Anda di halaman 1dari 3

Faktor faktor yang mempengaruhi persepsi sosial

Agar dapat memudahkan pemahaman dari persepsi sosial, Robbin pada


tahun 1989 mengemukakan bahwa ada beberapa faktor utama yang dapat
memberi dampak pada pembentukan persepsi sosial seseorang. Faktor tersebut
ialah faktor penerima (the perceiver), situasi (the situation), serta objek sasaran
(the target).

1. Faktor penerima
Jika seseorang mengobservasi orang lain yang menjadi target sasaran
impresi dan mencoba untuk mengertinya, tidak bisa dipungkiri bahwa pemahaman
menjadi proses kognitif yang akan dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian
seorang pengamat. Di antara karakteristik kepribadian utama itu ialah konsep diri,
nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, serta harapan-harapan yang terdapat
dalam diri.

Seseorang yang mempunyai konsep diri (self concept) tinggi dan selalu
merasa secara mental dalam keadaan sehat, cenderung melihat orang lain dari
sudut tinjauan yang bersifat positif dan juga optimistik, dibandingkan seseorang
yang memiliki konsep diri rendah. Nilai serta sikap seseorang tidak lagi memberi
sumbangan untuk pendapat seseorang tentang orang lain. Orang yang memegang
teguh nilai dan juga sikap otoritarian tentu akan memiliki persepsi sosial yang
berbeda dengan orang yang memegang nilai serta sikap moderat. Pengalaman di
masa lalu sebagai bagian dasar informasi juga dapat menentukan pembentukan
persepsi seseorang. Harapan-harapan sering kali memberi semacam kerangka
dalam diri seseorang untuk melakukan penilaian terhadap orang lain ke arah
tertentu.

2. Faktor situasi
Pengaruh situasi dalam proses persepsi sosial dapat dipilih menjadi tiga,
yaitu seleksi, kesamaan, serta organisasi. Secara alamiah, seseorang akan
memusatkan perhatian kepada objek-objek yang mereka suka, dibandingkan
dengan objek-objek yang tidak mereka suka. Proses kognitif semacam itu biasa
disebut dengan seleksi informasi tentang keberadaan suatu obyek, baik yang
bersifat fisik maupun sosial.

Unsur yang kedua dalam faktor situasi yaitu kesamaan. Kesamaan


merupakan kecenderungan dalam proses persepsi sosial untuk mengklasifikasikan
orang-orang ke dalam kategori yang kurang lebih sama. Dalam hal ini, terdapat
kecenderungan di dalam diri manusia untuk menyesuaikan dengan orang lain atau
objek-objek fisik ke dalam skema struktural yang sudah ada di dalam dirinya.
Pada konteks relasi sosial dengan orang lain, seringkali individu
mengelompokkan orang lain ke dalam penilaian tertentu, seperti pada latar
belakang jenis kelamin, status sosial, dan juga etnik.
Lalu sebagai unsur ketiga dalam faktor situasi ialah organisasi perseptual.
Dalam proses persepsi sosial, individu cenderung berusaha untuk memahami
orang lain sebagai objek persepsi ke dalam sistem yang sifatnya logis, teratur, dan
runtut. Pemahaman sistematik seperti itu dapat disebut dengan organisasi
perseptual. Jika seseorang menerima informasi maka ia akan mencoba untuk
menyesuaikan informasi itu ke dalam pola-pola yang sudah ada Umstot pada
Tahun 1988.

Para ahli psikologi sosial memandang situasi ini sebagai keseluruhan


faktor yang bisa memengaruhi perilaku individu pada ruang serta waktu tertentu.
Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus yang muncul memiliki konsekuensi
terhadap terjadinya interpretasi-interpretasi yang berbeda. Interpretasi itu
menunjukkan hubungan di antara manusia dengan dunia stimulus. Contoh
gambaran semacam itu, sebuah kampus perguruan tinggi merupakan suatu
institusi yang dapat diinterpretasi secara berbeda oleh mahasiswa, dosen, sopir
angkot, serta pegawai-pegawai yang ada.

Dalam hubungan dengan dunia sosial, individu memerlukan definisi


situasi. Definisi situasi merupakan suatu makna yang diberikan individu kepada
faktor-faktor sosial yang ditemui pada ruang dan waktu tertentu. Cara individu
mendefinisikan suatu situasi memiliki konsekuensi terhadap perilaku orang lain.
Sebagai contoh, seorang ahli psikologi klinis menemukan bahwa definisi situasi
yang diyakini oleh orang yang merasa minum alkohol akan memengaruhi
perilakunya. Seseorang tersebut akan cenderung menjadi agresif apabila ia
meyakini dirinya meminum minuman beralkohol meskipun dalam kenyataan ia
hanya minum air biasa. Sebaliknya, seseorang dapat menjadi kurang agresif jika ia
merasa bahwa dirinya hanya meminum air biasa meskipun dalam kenyataannya ia
sebenarnya hanya meminum minuman beralkohol sekalipun.

Berkaitan dengan itu, para ahli sosiologi menyimpulkan bahwa jika


manusia mendefinisikan situasi sebagai sesuatu yang bersifat nyata, maka situasi
tersebut akan menjadi nyata dalam konsekuensi perilakunya. Sebagai contoh, bila
kita mempunyai pikiran yang subjektif kepada etnik-etnik tertentu seperti etnik
Bugis, Jawa, Sunda, dan juga Batak memiliki karakteristik tertentu, definisi itu
akan memengaruhi perilaku kita. Pemikiran negatif yang cukup kuat bisa
menyebabkan tragedi-tragedi kemanusiaan, contohnya perang ataupun
pembunuhan masal (genosida) sebagai akibat konflik di dunia.

Dalam suatu organisasi sosial, individu-individu perlu mengorganisasikan


garis perilaku. Untuk mencapai tujuan itu, mereka memerlukan suatu definisi
situasi bersama (shared definition of situations). Masyarakat membutuhkan
pemahaman bersama terhadap kegiatan-kegiatan hidup di sekitar mereka sebagai
rancangan untuk mengarahkan kehidupan sosial menjadi sebuah kehidupan yang
cukup harmonis.
3. Faktor Objek

Selain faktor kepribadian penerima serta faktor situasi, proses


pembentukan persepsi sosial bisa juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor
objek. Dalam persepsi sosial secara spesifik, objek yang diamati merupakan orang
lain. Beberapa ciri yang terdapat di dalam diri objek sangat memungkinkan untuk
dapat memberi pengaruh yang lumayan menentukan terhadap terbentuknya
sebuah persepsi sosial.

Ciri pertama yang bisa menojolkan sebuah kesan kepada diri si penerima
sendiri ialah sebuah keunikan (novelty) terhadap suatu objek. Dalam hal ini, ciri-
ciri unik yang terdapat di dalam diri seseorang merupakan salah satu aspek
penting yang bisa menjadi salah satu faktor orang lain merasa tertarik untuk
memusatkan perhatiannya. Orang yang mempunyai ciri-ciri yang relatif berbeda
dari orang lain pada umumnya lebih mudah untuk dipersepsi keberadaanya.
Sebagai contoh, seorang ibu pasti lebih mudah untuk mengenali teman anaknya
yang berambut plontos, dibandingkan dengan teman anaknya yang memiliki
rambut cepak rapih seperti anggota militer.

Ciri yang kedua yaitu kekontrasan. Seseorang pasti akan lebih mudah
dipersepsi oleh orang lain terutama jika ia mempunyai sebuah karakteristik yang
berbeda dibanding dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Misal,
seseorang yang berkulit hitam pasti akan lebih mudah dikenali dilingkungan yang
umumnya ditempati oleh orang-orang yang berkulit putih.

Ciri ketiga ialah ukuran dan juga intensitas yang terdapat di dalam diri dari
suatu objek. Dalam konteks ini, seorang Ratu dunia (Miss World) dengan ukuran
fisik tertentu serta paras yang menarik tentu akan lebih mudah menimbulkan
kesan yang lebih kepada orang lain dibandingkan jika seseorang tersebut melihat
gadis-gadis pada umumnya.

Ciri yang terakhir yaitu kedekatan (prosimity) suatu objek dengan latar
belakang sosial orang lain. Orang-orang yang berada didalam suatu departemen
tertentu akan cenderung untuk dikelompokkan sebagai seseorang yang memiliki
ciri-ciri yang sama karena hubungan dekat di antara mereka, misalnya orang-
orang yang bekerja menjadi dosen di fakultas ekonomi dapat dikelompokkan
sebagai orang yang memiliki sifat ekonomis ataupun efesien serta efektif seperti
para lulusan dari fakultas ekonomi pada umumnya.

http://repository.iainpare.ac.id/3342/1/PSIKOLOGI%20SOSIAL.pdf

112-117

Anda mungkin juga menyukai