Oleh:
Ni Putu Chandra P. Jyoti
K022221033
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
iii
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (UU No. 44, 2009). Kualitas pelayanan
bermutu dan terjangkau adalah hal yang penting untuk diperhatikan,
karena hal tersebut akan dipersepsikan oleh konsumen setelah konsumen
mengunakan barang atau jasa. Bertambahnya kesadaran masyarakat
tentang kesehatan mengakibatkan tuntutan untuk meningkatkan
pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Salah satu upaya mengantisipasi
keadaan tersebut dengan menjaga kualitas pelayanan karena
kemampuan rumah sakit memenuhi kebutuhan pasien dapat diukur dari
kepuasan pasien.
Mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempurnaan
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan semua potensi sumber daya
yang ada di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif dan dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku (Rahmawati
dan Supriyanto, 2013). Cara mengetahui mutu pelayanan rumah sakit
salah satunya dengan menggunakan indikator raawat inap. Indikator rawat
inap merupakan gambaran yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, efisiensi pelayanan rawat inap dan efisiensi
penggunaan tempat tidur di rumah sakit. Maka untuk mengukur hal
iv
tersebut, diperlukan adanya indikator rawat inap yang terdiri BOR (Bed
Occupancy Rate), ALOS (Average Length Of Stay), TOI (Turn Over
Interval), BTO (Bed Turn Over), NDR (Net Death Rate), dan GDR (Gross
Death Rate). Nilai ideal pada indikator pelayanan rawat inap menurut
Depkes RI, yaitu BOR antara 60%-85%, ALOS antara 6-9 hari, TOI antara
1-3 hari, BTO antara 40-50 kali, NDR antara < 25‰, GDR antara < 45%
(Simanjuntak & Angelia, 2019).
Rumah Sakit Islam Faisal adalah Rumah Sakit Tipe B yang terletak
di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan. Rumah Sakit Islam Faisal memiliki
Visi mewujudkan rumah sakit yang profesional menjadi rumah sakit pilihan
masyarakat. Dengan Misi memberikan pelayanan kesehatan yang
profesional, meningkatkan SDM serta sarana dan prasarana rumah sakit,
mengutamakan kepuasan pelanggan, serta penyelenggaraan rumah sakit
yang berlandaskan pada ukhuwah islamiah meningkatkan keterjangkauan
pelayanan, dan meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
menganalisis mutu pelayanan kesehatan berdasarkan indikator instalasi
RSI Faisal.
v
Menjadi bahan pelajaran bagi penulis dan bahan analisis bagi RSI
Faisal untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
vi
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit dapat dibagi
berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Jenis Pengelolaan Rumah Sakit berdasarkan Pasal 20 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
A. Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. (3) Rumah Sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
vii
jenis penyakit atau kekhususan lainnya dan dapat
menyelenggarakan pelayanan lain diluar kekhususannya.
viii
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
ix
menyebutkan bahwa management is the attainment of organizational
goals in an effective and efficient manner through planning organizing
leading and controlling organizational resources. Artinya, manajemen
merupakan pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan
efisien lewat perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan sumberdaya organisasi (Daft, 2009).
3. Plunket (2005)
Plunket membatasi sebagai people who are allocate and oversee the
use of resources, yaitu orang yang mengatur dan mengawasi
penggunaan sumber daya. Plunket (2005) mendefinisikan manajemen
sebagai one or more managers individually and collectively setting and
achieving goals by exercising related functions (planning organizing
staffing leading and controlling) and coordinating various resources
(information materials money and people)”. Artinya, manajemen
merupakan satu atau lebih manajer yg secara individu maupun
bersama-sama menyusun dan mencapai tujuan organisasi dengan
melakukan fungsi-fungsi terkait (perencanaan pengorganisasian
penyusunan staf pengarahan dan pengawasan) dan mengkoordinasi
berbagai sumber daya (informasi material uang dan orang) (Punket,
2005).
Pengertian manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara
berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian,
dan adanya kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan.
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang
bersifat dinamis sehingga diperlukan adaptasi apabila terjadi
perubahan di rumah sakit, sperti yang mencakup sumber daya, proses
dan kegiatan rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di luar rumah
sakit, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan
pengetahuan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi.
x
2.4. Indikator Penilaian Mutu
Mutu pelayanan kesehatan merupakan derajat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia
di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara
aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosial budaya.
Terdapat lima dimensi mutu pelayanan menurut Parasuraman dalam
Lupiyoadi (2006:182) yaitu:
xi
a. Indikator Struktur/ Input
Aspek struktur adalah semua input yang ada dalam sistem
pelayanan sebuah Rumah Sakit meliputi:
1. Tenaga kesehatan profesional
Contohnya: tersedianya jumlah tenaga kesehatan tertentu
per jumlah penduduk (misalnya jumlah dokter setiap
300.000 penduduk)
2. Biaya yang tersedia
Contohnya: tersedianya sejumlah dana atau anggaran
untuk pemberantasan penyakit tertentu.
3. Obat-obatan dan alat kesehatan
Contohnya: tersedianya obat-obatan untuk memberantas
penyakit tertentu.
4. Metode dan standar operasi
Contohnya: tersedianya Standar Operating Prosedur yang
sesuai dengan di Rumah Sakit.
b. Indikator Proses
Proses adalah suatu kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi
lain yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien.
Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang
penyakit pasien, penegakan diagnosa, rencana tindakan
pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan
prosedur pengobatan.
c. Indikator Output
Merupakan ukuran-ukuran khusus (kuantitas) bagi output program
seperti jumlah tenaga kesehatan yang dilatih, jumlah pasien yang
sembuh, jumlah kamar mandi yang dibangun.
d. Indikator Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga
profesi lain terhadap pasien.
xii
1. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek
pelayanan meliputi:
a. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
b. Angka kematian kasar: 3-4%
c. Kematian pasca bedah: 1-2%
d. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
e. Kematian bayi bary lahir: 20/1000
f. NDR (Net Death Rate): 2,5%
g. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
h. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
i. ADR (Anasthesia Date Rate) maksimal 1/5000
2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi
Rumah Sakit, meliputi:
a. Biaya per unit untuk rawata jalan
b. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
c. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat
tidur
d. BOR (Bed Occopancy Rate): 70-85%
e. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50x per satu
TT/tahun
f. TOI (Turn Over Interval), 1-3 hari TT yg kosong
g. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (kasus komplikasi,
infeksi nosocomial, gawat darurat, tingkat kontaminasi
dalam darah, tingkat kesalahan, dan kepuasan
pasien)
h. Normal Tissue Removal Rate: 10%
3. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien
dapat diukur dengan jumlah keluhan pasien atau
keluarganya, surat pembaca di koran, surat kaleng, surat
masuk di kotak saran, dan lainnya.
4. Indikator cakupan pelayanan Rumah Sakit meliputi:
xiii
a. Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap
menurut jarak Rumah Sakit dengan asal pasien.
b. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah
tindakan pembedahan dan jumlah kunjungan SMF
spesialis
c. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah Rumah
sakit, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar/indicator nasional. Jika
bukan angka standar nasional, penilaian dapat
dilakukan dengan menggunakan hasil pencatatan
mutu pada tahun-tahun sebelumnya di Rumah Sakit
yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan
antara pihak manajemen Rumah Sakit tersebut
dengan masing-masing SMF dan staff lainnya yang
terkait.
5. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien,
meliputi:
a. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
b. Pasien diberi obat salah
c. Tidak ada obat/alat emergency
d. Tidak ada oksigen
e. Tidak ada suction (penyedot lender)
f. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
g. Pemakaian obat
h. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya
xiv
1. Bed Occupancy Rate (BOR)
Bed Occupancy Rate (BOR) yaitu prosentase pemakaian tempat
tidur pada satu satuan waktu tertentu, indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya pemanfaatan dari tempat tidur rumah
sakit. Periode penghitungan BOR ditentukan berdasarkan
kebijakan internal RS, bisa bulanan, tribulan, semester, atau
bahkan tahunan. Lingkup penghitungan BOR juga ditentukan
berdasarkan kebijakan internal rumah sakit, misalnya BOR
perbangsal atau BOR untuk lingkup rumah sakit (seluruh
bangsal). Nilai parameter dari BOR ini idealnya antara 60 - 85%
(Depkes, 2005)
xv
4. Turn Over Interval (TOI)
Turn Over Interval (TOI) yaitu rata-rata hari, tempat tidur tidak
ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini juga
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong hanya dalam waktu 1 – 3 hari.
xvi
kurang dari 4,5/100 penderita keluar.
xvii
v Pembina : Drs. H. Muh Jusuf Kalla dan AG. KH. Sanusi
Bacco, Lc
v Plt Ketua : Rapiuddin Hamarung
v Sekertaris : H. M Sattar Taba, SE
v Bendahara : Hj. Imelda Jusuf Kalla
v Anggota : Hj. Fatimah Kalla, Prof.DR. H. Mansyur
Ramly, H. Harsinen Sanusi dan Zulkiflie Fadeli
VISI
Mewujudkan Rumah Sakit yang Profesional Menjadi Rumah Sakit
Pilihan Masyarakat
MISI
v Memberikan Pelayanan Kesehatan yang Profesional.
v Meningkatkan Ketersediaan SDM Serta Sarana dan Prasarana
Rumah Sakit.
v Menyediakan Wahana Pelatihan Serta Penelitian Untuk
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
Bersinergi dengan Mutu Pelayanan.
v Mengutamakan Kepuasan Pelanggan, Serta Penyelenggaraan
Rumah Sakit yang Berlandaskan Pada Ukhuwah Islamiah.
v Meningkatkan Keterjangkauan Pelayanan.
v Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan.
xviii
6. Poliklinik Bedah Onkologi
7. Poliklinik Bedah Tulang
8. Poliklinik Bedah Plastik
9. Poliklinik Bedah Saraf
10. Poliklinik Penyakit Anak
11. Poliklinik Penyakit Saraf (Neurologi)
12. Poliklinik Obstetri (Kandungan)
13. Poliklinik Penyakit Kulit dan kelamin
14. Poliklinik THT
15. Poliklinik Mata
16. Poliklinik Perjanjian
17. Poliklinik Gigi dan Mulut
18. Poli Klinik Radioterapi
Adapun instalasi penunjang medis yang dimiliki Rumah Sakit Islam Faisal
adalah sebagai berikut
1. Radiologi
2. Laboratorium
3. Farmasi
4. Kamar Operasi
5. Hemodialisa
6. Fisioterapy
7. Rekam Medis
8. Gizi Klinis
9. Instalasi Jiwa
10. CT-SCAN
11. Instalasi Bank Darah
12. Radioterapi
Adapun pelayanan penunjang non medis yang dimiliki Rumah Sakit Islam
Faisal adalah sebagai berikut
1. Ambulance
2. Masjid
xix
3. ATM Center
4. Visite Ulama / Pembinaan Kerohanian.
5. Koperasi & Kantin
6. Rumah Makan (foodcourt)
7. Pemulasaran & Kamar Jenazah
8. Bank Cab. BRI
Adapun layanan unggulan yang dimiliki Rumah Sakit Islam Faisal adalah
sebagai berikut
1. Sistem Informasi Rumah Sakit Terintegrasi ( SIMRS )
2. Alat Pemecah Batu Ginjal ( ESWL )
3. Operasi Katarak dengan metode Phaco ( Phaecoemulsification )
4. Uji latih Jantung dengan beban ( Treadmiil Test )
5. Alat operasi minimal invasive untuk menangani kasus urologi
dan bedah digestif ( Laparoscopy dan Endo Urology )
6. Alat pencitraan gambaran visual kerja jantung
( Echocardiography )
7. CT-Scan
8. Radioterapi
9. Bank Darah (Proses)
Adapun jumlah ketersediaan tempat tidur baik rawat jalan dan rawat inao
yang dimiliki Rumah Sakit Islam Faisal adalah sebagai berikut :
N PERAWATAN JUMLAH
O
1 UGD UMUM 16
2 UGD OBGYN 6
3 POLIKLINIK 16
4 BEDAH 8
SENTRAL
xx
5 HEMODIALISA 6
6 FISIOTERAPI 4
1 PERAWATAN 1 16 6 22
2 PERAWATAN 2 28 17 45
3 PERAWATAN 3 8 7 10 5 30
4 PERAWATAN 4 24 4 2 30
5 PERAWATAN 5 24 4 2 30
6 AS - SYIFAA 10 10
7 ICU / ICCU 15 15
8 HCU 4 4
9 PERAWATAN 7 57 57
&8
10 PERINATOLOGI 10 10
xxi
Grafik 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap RS Islam Faisal
Tahun 2021
300
250 259
200
100
102 94
50
52
45 39 38 34
0
a) ) ) ) ) e) ) ) s) )
si ea ia id es gu ya ya si BD
ep e/
g on yfo et n i nn i nn a D
p r um T i ab De a a liti (
i s ia ne am (D ia
L
ri
L
ol
e 91
(D (D P am te (K A
30 09
( em 11 em ak
K A 18 (D E em An B 80
-J (D ( y. K
2 01 90 64 en
A
J1 A -D (P
51 49
D -A
21
A
400
394
300
200
xxii
NO TAHUN JUMLAH PASIEN
Berikut
1 2019 11203
2 2020 5262
3 2021 3359
merupakan table yang menunjukan data pasien rawat inap dan rawat jalan
periode tahun 2019 – 2021
Tabel 3. Data Pasien Rawat Inap
2 2020 4141
3 2021 3415
xxiii
Pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan
organisasi Rumah Sakit Islam Faisal berdasarkan pada Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 77 Tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit. Dalam peraturan tersebut, organisasi rumah
sakit paling sedikut terdiri atas :
ü Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit
ü Unsur pelayanan medis
ü Unsur keperawatan
ü Unsur penunjang medis
ü Unsur administrasi umum dan keuangan
ü Komite medis
ü Satuan Pemeriksaan Internal.
xxiv
xxv
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
1. Bed Occupancy Rate (BOR)
Bed Occupancy Rate (BOR) yaitu prosentase pemakaian
tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu, indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya pemanfaatan dari tempat tidur rumah
sakit. Periode penghitungan BOR ditentukan berdasarkan
kebijakan internal RS, bisa bulanan, tribulan, semester, atau
bahkan tahunan. Lingkup penghitungan BOR juga ditentukan
berdasarkan kebijakan internal rumah sakit, misalnya BOR
perbangsal atau BOR untuk lingkup rumah sakit (seluruh bangsal).
Nilai parameter dari BOR ini idealnya antara 60 - 85% (Depkes, 2005)
a) Interpretasi
Capaian nilai BOR dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal rumah sakit. Faktor intenal meliputi
budaya rumah sakit, sistem nilai, kepemimpinan, sistem manajemen,
sistem informasi, sarana prasarana, sumber daya manusia dan citra.
27
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah keadaan sosial
ekonomi konsumen, budaya masyarakat, pemasok, pesaing, kebijakan
pemerintah daerah, dan peraturan (Marthen, 2020). Selain itu,
capaian nilai BOR juga dipengaruhi oleh kehandalan petugas rumah
yang berdampak pada peningkatan mutu pelayanan. Apabila
kehandalan dokter dan petugas rumah sakit dalam memberikan
pengobatan yang baik dirasa baik oleh pasien, maka pasien akan
mempercayakan pengobatannya.
Nilai ideal dari parameter BOR adalah 60 – 85%, namun pada
Rumah Sakit Islam Faisal, angka BOR dalam 3 tahun terakhir ini
selalu menunjukan dibawah nilai ideal tersebut dan terlihat penurunan
yang cukup signifikan setiap tahunnya. Angka ini menunjukan
kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan Rumah Sakit Islam Faisal
oleh masyarakat.
b) Komentar
Rendahnya angka BOR pada RSI Faisal menunjukan bahwa
penggunaan tempat tidur tidak sebanding dengan tempat tidur yang
telah disediakan, hal ini dapat berpengaruh langsung pada pendapatan
ekonomi RSI Faisal. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 pada
awal tahun 2020 sehingga kunjungan pasien ke rumah sakit terus
berkurang drastis. Masyarakat cenderung takut berobat ke rumah sakit
karena takut terkena Covid.
Awalnya, RSI Faisal termasuk dalam 42 Rumah Sakit yang
ditunjuk pemerintah sebagai Rumah Sakit Penyangga dan Rujukan
pasien Covid–19, namun kemudian muncul edaran Gubernur Sulawesi
Selatan, yang menyatakan hanya lima rumah sakit penyangga dan
rumah sakit rujukan Covid-19. RSI Faisal tidak termasuk lagi dalam
daftar tersebut. RSI Faisal hanya menangani dan merawat pasien
28
Covid-19 selama kurang lebih tiga bulan. Sejak saat itu, RSI Faisal
hanya mengandalkan pemasukan dari asuransi, BPJS dan pasien
umum yang tentu saja menurun karena khawatir terkena Covid-19.
Kemudian faktor lain selain pandemi adalah unjuk rasa oleh
pegawai RSI Faisal pada tanggal 2 Juli 2020 mengenai sistem
manajemen RSI Faisal yang merumahkan 157 pegawai (74 perawat
dan 83 staff administrasi) sejak 8 Juni 2020 tanpa berkoordinasi
sebelumnya dengan Serikat Pekerja yang merupakan wadah aspirasi
para tenaga kerja di Rumah Sakit Islam Faisal tersebut, serta
pembayaran jasa medis yang belum dibayarkan selama 2 tahun. Unjuk
rasa tersebut tentu saja berpengaruh terhadap citra RSI Faisal yang
berpengaruh terhadap kemauan masyarakat berobat ke rumah sakit
tersebut. Saat ini, selama 1 – 2 bulan terakhir, RSI Faisal sedang
dalam proses perbaikan keseluruhan dengan pembentukan
manajemen baru serta Tim Reformasi dan Percepatan Kinerja RS oleh
Pembina Yayasan RSI Faisal guna memperbaiki manajemen serta
lambat – laun akan berefek pada citra RSI Faisal itu sendiri.
Faktor selanjutnya yang dapat menjadi alasan mengapa nilai
BOR RSI Faisal rendah adalah ketersediaan sumber daya manusia,
karena adanya pegawai yang dirumahkan serta kondisi keuangan yang
memburuk, tentu saja berdampak pada keterbatasan staff Rumah Sakit
dan berdampak pada mutu pelayanan. Namun dalam 1 bulan terakhir
ini, perekrutan kembali serta re-negosiasi telah dilakukan oleh
manajemen baru serta Tim Reformasi dan Percepatan Kinerja RS
terhadap staff medis maupun non medis yang dahulu bekerja di RSI
Faisal untuk bersama membangun RSI Faisal kearah yang lebih baik.
29
c) Perbandingan dengan RSUD Syekh Yusuf & RSUP Dr. Tadjuddin
Chalid Makassar
Mengenai angka BOR yang belum mencapai nilai ideal juga
dialami oleh 2 Rumah Sakit lain, pada RSUD Syekh Yusuf pada tahun
2020 dan 2021, angka BOR pada RS tersebut sebesar 68,4% pada
tahun 2019, pada tahun 2020 sebesar 32,37% dan 2021 yakni
32,52%. Sedangkan pada RSUP Dr. Tadjuddin Chalid, hasil
perhitungan mutu selama tahun 2019, 2020 dan 2021, diperoleh hasil
perhitungannya sebanyak 45%, 21%, 29%. Kecenderungan
menurunnya persentase BOR dalam rentang waktu 3 tahun terakhir
pada RSUP Dr. Tadjuddin Chalid sama seperti RS Islam Faisal yaitu
disebabkan karena image di masyarakat tentang RSUP Tajuddin
merupakan rumah sakit khusus penderita kusta yang telah berdiri
sejak tahun 1982 serta adanya penambahan jumlah tempat tidur
sehingga secara perhitungan mempengaruhi hasil persentase BOR
RSUP Dr.Tadjuddin Chalid Makassar.
30
Grafik 4. AvLOS RSI Faisal
a) Interpretasi
Standar lama hari rawat di rumah sakit atau average length of
stay (AvLOS) berkisar 6-9 hari. Semakin tinggi AvLOS ini diartikan
sebagai rendahnya pelayanan kesehatan di unit rawat inap atau tidak
efisiennya pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Sebaliknya, semakin berkurang AvLOS menunjukkan peningkatan
mutu dan efisiensi pelayanan yang diberikan yang akan meningkatkan
kepuasan pasien terhadap kebutuhan jasa layanan kesehatan
(Kemenkes, 2011). Average Length Of Stay (AVLOS) RSI Faisal tidak
berada pada posisi yang ideal, yaitu menunjukan nilai yang stagnan
selama 3 tahun terakhir yaitu selama 5 hari.
b) Komentar
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia menggunakan
sistem pembiayaan prospektif yang dapat mendorong rumah sakit
melakukan efisiensi biaya dengan tetap memperhatikan mutu
pelayanan. Efisiensi biaya ini dapat dilakukan dengan cara mengatur
angka AvLOS sedemikian rupa sehingga bisa lebih rendah dari
31
standar dan berdampak pada keuntungan yang diperoleh oleh rumah
sakit. Pada penilaian AvLOS ini diperlukan keseimbangan dari sudut
pandang mutu pelayanan serta medis.
Kecendrungan pasien dirujuk ke rumah sakit lain dengan
fasilitas serta dokter yang lebih lengkap dan lebih baik menjadi salah
satu faktor rendahnya angka AvLOS di RSI Faisal
Dalam grafik 10 penyakit terbanyak di RSI Faisal pada tahun
2021 baik pada rawat inap maupun rawat jalan, terlihat penyakit
tertinggi adalah dispepsia. Dispepsia menjadi suatu kondisi yang dapat
mengakibatkan munculnya rasa tidak nyaman pada perut bagian atas
karena masalah asam lambung atau penyakit maag. Kasus dispepsia
pada layanan rawat inap adalah sebesar 259 kasus dan pada rawat
jalan sebesar 545 kasus di tahun 2021. Biasanya kasus dispepsia
dirawat kurang dari 5 hari tergantung berat ringan gejala pasien. Inilah
salah satu alasan yang membuat nilai AvLOS RSI Faisal bawah nilai
ideal.
32
3. Bed Turn Over (BTO)
Bed Turn Over (BTO) diartikan sebagai frekuensi pemakaian tempat
tidur, berapa kali dalam satu satuan waktu tertentu (biasanya 1 tahun)
tempat tidur di rumah sakit dipakai. Idealnya selama satu tahun, 1
tempat tidur rata-rata dipakai 40 – 50 kali.
a) Interpretasi
Nilai ideal dari parameter BTO adalah 40 – 50 kali dalam
setahun. Angka BTO yang tinggi akan berpengaruh pada segi
perekonomian rumah sakit karena tempat tidur secara efisien
digunakan dan menghasilkan pemasukan bagi Rumah Sakit tersebut.
Namun pada data yang diperoleh di Rumah Sakit Islam Faisal dalam 3
tahun terakhir, angka BTO hanya tercapai pada tahun 2019,
sedangkan pada tahun 2020 dan 2021 menunjukan dibawah nilai ideal
dan cenderung menurun.
33
b) Komentar
Nilai BTO di RSI Faisal menunjukan bahwa tingkat efesiensi
rata-rata pemakaian tempat tidur dalam dua tahun terakhir masih
belum baik. Angka BTO pada tahun 2019 masih normal dikarenakan
pandemi Covid–19 di Indonesia mulai merebak di tahun 2020.
Penurunan angka BTO pada tahun 2020 terjadi karena RSI Faisal
tidak menjadi rumah sakit penyangga dan rumah sakit rujukan Covid-
19 sehingga akan melakukan perujukan apabila ada kasus yang
terindikasi Covid-19.
Nilai BTO ini juga sejalan dengan adanya penurunan
pendapatan Rumah Sakit sehingga terjadilah kasus yang berkaitan
dengan dirumahkannya 157 pegawai RSI Faisal. Angka BOR yang
rendah juga berkaitan dengan rendahnya BTO di RSI Faisal ini. Sejak
terbentuknya manajemen baru serta Tim Reformasi dan Percepatan
Kinerja RS, perekrutan serta re-negosiasi kembali terhadap staff medis
maupun non medis yang dahulu bekerja di RSI Faisal telah dilakukan
dan terlihat adanya perkembangan pada iklim organisasi dan
peningkatan pendapatan RSI Faisal yang cukup signifikan dalam 1
bulan terakhir ini. Hal tersebut diharapkan mampu membangkitkan RSI
Faisal secara bertahap.
Selain Bed Turn Over (BTO), Turn Over Interval (TOI) yaitu
rata-rata hari, tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi
berikutnya juga memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur. Pada data yang diperoleh dari RSI Faisal, Angka BTO
serta TOI sama-sama berada dibawah standar ideal, sehingga hal
tersebut sejalan memberikan gambaran mengenai kurangnya efisiensi
penggunaan tempat tidur di RSI Faisal.
34
c) Perbandingan dengan RSUD Syekh Yusuf & RSUP Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar
Berdasarkan hasil perhitungan, frekuensi penggunaan tempat
tidur (BTO) di RSUD Syekh Yusuf tahun 2019, 2020, 2021 adalah
79, 41, dan 36. Apabila dibandingkan dengan RSUD Syekh Yusuf,
RSUD Syekh Yusuf memiliki angka BTO yang ideal pada tahun
2019 dan 2020 namun mengalami penurunan jumlah pasien pada
tahun 2021 sehingga angka BTO tidak mencapai kategori ideal,
sedangkan pada RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, yang
terjadi adalah perbandingan jumlah tempat tidur dan kunjungan/
perawatan rawat inap di Rumah Sakit tidak sesuai sehingga
berdampak pada indikator BTO sebesar 14-19 kali pemakaian
yang selalu dibawah angka ideal dalam 3 tahun terakhir.
35
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan hasil evaluasi yang dilakukan di RSI Faisal dalam
periode waktu 2019 – 2021 masih belum memenuhi target. Rinciannya
adalah sebagai berikut:
Angka BOR Rumah Sakit Islam Faisal dalam 3 tahun terakhir ini selalu
menunjukan dibawah nilai ideal dan terlihat penurunan yang cukup
signifikan setiap tahunnya. Angka ini menunjukan kurangnya
pemanfaatan fasilitas perawatan Rumah Sakit Islam Faisal oleh
masyarakat.
Average Length Of Stay (AVLOS) RSI Faisal tidak berada pada posisi
yang ideal, yaitu menunjukan nilai yang stagnan selama 3 tahun terakhir
yaitu selama 5 hari. Faktor ini dapat dikaitkan dengan kasus dispepsia
yang paling tinggi di RSI Faisal dan dirawat kurang dari 5 hari
angka BTO di RSI Faisal hanya tercapai pada tahun 2019, sedangkan
pada tahun 2020 dan 2021 menunjukan dibawah nilai ideal dan
cenderung menurun. Hal ini disebabkan RSI Faisal tidak menjadi rumah
sakit penyangga dan rumah sakit rujukan Covid-19 sehingga akan
melakukan perujukan apabila ada kasus yang terindikasi Covid-19. Hal
ini juga sejalan dengan angka TOI yang juga dibawah ideal di RSI Faisal
36
4.2. Rekomendasi
Strategi untuk meningkatkan kinerja dan mutu layanan Rumah
Sakit Islam Faisal dimasa mendatang adalah :
1. Berdasarkan aspek kepemimpinan, diperlukan transparansi para
stakeholder kepada para bawahan mengenai kondisi – kondisi
darurat terkait Rumah Sakit sehingga tercipta lingkungan kerja yang
saling mendukung dalam kondisi apapun.
2. Berdasarkan aspek manajerial, dapat dilakukan pembuatan laporan
kinerja mutu berkala sehingga diharapkan ada umpan balik
perbaikan dari semua pihak agar mutu pelayanan dapat
ditingkatkan. Pembentukan manajemen baru serta Tim Reformasi
dan Percepatan Kinerja RS merupakan upaya yang telah dilakukan
RSI Faisal dan berdampak baik terhadap perekonomian maupun
iklim kerja di RSI Faisal.
3. Mengadakan mediasi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait
seperti pemerintah daerah, dinas kesehatan dan KB, organisasi
masyarakat dan stakeholder lainnya guna pengembangan layanan
dan peningkatan mutu layanan rumah sakit sesuai apa yang
masyarakat/pasien butuhkan.
4. Meningkatkan program dan kegiatan yang mendukung kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit seperti pelatihan bagi tenaga
kesehatan internal, promosi layanan dokter spesialis, penggunaan
SIM RS untuk memudahkan dan mempercepat akses layanan
rumah sakit.
37
DAFTAR PUSTAKA
38