Anda di halaman 1dari 62

JUDUL PENELITIAN

SUATU TINJAU TENTANG KESADARAN MASYARAKAT NELAYAN


TENTANG PENDIDIKAN ANAK USIA SEKOLAH (STUDI KASUS
DI KELURAHAN NELAYAN INDAH KECAMATAN
MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN)

DISUSUN OLEH:

RUSDI WIJAYA (0309202050)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2023

i
DAFTAR ISI

Hal.

DAFTAR ISI ............................................................................................. i


BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan Masalah .................................................................... 3
C. Rumusan Masalah .................................................................. 3
D. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian ................................................................. 3

BAB II. KERANGKA TEORI ............................................................... 5


A. Kerangka Teori ...................................................................... 5
1. Pengertian Masyarakat Nelayan ........................................ 5
2. Pengertian Pendidikan Anak ............................................. 14
3. Pengertian Kesadaran ........................................................ 23
B. Kerangka Berpikir ................................................................. 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 32


A. Latar Penelitian ...................................................................... 32
B. Data dan Sumber Data ........................................................... 32
C. Metode Penelitian .................................................................. 32
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 33
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 34
F. Teknik Pengecekan Keabsahan Data ..................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha terencana dan sistematik dalam proses sadar

untuk mendorong dan mendidik individu agar menjadi dewasa dan berkembang

menjadi manusia yang mandiri, berdaulat, berdikari dan bertanggung jawab,

mampu memenuhi peranannya sebagai raja di dunia dan makhluk ciptaan Tuhan.

Sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 3,

“Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.” berakhlak mulia, sehat, berilmu,

berenergi, berkreativitas, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan

bertanggung jawab.” Pendidikan dapat dipahami di sini, tidak serta merta menjadi

mesin produksi yang mencetak manusia untuk memenuhi kebutuhan pasar

ekonomi.

Pendidikan formal (sekolah) adalah salah satu sistem pendidikan yang

menghasilkan manusia terpelajar, tanpa memandang latar belakang budaya dan

tingkat ekonomi peserta didik yang mengikutinya (Kompri, 2015:23). Jenjang

satuan pendidikan meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang mendasari

pendidikan menengah. Bentuk satuan pendidikan dasar meliputi Sekolah Dasar

(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan program pendidikan

6 tahun. Selain itu, sekolah menengah pertama (SMP) atau yang sederajat

menyelenggarakan program pendidikan 3 tahun. Mengikuti sekolah menengah

1
atas negeri (SMU/SMA/SMK) atau sederajat lainnya yang memiliki kurikulum 3

tahun. Serta pendidikan tinggi termasuk diploma, lisensi, master khusus, pelatihan

doktor yang ditawarkan oleh universitas. Keberhasilan penyelenggaraan

pendidikan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu tanggung jawab orang tua, guru dan

masyarakat. Orang tua memainkan peran pendidikan di lingkungan rumah dan

guru di lingkungan sekolah. Dan masyarakat yang berpengaruh sangat besar

pengaruhnya terhadap proses pendidikan berkelanjutan di suatu lembaga.

Keberadaan dan perkembangan sekolah tercermin dari tingginya tingkat

partisipasi dan kesadaran akan pentingnya pendidikan, serta pendapat masyarakat

tidak lepas dari pengaruh budaya, sosial, agama, pendidikan, ekonomi, dan

pencapaian pendidikan yang dimiliki masyarakat.

Untuk itu, kewajiban bangsa mencerdaskan kehidupan merupakan salah

satu tujuan negara Indonesia yang harus diikuti oleh seluruh lapisan bangsa.

Dengan pendidikan yang baik akan tercipta sumber daya manusia yang

berkualitas terutama dalam hal pengetahuan. Untuk mendapatkan sumber daya

yang berkualitas, pemerintah mengajak masyarakatnya untuk mendapatkan

pendidikan yang sebaik mungkin. Program beasiswa ditawarkan oleh pemerintah

kepada orang-orang yang ingin mencapai cita-citanya. Menurut Hasbullah (2015),

pendidikan ini mencakup semua anggota masyarakat dari berbagai kelompok

umur agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat, termasuk

kehidupan anak-anak nelayan. Nelayan pesisir pada umumnya memiliki pendapat

yang berbeda tentang pendidikan. Mereka melihat pendidikan hanya sebagai

formalitas. Masyarakat yang kebanyakan nelayan menganggap tidak perlu

2
berpendidikan tinggi, karena pada akhirnya mereka akan kembali melaut di

daerahnya.

Kesadaran masyarakat nelayan akan pentingnya pendidikan formal 12

tahun masih terbatas pada penelitian akademis, baik berupa disertasi maupun

buku. Namun, pada kenyataannya dari berbagai penelitian terdapat perbedaan

pandangan tentang persepsi masyarakat nelayan tentang pentingnya pendidikan

formal 12 tahun. Diantaranya adalah Sriyanti Ninik (2006) dan Kadriani La

Harudu (2017) yang mengkaji tentang pentingnya pendidikan formal dan tidak

membatasi pencapaian pendidikan formal, keduanya mengkaji partisipasi

keterlibatan orang tua dalam pendidikan anaknya.

Nelayan di kawasan pesisir ini hanya mendapatkan penghasilan dari

melaut. Jadi dari segi ekonomi termasuk kategori rendah. Pendapatan yang rendah

menyebabkan nelayan mengabaikan pendidikan dan aktif melaut, karena pada

umumnya kehidupan nelayan selalu dikaitkan dengan pemikiran mundur, gaya

hidup, dan pandangan tradisional dan kurang modern. Secara keseluruhan,

kemiskinan nelayan diterjemahkan menjadi buruknya infrastruktur fisik di desa

nelayan yang secara umum masih sangat minim (Siregar, 2016). Selain itu,

nelayan juga minim wawasan sehingga kondisi sosial budaya mereka sangat

terjalin. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa anaknya tidak perlu belajar

dengan baik dan belajar dengan baik. Mengetahui cara membaca, menulis, dan

berhitung dianggap cukup bagi nelayan untuk menjadi orang tua.

Masalah pendidikan yang sering dihadapi oleh anak-anak nelayan

disebabkan oleh beberapa faktor yang kurang menguntungkan, seperti fasilitas

3
pendidikan yang minim, pemahaman orang tua yang terbatas tentang pendidikan,

serta masalah umum yang muncul ketika anak putus sekolah. mencari nafkah di

laut, sehingga studi mereka terbengkalai. Hal ini sesuai dengan hasil survei mitra

Kemdikbud tahun 2019 yang menyebutkan bahwa anak nelayan tidak

melanjutkan sekolah karena rendahnya motivasi belajar anak karena tidak adanya

dukungan dari orang tua. sekolah dengan kekurangan guru dan tenaga

kependidikan, waktu belajar yang terbatas, waktu yang tidak tepat untuk pergi ke

pantai serta keadaan anak putus sekolah, tidak melanjutkan sekolah. Namun,

situasinya berbeda dengan penduduk pulau Karimunjawa, Jepara. Berdasarkan

hasil wawancara dengan beberapa anak dari Pulau Karimunjawa, Jepara yang

sebagian besar adalah anak nelayan, terlihat bahwa meskipun anak nelayan tetap

aktif dan gigih selama 12 tahun bersekolah. Bahkan ada yang ingin melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka percaya bahwa pendidikan yang

baik dapat mengubah nasib hidup mereka di masa depan, sehingga mereka

termotivasi dengan baik untuk berhasil dan menyelesaikan pendidikannya.

Selain mewawancarai anak nelayan, peneliti juga melakukan wawancara

dengan nelayan di Pulau Karimunjawa, Jepara. Dari hasil wawancara diketahui

bahwa besarnya minat dan motivasi anak-anak nelayan pulau karimunjawa

terhadap pendidikan dipengaruhi oleh dukungan orang tua mereka. Meski

mayoritas masyarakat Karimunjawa dan Jepara adalah nelayan, namun mereka

tidak ingin generasinya seperti mereka. Mereka ingin anak-anak mereka dididik

dengan baik, sehingga anak-anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik di

masa depan daripada orang tua mereka yang hanya berprofesi sebagai nelayan.

4
Oleh karena itu, dukungan dan bimbingan orang tua untuk menyekolahkan

anaknya menjadi sangat penting, guna meningkatkan minat pendidikan anak-anak

nelayan di Pulau Karimunjawa, Jepara. Hal ini sesuai dengan penelitian Suwarno

(2012)”, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi kesadaran

masyarakat tentang pendidikan, di anak mana yang harus lebih diperhatikan. Jika

Anda lebih cerdas, Anda akan dapat belajar di tingkat yang lebih tinggi untuk

menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, negara, dan negara. Selain

Suwarno, ada pendapat para ulama terdahulu bahwa kesadaran orang tua dalam

mengasuh anak itu penting karena ketika mereka dididik, anak akan terdidik dan

lebih fokus pada kehidupannya (Siregar, 2013).

Perubahan pemikiran nelayan di Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan

Medan Labuhan yang semakin maju dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya

status daerah yang semakin maju karena dekat dengan kota administratif Medan

Utara (Belawan) menambah wawasan para nelayan tentang berbagai hal yang

kemudian diwariskan kepada anak-anak mereka sebagai pendorong untuk

mencapai cita-cita yang diinginkan. Melihat fenomena terkait perubahan

psikologis masyarakat nelayan di di Kelurahan Nelayan Indah, banyak terjadi

perubahan mentalitas pengasuhan mereka. Mereka lebih peduli tentang

membesarkan anak-anak mereka untuk masa depan yang lebih baik. Hal ini juga

sesuai dengan penelitian Salma (2016), ketika hasil penelitian menunjukkan

bahwa petani di desa Munggu memiliki pemikiran yang lebih maju, mereka

menganggap pendidikan sebagai suatu keharusan dan penting untuk membekali

pengetahuan bagi anak, menambah pengalaman dan pemahaman, dapat

5
membantu mencari pekerjaan yang lebih baik, menjadikan anak cerdas dan

cerdas, bahkan menganggap bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat

penting.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk melakukan

penelitian dengan mengambil judul: suatu tinjau tentang kesadaran masyarakat

nelayan tentang pendidikan anak usia sekolah (studi kasus di Kelurahan Nelayan

Indah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan)

B. Batasan Masalah

Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di Desa Nelayan Indah,

Kecamatan Medan Labuhan, dan Kota Medan merupakan batasan studi.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kesadaran masyarakat nelayan Kelurahan Nelayan Indah terhadap

pendidikan anak usia sekolah?

2. Bagaimana pendidikan anak usia sekolah pada masyarakat nelayan Kelurahan

Nelayan Indah?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat nelayan Kelurahan Nelayan Indah

tentang pendidikan anak usia sekolah.

2. Untuk mengetahui pendidikan anak usia sekolah pada masyarakat nelayan

Kelurahan Nelayan Indah.

6
E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Mendapatkan pemahaman umum tentang berbagai aspek pendidikan anak

usia sekolah serta struktur pendidikan anak universal yang tidak mengenal

dikotomi dan pendidikan yang harus diberikan kepada anak.

2. Manfaat Praktis

Pembicaraan ini harus lebih menyoroti masalah pendidikan, khususnya

bagi anak-anak usia sekolah di komunitas nelayan. Selain itu, hasil penelitian ini

diyakini akan membantu Dinas Pendidikan Desa Nelayan Indah dalam upaya

meningkatkan pendidikan anak usia sekolah.

7
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Kerangka Teori

1. Pengertian Masyarakat Nelayan

a. Pengertian Masyarakat

Dari perspektif sosiologis, masyarakat adalah sekelompok individu yang

tinggal di suatu daerah dan bersatu untuk mencapai tujuan. senyawa umum

(Mulasi, 2021). Menurut konsep pendidikan, masyarakat terdiri dari sekelompok

besar individu dengan karakteristik yang berbeda-beda, dari yang buta huruf

sampai yang terpelajar. Anggota dapat mempraktikkan keterampilan mereka di

lab yang cukup besar ini. Komunitas juga terdiri dari pengguna atau pengguna

kliennya. Tingkat pendidikan setiap anggota masyarakat mempengaruhi kualitas

masyarakat tersebut. Hal yang sama berlaku untuk orang Indonesia. Kualitas

masyarakat secara keseluruhan meningkat dengan tingkat pendidikan warganya.

Hal ini terlihat dengan membandingkan masa kemerdekaan Indonesia dengan

masa penjajahan Belanda (Mulasi, 2021).

Masyarakat dilihat dari sudut pandang lingkungan pendidikan sebagai

lingkungan masyarakat informal yang mendidik semua anggotanya secara

sengaja dan sengaja, tetapi tidak secara sistematis. GHBN yang dimaksud dengan

masyarakat adil dan makmur dalam lindungan Allah SWT adalah masyarakat

yang menerima seluruh anggotanya yang beraneka ragam dan membimbing

mereka menjadi anggota masyarakat yang baik untuk mencapai kesehatan

jasmani dan rohani atau jasmani dan rohani (Mulasi, 2021).

8
Menurut beberapa teori di atas, masyarakat adalah sekelompok orang

yang tinggal di suatu wilayah dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Ia merupakan kumpulan individu dengan latar belakang pendidikan, ras, suku,

budaya, agama dan kelas sosial lainnya di samping ciri fisik yang beragam.

Masyarakat dianggap dalam konteks pendidikan sebagai kelompok individu yang

dapat diterima dengan karakteristik yang beragam, dari yang bodoh sampai yang

berpendidikan tinggi.

b. Pendidikan Masyarakat

Salah satu konteks pendidikan yang memiliki pengaruh penting terhadap

perkembangan manusia adalah sosial. Status masyarakat ini ditandai dengan

makanan mentah, kepercayaan nasional, kemajuan sosial budaya dan ilmu

pengetahuan (Suryana, 2016). Masyarakat berperan penting dalam mencapai

tujuan pendidikan nasional, terutama dalam penyelenggaraan pendidikan (melalui

pembukaan lembaga pendidikan swasta), dalam mencari/memperoleh lapangan

kerja, baik dari segi biaya, maupun dukungan langsung dan tidak langsung bagi

pengembangan karir (Suryana, 2016).

Universitas swasta, perusahaan, asosiasi, dan organisasi swasta nasional

lainnya semuanya berperan dalam masyarakat. Dalam sistem pendidikan nasional

yang kerakyatan ini, yang dimaksud dengan “pendidikan umum” adalah usaha

sengaja untuk memberikan kesempatan-kesempatan sosial, budaya, agama, dan

pembangunan yang terkait dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, keterampilan, dan

keahlian yang dapat dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk pembangunan

selanjutnya. dan pembangunan komunitas (Sari dan Harudu, 2018). Setiap

9
masyarakat tentunya memiliki andil yang besar dalam memajukan dan

mewujudkan generasi terdidik, terutama dalam mencapai tujuan pendidikan,

yaitu membantu tercapainya pembangunan masyarakat dari berbagai sudut.

c. Peran Masyarakat Dalam Pendidikan

Setelah pendidikan di rumah dan di kelas, masyarakat berfungsi sebagai

kerangka pendidikan ketiga. Dari perspektif sosial, masyarakat memiliki banyak

bentuk dan sifat yang berbeda. Namun, budaya Indonesia dapat memanfaatkan

keragaman tersebut (Geografi, Jurusan MIPA, Universitas Negeri Makassar,

Sulawesi Selatan, 2020).

Lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat merupakan wahana untuk

mewujudkan gagasan belajar sepanjang hayat. Meskipun pendidikan sangat

terbatas di rumah dan di sekolah, pendidikan tersedia di masyarakat sampai mati.

Semua informasi dan keterampilan yang dikembangkan di rumah dan di sekolah

terus berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat (Fahmi dan Rantika, 2021).

Masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab membesarkan anak di

masyarakat versus siapa yang bertanggung jawab membesarkan anak di rumah

dan di sekolah. Hal ini disebabkan oleh perjalanan waktu, interaksi interpersonal,

moralitas dan konstruksi sosial dalam masyarakat. Persahabatan hanya

berkembang seiring waktu, romansa sebagian besar serampangan, dan tema

sangat luas dan beragam. Namun demikian, peran masyarakat sangat penting

dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan nasional, ikut serta dalam

penyelenggaraan pendidikan negeri (swasta), menyumbang biaya sarana dan

10
prasarana, menciptakan lapangan kerja, serta secara langsung dan tidak langsung

mendukung pengembangan karir (Fahmi dan Rantika, 2021).

Berdasarkan pernyataan di atas, jelas bahwa masyarakat, tempat kita

belajar keterampilan sosial dan informasi, dan bahwa masyarakat memiliki

kewajibannya sendiri, terutama di bidang ini, merupakan salah satu lembaga

pendidikan yang penting bagi generasi muda negara dalam hal pendidikan.

d. Pengertian Masyarakat Nelayan

UU Perikanan No. 31 Tahun 2004 mendefinisikan masyarakat nelayan

sebagai masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada penangkapan

ikan. Mereka menghasilkan uang dan menjual produk terkait perikanan. Dia

adalah seorang nelayan, sehingga kuantitas dan kualitas tangkapannya sangat

penting untuk mata pencahariannya. Jumlah tersebut mewakili jumlah total

pendapatan. Memancing adalah profesi tradisional, dan bagi sebagian orang, itu

mungkin satu-satunya pilihan mereka. Karena kurangnya kesempatan kerja

lainnya, sangat tergantung pada sumber daya air. Nelayan tradisional juga kalah

bersaing dengan nelayan modern karena situasi ini (Alviandy dan Fiqry).

Secara geografis kampung nelayan terbentuk oleh masyarakat yang

bermukim di sepanjang pantai dengan fungsi sebagai tempat peralihan antara

darat dan air. Sekelompok orang yang disebut nelayan bergantung sepenuhnya

pada makanan laut untuk makanan mereka, baik melalui penangkapan ikan

maupun pertanian. Mereka sering tinggal di lingkungan yang dekat dengan

tempat kerjanya, dekat pantai (Sharif dan Geografi Fakultas Ilmu Pengetahuan

Alam dan Ilmiah, 2021). Nelayan mendiversifikasi pekerjaan mereka untuk tetap

11
bertahan. Karena diversifikasi pekerjaan, peluang mata pencaharian alternatif

semakin tersedia bagi nelayan, baik di industri perikanan maupun di sektor lain.

Sumber daya di lingkungan masyarakat memiliki dampak yang signifikan

terhadap kegiatan yang mungkin dilakukannya (Nadjib, 2016).

Hal ini membawa kita pada kesimpulan logis bahwa komunitas nelayan

terdiri dari individu-individu yang hidup, tumbuh, dan berkembang terutama di

wilayah pesisir yang bergantung pada hasil laut dari perikanan dan terletak di

daerah yang memisahkan daratan dari laut dekat pantai. Masyarakat yang

bergantung pada penangkapan ikan bergantung pada iklim untuk bertahan hidup.

Sebagian besar nelayan meminjam uang kepada pemilik perahu atau dari tempat

mereka biasa menjual hasil tangkapannya pada saat cuaca kurang baik atau pada

saat hasil tangkapan tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

e. Konteks Masyarakat Nelayan

Secara geografis kampung nelayan terbentuk oleh masyarakat yang

tinggal di wilayah pesisir terutama di daerah peralihan antara darat dan

laut.Masyarakat nelayan merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari banyak

komponen sosial. Selain itu, mereka mengikuti seperangkat norma dan

kepercayaan budaya yang memandu tindakan sehari-hari mereka. Yang

membedakan masyarakat nelayan dengan kelompok sosial lainnya adalah ciri

budaya ini. Sebagian besar masyarakat pesisir bergantung pada pengelolaan

potensi perikanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Mereka merupakan langkah penting dalam

pengembangan masyarakat maritim Indonesia (Fuadi, 2020).

12
Desa nelayan menghadapi banyak masalah politik, sosial dan ekonomi

yang kompleks, sama seperti peradaban lainnya. Ini termasuk: (1) keterbatasan

akses terhadap modal, teknologi dan pasar mempengaruhi dinamika usaha; (2)

ketimpangan sosial, kemiskinan dan munculnya mitra ekonomi baru; (3)

lemahnya operasi lembaga sosial ekonomi saat ini; dan (4) kelangkaan sumber

daya manusia yang berkualitas. Hal ini disebabkan kurangnya akses terhadap

pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan dan transportasi; (5) degradasi

sumber daya lingkungan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; dan (6)

fakta bahwa isu utama tidak terkait dengan laut, basis politik pembangunan

nasional (Watung, 2013). Masalah-masalah di atas saling terkait dan tidak

terpisah satu sama lain. Pikirkan tentang kemiskinan. Masalah ini diperparah

dengan akses yang terbatas, institusi ekonomi yang disfungsional, kurangnya

sumber daya manusia, dan degradasi sumber daya lingkungan.

Oleh karena itu, setiap solusi kemiskinan masyarakat pesisir harus

komprehensif. Sekalipun satu faktor harus dipilih sebagai dasar penyelesaian

masalah kemiskinan, pilihan tersebut ternyata mempengaruhi faktor lain atau

berperan sebagai pemicu penyelesaian masalah lain. Membuat keputusan seperti

itu sulit, tetapi penting untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebaik

mungkin.

f. Karakteristik Sosial Masyarakat Nelayan

Di desa-desa pesisir terdapat kelas sosial yang berbeda-beda. Ketika

masyarakat pesisir berinteraksi dengan sumber daya ekonomi yang ada, mereka

masuk dalam kategori berikut:

13
Nelayan, pembudidaya ikan pesisir, pembudidaya rumput laut/mutiara,

dan penembak adalah contoh masyarakat yang mendapat manfaat langsung dari

sumber daya manusia; (2) pengolahan ikan atau hasil perairan lainnya, seperti

lemari pendingin, pengering ikan, pengasapan, terasi/biskuit, pakan ikan/ikan,

dan lain-lain; dan (3) mendukung operasi penangkapan ikan, seperti pedagang,

pemilik pabrik, perusahaan pelayaran, operator kapal, dan pekerja tidak terampil

adalah contoh penerima manfaat tidak langsung dari sumber daya manusia (Pinto,

2016).

Tingkat perkembangan permukiman pesisir berdampak pada keragaman

kelompok sosial yang ada. Tingkat perkembangan masyarakat nelayan yang

semakin kompleks memungkinkan terjadinya diversifikasi kegiatan ekonomi

yang akan berdampak pada pesisir atau desa nelayan. Dibandingkan dengan desa

pesisir yang sedang berkembang, jumlah kelompok sosial yang beragam lebih

kompleks, begitu pula dengan dinamika sosial ekonomi daerah tersebut. lebih

ditingkatkan (Pinto, 2016).

Masyarakat atau kelompok sosial atau kelompok sosial nelayan berperan

sebagai tulang punggung sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir ketika

banyak peluang untuk menangkap ikan (di laut) dan menjadi mata pencaharian

bagi 50% atau lebih penduduk. Sebagai penghasil ikan tangkap, masyarakat

nelayan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap dinamika sosial

ekonomi setempat. Pekerjaan menjerat nelayan membawa manfaat sosial

ekonomi tidak hanya bagi masyarakat setempat tetapi juga bagi penduduk

masyarakat sekitar (Amalia, 2017).

14
Ciri-ciri yang menggambarkan ciri sosial budaya masyarakat nelayan

adalah:

memiliki hubungan pelanggan yang sangat kuat. Masyarakat nelayan

merupakan unsur sosial yang penting dalam struktur masyarakat pesisir, dan

budaya mereka membentuk ciri budaya masyarakat pesisir atau perilaku sosial

budaya secara umum. etos kerja yang kuat, memanfaatkan kemampuan dan

kemampuan beradaptasi dengan sebaik-baiknya, kompetitif dan berorientasi

secara efektif, menghargai kemampuan, menjadi kaya dan sukses dalam hidup,

terlibat dan ekspresif, menyadari solidaritas sosial yang kuat dan tindakan

"konsumen" (Suharyanto, 2017).

Setiap masyarakat sedang mengalami proses transformasi sosial yang

terjadi di mana-mana; ada perpecahan dan konflik di setiap masyarakat, yang ada

di mana-mana; dan setiap segmen masyarakat yang turut menyebabkan

keruntuhan dan perubahan itu juga dialaminya. perusahaan berlokasi di sana,

memaksa beberapa anggotanya atas yang lain.

g. Karakteristik Ekonomi Nelayan

Modal ekonomi, seperti perahu, jaring, dan tongkat, terdiri dari barang-

barang yang telah diproduksi tetapi digunakan sebagai alat produksi untuk

menghasilkan barang dan jasa lain yang langsung dikonsumsi dalam

perekonomian. Pertumbuhan bisnis tergantung pada modal. Nelayan sering

merasa kesulitan untuk mengembangkan usahanya, apalagi dengan anggaran

yang mepet (Arif, 2019).

15
Di sisi lain, pemancing juga melakukannya dengan sangat baik. Selain

mendapatkan uang yang cukup untuk mendukung karirnya, seorang nelayan juga

dapat memiliki perahu, jaring, dan alat tangkap lainnya sendiri. Nelayan memiliki

kehidupan sosial ekonomi yang sangat stabil dan pendapatan rata-rata yang lebih

tinggi daripada petani atau buruh perkebunan. Ada mobilitas sosial, termasuk

gerakan vertikal ke atas antara bandega dan kapten. Jika mereka dapat melunasi

hutangnya, status sosial mereka akan meningkat. Mereka berbagi kapal pesiar

yang sama yang mereka gunakan. Pelaut akan memiliki status baru pelaut penuh,

tidak termasuk staf darat, dan Pandego akan memiliki status baru Pandego, yang

akan menerima sebagian kepemilikan kapal bekas (Sari dan Harudu, 2018) ).

Organisasi industri perikanan dan tingkat pendapatan yang dihasilkannya

memiliki dampak yang signifikan terhadap struktur horizontal dan vertikal

masyarakat nelayan. Semakin tinggi kelas sosial mereka, semakin strategis posisi

mereka dalam menguasai pekerjaan nelayan dan semakin banyak uang yang

mereka peroleh. Sebaliknya, status mereka di masyarakat melemah, kekayaan

mereka menurun, dan mereka kurang berpartisipasi dalam organisasi perikanan

strategis. Dalam keadaan seperti itu, para pelaut selalu menikmati status sosial

yang lebih tinggi daripada para nelayan di Pandega. Oleh karena itu, posisi

pemilik lebih baik daripada pelaut (Tubu, 2021). Menurut statistik BPS, industri

perikanan akan menghasilkan kegiatan ekonomi Rp 255,3 triliun pada tahun

2020. Bergantung pada kondisi sosial, lingkungan, dan politik, jumlah ini dapat

meningkat. Oleh karena itu, kualitas hidup nelayan dan keluarganya harus

ditingkatkan melalui implementasi inisiatif strategis dan rencana aksi untuk

16
memberdayakan sosial ekonomi nelayan. Misalnya, 83% masyarakat nelayan

masih hidup dalam kemiskinan dan hanya memiliki sedikit akses ke teknologi

penangkapan ikan atau pengetahuan tentang daerah penangkapan ikan yang

tersedia. Misalnya, berdasarkan kepemilikan kendaraan, piramida tampak relatif

lebar di bagian bawah, menunjukkan dominasi kendaraan tidak bermotor, dengan

64% dan 21% kendaraan tempel dan hanya 15% kendaraan bermotor (Tubu,

2021).

h. Kemiskinan dan Kredit Nelayan

Berdasarkan temuan berbagai penelitian yang dilakukan terhadap

masyarakat nelayan di Indonesia, persoalan kemiskinan nelayan secara umum

dapat dilihat dari segi alam, budaya, dan kelembagaan. Kemiskinan alami

disebabkan oleh kurangnya sumber daya atau lambatnya kemajuan teknis. Ini

termasuk kemiskinan yang disebabkan oleh populasi yang berkembang pesat dan

ketersediaan sumber daya yang relatif stabil. Hubungan antara terumbu karang

yang terdegradasi dan tingkat pendapatan nelayan merupakan studi kasus yang

sering digunakan untuk mengilustrasikan persoalan ini (Wijayanti, 2013).

Di sepanjang pantai Indonesia, biasanya terdapat banyak tempat

terbelakang dengan pemukiman nelayan. Semakin jauh garis pantainya semakin

banyak orang miskin di Indonesia. Tingginya angka kemiskinan masyarakat

pesisir harus disikapi melalui inisiatif pembangunan seperti Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Kementerian Kelautan dan

Perikanan. Bertambahnya jumlah penduduk miskin di wilayah pesisir yang paling

terekspos juga menjadi masalah serius (Wijayanti, 2013).

17
Industri perikanan, khususnya nelayan tradisional, sering disebut sebagai

masyarakat miskin. Selain itu, desa nelayan dicap lemah, cuek, tidak efektif, dan

tidak mampu membuat rencana jangka panjang. Mitos ini cukup ampuh untuk

menurunkan kualitas hidup masyarakat nelayan. Bahkan, sudut pandang ini

sangat menarik dan telah mempengaruhi banyak kebijakan pemerintah secara

signifikan ketika mengembangkan inisiatif untuk pengembangan masyarakat

nelayan. Salah satu permasalahannya adalah subsektor perikanan saat ini belum

memiliki lembaga keuangan resmi atau sistem perkreditan, terutama untuk usaha

perorangan.

i. Persepsi Pemerintah Terhadap Nelayan

Fitriani (2019) mencatat bahwa “komunitas masyarakat nelayan dengan

ciri, situasi dan kondisi sebagai berikut: (1) Desa pesisir cenderung terisolasi; (2)

pelayanan dasar, termasuk infrastruktur fisik, masih terbatas; (3) kondisi

lingkungan tidak terpelihara dengan baik; (4) air bersih dan sanitasi jauh dari

memadai; (5) Kondisi kehidupan pada umumnya masih jauh dari layak huni; (6)

Ketrampilan residen biasanya terbatas pada urusan perikanan dan karena itu tidak

membantu dalam kegiatan pemantauan. (7) pendapatan masyarakat rendah; 8)

keterbatasan alat tangkap; (9) masalah permodalan; (10) Waktu dan tenaga yang

dihabiskan untuk melaut sangat tinggi sehingga tidak memiliki kesempatan untuk

mencari kegiatan tambahan atau mengurus keluarga. (11) kurangnya informasi

tentang siklus hidup ikan dan biota laut; (12) Pada umumnya lingkungan alam

sekitar pantai tidak mendukung upaya pengembangan kegiatan pertanian. (13)

Karena kurangnya waktu luang mereka cenderung tidak bersosialisasi,

18
kekerabatan melemah, dan kurang memperhatikan kelembagaan masyarakat desa

dan pembangunan desa; dan (14) kegiatan ekonomi masyarakat umumnya masih

tradisional dan terbatas pada satu produk saja yaitu ikan”.

Berdasarkan sifat-sifat yang beragam tersebut, upaya pemerintah untuk

menerapkan Kebijakan Pemberdayaan Nelayan harus mengambil pendekatan

yang jelas, tidak berorientasi proyek dan memperhatikan kebutuhan mendasar

dan jangka panjang masyarakat nelayan. Dengan mengadopsi strategi

berdasarkan kondisi ideal yang diinginkan oleh masyarakat setempat, maka

pemberdayaan nelayan akan lebih cepat terwujud.

j. Pendidikan Masyarakat Nelayan

Karena sebagian besar masyarakat desa pesisir hanya tamat SD atau tidak,

salah satu persoalan utama mereka adalah minimnya sumber daya manusia

(SDM). Rendahnya tingkat pendidikan yang disebabkan oleh kurangnya sumber

daya, ketidaktahuan, dan tantangan batasan geografis membuat lulusan sekolah

dasar sulit untuk mengakses sekolah menengah. Etos kerja nelayan, visi dan

tujuan bisnis ke depan, serta pemahaman menyeluruh tentang bagaimana

mengelola sumber daya ekonomi pesisir secara optimal dan berkelanjutan

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka (Suharyanto, 2017).

Karena karyawan dianggap dapat membuat kehidupan keluarga lebih

nyaman dan terhormat dan banyak orang tidak memiliki kesempatan untuk

melakukannya (hanya "kelompok elit", penghasilan terjamin, kebiasaan tidak

bekerja), status sosial dinilai dari pendidikan dan tingkat pekerjaan. seperti

perkebunan, petani, atau nelayan. Bahkan jika Anda tidak memiliki pekerjaan,

19
memiliki pengetahuan atau pendidikan membuat Anda memenuhi syarat untuk

bertindak setidaknya sebagai warga negara lokal atau global, dan pendidikan

yang memadai adalah salah satu syaratnya (Suharyanto, 2017). Tingkat

pendidikan di pemukiman nelayan pesisir biasanya buruk.

2. Pengertian Pendidikan Anak

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan seringkali dilihat sebagai upaya seseorang untuk membentuk

kepribadiannya sesuai dengan norma-norma masyarakat dan budaya. Pendidikan,

sering dikenal sebagai pedagogi, adalah arahan atau dukungan yang diberikan

kepada anak-anak oleh orang dewasa dalam pertumbuhan mereka. Selain itu,

menurut Salmiah dan Salmiah (2017), pendidikan mengacu pada upaya seseorang

atau kelompok untuk memajukan perkembangan spiritualnya atau untuk

memperoleh taraf hidup atau penghidupan yang lebih tinggi.

Kebutuhan akan pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan

kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi. Tanpa pendidikan, tidak mungkin

suatu kelompok tumbuh sesuai dengan tujuan (bisnis) dan hidup sesuai dengan

visi kesuksesan dan kebahagiaannya. Kehidupan. Beberapa definisi dikemukakan

oleh para ahli pendidikan, antara lain: Menurut Langeveld, pendidikan adalah

segala usaha, pengaruh, perlindungan dan dukungan yang diberikan kepada anak

dengan maksud memberdayakan mereka untuk melaksanakan tugas hidupnya

sendiri. John Dewey berpendapat bahwa pendidikan adalah proses membangun

landasan emosional bagi alam dan kosmos manusia serta kecerdasan intelektual.

20
Namun, J.J. Rousseau mengklaim bahwa pendidikan memberi kita akses

ke sumber daya yang kurang saat kita masih anak-anak tetapi tidak lagi

dibutuhkan sebagai orang dewasa. Pendidikan merupakan tuntunan dalam

kehidupan dan perkembangan anak, menurut Ki Hajar Dewantara. Untuk

mencapai keamanan dan kepuasan yang sebesar-besarnya sebagai individu dan

kontributor masyarakat, pendidikan bertujuan untuk menyalurkan semua

kemampuan bawaan anak-anak tersebut (Salmiah dan Salmiah, 2017).

Bagi semua peserta didik, bahasa pendidikan dapat dipahami secara

profesional dan informal sebagai melatih, merancang, mengarahkan, mengasuh,

dan melatih dengan tujuan mendidik peserta didik yang cerdas, baik hati, dan

memiliki kemampuan atau kompetensi tertentu sebagai syarat untuk bertahan

hidup di masyarakat. Pendidikan secara resmi diartikan sebagai pengajaran (at-

tarbiyah, at-ta'lim). Untuk membantu seseorang mengembangkan cara pandang,

sikap, dan kecakapan hidup yang bersifat manual (diajarkan melalui penerapan

praktis), mental, dan sosial, pendidikan diartikan oleh Muhaimin sebagai

tindakan atau usaha yang disengaja (Mulasi, 2021).

Pendidikan adalah usaha seumur hidup yang membantu orang

mengembangkan semua aspek kepribadian mereka. Dengan kata lain, pengajaran

terjadi baik di dalam maupun di luar kelas. Ada bentuk pendidikan resmi dan

informal. Pendidikan pada dasarnya melibatkan pengembangan semua segi

kepribadian seseorang, tidak hanya pertumbuhan akademiknya, yang

memerlukan peningkatan kecerdasan. Menurut Kurniawan dan Syekhnurjati,

21
pendidikan adalah kunci untuk membantu setiap orang mengembangkan

keunikan dirinya.

Definisi pendidikan umum di atas mengacu pada pertumbuhan jasmani

dan rohani seseorang. Dengan kata lain, setiap upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan IQ anak juga harus memperhatikan perkembangan kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritualnya. Siswa menerima instruksi untuk

membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial dan bakat fisik mereka.

Namun, pengetahuan harus memajukan masyarakat. Untuk memenuhi tujuan

hidup di dunia dan akhirat, khususnya bagi dirinya dan keluarganya.

Pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, yang memberikan manusia

pengetahuan untuk menciptakan budaya sosial yang lebih baik dan meningkatkan

kesejahteraan mereka sendiri, merupakan tujuan pendidikan yang paling

mendasar. Akibatnya, belajar adalah proses dua arah di mana siswa dan guru

bertukar informasi dan kemampuan. Hubungan pendidikan diperlukan agar

pendidikan berhasil karena seorang guru memiliki informasi awal yang kemudian

diteruskan atau diubah kepada siswa. Ketika proses resiprositas ditangani dengan

penanganan nilai-nilai kepribadian yang nyata maka terciptalah dinamika

(Pengetahuan Masyarakat Nelayan Pesisir Pulau Kasu Kecamatan Belakang

Padang Kota Batam Hairudin, 2019).

b. Makna Pendidikan Dalam Islam

Kata "pedagogi", yang berasal dari istilah Yunani "paedas" dan "agoge"

dan berarti saya mengajar dan membimbing anak-anak, dari sinilah istilah

"pendidikan bahasa" berasal. Pemahaman ini mengarah pada kesimpulan bahwa

22
pendidikan adalah usaha manusia dan bertugas membina tumbuh kembang anak

(Alviandy dan Fiqry).

Pendidikan linguistik juga dapat berasal dari kata bahasa Inggris

"education", yang berarti karena sifatnya yang lebih mencakup semua, siswa

tertentu mungkin dapat memahami pertumbuhan dan perkembangan makna kata

ini. Memberi arahan kepada siswa itu penting, tetapi juga mendorong mereka

untuk memanfaatkan kesempatan belajar (Wiralodra, 2020).

Nilai pendidikan ditemukan dalam upaya yang sengaja dilakukan untuk

menyiapkan siswa untuk belajar di masa depan melalui penjangkauan,

pengajaran, dan/atau kegiatan pelatihan. Akibatnya, pendidikan Ahmad D.

Marimba juga dapat dilihat sebagai manual atau panduan yang sengaja digunakan

guru untuk membantu siswa berkembang secara fisik dan spiritual sehingga

kepribadian inti dapat dibentuk. Sebaliknya, penulis dapat memahami bahwa

pendidikan itu layak dan tidak selalu dilakukan oleh orang dewasa dan tidak

dibatasi oleh geografi atau waktu sebagai akibat dari pengalaman. cita-cita yang

diwariskan dari orang tua ke anak, anak ke orang tua, pendidik ke murid, dan

murid ke pendidik, dan yang mengklaim bahwa pendidikan juga bisa terjadi pada

hewan, atau sebaliknya, jika kedua belah pihak memiliki pengalaman yang

menyenangkan pentingnya pendidikan.

c. Makna Tujuan Pendidikan

Kata Arab "ghaya", "andaf", dan "maqasid" digunakan untuk

menunjukkan maksud, tujuan, arah, atau objek. Kata-kata "goal" atau "goal" atau

"objective" atau "goal" semuanya digunakan untuk menjelaskan gagasan tujuan

23
dalam bahasa Inggris; semuanya merujuk pada tindakan yang ditujukan ke arah

tertentu atau menuju tujuan tertentu (Fahmi dan Rantika, 2021). Sasaran sangat

penting untuk keberhasilan aktivitas apa pun karena tanpa sasaran, segala

sesuatunya menjadi tidak jelas, tidak fokus, atau bahkan tidak dapat dikelola.

Kegiatan kemudian dapat berubah menjadi serampangan dan berisiko sebagai

hasilnya.

Tujuan dengan demikian adalah tujuan yang dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang yang terlibat dalam suatu kegiatan atau serangkaian tindakan.

Oleh karena itu, arah atau tujuan yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok

orang dalam suatu kegiatan pendidikan adalah tujuan pendidikan.

d. Faktor-Faktor Pendidikan

Ada enam unsur pendidikan yang dapat saling berinteraksi atau

berdampak satu sama lain dalam kegiatan pendidikan, namun faktor integritas

paling banyak terdapat pada pendidik dengan segala bakat dan kecacatan (Fahmi

dan Rantika, 2021). Keenam faktor pendidikan meliputi:

1) Faktor Tujuan

Ada berbagai tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh pendidik

dalam profesi pendidikannya, dalam konteks keluarga, kelas, dan komunitas

yang lebih besar. Langeveld (2000) menegaskan bahwa kategori tujuan berikut

menentukan pedagogi: Ada lima jenis tujuan: tujuan luas, tujuan tidak

lengkap, tujuan menengah, dan tujuan sesekali.

2) Faktor Pendidik

a) Pendidik Menurut Orang Tua

24
b) Pendidik Menurut Guru

Anak manusia pada hakekatnya lahir dalam keadaan tidak berdaya dari

orang tuanya (ibunya), oleh karena itu orang tua berperan sebagai pendidik

utama. Bayi (anak manusia) tidak dapat bertahan hidup sendiri atau

berkembang menjadi dewasa tanpa pengasuhan dan pendampingan orang tua,

terutama ibu. Hubungan antara guru dan siswa serta pemahaman dan tanggung

jawab guru untuk membimbing perkembangan siswa adalah dua komponen

kunci dari hubungan antara orang tua dan anak-anak mereka di lingkungan

pendidikan.

Dalam kapasitasnya sebagai pendidik, guru memiliki tiga kewajiban:

kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan keyakinan bahwa

mereka dapat mengajar dan melakukannya dengan cara yang sesuai dengan

kebutuhan perkembangan siswa, guru mengambil tanggung jawab sebagai

orang tua dengan harapan bahwa kepribadian mereka sendiri akan mencontoh

sikap dan perilaku yang sesuai. Orang tua biasanya berbagi pandangan dan

perilaku yang sama, seperti tanggung jawab atas pekerjaan guru dan kasih

sayang untuk anak-anak mereka.

3) Faktor Peserta Didik

Itu dipandang sebagai objek pasif dalam sekolah tradisional, menerima

pengetahuan hanya dari orang dewasa. Kemampuan orang untuk

berkomunikasi satu sama lain berkembang dengan cepat di dunia modern

karena percepatan pembangunan sosial dan kemajuan teknologi. Siswa dengan

25
usia dan tingkat kelas yang sama dapat memiliki data profil yang berbeda. Hal

ini tergantung pada lingkungan di mana perkembangan terjadi.

4) Faktor Materi Pendidikan

Segala sesuatu yang dikatakan seorang guru kepada anak dalam upaya

mencapai tujuan pendidikan dianggap sebagai tujuan pendidikan. Dalam

upaya yang dilakukan untuk mendidik anak di rumah, di sekolah, dan di

masyarakat.

5) Faktor Metode Pendidikan

Kontak pedagogis adalah yang membedakan acara pendidikan. Sumber

dan metode belajar yang tepat harus dipilih agar interaksi tersebut efektif dan

efisien dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara untuk menyelesaikan tugas

melalui tindakan. Kriteria yang didasarkan pada sejumlah faktor diperlukan

untuk memutuskan apakah suatu metode dapat dianggap baik. Tujuan yang

harus dicapai adalah faktor penentu utama.

6) Faktor Situasi Lingkungan

Lingkungan memiliki dampak terhadap proses dan hasil belajar.

Lingkungan fisik, lingkungan teknologi, dan lingkungan sosial budaya

semuanya termasuk dalam kondisi lingkungan ini. Lingkungan menjadi

penghalang pendidikan ketika situasi lingkungan ini berdampak negatif

terhadap pembelajaran.

e. Fungsi Pendidikan

Tugas pendidikan dalam arti mikro (sempit) adalah (sadar) memajukan

perkembangan fisik dan mental anak didik. Misi pendidikan secara luas adalah

26
alat untuk: (1) pengembangan pribadi; (2) pembangunan warga negara; (3)

pengembangan budaya; dan (4) pembangunan nasional.

Pendidikan pada dasarnya adalah tentang membimbing, mendukung dan

membantu siswa. Dalam hal kepemimpinan, sudah menjadi pengakuan mendasar

bahwa anak (guru) memiliki potensi (potensi) untuk berkembang. Potensi ini

tumbuh dan berkembang sedikit demi sedikit dari dalam diri anak. Bantuan dan

bimbingan eksternal diperlukan untuk memastikan pengembangan potensi yang

lancar dan tepat sasaran. Jika unsur pertolongan tidak ada, potensi ini tetap hanya

menjadi potensi yang tidak sempat diwujudkan. Berapa banyak bantuan untuk

pertumbuhan anak-anak (Fahmi dan Rantika, 2021).

f. Pendidikan Anak

Sejak usia dini, seseorang harus memupuk dan mengembangkan prinsip

kebahagiaan manusia untuk bertanggung jawab atas akal dan emosi. Waktu

terbaik untuk mempelajari cara hidup yang benar adalah selama masa kanak-

kanak. Anak-anak masih memiliki kapasitas yang sangat berkembang untuk

memahami dan menyimpan pengetahuan, serta untuk mengikuti instruksi. Anak

dapat melihat setiap gerakan dan diam guru, serta apa yang dia katakan dan

lakukan, di alat perekam dan secara real time (Sharif dan Geografi, Fakultas Sains

dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2021).

Jiwa seorang anak harus dibimbing ke arah yang tepat setelah tubuhnya

tumbuh dan berkembang dengan baik, dengan mempertimbangkan keadaan

emosional dan potensi spiritual anak. Karena bisa jadi sulit bagi individu yang

belum mendapatkan pendidikan yang berkualitas, kebersihan, kesopanan,

27
kejujuran, tanggung jawab, rasa hormat, cinta, dan sifat mulia lainnya harus

ditanamkan kepada anak-anak sejak usia muda (Fahmi dan Rantika, 2021).

Kesadaran akan tanggung jawab dalam mendidik dan mengasuh anak

harus terus dipupuk dalam diri setiap orang tua dan dibekali dengan teori-teori

pedagogik yang mutakhir. Hal ini memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan

keuntungan dari kualitas bahan ajar di lingkungan yang selalu berubah. Jika

semua orang tua mampu melakukan hal tersebut, maka generasi mendatang akan

memiliki mental yang kuat untuk menghadapi perubahan masyarakat (Sari dan

Harudu, 2018).

Kerja sama antar pasangan dalam pendidikan anak sangat penting. Suami

dengan pengetahuan dan keterampilan pendidikan yang unggul harus mengajar

istrinya dan sebaliknya. Ini adalah kebiasaan antara suami dan istri untuk

menyembunyikan kelemahan satu sama lain. Cara membesarkan anak dengan

memberikan diri sepenuhnya kepada pasangan terasa terlalu sulit saat ini. Selain

itu, dalam sebuah keluarga keduanya harus bekerja di luar rumah sementara tidak

ada pembantu atau kakek nenek di rumah, sehingga keluarga tersebut menjadi

keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Di perkotaan, keluarga inti atau

keluarga inti ini cenderung meningkat, terutama di kalangan PNS yang menyewa

rumah atau tinggal di apartemen. Oleh karena itu, pendidikan pralahir, atau

pendidikan sebelum kelahiran seorang anak, mulai berkembang.

Pembinaan pranatal lainnya dilakukan misalnya menjaga perasaan ibu

hamil, terutama suaminya atau orang-orang di sekitarnya, termasuk secara fisik.

Darah yang mengalir dari tubuh ibu hamil memberikan nutrisi pada calon bayi.

28
Dengan demikian, calon bayi menerima secara teratur dan merata. Jika ibu hamil

terganggu, kualitas makanannya cukup bergizi, zat-zat yang dibutuhkan oleh

tumbuh kembang bayi terganggu, dan ibu hamil merasa tidak enak, kekuatan fisik

dan kekuatan dirinya akan terganggu, melemahkannya. tubuh Konsekuensi yang

mengerikan termasuk penyakit rahim, yang dapat mempengaruhi nutrisi, dan

komplikasi aborsi atau kehamilan tidak jarang terjadi. Itulah mengapa merawat

dan menjaga ibu hamil sangatlah penting karena ada perubahan fisik dan mental

yang terjadi selama masa kehamilan (Sari dan Harudu, 2018).

Cara mengasuh anak juga dapat dilakukan dengan cara membangkitkan

kesadaran keluarga bahwa mereka adalah anggota keluarga di rumah. Ia memiliki

ayah, ibu dan saudara kandung (saudara laki-laki atau perempuan). Juga dalam

keluarga ini ada nenek, kakek atau kerabat lainnya yang harus dihormati. Ia tidak

dapat dan tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain dan harus

berperilaku santun sesuai dengan ajaran agama dan adat istiadat yang berlaku. Dia

harus menyayangi adik-adiknya dan menghormati kakak laki-lakinya, serta orang

tua dan kakek neneknya. Ketika hendak keluar rumah atau masuk setelah

melakukan perjalanan, maka harus mengucapkan “assalamualaikum

warahmatullahi wabarakatuh”. Sebelum keluar rumah, mintalah izin orang tua

karena masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Asal jangan keluar rumah

karena pulang larut malam bisa menakuti kalian berdua. Jika orang yang lebih tua

berbicara, Anda juga tidak boleh ikut bicara, karena perilaku seperti itu tidak

sopan kecuali didorong (Syarif dan Geografi Fakultas Ilmu dan Pengetahuan

Alam, 2021).

29
Dari pengertian di atas kita mengetahui bahwa pembentukan atau

perkembangan anak terjadi pada orang-orang terdekat yaitu. H. orang tua,

mulailah. Peran orang tua dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah

penting.

g. Filosofi Pendidikan Anak

Allah SWT memerintahkan agar anak-anak dilindungi dan disayangi.

Hatinya yang tak bercela adalah permata yang sangat berharga. Dia

membutuhkan cinta, kasih sayang, kepekaan, dan perhatian. Dia akan tidak

bahagia dan mati jika dia terus hidup seperti binatang dan terbiasa dengan

kejahatan. Bagaimana melangkah maju dengan pelatihan moral yang sehat.

Akibatnya, orang tua memainkan peran penting dalam membantu anak

mengembangkan jiwa muslim (Kurniawan dan Syekhnurjati, 2020).

h. Pendidikan Anak Dalam Al-Qur’an dan Hadits

Penamaan anak dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan

pengajaran anak-anak ini ada dua macam, yaitu al-aulad dan al-banun. Anak-anak

membutuhkan perhatian khusus karena ungkapan "al-aulad" sering dikaitkan

dengan kepentingan psikologis mereka. Ayat-ayat di bawah ini menunjukkan hal

ini:

Oleh karena itu, tahan keinginan untuk membiarkan barang dan anak mereka

menghancurkan hati Anda. Sesungguhnya ketika mereka masih dalam keadaan

kafir, Allah berkehendak dengan (memberikan) kepada mereka harta benda dan

30
anak-anak menyiksa mereka semasa hidup di dunia ini dan akhirnya

menyebabkan nyawa mereka musnah. (QS 9:55)

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan

dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS 8:28)

Ayat-ayat tersebut menjadi landasan untuk memusatkan usaha dan

pemikiran dalam mendidik anak agar semakin dekat dengan Allah dan terhindar

dari fitnah (masalah) bagi orang tua pada khususnya dan pada umumnya. untuk

memberi manfaat bagi lingkungan sekitar (Siti dan Siregar, 2015).

‫ {مَلسالو ةَلصال هيلع يبنال الق‬:‫نسح بدأ نم لضفأ هدلو دالو لحن ام‬

Nabi SAW bersabda, “Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya

yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik.” Hadis ini

diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dan imam Al-Hakim dari sahabat Amr bin

Sa’id bin Ash r.a.

‫ مَلسالو ةَلصال هيلع القو‬: ‫عاصب قدصتي نأ نم هل ريخ هدلو لجرال بدؤي نِل‬

Nabi saw. bersabda, “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya

dari pada ia menshadaqahkan (setiap hari) satu sha’.” Hadis ini diriwayatkan

oleh imam At-Tirmidzi dari sahabat Jabir bin Samurah r.a.

3. Pengertian Kesadaran

a. Definisi Kesadaran

Kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan seseorang dan diri

sendiri melalui panca indera mereka dan membatasi lingkungan mereka dan diri

31
sendiri melalui perhatian mereka dikenal sebagai kesadaran. Hasil pengamatan

kita terhadap dunia luar hadir dalam kesadaran. Kewaspadaan dan reaksi

seseorang terhadap rangsangan lingkungan diukur dari tingkat kesadarannya

(Kurniawan dan Syekhnurjati, 2020).

The Combridge International English Dictionary memiliki beberapa

pandangan mengenai pengertian kesadaran, antara lain: (1) kita perlu tahu dan

tahu bagaimana mengekspresikan dampak dari perilaku tersebut; (2) mengetahui

dan mampu mengungkapkan solusi yang berbeda; (3) memahami perlunya

tahapan penelitian sebagai dasar pengambilan keputusan; dan (4) memahami

pentingnya bekerja sama untuk memecahkan masalah. Dalam psikologi,

kesadaran identik dengan kesadaran diri.

Kesadaran pertolongan pertama harus dipromosikan di lingkungan

pelatihan. Ini untuk mencapai tujuan utama pertolongan pertama, yaitu

menyelamatkan nyawa, mencegah kerusakan dan cedera lebih lanjut, serta

mencegah penyakit. dapat memperburuk cedera aslinya. Agar korban berada pada

posisi yang benar saat dibawa ke rumah sakit (Imron, 2003).

b. Klasifikasi Kesadaran

Ada dua jenis klasifikasi kesadaran di antaranya:

1) Kesadaran Magis

Kesadaran magis adalah kesadaran orang-orang yang tidak mampu

melihat dan mengenali hubungan antara satu faktor pembentuk realitas dengan

faktor pembentuk realitas lainnya. Manusia menyerah pada kemampuannya

untuk melawan realitas yang menindas. Anda tidak dapat mengetahui semua

32
kemungkinan perubahan yang terjadi pada orang lain. Orang-orang hanya

menyerah dan tunduk kepada orang-orang di sekitar mereka. Mereka

kekurangan kesadaran dan motivasi untuk bertindak melawan realitas yang

terbelenggu. Orang dengan kesadaran magis dapat digambarkan sebagai orang

pasif yang hanya menerima kenyataan (Imron, 2003).

Orang-orang di tahap kesadaran magis beradaptasi dengan kehidupan

yang mereka jalani. Mereka mendefinisikan masalah dalam kaitannya dengan

masalah kelangsungan hidup dan merasa bahwa masalah ini disebabkan oleh

kekuatan di luar kendali mereka. Tindakan mereka berkisar dari menerima

keadaan secara pasif hingga merusak kekuatan yang mereka lihat sebagai

belenggu dalam hidup mereka.

2) Kesadaran Naif

Pada tingkat kesadaran naif, manusia berperan sebagai akar penyebab

realitas. Etika, kreativitas, dan kebutuhan untuk sukses dianggap sebagai

faktor penentu perubahan. Kemiskinan di masyarakat dipandang sebagai

penyebab masyarakat tersebut. Masyarakat percaya bahwa sistem dan struktur

yang ada sudah baik dan benar dan ini sudah terbukti dengan sendirinya,

sehingga tidak perlu tindakan kritis untuk menggugatnya. Orang-orang yang

tertindas ingin mereformasi sistem yang telah dikorupsi oleh orang-orang jahat

yang melanggar norma dan aturan.

Tingkat kesadaran ini dapat dibagi menjadi dua sub-level kesadaran,

antara lain:

33
a) Bawah sadar pertama: Individu menyalahkan diri sendiri dan teman-

temannya karena dianggap melanggar norma, menimbulkan perasaan

bersalah yang kemudian berujung pada tindakan kekerasan horizontal.

Tindakan mereka bertujuan untuk mengubah diri mereka sendiri dan

meniru penindas mereka untuk menjadi lebih berpendidikan dan berkuasa.

b) Pikiran bawah sadar lainnya: Individu yang tertindas menyalahkan

penindas individu atau kelompok penindas tertentu karena melanggar

norma yang telah ditetapkan. Mereka tahu apa niat pelaku intimidasi dan

betapa menyakitkan perilaku mereka, tetapi mereka menyalahkan pelaku

intimidasi atas masalahnya. Tindakan mereka ditujukan untuk membela

diri dari konsekuensi yang mengerikan karena melanggar norma individu

penindas.

3) Kesadaran Kritis

Landasan pemikiran Freire adalah puncak kesadaran manusia, yaitu

kesadaran kritis. Kesadaran ini melihat manusia dan lingkungan bekerja secara

harmonis untuk menciptakan realitas. Orang-orang yang telah memperoleh

wawasan ini menimbulkan masalah yang disebabkan oleh struktur dan proses

sosial. Alih-alih menyalahkan korban, pendekatan strategis secara kritis

memeriksa struktur dan institusi sosial, politik, ekonomi, dan budaya, serta

pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat. Kritikus percaya bahwa sistem

sosial saat ini perlu diubah.

Namun, realitas yang berubah secara mendasar tidak cukup untuk

memperbaiki hubungan antara penindas dan tertindas, karena penyebab

34
penindasan itu adalah sistem, yaitu seperangkat norma yang mengatur yang

tertindas dan yang tertindas. Proses perubahan ini dimulai dengan menolak

dan menghapus ideologi yang menindas dan memperkuat penghargaan

terhadap diri sendiri dan kekuatan masyarakat. Mereka berpikir secara ilmiah

dan tidak lagi merujuk pada kasus-kasus penindasan, tetapi pada ranah makro-

sosial-ekonomi di mana kehidupan berfungsi dalam konteks global. Orang-

orang kritis mulai mencari panutan baru, mengandalkan kekuatan mereka

sendiri dan sumber daya komunitas, keberanian mengambil risiko, dan

kemandirian mereka dari penindas. Pendekatan baru untuk memecahkan

masalah ini, yaitu kontroversi, yang digantikan dengan dialog dengan teman,

membiarkan individu yang tertindas membentuk tindakannya sendiri (Imron,

2003).

c. Faktor-Faktor Pembentuk Kesadaran

Menurut Imron (2003) ada dua jenis kesadaran, yaitu: (1) kesadaran pasif.

Kesadaran pasif adalah keadaan di mana individu menerima semua rangsangan

yang disajikan pada saat itu, baik internal maupun eksternal; dan (2) kesadaran

aktif. Kesadaran aktif adalah keadaan di mana seseorang berfokus pada inisiatif

dan mencari serta memilih rangsangan yang ditawarkan. Terdapat 3 faktor

pembentuk kesadaran diri yaitu menurut Watung (2013)

1) sistem nilai (value system). Prinsip aslinya adalah bahwa orang berfokus

pada faktor-faktor yang tidak berwujud dan hanya bersifat normatif.

Artinya dalam prinsip ini unsur kesadaran lebih mengarah pada unsur

kewajiban. Sistem nilai terdiri dari tiga komponen, yaitu:

35
a) Refleks hati nurani. Dalam psikologi identik dengan introspeksi atau

evaluasi diri, yaitu. Analisis diri dan evaluasi diri dengan menggunakan

informasi dan sumber yang berasal dari dalam dan dari lingkungan, yang

mengarah ke citra pribadi.

b) harga diri. Kata “harga diri”, berdasarkan definisi yang digunakan dalam

kamus ilmu pengetahuan populer, mengacu pada harkat, derajat, nilai,

keberhargaan seseorang, yang disebabkan oleh seorang individu dan

diakui oleh orang lain (masyarakat) sesuai dengan status dan

kedudukannya mengekspresikan dirinya dalam bentuk harga diri dan

rasa hormat. Teori kepribadian humanistik yang dipelopori oleh

Abraham H. Maslow mencatat bahwa kebutuhan manusia diatur secara

hierarkis dan dibagi menjadi lima tingkat kebutuhan:

 Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis

 Kebutuhan akan rasa aman.

 Kebutuhan akan cinta dan memiliki

 Kebutuhan rasa harga diri

 Kebutuhan akan aktualisasi diri

c) Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini adalah jalan spiritual yang

diikuti orang untuk mendapatkan pengetahuan diri. Menurut M. Iqbal

(2020), taqwa kepada Allah diartikan sebagai mengikuti hukum-hukum

Nabi Muhammad SAW, yang artinya pribadi adalah hidmat (bijaksana

dalam bertindak), menyenangkan (rajin), istiqbal (kuat dan bersatu) dan

sabar (ketaatan). Perintah-Nya menjauhi larangan-Nya sebelum ujian

36
yang ada Dari sistem nilai yang terintegrasi, individu menentukan

keyakinan diri yang kuat dalam kehendak dan tindakan, sehingga orang

sebagai unit jiwa-tubuh mampu memahami seluruh realitas. dan

immaterial – material, karena sistem nilai memiliki potensi

epistemologis berupa daya serap panca indera, daya nalar dan intuisi,

yang menimbulkan kesadaran diri pada manusia.

2) Cara Pandang (Attitude)

Perilaku seseorang sangat ditentukan oleh bagaimana dia melihat

realitas di sekitarnya. Sudut pandang dibangun dari nilai-nilai, kebajikan dan

prinsip hidup yang diyakini seseorang. Sudut pandang muncul melalui

pembelajaran yang dilalui seseorang dalam perjalanan hidupnya. Berbagai

institusi sosial, termasuk agama, memberikan kontribusi yang signifikan

dalam penguasaan pembelajaran dan pembentukan perspektif ini. Sikap

merupakan salah satu unsur pembentuk kepercayaan diri. Bentuknya terdiri

dari dua bagian:

a) Kebersamaan. Sebagai makhluk sosial, unsur kebersamaan dan

kemasyarakatan harus ada dan terkandung dalam diri setiap individu.

Membangun hubungan yang baik dengan diri sendiri merupakan bagian

dari kesadaran diri dalam berusaha membentuk hubungan. Ketika

individu hidup bersama, ada dua unsur yang membentuk kepercayaan

diri: (1) penilaian diri orang lain (kekuatan dan kelemahan sendiri); dan

(2) teladan bagi orang lain. Unsur interaksi sosial dalam masyarakat dan

37
penilaian diri terhadap orang lain sangat berpengaruh terhadap

pembentukan harga diri seseorang;

b) Kecerdasan dalam membentuk kepribadian yang berkualitas, ada

landasan tertentu yang harus dilalui manusia untuk mencapai hakikat

ketahanan pribadi atau karakter yang kuat, yaitu kecerdasan hidup. Bukti

adanya kehidupan berakal pada manusia berupa: keyakinan untuk

menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehidupan yang dibarengi dengan

kemandirian yang kuat dan visi untuk menempatkan kepentingan umum

di atas kepentingan pribadi.

3) Perilaku (Behavior)

Keramahtamahan yang tulus dan sopan berarti menghargai dan

menghargai orang lain. Dengan kata lain, orang lain mendapat tempat di hati

kita yang termasuk dalam kategori pribadi, yang menyadari apakah

seseorang ramah (bersahabat) dengan orang lain. Keramahtamahan yang

tulus dan sopan, keuletan dan tekad, kreativitas dan keterampilan dalam

bertindak ditambah dengan jiwa yang pantang menyerah.

d. Indikator Kesadaran

Menurut Imron (2003), ada empat indikator kesadaran yang masing-

masing mewakili suatu tingkat ke tingkat berikutnya dan berkaitan dengan

tingkat kesadaran tertentu, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi,

antara lain: pengetahuan, pemahaman, sikap, perilaku (fungsi). Alviandy dan

38
Fiqry (2000) mengemukakan, awareness of environmental issues means being

environmentally knowledgeable and understanding fhe informed actions

required for finding the solutions to the issues. Jadi, dari teori di atas dapat

dijelaskan bahwa indikator kesadaran adalah pengetahuan dan pemahaman.

Menurut Atkinson et al. (2010), ada tiga komponen yang membentuk

kesadaran: persepsi, pikiran, dan perasaan. Sebaliknya, ketika membahas

indikator pengetahuan dan sikap dalam konteks teori kesadaran, juga dibahas

kaidah atau kaidah indikator. Berdasarkan tanda-tanda tersebut di atas, sebuah

teori yang mengkategorikan perilaku manusia ke dalam tiga domain – kognitif,

emosional, dan psikomotorik – dapat dibangun (Benjamin Bloom, 2008). Teori

ini berubah dari waktu ke waktu menjadi pengetahuan, sikap, dan praktik

(tindakan).

f. Tingkat Kesadaran

Menurut Geller (2010), tahapan dalam kesadaran seseorang yaitu:

Gambar 2.1. The DO IT Process Enables Shift from Bad to Good Habbits

39
Berdasarkan gambar di atas, tahapan-tahapan kesadaran yaitu:

1. Unconscious incompetence, yaitu tahap pertama, saat seseorang tidak

mengerti apa yang harus dilakukan.

2. Conscious incompetence, yaitu tahap kedua dimana seseorang mengerti atau

mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi harus belajar melakukannya

dengan benar.

3. Conscious competence, yaitu tingkatan ketiga dimana seseorang dapat

melakukannya dengan benar karena mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

4. Unconscious competence, yaitu tahap akhir ketika seseorang memiliki

kebiasaan dan tahu persis apa yang dia lakukan.

B. Penelitian Yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara

lain sebagai berikut:

1. Penelitian Fandi Yusuf Maldini (2013) dengan judul “Hubungan Tingkat

Pendidikan Nelayan Dengan Sosial Ekonomi Pada Wajib Belajar

Komprehensif Anak Usia 9 Tahun Di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan

Semarang Utara” dengan variabel penelitian tingkat pendidikan nelayan orang

tua, kondisi sosial ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan anak dari orang

tua. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

korelasi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan: (a) Ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan nelayan dengan penyelesaian program

pendidikan umum sembilan tahun oleh anak; (b) ada hubungan yang signifikan

antara status sosial ekonomi orang tua dengan tamat program wajib belajar

40
sembilan tahun anak; (c) ada hubungan yang signifikan antara tingkat

pendidikan dan status sosial ekonomi nelayan terhadap penyelesaian program

wajib belajar sembilan tahun anak. Perbedaan penelitian Fandi dengan

penelitian ini adalah tingkat pendidikan anak yang dituju yaitu anak harus

mengikuti wajib belajar selama 9 tahun, sedangkan pada penelitian ini tingkat

pendidikan anak yang diperhatikan adalah tingkat pendidikan anak nelayan

yang masih pada usia sekolah (7-22 tahun). Teknik analisis yang digunakan

dalam penelitian Fandi adalah analisis korelasi berganda, sedangkan dalam

penelitian ini digunakan analisis deskriptif dan tabulasi silang.

2. Penelitian Reddy Zaki Oktama (2013) dengan judul “Pengaruh Kondisi Sosial

Ekonomi Terhadap Tingkat Pendidikan Anak Keluarga Nelayan Di Desa

Sugihwaras Kabupaten Pemalang Provinsi Pemalang Tahun 2013” dengan

Variabel Penelitian Kondisi Sosial Keluarga, Keluarga tingkat ekonomi dan

pendidikan anak. Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif dan analisis

regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) kondisi sosial

keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan anak nelayan

5,8%; (b) ada pengaruh yang jelas antara kondisi ekonomi keluarga dengan

tingkat pendidikan anak nelayan 12,1%; (c) kondisi sosial ekonomi juga

berpengaruh 23,3%. Perbedaan antara penelitian Reddy dengan penelitian ini

adalah bahwa capaian pendidikan anak hanya dilihat dari tingkat pendidikan

tertinggi yang pernah atau masih disekolahkan oleh seorang anak pada keluarga

nelayan, maka dalam penelitian ini tingkat pendidikan anak tersebut dianggap

sebagai tingkat pendidikan semua anak dari keluarga nelayan saat ini atau yang

41
berpartisipasi. Kondisi sosial orang tua dalam penelitian Reddy hanya dilihat

dari tingkat pendidikan terakhir orang tua dan usia orang tua, sedangkan dalam

penelitian ini dilihat dari tingkat pendidikan orang tua, usia orang tua dan status

sosial. orang tua di masyarakat. Penelitian Reddy menggunakan berbagai

teknik analisis regresi sedangkan penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif-representasional dan tabulasi silang.

3. Penelitian Nurul Hasanah (2014) dengan judul “Hubungan Kondisi Sosial

Ekonomi Keluarga Dengan Tingkat Pendidikan Anak (Studi Pada Keluarga

Petani Di Desa Aluran Naga Kecamatan Pangkatan Provinsi Labuhanbatu)

Dengan Variabel Kondisi Sosial Ekonomi Dan Anak di semua tingkat

pendidikan. Jenjang pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal

terakhir yang ditempuh atau ditempuh anak. Penelitian ini menggunakan teknik

analisis data sederhana regresi linier, uji korelasi product moment, uji t dan uji

koefisien determinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) Kondisi sosial

ekonomi rumah tangga yang bekerja di bidang pertanian di Desa Aluran Naga

Kecamatan Pangkatan Provinsi Labuhanbatu rata-rata baik; (b) Tingkat

pendidikan anak buruh tani sebagian besar adalah perguruan tinggi/sederajat

dan beberapa keluarga buruh tani memiliki anak yang putus sekolah SD, SMP

dan SMA; (c) ada hubungan yang signifikan antara kondisi sosial ekonomi

keluarga petani dengan tingkat pendidikan anak. Perbedaan penelusuran Nurul

dengan penelusuran ini adalah subjek penelusuran yang digunakan adalah

keluarga petani, sedangkan penelusuran ini adalah keluarga nelayan. Teknik

analisis penelitian Nurul menggunakan regresi linier sederhana, uji korelasi

42
Product Time, dan uji t, sedangkan penelitian ini menggunakan penyajian

deskriptif dan tabulasi silang.

C. Kerangka Berpikir

Kesadaran masyarakat nelayan tentang pendidikan anak usia sekolah

adalah pemahaman dan kepedulian yang dimiliki oleh masyarakat nelayan terkait

pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka yang berusia sekolah. Ini

mencakup pemahaman bahwa pendidikan merupakan hak dasar anak dan

merupakan faktor penting dalam membantu anak-anak mencapai potensi penuh

mereka.

Penting untuk dicatat bahwa kesadaran ini dapat bervariasi di antara

komunitas nelayan, tergantung pada faktor-faktor seperti budaya, tradisi,

aksesibilitas pendidikan, dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, secara umum,

kesadaran masyarakat nelayan tentang pendidikan anak usia sekolah telah

meningkat seiring dengan kemajuan sosial dan perkembangan kesadaran akan

pentingnya pendidikan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran

masyarakat nelayan tentang pendidikan anak usia sekolah:

1. Perubahan sosial: Perubahan sosial dalam masyarakat nelayan, seperti

globalisasi, kemajuan teknologi, dan interaksi dengan masyarakat lain, dapat

memperkenalkan pemahaman baru tentang pentingnya pendidikan.

2. Manfaat pendidikan: Kesadaran masyarakat nelayan tentang manfaat

pendidikan dapat meningkat ketika mereka melihat bahwa pendidikan dapat

membuka pintu peluang untuk anak-anak mereka di masa depan, seperti

43
pekerjaan yang lebih baik, keterampilan yang ditingkatkan, dan peningkatan

taraf hidup.

3. Peran keluarga dan pendidik: Faktor internal dalam keluarga dan komunitas

nelayan juga berperan penting dalam meningkatkan kesadaran tentang

pendidikan. Ketika anggota keluarga yang lebih tua atau tokoh masyarakat

memahami dan mendukung pentingnya pendidikan, kesadaran ini dapat

menyebar ke masyarakat secara luas.

4. Aksesibilitas pendidikan: Aksesibilitas fisik dan finansial terhadap pendidikan

dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat nelayan. Ketika akses terhadap

sekolah dan sumber daya pendidikan membaik, kesadaran tentang pentingnya

pendidikan dapat meningkat.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat nelayan tentang pendidikan

anak usia sekolah, beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

1. Kampanye penyuluhan: Mengadakan kampanye penyuluhan dan kesadaran di

komunitas nelayan untuk menjelaskan manfaat pendidikan dan dampak

positifnya bagi masa depan anak-anak.

2. Kolaborasi dengan pemerintah dan organisasi: Melibatkan pemerintah dan

organisasi non-pemerintah dalam memperluas akses pendidikan, menyediakan

beasiswa, dan program bantuan keuangan untuk masyarakat nelayan yang

kurang mampu.

3. Pembangunan infrastruktur: Meningkatkan infrastruktur pendidikan di daerah

nelayan, seperti pembangunan sekolah, peningkatan kualitas fasilitas, dan

transportasi yang memadai.

44
4. Peran keluarga dan komunitas: Mendorong peran keluarga dan komunitas

dalam mendukung pendidikan anak-anak dengan memberikan perhatian,

dorongan, dan menghargai prestasi pendidikan.

5. Pelatihan dan keterampilan: Memberikan pelatihan dan keterampilan kepada

nelayan untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya pendidikan

dan memberdayakan mereka dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka.

Dalam keseluruhan, kesadaran masyarakat nelayan tentang pendidikan

anak usia sekolah dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan akses dan

kualitas pendidikan di komunitas nelayan. Dengan meningkatnya kesadaran ini,

diharapkan akan terjadi perubahan positif dalam pendidikan anak-anak nelayan

dan kesempatan mereka untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

45
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Latar Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Kelurahan Nelayan Indah, Kecamatan

Medan Labuhan, Kecamatan Labuhan Deli, Kota Medan. Dengan waktu

penelitian dimulai bulan April sampai Juli 2022.

B. Data dan Sumber Data

Bahan penelitian dikumpulkan baik melalui alat pengumpulan data,

observasi maupun dengan bantuan data dokumenter. Sumber informasi dalam

penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari informan yang

terlibat dalam penelitian, dokumen tambahan atau sumber tertulis lainnya.

Adapun sumber penelitian ini adalah data:

1. Kepala Kelurahan Nelayan Indah, Kecamatan Medan Labuhan, Kota

Medan

2. Masyarakat Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan, Kota

Medan yang memiliki anak usia sekolah dengan umur 7-15 tahun dan anak

usia sekolah.

C. Metode Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, peneliti ini menggunakan metode

kualitatif dengan ciri-ciri sebagai berikut: latar alam secara keseluruhan, yang

bergantung pada orang sebagai alat penelitian, menggunakan metode kualitatif

dan analisis induktif, dan membimbing subjek dari awal untuk menemukan teori,

46
bersifat deskriptif dan lebih tertarik pada proses daripada hasil. Penelitian

Fokusnya terbatas, ada kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rencana

penelitian bersifat pendahuluan dan hasil penelitian menjadi tanggung jawab

peneliti dan disepakati bersama antar subjek.

Untuk melakukan survei dengan cara yang diinginkan dalam penelitian

kualitatif, seperti yang dijelaskan di atas, lebih ditekankan pada observasi dan

wawancara mendalam dalam proses kerja yang diinginkan. Hal ini

memungkinkan pemahaman yang komprehensif tentang pikiran, sikap dan

perilaku subjek. Secara khusus penelitian ini dapat mendeskripsikan kesadaran

masyarakat nelayan tentang pendidikan anak usia sekolah khususnya di Kelurahan

Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menangani data yang telah dipecah menjadi bagian-bagian yang

lebih kecil dengan benar dan untuk menarik perhatian pada penelitian yang

sedang berlangsung, teknik pengumpulan data berikut harus digunakan:

1. Observasi Partisipatif

Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari subjek pengamatan ini atau

dijadikan sebagai sumber data untuk penyelidikan. Dengan berpartisipasi

dalam apa yang dilakukan sumber data melalui observasi, peneliti merasakan

pasang surut. Pengamatan partisipatif menghasilkan pengetahuan yang lebih

menyeluruh, tepat, dan mengidentifikasi signifikansi dari setiap perilaku yang

terlihat (Patilima, 2007). Penelitian untuk tesis ini dilakukan di Desa Nelayan

47
Indah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan yang sebagian besar

masyarakatnya adalah nelayan.

Dengan mengunjungi tempat-tempat penelitian kemudian menyaksikan

subyek-subyek yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis hadapi,

seperti keadaan keluarga desa nelayan dan data pendidikan anak usia sekolah,

peneliti berharap dapat mengumpulkan informasi. sebuah kampung nelayan di

kecamatan Medan Labuhan bernama Nelayan Indah. Kota Medan bereaksi

terhadap realitas sosial.

2. Wawancara Semi Terstruktur

Jenis wawancara ini termasuk dalam kategori wawancara mendalam

dan lebih mudah dilakukan daripada wawancara terorganisir. Jenis wawancara

ini bertujuan untuk lebih jujur dalam pendekatannya. Dalam hal ini, orang

yang diwawancarai ditanyai tentang pemikiran dan pendapat mereka. Saat

melakukan wawancara, peneliti harus memperhatikan dengan seksama apa

yang dikatakan informan dan mencatatnya (Somantri, 2005). Penulis sendiri

berbicara tentang bagaimana keluarga nelayan dapat terlibat dalam pendidikan

anak-anak mereka dalam wawancara ini. Dan seberapa kuat perasaan keluarga

nelayan tentang mendidik anak-anak mereka?

3. Dokumentasi

Catatan masa lalu dapat ditemukan dalam dokumen. Dokumen dapat

berupa tulisan, gambar, atau karya seni monumental yang dibuat oleh

seseorang. Dokumen tertulis termasuk buku harian, biografi, cerita, dan

perjanjian politik. gambar adalah dokumen, termasuk gambar, gambar diam,

48
dan foto. Untuk menyelesaikan penelitian ini dan mengumpulkan data dari

masyarakat nelayan di Desa Nelayan Indah, Kecamatan Medan Labuhan, Kota

Medan, sebagian besar dokumen diperlukan.

E. Teknik Analisis Data

Bogdan menemukan dalam studi kualitatif bahwa analisis data adalah

proses metodis untuk menemukan dan mengontraskan informasi dari transkrip

wawancara, catatan tambahan, dan sumber daya lainnya sehingga dapat dipahami

dan temuannya dapat dikomunikasikan dengan orang lain. Analisis data

melibatkan pemilihan data yang signifikan dan dapat diteliti, mengaturnya,

mengkarakterisasinya dalam unit, mensintesisnya, memasukkannya ke dalam

formula, dan menghasilkan kesimpulan yang dapat dikomunikasikan dengan

orang lain. Menurut Susan Stainback, analisis adalah cara berpikir dalam semua

jenis studi. Ini adalah pemeriksaan metodis terhadap sesuatu untuk memastikan

bagian-bagian penyusunnya, keterkaitannya, dan hubungannya dengan

keseluruhan (Sembiring, 2018).

Berdasarkan hal tersebut di atas, analisis mencari pola. Di sini dapat

dikatakan bahwa analisis data adalah suatu prosedur untuk mencari dan

membandingkan informasi secara sistematis dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi dengan mengklasifikasikan data, mendeskripsikannya

secara rinci, dan mensintesiskannya. Mereka membuat keputusan tentang apa

yang penting dan apa yang harus dibuat, mengubah pola, dan menarik kesimpulan

dengan cara yang jelas bagi mereka dan orang lain.

49
Data dari penelitian kualitatif dikumpulkan dan dianalisis dalam lingkaran

kolaboratif yang tumpang tindih. Tindakan ini sering disebut sebagai metode

pengumpulan dan analisis data. Bergantung pada rencana sebelumnya dan

pengetahuan yang didapat, tekniknya bisa diubah. Meskipun ada beberapa

perbedaan, secara keseluruhan, ukuran lintas penelitian sebanding.

Selain itu, metode kualitatif menawarkan data yang komprehensif dan

algoritme yang mendalam. Ini mengacu pada data yang tepat, data yang benar-

benar mewakili nilai yang disembunyikan oleh data yang terlihat. Dengan

demikian, makna adalah tujuan utama penelitian kualitatif daripada generalisasi.

Generalisasi disebut sebagai transferabilitas dalam penelitian kualitatif, yang

berarti bahwa temuan dapat diterapkan ke lokasi lain jika kualitasnya serupa.

F. Teknik Pengecekan Keabsahan Data

Validitas data, menurut Moleong (2019), mensyaratkan bahwa setiap

persyaratan harus: (1) menyajikan nilai yang akurat; (2) menerapkan alasan

penerapannya; dan (3) mengizinkan evaluasi eksternal atas konsistensi

prosedurnya dan objektivitas temuan dan kesimpulannya. Periksa keakuratan

informasi menggunakan kriteria tertentu. Persyaratan tersebut meliputi kepastian,

transferabilitas, reliabilitas, dan derajat kepercayaan (kredibilitas). Masing-masing

kriteria ini menggunakan metodologi penelitian yang berbeda. “Dalam penelitian,

kita membutuhkan teknologi untuk memverifikasi kerahasiaan data,” kata

Moleong. Sambil menunggu temuan, sangat penting untuk memverifikasi

keakuratannya dengan menggunakan metode berikut:

50
1. Presistent observation (ketekunan pengamatan). Observasi secara terus

menerus terhadap subjek penelitian untuk lebih memahami gejala berbagai

aktivitas di lokasi penelitian. Pemantauan secara terus-menerus dilakukan

dengan mengamati dan membaca sumber data penelitian secara seksama

sehingga dapat diketahui informasi yang diperlukan. Selain itu, deskripsi

akurat dari hasil secara rinci dan kesimpulan dapat diperoleh.

2. Tringulasi. Triangulasi adalah proses pemeriksaan keabsahan data, dengan

menggunakan sesuatu selain data itu untuk memvalidasi atau membandingkan

data. Jadi tujuan triangulasi adalah untuk memverifikasi keakuratan informasi

tertentu dengan membandingkannya dengan informasi dari sumber lain.

Triangulasi keabsahan data didasarkan pada hasil tes tertulis dan wawancara.

Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber informasi yang

membandingkan dan memeriksa tingkat kepercayaan informasi yang

dikumpulkan dari waktu ke waktu dan alat yang berbeda dalam metode

kualitatif.

3. Peerderieng (pemeriksaan sejawat melalui diskusi). Sebaliknya, peer

research melalui diskusi adalah teknik yang dilakukan dengan

mengungkapkan hasil antara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk

diskusi analitis dengan rekan kerja. Teknik ini memiliki beberapa tujuan

sebagai salah satu teknik verifikasi data. Pertama, untuk mendorong peneliti

untuk mengadopsi sikap terbuka dan jujur. Kedua, diskusi rekan ini

memberikan titik awal yang baik untuk memeriksa dan menguji hipotesis

kerja yang muncul dari penalaran peneliti.

51
Tidak ada rumus yang pasti tentang bagaimana menyusun percakapan

seperti itu dalam praktiknya. Teknik wawancara psikoanalitik digunakan dalam

fitur diskusi. Kolega dengan pengetahuan dan pengalaman dalam disiplin khusus

mereka, terutama dalam hal teknik dan konten, harus menjadi peserta. Peserta

tidak boleh terlalu tua atau terlalu muda bagi peneliti untuk mempertahankan

lingkungan yang ramah diskusi, juga tidak boleh menjadi seseorang yang

berwenang atau seseorang yang dihormati karena pengetahuan mereka tentang

subjek dan bidang penelitian. Senior dengan gelar sarjana yang lebih tahu tentang

masalah yang ditanyakan adalah di antara rekan kerja yang disebutkan peneliti ini,

selain sejumlah dosen yang memahami dan memahamipermasalahan

membesarkan anak dalam kandungan, serta yang memahami metodologi

penelitian kualitatif.

52
DAFTAR PUSTAKA

Alviandy, A., dan Fiqry, M. (n.d.). 359_Pendidikan Anak Dalam Perspektif


Masyarakat Nelayan Di Desa Lero Tatari Kecamatan Sindue Kabupaten
Donggala.pdf.

Amalia, N. F., Dayati, U., dan Nasution, Z. (2017). Peran Agen Perubahan
Dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pantai
Bajulmati Kabupaten Malang. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan
Pengembangan, 2(11), 1572–1576. https://doi.org/10.17977/
JPTPP.V2I11.10249

Arif, A. (2019). Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Secara Formal Pada


Masyarakat Nelayan Terpencil Tanah Kuning. Jurnal Pendidikan Islam,
10(2), 75–84. https://doi.org/10.22236/JPI.V10I2.3962

Fahmi, F., dan Rantika, C. (2021). Pendidikan Anak Dalam Persepsi Masyarakat.
Paramurobi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 4(2), 70–79.
https://doi.org/10.32699/PARAMUROBI.V4I2.1926

Fitriani1, E. (2019). Eka Fitriani Persepsi Masyarakat Bajo Tentang Pentingnya


Pendidikan Formal Di Kelurahan Watolo Kecamatan Mawasangka
Kabupaten Buton Tengah. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi, 4(1).

Fuadi, H., Robbia, A. Z., Jamaluddin, J., dan Jufri, A. W. (2020). Analisis Faktor
Penyebab Rendahnya Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik. Jurnal
Ilmiah Profesi Pendidikan, 5(2), 108–116. https://doi.org/10.29303/
JIPP.V5I2.122

Hasanah, N. 2014. Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tingkat


Pendidikan Anak (Studi pada Keluarga Buruh Tani di Dusun Aluran Naga
Kecamatan Pangkatan Kabupaten Labuhanbatu). Skripsi. Universitas
Negeri Medan. Diambil pada tanggal 05 Agustus 2023, pukul 14:20:15,
dari http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-36942-
NIM.109171021%20-%20JURNAL%20SKRIPSI.pdf

Hasbullah, H. 2015. Kebijakan Pendidikan: Dalam Perspektif Teori, Aplikasi,


dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Imron, M. (2003). Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan. Jurnal Masyarakat


Dan Budaya, 5(1). Kurniawan, A., dan Syekhnurjati, T. (n.d.). Sejarah
Pendidikan Masyarakat Pesisir Nusantara.

53
Kadriani, Harudu La. 2017. “Persepsi Masyarakat Nelayan Tentang Pentingnya
Pendidikan Formal di Desa Jawi-Jawi Kecamatan Bungku Selatan
Kabupaten Morowali”. Jurnal penelitian pendidikan Geografi, 1 (1), 1-16.

Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Maldini, Yusuf Maldini. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Sosial
Ekonomi Nelayan Terhadap Ketuntasan Wajb Belajar 9 Tahun Anak di
Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Skripsi.Universitas
Negeri Semarang. Diambil pada tanggal 05 Agustus 2023, pukul 13:15:25
dari http://journal.unnes.ac.id/artikel_sju/pdf/edugeo/1450/1407

Mulasi, S., Tinggi, S., Islam, A., dan Meulaboh, T. D. (2021). Urgensi
Pendidikan Agama Dikalangan Nelayan Pesisir Aceh. AT-TA’DIB: Jurnal
Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam, 13(Desember), 148–158.
https://doi.org/ 10.47498/TADIB.V13I2.621

Nadjib, M. (2016). Agama, Etika dan Etos Kerja dalam Aktivitas Ekonomi
Masyarakat Nelayan Jawa. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan, 21(2),
137–150. https://doi.org/10.14203/JEP.21.2.2013.19-32

Patilima, H. (2007). Metode Penelitian Kualitati http://r2kn.litbang.kemkes.go.id:


8080/handle/123456789/77451

Pengetahuan Masyarakat Nelayan Pesisir Pulau Kasu Kecamatan Belakang


Padang Kota Batam Hairudin, S., Wahyuni, S., dan Raja Ali Haji, M.
(2019). Sistem Pengetahuan Masyarakat Nelayan Pesisir Pulau Kasu
Kecamatan Belakang Padang Kota Batam. Jurnal Masyarakat Maritim,
3(2), 50–64. https://doi.org/10.31629/JMM.V3I2.1721

Pinto, Z. (2016). Kajian Perilaku Masyarakat Pesisir yang Mengakibatkan


Kerusakan Lingkungan (Studi Kasus di Pantai Kuwaru, Desa Poncosari,
Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY). Jurnal Wilayah
Dan Lingkungan, 3(3), 163. https://doi.org/10.14710/JWL.3.3.163-174

Salma, N. 2016. “Makna Pendidikan Anak Bagi Masyarakat Petani di Desa


Munggu Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen”. Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta

Salmiah, N., dan Salmiah, N. S. (2017). Kesadaran Masyarakat Nelayan


terhadap Pendidikan Anak. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan
Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA),
4(1), 1–10. https://doi.org/10.31289/jppuma.v4i1.298

Sari, J. M., dan Harudu, L. (2018). Persepsi Masyarakat Nelayan Pesisir Tentang
Pentingnya Pendidikan Formal Di Desa Latawe Kecamatan Napano

54
Kusambi Kabupaten Muna Barat. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi,
3(4).

Sembiring, A. L. (n.d.). Metode Penelitian Kualitatif.

Siregar, N.S.S. 2013. “Persepsi Orang Tua Terhadap Pentingnya Pendidikan Bagi
Anak”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 1 (1): 11-27.

Siti, N., dan Siregar, S. (2015). Pendidikan Anak Dalam Keluarga Perspektif
Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education
Studies), 3(1), 109–136. https://doi.org/10.15642/JPAI.2015.3.1.109-136

Somantri, G. R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara Human Behavior


Studies in Asia 9(2), 57–65. https://doi.org/10.7454/mssh.v9i2.122

Sriyanti, Ninik., dkk. 2006. “Persepsi Nelayan Tentang Pendidikan Formal di


Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah”.
Buletin Ekonomi Perikanan, 4(3), 40-49.

Suharyanto, A., Siagian, D. A., Juanda, J., Panjaitan, S. P., Tanjung, S., dan
Situmorang, T. C. (2017). Persepsi Masyarakat Nelayan mengenai
Pendidikan di Desa Paluh Kurau, Hamparan Perak, Deli serdang.
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial Dan Budaya (Journal of Social and
Cultural Anthropology), 3(1), 11–18. https://doi.org/10.24114/ANTRO.
V3I1.7495

Suryana, D. (2016). Stimulasi dan aspek Perkembangan Anak Usia Dini.


Kencana., 71. https://books.google.co.id/books?
hl=endanlr=danid=qQRBDw AAQBAJdanoi=fnddanpg=PA24
dandq=sejarah+pendidikan+anak+usia+dini+danots=LzpgmobKlvdansig=
OnHqhjOdsYYP0tRVyo3jmCa7pS8danredir_esc=y#v=onepagedanq=seja
rah pendidikan anak usia dinidanf=false

Suwarno. 2012. “Perubahan Pola Pencaharian Nafkah Dalam Kaitannya dengan


Persepsi Masyarakat Pedalaman terhadap Pendidikan”. Jurnal Economia.
Volume 8, Nomor 2

Syarif, E., dan Geografi Fakultas Ilmu dan Pengetahuan Alam, J. (2021). Studi
Pemberdayaan Anak Nelayan Melalui Pendidikan Di Desa Pakabba
Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Jurnal Environmental
Science, 4(1). https://doi.org/10.35580/JES.V4I1.24363

Tingkat, A., Masyarakat, K., Di, N., Dahari, D., Kecamatan, S., Kabupaten, T.,
dan Rosni, B. (2017). Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Nelayan Di Desa Dahari Selebar Kecamatan Talawi Kabupaten
Batubara. Jurnal Geografi, 9(1), 53–66.
https://doi.org/10.24114/JG.V9I1.6038

55
Tubu, B., Malik, A., dan Syarif, E. (2021). Persepsi Masyarakat Terhadap
Pendidikan Formal Kaitannya dengan Jumlah Anak-anak Putus Sekolah.
LaGeografia, 19(3), 316–333. https://doi.org/10.35580/LAGEOGRAFIA.
V19I3.20526

Ulfa, M. (n.d.). Persepsi Masyarakat Nelayan Dalam Menghadapi Perubahan


Iklim (Ditinjau Dalam Aspek Sosial Ekonomi). Retrieved June 4, 2022,
from http://journal2.um.ac.id/index.php/jpg/ISSN:0853-9251

Watung, N., Dien, C. R., dan Kotambunan, O. V. (2013). Karakteristik Sosial


Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurang
Timur Propinsi Sulawesi Utara. Akulturasi: Jurnal Ilmiah Agrobisnis
Perikanan, 1(2). https://doi.org/10.35800/AKULTURASI.1.2.2013.13327

Wijayanti, L., Wijayanti, L., dan Ihsannudin, dan. (2013). Strategi Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Kecamatan Pademawu Kabupaten
Pamekasan. Agriekonomika, 2(2), 139–152. https://doi.org/10.21107/
agriekonomika.v2i2.433

Wiralodra, G., Tribuana Kalabahi, U., Tim, W., Mutiara, T., Alor, K., dan
Tenggara Tim, N. (2020). Analisis Persepsi Masyarakat Desa
Mausamang Terhadap Ketersediaan Sekolah Menengah Atas Di Alor
Timur. Gema Wiralodra, 11(2), 205–2020.
https://doi.org/10.31943/GEMAWIRALODRA. V11I2.133

Zaki, Reddy Zaki. 2013. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat
Pedidikan Anak Keluarga Nelayan di Kelurahan Sugihwaras Kecamatan
Pemalang Kabupaten Pemalang Tahun 2013. Diambil pada tanggal 05
Agustus 2023, pukul 13:15:30 dari
http://lib.unnes.ac.id/19821/1/3201408046.pdf

56
Lampiran Instrumen Observasi Awal (Wawancara)

Nama Responden : Jefri Juanda


Usia Responden : 25-30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan

1. Apakah Anda memiliki anak-anak yang bersekolah?


- Jika ya, berapa jumlah anak yang sedang bersekolah?

2. Bagaimana aksesibilitas pendidikan di daerah ini? Apakah ada sekolah yang


dekat dengan tempat tinggal Anda?
- Jika tidak, apa yang menjadi hambatan dalam mengakses pendidikan?

3. Apakah Anda menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak


Anda?
- Jika ya, mengapa Anda berpikir begitu? Jika tidak, mengapa?

4. Apa yang menjadi tantangan utama dalam memberikan pendidikan yang layak
bagi anak-anak Anda?
- Apakah masalah keuangan menjadi hambatan?

5. Bagaimana peran budaya dan tradisi dalam pendidikan anak di komunitas ini?
- Apakah ada aspek-aspek budaya atau tradisi yang mempengaruhi
pendidikan anak?

6. Bagaimana peran gender dalam pendidikan anak di komunitas ini?


- Apakah ada perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan
dalam hal pendidikan?

57
7. Apakah Anda merasa ada cukup dukungan dari pemerintah dan lembaga
pendidikan dalam meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas pendidikan di
komunitas ini?
- Jika tidak, apa yang Anda harapkan dari pemerintah dan lembaga
pendidikan?

8. Apakah ada upaya komunitas dalam mendukung pendidikan anak di daerah


ini?
- Jika ya, jelaskan jenis dukungan yang diberikan oleh komunitas.

9. Apakah ada perubahan yang Anda lihat dalam kesadaran dan partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan anak dalam beberapa tahun terakhir?
- Jika ya, jelaskan perubahan tersebut.

10. Apa yang menurut Anda dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan
aksesibilitas pendidikan anak di komunitas pesisir ini?

11. Apakah ada saran atau rekomendasi yang ingin Anda berikan kepada
pemerintah atau lembaga pendidikan terkait pendidikan anak di komunitas
pesisir?

58
59
60

Anda mungkin juga menyukai