1. Faktor penerima
Jika seseorang mengobservasi orang lain yang menjadi target sasaran
impresi dan mencoba untuk mengertinya, tidak bisa dipungkiri bahwa pemahaman
menjadi proses kognitif yang akan dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian
seorang pengamat. Di antara karakteristik kepribadian utama itu ialah konsep diri,
nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, serta harapan-harapan yang terdapat
dalam diri.
Seseorang yang mempunyai konsep diri (self concept) tinggi dan selalu
merasa secara mental dalam keadaan sehat, cenderung melihat orang lain dari
sudut tinjauan yang bersifat positif dan juga optimistik, dibandingkan seseorang
yang memiliki konsep diri rendah. Nilai serta sikap seseorang tidak lagi memberi
sumbangan untuk pendapat seseorang tentang orang lain. Orang yang memegang
teguh nilai dan juga sikap otoritarian tentu akan memiliki persepsi sosial yang
berbeda dengan orang yang memegang nilai serta sikap moderat. Pengalaman di
masa lalu sebagai bagian dasar informasi juga dapat menentukan pembentukan
persepsi seseorang. Harapan-harapan sering kali memberi semacam kerangka
dalam diri seseorang untuk melakukan penilaian terhadap orang lain ke arah
tertentu.
2. Faktor situasi
Pengaruh situasi dalam proses persepsi sosial dapat dipilih menjadi tiga,
yaitu seleksi, kesamaan, serta organisasi. Secara alamiah, seseorang akan
memusatkan perhatian kepada objek-objek yang mereka suka, dibandingkan
dengan objek-objek yang tidak mereka suka. Proses kognitif semacam itu biasa
disebut dengan seleksi informasi tentang keberadaan suatu obyek, baik yang
bersifat fisik maupun sosial.
Ciri pertama yang bisa menojolkan sebuah kesan kepada diri si penerima
sendiri ialah sebuah keunikan (novelty) terhadap suatu objek. Dalam hal ini, ciri-
ciri unik yang terdapat di dalam diri seseorang merupakan salah satu aspek
penting yang bisa menjadi salah satu faktor orang lain merasa tertarik untuk
memusatkan perhatiannya. Orang yang mempunyai ciri-ciri yang relatif berbeda
dari orang lain pada umumnya lebih mudah untuk dipersepsi keberadaanya.
Sebagai contoh, seorang ibu pasti lebih mudah untuk mengenali teman anaknya
yang berambut plontos, dibandingkan dengan teman anaknya yang memiliki
rambut cepak rapih seperti anggota militer.
Ciri yang kedua yaitu kekontrasan. Seseorang pasti akan lebih mudah
dipersepsi oleh orang lain terutama jika ia mempunyai sebuah karakteristik yang
berbeda dibanding dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Misal,
seseorang yang berkulit hitam pasti akan lebih mudah dikenali dilingkungan yang
umumnya ditempati oleh orang-orang yang berkulit putih.
Ciri ketiga ialah ukuran dan juga intensitas yang terdapat di dalam diri dari
suatu objek. Dalam konteks ini, seorang Ratu dunia (Miss World) dengan ukuran
fisik tertentu serta paras yang menarik tentu akan lebih mudah menimbulkan
kesan yang lebih kepada orang lain dibandingkan jika seseorang tersebut melihat
gadis-gadis pada umumnya.
Ciri yang terakhir yaitu kedekatan (prosimity) suatu objek dengan latar
belakang sosial orang lain. Orang-orang yang berada didalam suatu departemen
tertentu akan cenderung untuk dikelompokkan sebagai seseorang yang memiliki
ciri-ciri yang sama karena hubungan dekat di antara mereka, misalnya orang-
orang yang bekerja menjadi dosen di fakultas ekonomi dapat dikelompokkan
sebagai orang yang memiliki sifat ekonomis ataupun efesien serta efektif seperti
para lulusan dari fakultas ekonomi pada umumnya.
http://repository.iainpare.ac.id/3342/1/PSIKOLOGI%20SOSIAL.pdf
112-117