darat, perairan & ruang
udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi
eksklusif & landas kontinen yang di dalamnya berlaku UU tentang
Kepabeanan.
DPP PPN : jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor /
nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menkeu yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
Harga jual : nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta /
sehrsnya. diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak
termasuk PPN yang dipungut & potongan harga dalam faktur pajak.
Nilai impor :
Cost Insurance & Freight (CIF) + Bea Masuk + Pungutan Pabean lain.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 253
Shipping Point

Free On Board
Destination
Kapitalisasi
Nilai Faktur Cost Insurance & Freight

Free Along Side

254
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta /
seharusnya. diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP.
Faktur pajak : bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP / JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang
digunakan oleh Ditjen Bea & Cukai.
Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP / JKP,
sehingga paling sedikit memuat
a) Nama, alamat & NPWP yang menyerahkan BKP / JKP,
b) Nama alamat & NPWP pembeli BKP / penerima JKP,
c) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual / penggantian, & potongan harga,
d) PPN yang dipungut,
e) PPn BM yang dipungut,
f) Kode, nomor, seri & tanggal pembuatan faktur pajak, &
g) Nama, jabatan & tanda tangan yang berhak menanda-tangani faktur
pajak.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 255
Indirect Substraction Akuntansi
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = PPN PPN

Direct Substraction
10% x Pertambahan Nilai
Metode
Perhitungan
PPN Pedoman Pengkreditan
Pajak Masukan
(70% & 40%)

Nilai Lain
(Toko Mas : 2%)

256
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Contoh Metode Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan untuk


pengusaha yang menyerahkan barang kena pajak (BKP):

Omzet (penjualan/peredaran bruto) Barang Kena Pajak selama 1


masa pajak = Rp 100 juta.

Perhitungan PPN:
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = PPN
Pajak Keluaran = Rp 100 juta x 10% = Rp 10 juta.
Pajak Masukan = Pajak Keluaran x 70%
= Rp 10 juta x 70% = Rp 7 juta.
PPN = Pajak Keluaran – Pajak Masukan
= Rp 10 juta – Rp 7 juta = Rp 3 juta.

257
Pajak masukan: PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang
Kena Pajak & atau penerimaan Jasa Kena Pajak &
atau pemanfaatan Barang Kena Pajak & Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean & atau
impor Barang Kena Pajak.

Pajak keluaran: PPN terutang yang wajib dipungut oleh


Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak /
ekspor Barang Kena Pajak.
Nilai ekspor: nilai, termasuk semua biaya yang diminta /
seharusnya diminta oleh eksportir.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 258
Bukan
Sederhana Bukti

Standar
Faktur Pajak
(Bukti Kredit PPN)
Gabungan
Barang
Kena Pajak
Khusus Tertentu
(gula, rokok,
dsb)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 259
Mekanisme Pelaporan PPN

Produsen/pabrikan Kantor Dikukuhkan


/pengusaha Pelayanan sebagai PKP
BKP/JKP Pajak

SSP SPT Masa PPN NPPKP


(Nomor
Pengukuhan
Bank Persepsi, Pengusaha
Kantor kas negara Kena Pajak)

260
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Proses pengenaan PPN di pabrikasi terintegrasi
(contoh produsen tekstil sekaligus garment)

Wajib Pajak Harga jual Pajak Pajak PPN Pengusaha


(Penyerahan) Masukan Keluaran Terutang Kena Pajak
Penghasil Rp 5.000 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada --
Bahan Baku
(Kapas)
Devisi Rp 8.000 Tidak Ada Rp 800 Rp 800 Pabrik tekstil
Pemintalan & garment.
Divisi Rp 10.000 Rp 800 Rp 1.000 Rp 200 Pabrik tekstil
Penenunan & garment.
Divisi Rp 20.000 Rp 1.000 Rp 2.000 Rp 1.000 Pabrik tekstil
Pewarnaan & & garment.
Koreografi
Divisi Garment Rp 25.000 Rp 2.000 Rp 2.500 Rp 500 Pabrik tekstil
& garment.
Pedagang Rp 30.000 Rp 2.500 Rp 3.000 Rp 500 Pedagang
Besar besar.
Konsumen -- -- -- --
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 261
Proses pengenaan PPN
di pabrik yang tidak terintegrasi
(contoh antara produsen berbeda)

Wajib Pajak Harga jual Pajak Pajak PPN Pengusaha


(Penyerahan) Masukan Keluaran Terutang Kena Pajak
Penghasil Rp 5.000 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada --
Bahan Baku
(Kapas)
Pabrik Pintal Rp 8.000 Tidak Ada Rp 800 Rp 800 Pabrik pintal.

Pabrik Tenun Rp 10.000 Rp 800 Rp 1.000 Rp 200 Pabrik tenun.

Pabrik Tekstil Rp 20.000 Rp 1.000 Rp 2.000 Rp 1.000 Pabrik tekstil.

Pabrik Rp 25.000 Rp 2.000 Rp 2.500 Rp 500 Pabrik


Garment garment.

Pedagang Rp 30.000 Rp 2.500 Rp 3.000 Rp 500 Pedangang


Besar besar.
Konsumen -- -- -- -- -
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 262
Mekanisme Akuntansi PPN
dalam suatu Masa Pajak (Pabrikasi)

Transaksi beli BKP PPN Masukan (10%)

Mekanisme pengkreditan pajak


SPT Masa PPN
(Pajak Keluaran-Pajak Masukan)

PPN Keluaran
PPN terutang Penjualan
(tarif pajak 10% atau 0%
Barang Kena Pajak
untuk ekspor BKP tertentu)

263
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Contoh-contoh jurnal transaksi pembelian barang yang mengandung kewajiban PPN :

a) PT. Ikan membeli barang dagangan secara kredit dari PT. Asin pada 14 Februari 2014
seharga Rp 30.000.000

14/02/14 : Persediaan dagangan.......Rp 30 juta.

Pajak masukan.............. 3 juta.

Utang dagang.........................Rp 33 juta.

(Pembelian dagangan dari PT. Asin secara kredit)

b) PT. Asli membeli mesin pres genteng seharga Rp 20.000.000 secara kredit dari PT. Yaitu
pada 7 Maret 2014.

07/03/14 : Mesin pres genteng...........Rp 20 juta.

PPN masukan.................... 2 juta.

Utang....................................Rp 22 juta.

(Pembelian mesin pres genteng secara kredit dari PT. Yaitu)

264
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

c) PT. Resmi membeli tunai perlengkapan tulis seharga Rp 1.100.000 pada Toko Kita pada 1 April 2014, & sudah
termasuk beban PPN-nya.
01/04/14 : Perlengkapan administratif....Rp 1 juta.
Beban PPN........................... 0,1 juta.
Kas.................................................Rp 1,1 juta.

(Pembelian perlengkapan menulis tunai pada Toko Kita)


* Beban PPN tidak dapat dikreditkan, apabila pembelian tidak berhubungan langsung dengan proses produksi
perusahaan (sebagai kegiatan utamanya).

d) PT. Dunia membeli mobil Jeep untuk keperluan kantor seharga Rp 45.000.000 tunai termasuk beban PPN &
PPn BM (25%) dari PT. Karimata, pada 12 April 2014.
12/04/14 : Mobil jeep ............Rp 45 juta.
Kas................................Rp 45 juta.
(Pembelian mobil Jeep)

* Beban PPN & PPn BM atas pembelian mobil Jeep tersebut tidak dapat dikreditkan, karena kendaraan ini tidak
memiliki hubungan langsung dengan kegiatan utama perusahaan & jenisnya termasuk yang tidak boleh
diperlakukan sebagai pembelian yang pajak masukannya dapat dikreditkan (yang lain seperti sedan, van, &
station wagon). Beban tersebut dikapitalisir dalam harga perolehan mobil, yang akan disusut per tahun selama
masa manfaat aset yang bersangkutan.

265
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

e) PT. Imaniar membeli barang dagangan dengan harga Rp 36.000.000 potongan pembelian Rp
6.000.000 (apabila pembayaran dilakukan dalam tempo 10 hari) dari PT. Manungsa, terhitung sejak 25
April 2014.
- Pembayaran dalam masa potongan pembelian :
25/04/14 : Pembelian.........................Rp 30 juta.
PPN Masukan................... 3 juta.
Utang dagang.....................Rp 33 juta.
(Pembelian kredit dari PT. Manungsa, potongan Rp 6 juta selama
pelunasan 10 hari kemudian)
30/04/14 : Utang dagang........Rp 33 juta.
Kas..............................Rp 33 juta.
(Pelunasan utang dengan potongan pembelian Rp 6 juta)
- Pembayaran di luar masa potongan pembelian :
25/04/14 : Utang dagang.....................................................Rp 33 juta.
Potongan pembelian yang tidak dimanfaatkan.. 6 juta.
PPN Masukan................................................... 0,6 juta.
Kas.................................................................Rp 39,6 juta.
(Pelunasan utang pada PT. Manungsa di luar masa potongan
pembelian)
266
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

f) Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang dagangan yang dipesan, maka pembelian senilai Rp
3.000.000 dan PPN-nya dikembalikan kepada penjual pada 12 Mei 2014.
12/05/14 : Utang dagang .............Rp 3,3 juta.
Persediaan............................Rp 3 juta.
PPN Masukan........................Rp 0,3 juta.
(Retur pembelian dagangan tanggal 25/04/14)

g) PT. J menjual barang dagangan seharga Rp 30.000.000,- tunai dengan PPN 10%, kepada CV. Sukerta pada
13 Mei 2014.
13/05/14 : Kas...............................Rp 33 juta.
Persediaan.............................Rp 30 juta.
PPN Keluaran........................ 3 juta.
(Penjualan dagangan secara tunai kepada CV. Sukerta)

h) Barang dagangan yang sudah dijual, kemudian dikembalikan ke perusahaan dengan alasan kualitasnya
buruk, pada 15 Mei 2014. Setelah disortir kembali oleh perusahaan, yang diterima sebagai retur hanya senilai
Rp 20.000.000.
15/05/14 : Persediaan..............................Rp 20 juta.
PPN Keluaran......................... 2 juta.
Kas..................................................Rp 22 juta.
(Retur penjualan 13 Mei 2014)
267
i) UD. Imbuh memesan barang dagangan pada PT. Emang pada 1 Juni 2014, nilai pesanan adalah Rp 90.000.000.
Karena barangnya belum tersedia,maka UD. Imbuh membayar dulu uang muka Rp 10.000.000 dan sisanya akan
dilunasi begitu barang diserahkan seluruhnya, yang dijanjikan pada 15 Juni 2014.

01/06/14 : Kas......................................Rp 11 juta.

Uang muka penjualan.......................Rp 10 juta.

PPN Keluaran.................................... 1 juta.


(Pesanan dagangan UD. Imbuh untuk dikirim 15 Juni 2014)
15/06/14 : Kas..............................Rp 88 juta.

Uang muka penjualan........ 10 juta.


Persediaan.................................Rp 90 juta.

PPN keluaran.............................. 8 juta.


(Pemenuhan pesanan UD. Imbuh 1 Juni 2014)
j) PT. Ikimeneh menjual barang dagangan secara langsung kepada Toko Kelontong senilai Rp 20.000.000. Pembayaran
dilakukan per bulan mulai 1 Juli 2014 sebanyak Rp 2.000.000.
01/07/14 : Piutang dagang ....................Rp 20 juta.

Kas....................................... 2 juta.
Persediaan.........................................Rp 20 juta.
PPN Keluaran........ ........................... 2 juta.

(Penjualan dagangan kredit kepada Toko Kelontong)


01/08/14 : Kas............................................Rp 2 juta.

Piutang dagang...................................Rp 2 juta.


endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 268
(Angsuran II dari Toko Kelontong)
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Pajak Penjualan
atas Barang Mewah
(PPn BM)

269
Contoh Pemungutan PPn BM:
PT. Sehat Sejahtera merupakan perusahaan konstruksi yang mempunyai kualifikasi dalam usaha kelas
menengah. Pada tahun 2016 perusahaan telah membangun sebuah perumahan dengan kualifikasi
mewah dengan harga per unit Rp 25 M di kota Surabaya.
Seorang konsumen, Karto Marno Timbul membeli sebuah rumah secara tunai pada tanggal 23 Agustus
2016, maka atas transaksi pembelian satu unit rumah mewah ini PT. Sehat Sejahtera memperhitungkan
PPN dan PPn BM sebagai berikut:
Pembayaran dilakukan kepada PT Sehat Sejahtera tertanggal 23 Agustus 2016 dengan bukti Faktur Pajak
020.000-15.00000650.
Pemungutan PPN:
10% X Rp 25 M = Rp 2,5 M

Pemungutan PPn BM:


20% X Rp 25 M = Rp 5 M
Sehingga nilai yang tercantum dalam faktur pajak untuk transaksi tersebut adalah Rp 37,5 M dan Karto
Marno Timbul harus membayar nilai tersebut sebagai harga transaksi pembelian 1 unit rumah mewah dari
PT. Sehat Sejahtera.
Transaksi tersebut akan dilaporkan oleh PT. Sehat sejahtera dalam SPT PPN dan PPn BM untuk Masa
Pajak Bulan Agustus 2016 dan pembayaran PPn dan PPN BM akan dilakukan oleh perusahaan secara e-
billing.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 270
Dasar Hukum
UU No. 42 / 2009
tentang PPN & PPn BM

Tarif PPn BM
Berkisar antara 10% hingga 125%

PPn BM
Dasar Pengenaan Pajak
Harga jual / nilai penyerahan
(tidak termasuk PPN)

Sistem Pemungutan Pajak


Self assessment
(bersatu dengan pelaporan SPT PPN)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 271
Beda PPn BM dengan PPN
• PPn BM dikenakan hanya satu kali (saat impor atau
penyerahan Barang Kena Pajak tergolong mewah dari
Pengusaha Kena Pajak Pabrikan/Produsen).
• PPn BM tidak dapat dikreditkan à diperlakukan sebagai
biaya (bagian dari harga perolehan aset).
• Jika Barang Kena Pajak yang tergolong mewah diekspor
maka PPn BM yang dibayar saat perolehannya dapat
direstitusi.
• Tarif PPn BM bervariasi tergantung tingkat
kemewahannya.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 272
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 /PMK.010/2017
TENTANG
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
64/PMK. 011/2014 Tentang Jenis Kendaraan Bermotor
Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan
Tata Cara Pemberian Pembebasan Dari Pengenaan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 273
Pengecualian BKP Mewah
PPn BM tidak dikenakan atas:
• impor atau penyerahan kendaraan Completely Knock Down.
• kendaraan sasis.
• angkutan barang.
• motor roda dua dengan kapasitas silinder s.d. 250 cylinder capacity.
Dibebaskan dari pengenaan PPn BM:
• Kendaraan ambulan.
• Kendaraan jenazah.
• Peralatan pemadam kebakaran.
• Kendaraan tahanan.
• Angkutan umum.
• Kendaraan protokoler.
• Pembelian / impor yang dibiayai dari APBN / APBD, TNI / POLRI.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 274
Contoh perhitungan PPn BM
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Impor kendaraan bermotor CKD:
Harga faktur impor : Rp 150.000.000
Bea Masuk (50% x Rp 150.000.000) : Rp 75.000.000
Pungutan pabean lain (Bea Masuk Tambahan) Rp 500.000
Nilai impor : Rp 225.500.000.
PPN (10% x Rp 225.500.000,-) = Rp 22.550.000.
PPn BM tidak dikenakan.
PPh pasal 22 impor (asumsi oleh importir ber-API) :
25% x 10% x Rp 225.500.000 = Rp 5.637.500
Harga jual (kepada pabrikan) : = Nilai impor + PPN + PPh Pasal 22 + keuntungan
= Rp 225.500.000 + Rp 22.550.000 + Rp 5.637.500 + Rp 25.000.000
= Rp 278.687.500
PPN : 10% x Rp 278.687.500 = Rp 27.868.750
Harga penyerahan = Harga jual + PPN
= Rp 278.687.500 + Rp 27.868.750 = Rp 306.556.250
PPN terutang pada PKP importir = Pajak Keluaran – Pajak Masukan (Impor)
= Rp 27.868.750 - Rp 22.550.000
= Rp 5.318.750 275
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id

Impor kendaraan bermotor eks CKD oleh pabrikan:


Nilai impor :
(CIF + Bea Masuk + Pungutan Pabean Lainnya) = Rp 225.500.000
PPN impor : 10% x Rp 225.500.000. = Rp 22.550.000
PPh pasal 22 impor :
25% x 10% x Rp 225.500.000 = Rp 5.637.500
Biaya perakitan Rp 30.000.000
Keuntungan Rp 20.000.000
Harga jual Rp 281.137.500
PPN (10% x Rp 281.137.500) = Rp 28.113.750
PPN yang terutang pada PKP Pabrikan = Rp 28.113.750 - Rp 22.550.000
= Rp 5.563.750
PPn BM (40% x Rp 281.137.500) = Rp 112.455.000.
Harga penyerahan kepada konsumen = Harga jual + PPN + PPn BM
= Rp 281.137.500 + Rp 28.113.750
+ Rp 112.455.000 = Rp 421.706.250.

276
Pajak Bumi & Bangunan
(PBB)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 277
P3K dan SL
UU PBB (Pertambangan, Perikanan,
Pajak Negara
No. 12/1994 Pemungut:
Perkebunan, dan Kehutanan
Ditjen Pajak
dan Sektor Lain)

PBB

Pajak Daerah
UU PDRD P2 Pemungut:
(Perkotaan dan Pedesaan) DPKAD/Pemkot
No. 28/2009
/Pemkab

278
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 279
PBB Pajak Dipungut
(UU 12/94 dan tidak langsung pemerintah pusat atau
UU 28/2009) pemerintah daerah

Pajak negara
Pembagian PBB P3K SL Atau
Pajak Daerah

60% Pemerintah pusat 40% Pemda


(ke kas negara) Pemprov 40% & Pemkot/Pemkab 60%)
àpendapatan daerah
(dicantumkan dalam APBD)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 280
Obyek pajak diklasifikasi Menteri Keuangan, menurut nilai jual à pedoman
perhitungan pajak.
Faktor-faktor penentu klasifikasi :
nTanah : letak, pemanfaatan, peruntukan & kondisi lingkungan,
nBangunan : bahan material, rekayasa, letak & kondisi lingkungan.
Subyek pajak
Orang atau badan yang mempunyai hak atas bumi & atau memperoleh
manfaat atas bumi & atau bangunan bangunan.
Bila belum diketahui wp-nya à Dirjen Pajak menunjuk wp
àWP PBB bukan bukti hak pemilikan bumi & atau bangunan.
àTarif & DPP à tarif sebanding (persentase tertentu)
àPBB tergantung besarnya NJOP :
à0,5% (P3K & SL);
à0,1-0,3 (P2)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 281
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi objek pajak:
1. Sektor Pedesaan dan Perkotaan
2. Sektor Perkebunan
3. Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, izin
Pemanfaatan Kayu serta Izin sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri.
4. Sektor Kehutanan atas HPH Tanaman Industri
5. Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
6. Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
7. Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian
C
8. Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
9. Sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama
10. Usaha bidang perikanan laut
11. Usaha bidang perikanan darat
12. Yang bersifat khusus

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 282
Objek pajak tidak dikenakan PBB adalah
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari
keuntungan, antara lain:
1. Di bidang ibadah: masjid, gereja, vihara
2. Di bidang kesehatan: rumah sakit
3. Di bidang pendidikan: madrasah, pesantren
4. Di bidang sosial: panti asuhan
5. Di bidang kebudayaan nasional: museum, candi
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis.
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
(resiprositas)
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 283
qYang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan adalah objek pajak itu diusahakan untuk melayani
kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan mencari keuntungan,
dapat diketahui dari anggaran rumah tangga yayasan/badan dalam
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional.
Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai pasal 2
UU No. 5 / 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
qObjek pajak yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan, penentuan mengenai pajaknya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelengarakan pemerintahan..

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 284
qMengenai bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau
bukan yang digunakan oleh Negara, kewajiban perpajakannya
targantung pada perjanjian.
qBesarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan untuk masing-masing Kabupaten/Kota setinggi-
tingginya Rp 12.000.000 untuk setiap Wajib Pajak.
qApabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak,
yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang
nilainya terbesar.
qKepala Daerah menetapkan besarnya NJOPTKP dengan Perda.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 285
Contoh :
Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dan bangunan di desa A dan desa B:
Desa A: NJOP Bumi Rp 13.000.000 NJOP Bangunan Rp 9.000.000

Desa B: NJOP Bumi Rp 8.000.000 NJOP Bangunan Rp 10.000.000 NJOPTKP Rp 10.000.000

Perhitungan PBB: Langkah pertama mencari NJOP yang mempunya nilai paling besar, yaitu desa A.

Desa A
NJOP Bumi Rp 13.000.000
NJOP Bangunan Rp 9.000.000

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 22.000.000


NJOPTKP Rp 10.000.000

NJOP untuk penghitungan PBB Rp 12.000.000


Desa B
NJOP untuk penghitungan PBB:

NJOP Bumi Rp 8.000.000


NJOP Bangunan Rp 10.000.000

NJOP sebagai dasar Pengenaan PBB Rp 18.000.000


NJOPTKP Rp 0
NJOP untuk penghitungan PBB Rp 18.000.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 286
Contoh:
Wajib pajak A tidak menyampaikan SPOP.
Berdasarkan data yang ada, Direktur Jenderal Pajak mengekuarkan SKPKB yang
berisi:
Objek pajak dengan luas dan nilai jual.
Luas objek pajak menurut SPOP:
Pokok pajak Rp 2.000.000
Sanksi administrasi: 25% x Rp 2.000.000 = Rp 500.000
Jumlah pajak yang terutang dalam SKP Rp 2.500.000

Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang
yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih
pajak yang terutang.
Sanksi administrasi dikenakan terhadap wajib pajak yang mengisi SPOP tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 287
Contoh:
SPPT tahun pajak 2015 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret 2015
dengan pajak yang terutang sebesar Rp 500.000. Oleh wajib pajak baru dibayar
pada tanggal 1 September 2015. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan
denda administrasi sebesar 2% yakni:
2% x Rp 500.000 = Rp 10.000.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 September 2015 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000 + Rp 10.000
= Rp 510.000.
Bila wajib pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal 10 Oktober
2015, maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda 2 x 2% dari pokok
pajak, yakni: 4% x Rp 500.000 = Rp 20.000.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2015 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000 + Rp 20.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 288
PBB P2
(Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 289
Contoh Pemungutan PBB P2:
Antono mempunyai rumah yang ditinggali dengan kualifikasi sebagai berikut menurut SPPT PBB tahun 2016 adalah
Tanah seluas 500 M2 dengan harga jual NJOP Rp. 100.000/M2.

Bangunan seluas 250 M2 dengan NJOP Rp. 300.000/M2.


Taman seluas 150M2 dengan NJOP Rp 50.000/M2.

Pagar besi: panjang 100 M2, tinggi rata-rata 1,5M, NJOP Rp 150.000/M2.
Maka berdasarkan SPPT yang dikirimkan oleh Pemkot Semarang tahun 2016, besarnya PBB P2 yang terutang adalah
Nilai jual tanah: 500 x Rp. 100.000 = Rp. 50.000.000.

Nilai jual bangunan:


Bangunan (Rumah & Garasi) 250 m2 x Rp. 300.000 = Rp 75.000.000

Taman mewah 150 m2 x Rp. 50.000 = Rp 7.500.000


Pagar mewah (100 m x 1,5 m) x Rp 150.000 = Rp 22.500.000
Jumlah Rp 105.000.000

Jumlah NJOP = Rp 50.000.000 + Rp 105.000.000 = Rp 155.000.000


NJOPTKP Rp 8.000.000

NJOP DPP PBB Rp 147.000.000


Besarnya PBB yg terutang : 0,1% x Rp 147.000.000 = Rp 147.000
Pembayaran sebesar Rp 147 ribu tersebut harus dibayarkan oleh Antono ke Kantor Kas atau Bank Persepsi dan sebagai
buktinya akan diperoleh STTS.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 290
Bumi
permukan bumi & tubuh bumi
yang ada di bawahnya,
tanah & perairan pedalaman
serta laut.
Obyek PBB
Bangunan
konstruksi teknik yang ditanam/dilekatkan
secara tetap pada tanah/perairan,
untuk tempat tinggal & usaha.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 291
Termasuk dalam pengertian bangunan :
1) Jalan lingkungan dalam kompleks bangunan
(hotel, pabrik, emplasemen, bangunan yang satu
kesatuan),
2) Jalan tol,
3) Kolam renang,
4) Pagar mewah,
5) Tempat olahraga,
6) Galangan kapal, dermaga,
7) Taman mewah,
8) Kilang minyak, air, gas, & pipa minyak,
9) Fasilitas yang bermanfaat.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 292
Ketentuan tentang NJOPTKP

• Besarnya NJOPTKP ditetapkan oleh Pemkot/Pemkab dengan


memperhatikan ketentuan UU PDRD dan kondisi daerah setempat.
• Contoh: untuk Kota Semarang ditetapkan Rp 8.000.000 (dasar: usulan
Walikota Semarang dan dituangkan dalam Perda).
• Pertimbangan: perkembangan harga tanah & atau bangunan, untuk
menaikkan perbandingan proporsional antara potensi (jumlah pokok luas
tanah efektif) dengan jumlah wp yang sudah ditetapkan PBBnya (tax
coverage ratio), meningkatkan rasa keadilan, dan tingkat pendapatan
masyarakat setempat.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 293
Pengecualian obyek pajak :
a) Semata-mata untuk kepentingan umum (ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan & kebudayaan), tidak dikomersilkan,
b) Kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis,
c) Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan desa & negara tanpa hak,
d) Milik korps diplomatik atau konsulat, menurut asas perlakuan timbal
balik,
e) Milik badan atau perwakilan organisasi internasional (PBB &
kerjasama internasional),
f) Digunakan negara utntuk penyelenggaraan pemerintahan (pajak
diatur dengan Peraturan Pemerintah).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 294
Sistem Pemungutan Official Assessment Systems
PBB

SPPT Fiskus menghitung,


(Surat Pemberitahuan Memperhitungkan, SPOP
Pajak Terutang) Memberitahukan (Surat Pemberitahuan
Jumlah PBB terutang Objek Pajak)

Subjek
Pajak

Bayar

STTS
(Surat Tanda Terima Setoran) 295
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
Klasifikasi, Penggolongan, & Ketentuan Nilai
Jual Tanah & Bangunan PBB P2

• Tanah à nilai jual per m2.


1) Kelompok A (50 Kelas) : Rp 170 sd. Rp 3.200.000
2) Kelompok B (50 Kelas) : di atas Rp 3.200.000 sd. Rp
69.700.000
• Bangunan à nilai jual per m2.
1) Kelompok A (20 Kelas) : Rp 52.000 sd. Rp 1.366.000
2) Kelompok B (20 Kelas) : di atas Rp 1.366.000 sd. Rp
15.800.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 296
SPPT PBB P2

Objek Pajak Luas Kelas NJOP / m2 Jumlah

Bangunan 200 m2 11 Rp 200.000 Rp 40.000.000

Tanah 500 m2 27 Rp 150.000 Rp 750.000.000

NJOP dasar PBB Rp 790.000.000

NJOPTKP Rp 8.000.000

NJOP perhitungan PBB Rp 782.000.000


Tarif pajak PBB 0,1%

PBB Rp 782.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 297
DPP PBB P2 : NJOP à harga rata-rata menurut arm’s length transaction.
Jika tanpa jual beli à perbandingan antara harga vs obyek sejenis
(letak & fungsi sama).
Harga perolehan baru / pengganti (penentuan harga jual dengan
menghitung seluruh biaya untuk memperoleh pada saat penilaian,
dikurangi penyusutan).
Dasar perhitungan PBB : NJOP.
Tahun pajak PBB : tahun takwim (1 Januari sd. 31 Desember)
Keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari menentukan pajak terutang.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 298
Pengurangan PBB yang terutang, mengingat :
a) Bencana alam,
b) Kondisi tertentu. obyek pajak sehubungan dengan subyek atau :
* Hasil sangat terbatas, dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan wp perorangan,
* Dimiliki/dimanfaatkan wp perorangan yang berpenghasilan rendah,
* Dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan badan yang rugi/kesulitan likuiditas,

Penagihan PBB oleh fiscus:


Pemungutan PBB : sistem official assessment (penentuan & timbulnya
utang pajak).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 299
PBB P3K SL
(Pajak Bumi & Bangunan Sektor
Perkebunan, Pertambangan, Perikanan,
& Kehutanan serta Sektor Lain)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 300
Contoh Pemungutan PBB P3K dan SL: PBB Sektor Pertambangan Migas
PT. Lengo Mambu tahun 2016 menyampaikan SPOP ke KPP Pratama Balikpapan dan telah di verifikasi:
Tanah 1) Areal produktif 400 hektar kelas A48 lama Rp. 270 (kelas 196) 2) Areal belum produktif : a. Area survey luasnya 300 ha
kelas A50 Rp. 140 b. Area Explorasi luasnya 100 ha kelas A49 Rp. 200 c. Area non produksi open luasnya 250 ha kelas 198 Rp.
200 d. Area non produksi plug and abandone luasnya 150 ha kelas 200 e. Area tidak produktif berupa tanah pengamanan
luasnya 100 ha kelas 200 f. Area penambangan khusus/perairan luasnya 1 ha kelas A39 kesamping Rp. 71,5 g. Area
implasemen: - Pabrik luasnya 20 hektar kelas 185 - Gudang luasnya 2 hektar kelas 182 Kantor luasnya 1 hektar kelas 154 -
Perumahan luasnya 5 hektar Rp. 10.000 Bangunan 1) Pabrik luasnya 6 hektar kelas 084 2) Gudang luasnya 5.000 m2 kelas
081 3) Kantor luasnya 200 m2 kelas 078 4) Perumahan luasnya 1 hektar kelas 075 Hasil penjualan minyak bumi/ gas tahun
2011 dapat dicatat sebagai berikut : 1) Triwulan pertama produksi 25.000 barel, dengan harga US$ 45/ barel. 2) Triwulan kedua
produksi 30.000 barel, US$ 46/ barel. 3) Triwulan ketiga 33.000 barel, US$ 45,5/ barel 4) Triwulan keempat 43.000 barel, US$
46/barel Dengan catatan US$ 1 kursnya adalah Rp 9.100 (berdasarkan kurs BI), dan Rp 9.150 (kurs PMK).
Berdasarkan data di atas KPP Pratama Balikpapan membuat SPPT PBB dan menentukan besarnya angka kapitalisasi 9,5,
dengan NJOPTKP Permen No. 67/ 2011. PBB terutang:
Hasil Penjualan : 1) Triwulan ke-1 = 25.000 x 45 x Rp 9.150 = Rp 10.293.750.000 2) Triwulan ke-2 = 30.000 x 46 x Rp 9.150 =
Rp 12.627.000.000 3) Triwulan ke-3 = 33.000 x 45,5 x Rp 9.150 = Rp 13.738.725.000 4) Triwulan ke-4 = 43.000 x 46 x Rp
9.150 = Rp 18.098.700.000 + Total penjualan = Rp 54.758.175.000 Tanah 1) Areal produktif = 9,5 x Rp 54.758.175.000 = Rp
520.202.662.500 2) Areal blm produktif a. Area survey = 3.000.000 x Rp 140 = Rp 420.000.000 b. Area eksplorasi = 1.000 x
Rp 200 = Rp 200.000.000 c. Area non produki open = 2.500.000 x Rp 200,00 = Rp 500.000.000 d. Area non produksi plug and
abandone 1.500.000 x Rp 140,00 = Rp 210.000.000,00 e. Area tidak produktif = 1.000.000 x Rp 140 = Rp 140.000.000 f. Area
penambangan khusus = 10.000 x Rp 71,5 = Rp 715.000 g. Area implasemen - Pabrik = 200.000 x Rp 910 = Rp 182.000.000
- Gudang = 20.000 x Rp 1.200 = Rp 24.000.000 - Kantor = 10.000 x Rp 7.150 = Rp 71.500.000 - Perumahan = 50.000 x
Rp 10.000 = Rp 500.000.000 + NJOP tanah = Rp 522.450.877.500

Bangunan 1) Pabrik = 60.000 x Rp 365.000 = Rp 21.900.000.000,00 2) Gudang = 5.000 x Rp 429.000,00 = Rp 2.145.000.000


3) Kantor = 200 x Rp 505.000 = Rp 101.000.000 4) Perumahan = 10.000 x Rp 595.000 = Rp 5.950.000.000 + NJOP
bangunan = Rp 30.096.000.000 NJOP gabungan = Rp 552.546.877.500 NJOPTKP = Rp 24.000.000 + NJOPKP = Rp
552.522.877.500
PBB terutang = 0,5% x 40% x Rp 552.522.877.500 = Rp 1.105.045.755

Pembayaran PBB dapat dilakukan oleh PT. Lengo Mambu secara e-billing.
endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 301
NJOP
Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek
lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak pengganti.
Yang dimaksud dengan :
q Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/ metode
penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara membandingkannya dengan obyek pajak
lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga
jualnya.
q Nilai perolehan baru: suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperolah obyek tersebut
pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik
obyek tersebut.
q Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak
yang berdasarkan pada hasil produksi obyek pajak tersebut.
Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan
penghitungan pajak terutang.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 302
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
(a) Letak (b) Peruntukan (c) Pemanfaatan
(d) Kondisi lingkungan dan lain-lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan


faktor-faktor sebagai berikut:
(a) Bahan yang digunakan (b) Rekayasa (c) Letak
(d) Kondisi lingkungan dan lain-lain

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 303
Proses Penetapan PBB
Pendataan PBB Penetapan
Serangkaian kegiatan Penilaian Kegiatan menetapkan besarnya
memperoleh, mengumpulkan, Serangkaian kegiatan PBB yang terutang kepada Wajib
melengkapi dan menatausahakan menentukan nilai pasar wajar Pajak dengan menerbitkan SPPT
data Objek Pajak dan/atau Subjek atas objek penilaian pada suatu yang merupakan dasar penagihan
Pajak atau Wajib Pajak sebagai saat tertentu secara objektif dan pajak
bahan penetapan besarnya PBB professional berdasarkan
terutang untuk Objek Pajak sektor standar penilaian yang dapat
Perkebunan, Perhutanan, digunakan sebagai dasar Penatausahaan SPPT PBB:
Pertambangan, dan Sektor menghitung PBB terutatang. menatausahakan yang
Lainnya pembayarannya melalui
mekanisme pemindabukuan
Uji Petik Penilaian: melakukan
konfirmasi kebenaran data yang
Pemetaan : memperoleh, mengumpulkan, disampaikan oleh Wajib Pajak dan Penerbitan SPPT: menetapkan
melengkapi, dan menatausahakan, data Objek menentukan kembali nilai objek pajak besarnya PBB yang terutang
Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang telah ditentukan sebelumnya. kepada Wajib Pajak dengan
untuk menghasilkan informasi geografis terkait Input Proses adalah SPOP/LSPOP, menerbitkan SPPT
keperluan administrasi perpajakan. Data Pihak ketiga, Permintaan
Rekomendasi Nilai dari Proses Bisnis
Keberatan, dan Rencana Kerja dari
Pemutakhiran : memperoleh, mengumpulkan, Proses Bisnis Regulasi Penerbitan KMK NJOP
melengkapi, dan menatausahakan, data Objek sebagai dasar pengenaan
Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak PBB berdasarkan usulan yang
yang telah terdaftar dalam administrasi Penilaian NJOP : disampaikan oleh KPP
perpajakan NJOP yang akan
dijadikan dasar
pengenaan pajak,
Pendaftaran : memperoleh, mengumpulkan, dengan pendekatan Penyusunan Usulan Lampiran KMK NJOP
melengkapi, dan menatausahakan, data Objek data pasar, biaya, berdasarkan Nilai Bumi/m2 dan Nilai
Pajak dan/atau Subjek Pajak bagi yang belum dan kapitalisasi Bangunan/m2 sebagai lampiran Keputusan
tercantum dalam administrasi perpajakan endangkiswara@lecturer.undip.ac.id
pendapatan Menteri Keuangan mengenai NJOP
304
SPPT PBB P3K SL
Objek Pajak Luas Kelas NJOP / m2 Jumlah

Bangunan 200 11 Rp 200.000 Rp 40.000.000


m2
Tanah 500 27 Rp 150.000 Rp 750.000.000
m2
NJOP dasar PBB Rp 790.000.000

NJOP perhitungan PBB Rp 782.000.000

Tarif NJKP atau angka kapitalisasi 20%


Tarif Pajak PBB 0,5%

PBB = Rp 782.000.000 x 20% x 0,5% Rp 78.200.000

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 305
UU BPHTB No. 20 / 2000 & UU PDRD No. 28/2009

BPHTB
(Bea Perolehan Hak atas Tanah &
Bangunan)

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 306
Contoh pemungutan BPHTB:
Tukiman membeli sebidang tanah dan bangunan di Kota Semarang dari Kabul
senilai Rp 500 juta pada tanggal 20 Mei 2016 sekaligus membalik nama akta tanah
dan bangunannya di depan notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) Kartolo,
S.H., M.H.Cn.
Maka atas transaksi tersebut notaris wajib memungut PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan dari penjualan tanah dan bangunan kepada Kabul dan memungut
BPHTB atas peralihan hak atas tanah dan bangunan yang diperjual-belikan kepada
Tukiman, sebesar:
PPh pasal 4 ayat (2):
Rp 500 juta x 5% = Rp 25 juta.
BPHTB:
(Rp 500 juta – Rp 20 juta) x 2,5% = Rp 12 juta.
Notaris/PPAT wajib membuat bukti potong atas pemungutan pajak dan BPHTB
yang dilakukan untuk diserahkan kepada Tukiman dan Kabul.
*) Rp 20 juta misalnya adalah NPOTKP yang berlaku untuk kota Semarang yang
berlaku tahun 2016.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 307
Garis Besar Aturan BPHTB
• Sistem pemungutan pajak with holding
assessment,
• Pajak Pemerintah kota/Pemerintah kabupaten,
• Tarif 2,5% dari NPOKP (Nilai Perolehan Objek
Kena Pajak),
• NPOTKP maksimal Rp 60 juta (tergantung aturan
Pemkot/Pemkab setempat).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 308
Ketentuan tentang NPOPTKP
• Karena waris & hibah wasiat yang diterima orang
pribadi sedarah lurus satu derajat ke atas atau ke
bawah, termasuk suami / istri Rp 150 juta.
• Selain hal di atas maksimal adalah Rp 20 juta.
• Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Pemerintah
daerah setempat dengan mempertimbangkan
perkembangan perekonomian regional.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 309
Objek BPHTB

• Pemindahan hak (menurut PP 34/2016): jual beli,


tukar menukar, hibah, hibah wasiat, kapitalisasi
merger, pemisahan hak, lelang, putusan hakim,
hadiah, warisan.
• Pemberian hak baru (lanjutan pelepasan hak, di
luar pelepasan hak).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 310
Jenis-Jenis Hak atas Tanah

• UU PA No. 5 / 1960 (Hak milik, Hak Guna Usaha,


Hak Guna Bangunan, Hak Pakai),
• UU Rumah Susun No. 16 / 1985 (Hak milik atas
satuan rumah susun),
• PP No. 8 / 1953 juncto PP 112 / 2000 (Hak
pengelolaan).

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 311
Pengecualian BPHTB

• Perolehan hak oleh corps diplomat,


negara, organisasi internasional, orang
pribadi / badan krn konversi hak tanpa
balik nama, wakaf, ibadah.

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 312
Dasar Pengenaan Pajak

Harga Transaksi
Jual beli, lelang

Nilai Pasar
Tukar Menukar,
NPOP Hibah,
Hak baru

NPOP Tidak Diketahui,


NPOP < NJOP
à NJOP PBB

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 313
Perhitungan BPHTB

NPOP NPOTKP 2,5%


BPHTB

NJOP NPOTKP
BPHTB 2,5%

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 314
Semoga Bermanfaat

endangkiswara@lecturer.undip.ac.id 315

Anda mungkin juga menyukai