Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR-DASAR SEJARAH KEMUNCULAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN


ILMU KALAM

Makalah Ini Guna Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu:
H. Irhamuddin, S.Ag, MA

Disusun oleh :
AHMAD BAMA ARDIANSYAH
NADILA LUBIS
ANGIE TRIVANA

STIT AL-WASHLIYAH KOTA BINJAI


2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan-Nya terutama
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Berikut ini penulis
mempersembahkan sebuah makalah “Dasar-dasar SejarahKemunculan Pemikiran Ilmu
Kalam”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Irhamuddin, MA selaku dosen Mata
Kuliah Ilmu Kalam. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama
bagi penulis sendiri. Kepada pembaca, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah
ini, penulis mohon maaf, karena penulis sendiri masih dalam tahap belajar. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Binjai, 13 September 2023

Penulis,

i
DAFTAR ISI
Halaman
Cover
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Pengertian Ilmu Kalam........................................................................... 3
B. Sejarah Ilmu Kalam................................................................................. 5
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam........................................ 6
BAB III PENUTUP............................................................................................ 10
A. Kesimpulan.............................................................................................. 10
B. Saran........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Kalam merupakan pengetahuan mengenai bagaimana mengenal
aqidah dengan memakai pendekatan logika. Ilmu ini mengarahkan
pembahasannya kepada bagian-bagian yang menjadi landasan pokok agama
islam yaitu kemahaesaan tuhan, nubuwah, akhirat dan hal yang
berhubungan dengan hal itu. Oleh karena itu, ilmu ini menduduki posisi
sangat penting dan terhormat dalam tradisi pengetahuan islam.
Sejarah Ilmu kalam yang lahir karena terbunuhnya khalifah Utsman
bin Affan menjadi pintu awal keberangkatan dan pengembangan ilmu kalam.
Pemikiran yang lahir akibat perbedaan sebuah penafsiran mengenai ketuhanan
dan permasalahan tentang dosa besar. Konsep odsa besar ini diadakan oleh
kaum Khawarij yaitu kaum yang keluar dari golongan Ali Bin Abi Thalib
karena tidak menyetujui diadakan tahkim dan menganggap tahkim itu sebagai
dosa besar. Pemikiran-pemikiran kalam telah ada sejak permulaan
perkembangan ilmu kalam.
Penemu kalam itu di bedakan menjadi dua kelompok dari sisi kerangka
berfikir mereka, yakni kerangka berfikir tradisional dan kerangka berfikir
rasional. Kerangka tradisional yakni sebuah kerangka berfikir yang
menempatkan wahyu di atas akal manusia. Allah yang diyakini kebenaran dan
tugas akal hanya membenarkannya saja tanpa berusaha memahami sebuah
wahyu melalui akal. Sedangkan kerangka berfikir rasional justru
menempatkan peranan akal yang sengat besar dalam memahami wahyu.

1
1
2
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Ilmu Kalam dalam Islam ?
2. Bagaimana Sejarah Ilmu Kalam dalam Islam ?
3. Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam dalam Islam ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Ilmu Kalam dalam Islam
2. Mengetahui Sejarah Ilmu Kalam dalam Islam
3. Mengetahui Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Kalam
Istilah Ilmu Kalam terdiir dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , mengandung arti pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun
kata kalam, adalah Bahasa Arab yang berarti Kata-kata. Ilmu kalam ssecara
harfiah berarti Ilmu tentang kata-kata. Walaupun dikatakan ilmu tentang kata-
kata, namun Ilmu ini tidak ada sangkut pautnyh sama sekali dengan Ilmu
Bahasa. Ilmu Kalam menggunakan kata-kata dalam Menyusun argument-argumen
yang digunakannya. Oleh karena itu, kalam sebagai kata, bisa mengandung
arti perkataan manusia (Kalam al-nas) atau perkataan Allah (Kalam Allah).
Bila yang dimaksud dalam kalam itu adalah sabda tuhan (Kalam Allah),
maka soal kalam, sabda Tuhan, atau Al-Qur’an pernah menjadi pembahasan yang
sangat serius dalam ilmu kalam sehingga menimbulkan pertentangan-
pertentangan keras dikalangan aliran-aliran yang ada. Persoalannya adalah
apakah Kalam Allah itu baru atau Qadim. Atau dengan kata lain kalam ini
diciptakan atau tidak diciptakan.
Tetapi kalau yang dimaksud dalam ilmu kalam menggunakan mantiq
(logika) yang disampaikan dengan susunan kata yang penuh argumentasi
rasionl. Hal itu ditunjukkan dalam rangka memperkuat dalil-dalil aqli atau dalil
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Maka untuk membedakan
disiplin ilmu ini_yang tentu saja letika itu bekum ada Namanya yang baku-dari
ilmu saja Ketika itu belum ada Namanya yang baku_sari ilmu mntik.
Setidaknya ada tiga istilah yang popular tentang Ilmu Kalam, yitu Ilmu
Kalam, Ilmu Tuhid, dan Teologi. Ketiga istilah ini disinyalir muncul karena
perbedaan perspektif dalam melihat persoalan Ilmu Kalam. Dari ketiga istilah
ini kemudian muncul bebrapa definisi atau pengertian tentang Ilmu Kalam.
Ilmu Kalam dalam Bahasa Arab “Kalam’ biasa diartikan dengan
“Kata-kata”, yakni sabda Tuhan atau kata-kata manusia. Disini Ilmu
Kalam dimaknai dengan ilmu pembicaraan, karena dengan

3
1
4
1
pembicaraanlah pengetahuan ini dapat dijelaskan, dan dengan
pembicaraan yang tapat kepercayaan yang benar dapat ditanamkan.
Disebut “Ilmu Kalam” karena yang dibahas adalah Kalam Tuhan dan
Kalam manusia. Jika yang dimaksud dengan Kalam adalah “firman
Tuhan”, maka Kalam Tuhan pernah menimbiulkan perdebatan sengit
dikalangan umat Islam pada abad kedua dan ketiga hijriah. Salah satu
perdebatan itu adalah tentang apakah Kalam Allah baru atau Qadim.
Karena firman Tuhan pernah diperdebatkan, maka dinamakan ilmu
kalam. Jika yang dimaksud Kalam adalah kata-kata manusia, maka kaum
teologi dalam islam selalu menggunakan dalil logika untuk untuk
mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing. Kaum
teologi dalam Islammemang dinamakan Mutakalim, karena mereka ahli
debat yang pintar memainkan kata-
kata.
Ilmu kalam dinamakan ilmu kalam, diantara alasannya, karena:
1. Persoalan penting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad
permulaan Hijriah ialah Firman Tuhan (Kalam Allah) dan non
azalinya Quran (Khalq al-Quran).
2. Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil ini
nampak jelas dalam pembicaraan para mutakalimin. Mereka
jarang kembali keparda dalil naqli (Quran dan Hadis), kecuali
sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu.
3. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayan agama
menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam
agama ini dinamakan ilmu kalam untuk membedakannya
dengan logika dalam filsafat.
5
1
B. Sejarah Ilmu Kalam
Pada awal-awal sejarah pemikiran Islam, ilmu kalam tidak seperti ilmu
fiqh. Ilmu kalam kurang mendapat perhatian bahkan tidak disetujui di kalangan
Muslim. Hal itu disebabkan karena adanya pengaruh pola pembinaan
keimanan di masa-masa awal islam itu sendiri, yaitu pada masa Rasulullah dan
para sahabat-sahabatnya.
Di masa Rasulullah SAW, penanaman, pembinaan, dan cara penerimaan
keimanan masih melalui hati, al-tas-hdiq bi al-qalb. Dulu, para sahabat tidak
pernah mempertanyakan lebih jauh dan detail masalah keimanan tanpa
mempersoalkan ataupun mempertimbangkan secara analisis akal. Contohnya
cukup mengimani sepenuh hati akan keberadaan Allah Yang Maha Esa
tanpa harus mempertanyaka bagaimana konsep keesaan tersebut. Mereka puas
mengimani melalui pembenaran hati Rasulullah saja.
Rasulullah tidak pernah membicarakan tentang keimanan secara lebih
terperinci, beliau hanya menganjurkan para umatnya untuk beriman tanpa
banyak bertanya menyebabkan para sahabat dan tabi’in tidak berkenan untuk
memperbincangkan secara detail berdasarkan argumen. Misalnya bagaimana
Imam Malik (salah satu tokoh tabi’in) menyampaikan fatwanya kepada para
murid seraya berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap para pelaku bid’ah.
Ditanya siapakah gerangan mereka itu? Beliau menjawab. “mereka adalah
yang memperbincangkan perihal nama, sifat, kalam, ilmu dan kekuasaan Allah;
mereka membicarakan apa yang sengaja tidak dibicarakan oleh para sahabat dan
tabi’in”. Hal ini karena pada masa awal-awal Islam belum merasakan arti penting
dan perlunya mengetahui lebih jauh tentang ilmu kalam. Tidak adanya
kepedulian membicarakan mengenai masalah ilmu kalam secara teoritis
rasional padahal sangat mungkin bukan karena itu dilarang melainkan belum
diperlukan.
Pada masa ini, yang diperlukan adalah terwujudnya umat yang satu dan
bersatu dibawah kualitas pemahaman dan intensitas akidah yang satu pula.
Karena perbincangan rasional terhadap persoalan keagamaan otomatis
menimbulkan perbedaan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perpecahan.
6
1
Namun hal ini sangat wajar dan pada perkembangan berikutnya, umat islam
segera pindah dari tahap penerimaan akidah melalui hati menjadi tahap
penerimaan akidah melalui pemikiran dan analisis rasional.
Pada sejarahnya, kemunculan Ilmu Kalam dipicu oleh adanya
persoalan politik yang menyangkut tentang peristiwa pembunuhan ‘Ustman bin
Affan’ yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyyah atas kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib. Dalam kaitan ini Ibn Taymiyyah mengatakan bahwa sebgaian pasukan Ali
bin Abi Thalib, begitupun orang-orang yang menentang Ali dan bersikap
netral dalam peperangan bukanlah pembunuh Utsman. Para pembunuh Utsman
hanyalah kelompok kecil dari pasukan Ali namun mereka kcewa karena Ali
menerima usulan untuk tidak perang shiffin. Kemudian mereka keluardan
membentuk kelompok bari yang dikenal dengan nama kaum Khawarij.
Ketegangan tersebut menjadikan adanya perang shiffin.
Persoalan ini tidak dapat diselesaikan melalui tahkim. Putusan hanya
datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum Al-Qur’an. Pandangan
terhadap Ali yaitu salah karena meninggalkan barisannya. Dengan kejadian
ini, T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan alasam disebutnya ilmu tauhid
dengan nama ilmu kalam. Ulama-ulama mutaakhirin membicarakan didalam
ilmu kalam mengenai hal-hal yang tidak dibicarakan oleh ulama salaf, seperti
penakwilan ayat-ayat mutasyabihat, pembahasan mengenai qada, kalam, dan lain
sebagainya.

C. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam


1. Masa Rasulullah
Masalah akidah atau Ketuhanan pada masa Rasulullah masih
dalam tahap yang sederhana dan juga murni. Persoalan akidah tidak
keluar dari ketentuan pokok yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Di masa ini tidak ada pertentangan atau pun dipermasalahkan
tentang pendapat diantara kaum Muslim mengenai akidah seperti tentang
sifat Tuhan, kedudukan sifat tersebut apakah sifat zat atau fi’il, dan
sebagainya. Mereka hanyalah meyakini bahwa Allah itu azali.
7
1
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw., pernah suatu saat berjalan
untuk mendatangi para sahabat, disana para sahabat tersebut terlihat
sedang memperdebtkan mengenai masalah kadar. Lalu, ada seorang
lelaki berkata bahwa “Tidaklah Allah berkata demikian”. Mendengar
perkataan tersebut, Rasulullah saw. marah dan beliau berkata Apakah
dengan demikian kamu disuruh. Sesungguhnya telah benar orang-orang
dahulu karena bertengkar seperti ini. mereka menjadikan kitab Allah
SWT. untuk menyalahkan setengahnya dari setengah yang lain. Kitab
Allah diturunkan untuk membenarkan setengah akan setengahnya bukan
menyalahkannya. Perhatikan apa-apa yang diperintah kepadamu, dan apa-
apa yang dilarang maka jauhilah.
2. Masa Khulafaurrasyidin
Tidak jauh dari masa Rasulullah saw., di masa ini para khalifah
juga selalu menjaga akidah keimanan sesuai yang telah Rasulullah
saw. ajarkan. Masih belum terdapat pertentangan-pertentangan
mengenai akidah. Mereka menjalankan setiap perintah dan juga menjauhi
dari segala larangannya sebagaimana yang telah ada.
Dikisahkan bahwa pada masa itu, Khalifah Umar. r.a.,
bertindak atau bersikap sebagaimana ajaran Rasulullah saw.
Diriwayatkan bahwa Umar mendatangkan pencuri? Kemudian pencuri tu
menjawabnya, telah ditetapkan kadar atasku. Umar pun memerintahkan
untuk memotong tangan pencuri itu dan didera beberapa kali karena
pencuri telah berdusta atas nama Allah SWT. tanpa memperdebatkan
masalah kadar itu.
Kemudian juga adanya tragedi pembunuhan Utsman bin Affan
yang disusul dengan baiat Ali bin Abi Thalib, yang diiiringi dengan
pertempuran-pertempuran yang mengakibatkan kekacauan politik.
Hingga akhirnya setelah kejadian itu banyak bermunculan
pembentukan suatu aliran/paham. Salah satunya munculnya bibit paham
Qadariyah dan Jabariyah. Pembunuhan Utsman memimbulkan syarat-
8
1
syarat menjadi topik pembicaraan dan juga masalah Imamah mengenai
masalah siapa yang telah menjadi pembunuhan tersebut.
3. Masa Bani Umayyah
Pada masa Bani Umayyah, banyak bermunculan golongan-
golongan Islam seperti golongan Khawarij, Syi’ah, dan Murji’ah sebagai
akibat dari adanya kekacauan politik di masa ke khalifahan Utsman bin
Affan dan juga Ali bin Abi Thalib. Namun, golongan politik ini seiring
berjalannya waktu berubah menjadi golongan keagamaan. Golongan
Khawarij mengafirkan golongan yang lainnya. Golongan Syi’ah kufur
terhadapa orang-orang yang telah melakukan dosa besar, percaya
terhadap seorang iman termasuk kedalam rukun iman. Sedangkan,
golongan Murji’ah berdalih bahwa meskipun melakukan dosa besar jika
seseorang itu beriman kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya maka tetap
dianggap muslim. Mereka semua saling memperkuat pendirian politiknya
berkedok keagamaan.7 Pendapat ini dipelopori oleh Washil bin ‘Atha
yang kemudian juga membentuk sebuah aliran yang bernama
Muktazilah.8 Perbincangan masalah qada dan qadar dipelopori Ma’bag
al-Juhani cs. (Qadariyah). Di pihak lainnya juga ada Jaham bin Safwan
(Jabriyah) sebagai kelompok atau golongan yang meniadakan kudrat
dan iradatnya manusia.
4. Masa Bani Abbasiyah
Permasalahan tentang akidah menjadi lebih kompleks di masa
Bani Abbasiyah. Masalah argumen mengenai perwujudan Tuhan dan ke-
Esaan-Nya sangatlah berbeda dibanding pada masa-masa sebelumnya.
Di masa ini, permasalahan-permasalahan mengenai akidah benar-benar
dipersoalkan, seperti masalah qada dan qdar, sifat ilmu, sifat kalam,
kejasmanian, keadilan Tuhan dan sebagainya menjadi suatu objek
perbincangan dikalangan mutakallimin.
Adapun tokoh-tokoh mutakallimin yang terkenal hingga masa
kini yaitu seperti Washil bin Atha (pendiri aliran Muktazilah), Imam
Asy’ari (pendiri aliran Asy’ariyah), dan Maturidy (pendiri aliran
9
1
Maturdiyah). Pemikiran beliau yaitu mengenai “wujud Tuhan” yang
masing-masing dari mereka menggunakan argumentasi logika, antara lain
teori “atom” (jaubar fard) serta dalil “mumkin dan wajib” yang
dikemukakan oleh aliran Asy’ariyah.
Dalil “jaubar fard’ ini mengatakan bahwa semua benda
mengalami pergantian keadaan yang bermacam-macam, baik yang
berupa bentuk, warna, gerakan, berkembang, surut, dan perubahan-
perubahan lainnya, yang kesemuannya itu disebut dengan “aradh”. Jika
atom tidak terlepas dari aradh, sedangkan aradh adalah baru, maka jauhar
fard juga baru pula. Tiap yang baru mesti ada yang menjadikan,
itulah dia “Tuhan”.
Menurut Maturidy, ia mengungkankan argumennya dari dalil
jaubar fard adalah sama namun pengungkapannya berbeda. Yaitu “dalil
perlawanan ardh’, menurutnya bahwa alam ini tidak mungkin qadim,
sebab padanya terdapat keadaan yang berlawanan seperti diam
dangerak, baik dan buruk, dan lainnya. Keadaan itu baru, dan sesuatu yang
tidak terlepas dari baru maka baru pula. Menurutnya alam ini terbatas
“Dalil terbatas dan tidak terbatas”. Tiap yang terbatas merupakan baru.
Jadi, alam ini adalah baru.
Dalam masalah “zat dan sifat Tuhan”, Washil bin Atha
mengungkapkan bahwa tidak mengakui adanya sifat ijabh (positif) bagi-
Nya, seperti ilmu, kudrat, dan iradat. Muktazilah hanya menyifati Tuhan
dengan “Esa” dan “Qadim” dan “berbeda dari makhluk-Nya”. Sifat
ini dinamakan sifat salabi (negatif) sebab tidak menambah sesuatu
kepada zat Tuhan. Akhirnya dalam perkembangannya, ada dua sifat
pokok yang ditetapkan dan disamakan dengan zat Tuhan, yaitu “ilmu” dan
“kudrat”.
Untuk masalah “qada dan qadar”, Muktazilah dan Asya’ariyah
sepakat membagi perbuatan manusia menjadi dua bagian. Pertama,
kedua aliran sama-sama sepakat bahwa perbuatan yang timbul dengan
sendirinya (seperti gerakan refleksi). Perbuatan ini jelas bukanlah keadaan
10
1
manusia atau dengan kata lain terjadi karena kehendak-Nya. Kedua,
menurut Muktazilah yaitu “perbuatan bebas” yang maknanya bahwa
manusia bisa melakukan pilihannya untuk mengerjakan atau tidak. Dengan
kata lain, diciptakan manusia itu sendiri.
Sedangkan menurut Asy’ariyah, mengatakan dengan istilah
“kasab”. Maksudnya apabila seseorang hendak melakukan sesuatu atau
perbuatan, disaat bersamaan Tuhan juga menciptakan kesanggupan untuk
mewujudkan perbuatan tersebut.
Begitulah contoh masalah kalam dalam masa Bani Abbasiyah.
Pendapat-pendapat dari para tokoh tersebut hingga sekarang masih
dipergunakan, contohnya di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu Kalam dimaknai dengan ilmu pembicaraan, karena dengan
pembicaraanlah pengetahuan ini dapat dijelaskan, dan dengan pembicaraan yang
tapat kepercayaan yang benar dapat ditanamkan. Disebut “Ilmu Kalam” karena
yang dibahas adalah Kalam Tuhan dan Kalam manusia. Jika yang dimaksud
dengan Kalam adalah “firman Tuhan”, maka Kalam Tuhan pernah
menimbiulkan perdebatan sengit dikalangan umat Islam pada abad kedua dan
ketiga hijriah. Salah satu perdebatan itu adalah tentang apakah Kalam Allah baru
atau Qadim. Karena firman Tuhan pernah diperdebatkan, maka dinamakan ilmu
kalam.
Masalah akidah atau Ketuhanan pada masa Rasulullah masih dalam
tahap yang sederhana dan juga murni. Persoalan akidah tidak keluar dari
ketentuan pokok yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Di masa
ini tidak ada pertentangan atau pun dipermasalahkan tentang pendapat diantara
kaum Muslim mengenai akidah seperti tentang sifat Tuhan, kedudukan sifat
tersebut apakah sifat zat atau fi’il, dan sebagainya. Mereka hanyalah meyakini
bahwa Allah itu azali.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu keritik, saran, dan masukan yang sifatnya
membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini ke depannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. Fajr al-Islam, terj. Zaini Dahlan. Jakarta : Bulan Bintang, 1968.
Burhanuddin, Nunu. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan.
Djazimah, Nurul. Pendekatan Sosio-Historis : Alternatif dalam Memahami
Perkembangan Ilmu
Kalam dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol. 11, No. 1. Januari 2012.
Hanafi, A. Theologi Islam. Jakarta : Bulan Bintang, t. th.
Jamrah, Suryan A. Studi Ilmu Kalam. Jakarta : PT Kharisma Putra Utama. 2015.
M, Afrizal. Pemikkiran Kalam Imam Al-Syafi’I. Pekanbaru: Suara Umat. 2013.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Beberapa Apek. Jakarta : Bulan Bintang,
1974.
Nurul Djazimah, Pendekatan Sosio-Historis : Alternatif dalam Memahami
Perkembangan Ilmu
Kalam dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 11, No. 1, Januari 2012.
Syafii. Dari Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam ke Teologi : Analisis Epistemologis dalam
Jurnal
Teologia. Volume 23. Nomor 1. Januari 2012.

11

Anda mungkin juga menyukai