Abstract
Buton was a maritim sultanate in Southeast Sulawesi. It had a strategic location because
it was a centre of transit and trade in Nusantara and Asia. This situation caused cultural
contact and arose new Butonese culture. A kind of cultural product is literate tradition
using such as Jawi script (Arabic-Malay) that appeared from interaction of local culture,
the Butonese, with islam. In history of Buton many kitab was writen in Jawi script
including Kitab Sarana Walio. Taking descriptive-qualitative method, the writer analyze
Jawi script that was used in Sarana Walio text. This analyze was related with cultural
context that underlied the appearance of this script. This research has found the system
of writing with Jawi script in this manuscript. Based on ortographic system, Jawi script
in Sarana Walio is not different from ortography of Arabic-Malay system in Nusantara.
Graphem consist of consonant and vocal which is symbolized by huruf saksi, not
punctuation. Meanwhile, there’s inconsistence in the case of word writing in manuscript.
Abstrak
Buton merupakan kesultanan maritim di Sulawesi Tenggara yang memiliki letak strategis
karena menjadi pusat persinggahan dan perdagangan Nusantara dan Asia. Hal ini tentu
saja menyebabkan terjadinya kontak budaya yang memunculkan bentuk-bentuk kebudayaan
baru di masyarakat Buton. Salah satunya adalah tradisi tulis aksara Jawi (Arab-Melayu)
yang lahir dari interaksi budaya lokal masyarakat Buton dengan Islam. Banyak kitab
dalam sejarah Buton yang ditulis dalam aksara Jawi, di antaranya Kitab Sarana Walio.
Dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif, penulis mengkaji aksara Jawi dalam
teks Sarana Walio, dihubungkan dengan konteks budaya yang melatari munculnya aksara
tersebut. Penelitian telah menemukan adanya sistem penulisan aksara Jawi dalam naskah
tersebut. Ditinjau dari ortografinya, aksara Jawi dalam Sarana Walio tidak berbeda
dengan sistem ejaan Arab-Melayu pada umumnya di Nusantara. Grafem terdiri atas
grafem konsonan dan grafem vokal yang dilambangkan dengan huruf saksi, tidak dengan
tanda baca. Selain itu, ada inkonsistensi penyalin naskah dalam penulisan beberapa kata.
Kata kunci: Aksara Jawi, Naskah, Buton, Sarana Walio
1
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
21
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
22
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
23
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005). Koleksi Abdul Mulku Zahari, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2001).
24
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
1511 yang dibawa oleh Syeikh Abdul dengan nilai-nilai keislaman, budaya
Wahid, seorang penyebar agama Islam tersebut tetap dipertahankan.
berkebangsaan Arab yang berasal
Akulturasi budaya masyarakat
dari Semenanjung Melayu. Meskipun
Buton dengan ajaran Islam tidak hanya
demikian, menurut para ahli, Islam
tampak dalam bidang kepercayaan,
telah dikenal oleh masyarakat Buton
tetapi juga dalam sistem pemerintahan,
jauh sebelumnya melalui para pedagang
seni budaya, bahasa dan aksara.
Islam, baik dari Ternate dan Tidore di
Sebelum masuknya Islam, masyarakat
Maluku, kerajaan-kerajaan pesisir utara
Buton mengenal dan memiliki
pulau Jawa seperti Demak, Tuban, dan
kepercayaan animisme dan dinamisme.
Gresik, maupun dari Gujarat, India, dan
Kedatangan Islam mendorong mereka
Arab.11
untuk menganut agama Islam walaupun
Secara historis, islamisasi di tidak meninggalkan kepercayaan asli
Buton terjadi melalui tiga gelombang seperti pemujaan terhadap arwah nenek
besar.12 Pertama, Islam diterima secara moyang. Islam di Buton juga telah
formal pada pemerintahan raja Buton melahirkan dasar-dasar ilmu Qalam dan
ke-6 La Kilaponto. Kedua, Islam menjadi Tasawuf yang dibawa oleh sufi dari Aceh.
kekuatan sosial politik dengan penerapan Akan tetapi, terdapat perbedaan yang
nilai-nilai Islam pada pemerintahan khas antara ajaran tasawuf yang ada di
sultan ke-4 Dayanu Ihsanuddin dengan Aceh dengan Buton, misalnya dalam hal
disusunnya Martabat Tujuh. Ketiga, masyarakat Buton mempercayai adanya
islamisasi berupa gerakan pemikiran reinkarnasi.13
dan penerapan hukum Islam pada
pemerintahan sultan ke-5 sekitar abad
XIX. Proses islamisasi ini berlangsung Wujud akulturasi dalam sistem
dengan melibatkan akulturasi budaya pemerintahan termanifestasi dalam
lokal dengan ajaran Islam. Dalam proses etika kehidupan bermasyarakat dan
tersebut, penyebaran agama dan budaya bernegara yang sangat dijiwai oleh
Islam tidak serta merta menghilangkan ajaran agama Islam. Martabat Tujuh
budaya lokal masyarakat, tetapi justru misalnya, adalah undang-undang dasar
melahirkan perpaduan yang harmonis. kesultanan Buton berasal dari konsep
Masyarakat Buton memiliki local genius tasawuf yang idenya disesuaikan dengan
untuk mengolah dan menyesuaikan kepentingan politik dan pemerintahan
unsur-unsur budaya asing sesuai dengan sultan Buton. Penetapan tujuh pangkat
kepribadian bangsa Buton. Selama dalam pemerintahan diserupakan
budaya tersebut tidak bertentangan dengan tujuh martabat dalam ajaran
11
Susanto Zuhdi et.al.,. Kerajaan Tradisional tasawuf, yaitu (1) kaum Tanailandu
Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton. (Jakarta: disamakan dengan martabat aḥadiyah,
Depdikbud RI, 1996). h. 5--11.
(2) kaum Tapi-Tapi disamakan dengan
Lihat juga Suryadi, Surat-Surat Sultan Buton,
Dayyan Asraruddin dan Kaimuddin I, Koleksi martabat waḥdah, (3) kaum Kumbewaha
Universiteit Bibliotheek Leiden, 2007, h. 287. 13
Rusman Bahar, “Akulturasi Budaya Mas-
12
Muhammad Abdullah, “Manuskrip Keag- yarakat Buton: Perpaduan Hindu-Islam dan
amaan dan Islamisasi di Buton Abad 14-19”, Bangsa Asing” ujungangin.blogspot. com/p/rin-
2007, h. 111--114. tihan-bumi-buton.html, diakses 30 November
2014, h. 2.
25
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
26
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
27
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
28
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
grafem atau huruf dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu vokal dan konsonan.
Grafem vokal tidak berupa tanda yang dibubuhkan di atas atau di bawah huruf
konsonan seperti dalam aksara Arab, tetapi berbentuk huruf(saksi), sedangkan
grafem konsonan adalah semua huruf dalam aksara Jawi.
29
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
30
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
d. Huruf saksi dituliskan pada kata yang Kata yang berakhiran dengan bunyi
suku pertamanya bervokal a, i, dan u, /k/ di dalam Sarana Walio, dilambangkan
sedang suku kedua bervokal i atau u, dengan huruf kaf kecil ( )كdan qaf besar
seperti الري/la-ri/ (SW: 9/9), kecuali ()ق.
چوچ/cu-cu/, الڬ/la-gi/ (SW: 7/14, a) Konsonan awal suku kata yang
2/5). Pada pengecualian tersebut, berbunyi /k/ selalu ditulis dengan
hanya suku pertama yang diberikan kaf kecil. Contoh:
huruf saksi, sedangkan suku kedua
tidak menggunakan huruf saksi. -- كورڠ/kurang/, كڤال/kepala/, كيت/
kita/ (SW: 10/1, 19/9, 2/8)
Adapun kaf besar ( )قdituliskan
e. Huruf saksi tidak dituliskan pada sebagai pembuka suku kata hanya
suku kata tertutup, kecuali pada pada kata-kata Arab.
kata yang terdiri dari satu suku kata
tertutup. Contoh: b) Kata-kata yang berakhiran dengan
bunyi /ik/ dan /ek/ dituliskan dengan
-- ڤندڠ/pan-dang/, رمڤس/ram- kaf kecil ()ك. Contoh:
pas/, هندق/hen-daq/ (SW: 2/12,
2/1; 3/2) -- بايك/baik/, منيلك/menilik/ (SW:
1/7, 3/2)
Kecuali: دان/dan/, ڤون/pun/
c) Kata-kata yang berakhiran dengan
f. Huruf saksi tidak dituliskan pada
bunyi /ak/, /uk/ dituliskan dengan
suku kata yang berbunyi e pepet,
kaf besar ()ق. Contoh:
contoh:
-- ٢ كانق/kanaq2/, هندق/hendaq/,
-- تڬه/te-guh/, لمه/le-mah/, بسر/
ماسق/masuq/ (1/13, 6/1)
be-sar/ (SW: 3/6, 6/3, 6/8)
g. Pada kata yang terdiri dari tiga suku
kata atau lebih, huruf saksi ditulis Penulisan Imbuhan, Enklitis, dan
pada suku kedua dari belakang yang Partikel
bersuku terbuka apabila suku ketiga
atau keempat dari belakang bersuku Imbuhan (afiks) merupakan bentuk
terbuka atau tertutup. Adapun suku terikat yang bila ditambahkan pada
ketiga atau keempat yang bersuku bentuk lain akan mengubah makna
terbuka tidak diberikan huruf saksi. gramatikalnya, sedangkan bentuk
Contoh: enklitis merupakan klitik yang tidak
berdiri sendiri, yang terikat dengan
-- بناس/bi-na-sa/, دهول/da-hu-lu/, kata yang mendahuluinya. Sementara
كڤال/ke-pa-la/ (SW: 2/14, 2/13, partikel adalah kata yang biasanya tidak
9/9) dapat diderivasikan atau diinfleksikan,
-- استان/is-ta-na/, انتار/an-ta-ra/ yang mengandung makna gramatikal
(SW: 9/10) dan tidak mengandung makna leksikal.23
Di dalam naskah Sarana Walio,
Penulisan Kaf Besar ( )قdan Kaf 23Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik,
Kecil ()ك (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).
31
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
32
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
penulisan jika kata dasar yang ulang tersebut ditulis dengan dua cara
dilekatinya bersuku akhir tertutup. berikut.
Misalnya, تانه/ta-nah/ + enklitis ـڽ1) Kata ulang ditulis dengan meletakkan
ditulis ( تانهڽSW: 4/1). angka dua (٢) setelah kata yang
b) Enklitis -nya mengubah cara diulang, contoh:
penulisan jika kata dasar yang -- ٢سوكر, ٢راج, ٢( منتريSW: 1/8, 4/7,
dilekatinya bersuku akhir terbuka. 20/13)
Misalnya, راج/ra-ja/ + enklitis ـڽ
ditulis ( رجاڽSW: 12/14). Untuk kata ulang yang berimbuhan
di akhir, akhiran ditulis di belakang
angka dua (٢), seperti ڽ٢( سكيرSW:
Partikel –lah dan –pun 20/14).
33
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
Perbedaan penulisan kata pinjaman dari Sarana Walio, secara substansi berisi
penulisannya dalam bahasa asal dapat tentang tradisi tata kelola pemerintahan.
disebabkan adanya penyesuaian ejaan Di dalam penceritaannya terdapat kesan
bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu kuat adanya campur tangan atau silang
ataupun disebabkan penulisan yang kebudayaan, antara kebudayaan Buton
hanya didasarkan pada pendengaran secara khusus, atau kebudayaan Ternate
ketika kata itu dilisankan, bukan secara umum dengan kebudayaan Islam
melihat bagaimana bentuk kata tersebut yang dibawa oleh para pedagang dan
dituliskan dalam bahasa asalnya. penyebar Islam dari Arab dan Persia.
Dari paparan di atas, ortografi tulisan Bahkan, seringkali dijumpai kosakata-
Jawi dalam SW, khususnya penulisan kosakata yang terdapat di dalamnya
huruf saksi, dapat dikatakan mendapat percampuran atau penerjemahan dari
pengaruh Arab dan Melayu. Pengaruh kosakata lokal dengan bahasa Arab.
Arab dapat dilihat pada penulisan Kenyataan ini menunjukkan bahwa
bunyi vokal tanpa tanda baca (harakat) pengaruh kebudayaan lain, khususnya
ataupun huruf saksi pada kata-kata yang Islam sangat kuat dalam tradisi tulis
sudah umum, seperti مك/ma-ka/, ڤد/ menulis di masyarakat Nusantara.
pa-da/. Tanda baca hanya digunakan Penelitian mengenai aksara Jawi,
pada penggalan ayat dan salawat untuk khususnya dalam manuskrip, perlu
menghindari salah baca. Sementara itu, dilakukan secara komprehensif yang
pengaruh Melayu tampak pada penulisan mencakupi seluruh wilayah persebaran
huruf saksi sebagai penanda vokal pada aksara Jawi, baik di wilayah berbahasa
(i) suku kata pertama dan kedua dan (ii) rumpun Austronesia maupun rumpun
suku kedua saja. Misalnya, kata الڬ/la- Non-Austronesia. Hal itu untuk
gi/ dan الري/la-ri/. melihat karakteristik Jawi tiap daerah
sehingga dapat dilihat perbedaan
ataupun persamaan yang menjadi garis
C. Kesimpulan penghubung antara tulisan-tulisan
tersebut.
Tulisan Jawi sebagai hasil
akulturasi budaya masyarakat Buton
dan Islam memiliki kedudukan penting Daftar Pustaka
dalam tradisi tulis Buton. Tulisan Jawi
ini kemudian menjadi salah satu sarana Abdullah, Muhammad. “Manuskrip
tulis surat-surat resmi kerajaan dan Keagamaan dan Islamisasi di Bu-
naskah-naskah lainnya. Jumlah huruf ton Abad 14-19”. dalam SARI 25
dan cara penulisannya tidak jauh berbeda (2007).
dengan penulisan Jawi pada umumnya
di Nusantara. Hal ini dimungkinkan
karena faktor penulis/penyalin Abdul Aziz, Adi Yasran dan Nurhidayah
merupakan salah satu sultan di Buton Jumaat. 2010. “Sistem Ejaan Jawi
yang notabene terpelajar dan mengerti dan Kosakata pada Batu Bersurat
tulis menulis. Selain persoalan aksara, Piagam Terengganu”. dalam Jur-
naskah-naskah tulis Buton, khususnya nal ASWARA.
34
Buletin Al-Turas
Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017
Utama.
35
Inayatusshalihah
Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio
36