Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF (F25.1)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Penyakit Jiwa di Puskesmas Bambanglipuro

Disusun Oleh :
Irawati Hidayah
20174011029

Pembimbing : dr. Warih Adnan Puspitosari, M. Sc., Sp. KJ (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
PUSKESMAS BAMBANGLIPURO
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF (F25.1)

Disusun Oleh :
Irawati Hidayah
20174011029

Telah dipresentasikan
Hari/tanggal: 20 April 2018
Dihadapan dan diuji oleh:
1. dr. Deffi Asharini, MMR (……………………)
2. dr. Sulchan Chris Wardana (……………………)

Mengetahui
Dokter pembimbing,

dr. Warih Adnan Puspitosari, M. Sc., Sp. KJ (K)

2
BAB I
KASUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DM
Umur : 85 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status pernikahan : Duda
Alamat : Sidomulyo
Tanggal Home Visit : 15 April 2018

II. IDENTITAS KELUARGA


Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan tenaga kesehatan
Status pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Sidomulyo

III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak
pasien

A. Keluhan Utama
Pasien berperilaku aneh (tidak mau memakai pakaian, sulit diajak komunikasi)

3
B. Riwayat Penyakit Sekarang
(Autoanamnesis)
Pasien sulit diajak komunikasi. Ketika ditanya, pasien hanya
mengeluarkan suara yang tidak dapat dimengerti karena artikulasi sangat tidak
jelas.
(Alloanamnesis)
Pasien dibawa ke puskesmas Bambanglipuro dengan keluhan sering
berperilaku aneh yaitu tidak mau memakai pakaian dan sulit diajak
komunikasi. Keluhan dirasakan sudah sejak 2,5 tahun sebelum pasien periksa
ke puskesmas (tahun 2015).
Menurut keterangan anak pasien, keluhan tersebut terjadi setelah istri
pasien meninggal pada tahun 2015. Setelah kejadien tersebut, pasien sering
menangis meronta-ronta, menjadi pendiam, murung, mengurung diri dikamar
dan merasa sangat kehilangan. Keluhan juga disertai sulit tidur, kehilangan
nafsu makan sehingga tubuhnya terlihat kurus. Pasien terlihat seperti orang
bingung dan sering berjalan keluar pergi ke kuburan istrinya. Hal tersebut
biasanya dilakukan 2 kali dalam seminggu. Menurut keterangan keluarga,
pasien berjalan keluar rumah setiap kali setelah berbicara sendiri dan seperti
ada yang sedang menyuruhnya. Pasien juga sering merasa kedatangan tamu, ia
selalu menerimanya diruang tamu dan mengajaknya bercengkerama padahal
tamu tersebut tidak ada.
Ketika diajak berfoto bersama saat melakukan pemeriksaan, pasien
menjunjukkan perilaku aneh yaitu berjoget-joget sendiri padahal tidak ada
musik yang sedang diputar dilingkungan tersebut.
Saat ini kegiatan pasien dihabiskan dirumahnya. Ia tinggal seorang diri
dirumah, namun anak-anaknya tingal berdekatan dengan rumahnya. Pasien
hanya berdiam diri dirumah, menonton TV, dan tidak ada kesibukan lain
karena pasien sudah tidak bekerja lagi.
Pasien pernah dibawa ke beberapa tabib (dukun) diberikan jampi-
jampi, namun keluhan tidak kunjung membaik. Selama 2,5 tahun terakhir
keluhan-keluhan terus terjadi dan tidak pernah membaik. Sehingga, keluarga

4
pasien memutuskan untuk membawa ke Puskesmas Bambanglipuro untuk
periksa. Pasien diberikan obat-obatan, antara lain haloperidol, clorpromazine,
dan triheksifenidil. Setelah diberikan terapi, pasien menjadi lebih tenang,
keluhan membaik, dan cenderung lebih kooperatif.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat Medis Umum
Pada tahun 2016 pasien mondok di RS karena penyakit lambung dan
sesak napas. Pada tahun 2017 pasien menjalani operasi prostat. Riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, epilepsy, penyakit jantung disangkal oleh keluara
pasien.
2. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien tidak pernah mengalami gangguan serupa sebelumnya dan tidak
pernah mengalami gangguan psikiatri lainnya.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Riwayat merokok dan penggunaan obat-obatan terlarang disangkal
oleh keluarga.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Adanya riwayat anggota keluarga yang mempunyai keluhan serupa
disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, epilepsy, penyakit jantung
disangkal oleh keluarga pasien.

E. Riwayat Pribadi
1. Pranatal dan perinatal
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Keterangan lebih
lantut tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan pasien tidak
dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun)
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

5
3. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11 tahun)
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
4. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
5. Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Dulu pasien adalah seorang pedagang minyak goreng dan minyak
tanah. Pasien sudah tidak berdagang kira-kira 5 tahun yang lalu dikarenakan
bangkrut.
b. Riwayat Hubungan dan Perkawinan
Keluarga tidak mengetahui kapan pasien menikah. Sebelum istri
meninggal, pasien dikenal sangat perhatian dan sayang dengan istrinya. Jarang
sekali ada pertengkaran dirumah tangganya.
c. Riwayat Militer
Pasien sempat mengalami saat-saat pertempuran merebut kemerdekaan
Indonesia saat penjajahan melawan Jepang hingga usia pasien 12 tahun.
d. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah hingga kelas 3 SD. Keterangan lebih lanjut tidak
didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan pasien tidak dapat
berkomunikasi dengan baik.
e. Agama
Pasien beragama Islam. Sebelum sakit pasien sering pergi ke masjid
untuk melaksanakan shalat. Saat ini, kebiasaan tersebut tidak pernah
dilakukan.
f. Aktivitas Sosial
Pasien cenderung pendiam dan jarang berinteraksi dengan tetangga
sekitar. Saat ini pasien hanya berdiam diri dirumah.

6
g. Situasi Kehidupan Terkini
Saat ini pasien tinggal seorang diri dirumahnya, namun rumah pasien
berdekatan dengan anak-anaknya. Pasien tidak berkerja, biaya hidup pasien
ditanggung oleh anak-anaknya yang meyoritas menjadi orang sukses.
h. Riwayat Pelanggaran Hukum
Adanya riwayat tindak kekerasan atau kejahatan disangkal. Riwayat
berurusan dengan hokum maupun polisi disangkal.
i. Riwayat Seksual
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
j. Mimpi dan Fantasi
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

7
IV. GENOGRAM

8
IV. PEMERIKSAAN STATUS INTERNIS
Keadaan umum Cukup
Kesadaran Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah = 140/85 mmHg
Nadi = 80 kali/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
Vital sign
Respirasi = 20 kali/menit
Suhu = 36.50C
Kepala dan Leher
Bentuk kepala Normocephali
Wajah Simetris, deformitas (-)
Edema palpebra (-/-)
Mata Conjungtiva anemis (-/-), reflek pupil (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Inspeksi: JVP R+2 cm H2O bentuk tidak nampak
kelainan, deviasi trakea (-)
Leher
Palpasi: trakea teraba di garis tengah, pembesaran
limfonodi (-)
Thorax
Inspeksi: bentuk thorax simetris, ketertinggalan gerak (-),
retraksi (-)
Palpasi: pengembangan dada simetris, vocal fremitus
simetris, nyeri (-)
Pulmo
Perkusi: sonor (+/+), batas paru-hepar dalam batas
normal
Auskultasi: suara dasar vesikuler +/+, ronkhi basah halus
-/-
Cor Inspeksi: tidak nampak pulsasi di ictus cordis
Palpasi: teraba ictus cordis di sic V linea midclavicularis
kiri, diameter 2 cm, kuat denyut, thrill (-)
Perkusi: batas kanan bawah paru-jantung pada sic V line

9
sternalis kanan, batas kanan atas paru-jantung pada sic III
line sternalis kanan. Batas kiri paru-jantung pada sic V
linea midclavicularis kiri, batas atas kiri paru-jantung
pada sic III linea parasternalis kiri.
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, punctum maximum
pada sic V linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop
(-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi Simetris, caput medusa (-), tidak nampak distensi
Auskultasi Bising usus (+, normal)
Distensi (-), defans muskular (-), nyeri tekan(-).
Palpasi
Permukaan liver rata, tidak berbenjol.
Timpani pada semua lapang perut, shifting dullness (-),
Perkusi liver span lobus dexter 13 cm, lobus sinister 8 cm.
Area traube timpani.
Extremitas
Inspeksi Jaringan nekrosis (-), ulkus (-)
Palpasi Capillary refill time < 2 detik, akral hangat
- -
Edema
- -

10
V. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan status mental dilakukan pada saat home visit tanggal 15 April
2018
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : seorang laki-laki, berusia 85 tahun, berpaikan cukup rapi dan
cukup bersih, tampak sesuai dengan usianya, tampak tenang dan kondisi fisik
tampak lemah.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : normoaktif, kontak mata tidak adekuat,
terlihat bingung
3. Sikap terhadap pemeriksa : sulit diajak komunikasi

Mood dan afek


1. Afek : appropriate, afek serasi
2. Mood : disforik

Pembicaraan
1. Kualitas : merespon pertanyaan, intonasi cukup, volume suara pelan dan
artikualsi sangat tidak jelas sehingga tidak dapat dimengerti.
2. Kuantitas : logorhoe (-), remming (-), blocking (-), mutisme (-)
3. Kecepatan produksi : spontan

Persepsi
1. Halusinasi : halusinasi visual, halusinasi auditorik (+)
2. Waham : waham kendali pikir (+)
3. Depersonalisasi : (-)
4. Derealisasi : (-)

Pikiran
1. Bentuk pikir : non realistik
2. Isi pikir :

11
 Waham bersalah (-), waham pesimistik (-), waham nihilistic (-), waham
curiga (-), waham bizzare (-), waham somatic (-), waham kebesaran (-),
waham kendali pikir (+)
 Pikiran obsesi (-) kompulsi (-)
 Preokupasi terhadap kehidupan yang suram dimasa yang akan datang (-)
 Preokupasi terhadap rasa bersalah (-)
 Fobia (-)
 Ide bunuh diri (-)
3. Progresi pikir : inkoheren, flight of ideas (-), asosiasi longgar (-),
neologisme (-)
Sensorium dan kognisi
1. Kesadaran : compos mentis, cenderung tidak berubah
2. Orientasi
a. Waktu : tidak dapat dinilai
b. Tempat : tidak dapat dinilai
c. Orang : tidak dapat dinilai
3. Memori :
a. Jangka pendek : tidak dapat dinilai
b. Daya ingat segera: tidak dapat dinilai
c. Jangka panjang : tidak dapat dinilai
4. Konsentrasi dan perhatian :
a. Konsentrasi : kurang
b. Perhatian : tidak perhatian
5. Pikiran abstrak : tidak dapat dinilai
6. Informasi dan intelegensia : tidak dapat dinilai
7. Daya nilai :
a. Norma sosial : tidak dapat dinilai
b. Realita : pasien tidak dapat menilai tentang realita dilingkungan
sekitarnya.
c. Uji daya nilai : tidak dapat dinilai
8. Tilikan : tingkat kesadaran dan pemahaman pasien terhadap keluhannya jelek

12
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa seorang laki-laki berinisial DM, berusia 85 tahun,
sering berperilaku aneh (telanjang, sulit diajak komunikasi), keluhan tersebut
terjadi setelah istri pasien meninggal pada tahun 2015. Setelah kejadien
tersebut, pasien menangis meronta-ronta, pasien menjadi pendiam, murung,
mengurung diri dikamar, sulit tidur, kehilangan nafsu makan sehingga
tubuhnya terlihat kurus, pasien terlihat seperti orang bingung dan sering
berjalan keluar pergi ke kuburan istrinya. Selain itu, pasien sering berperilaku
aneh antara lain telanjang, berjoget sendiri, berbicara sendiri seperti sedang
kedatangan tamu.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan kesan umum seorang laki-
laki, berusia 85 tahun, berpaikan cukup rapi dan cukup bersih, tampak sesuai
dengan usianya, tampak tenang dan kondisi fisik tampak lemah, normoaktif,
kontak mata tidak adekuat, terlihat bingung, sulit diajak komunikasi. Afek
appropriate, afek serasi, mood disforik. Pasien merespon pertanyaan, intonasi
cukup, volume suara pelan dan artikualsi sangat tidak jelas sehingga tidak
dapat dimengerti. Terdapat halusinasi visual dan auditorik, serta waham
kendali pikir. Lain-lain tidak dapat dinilai karena pasien tidak dapat
berkomunikasi dengan baik.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


- Axis I : Gangguan skizoafektif tipe depresif (F25.1)
Diagnosis banding:
o Skizofrenia YTT (F20.9)
o Gangguan suasana perasaan (Mood Afektif) menetap distimia
(F34.1)
o Gangguan penyesuaian (F43.2)
- Axis II : perubahan kepribadian khas lainnya (F60.8)
- Axis III : Penyakit system pernapasan (BAB X J00-J99)
Penyakit system pencernaan (BAB XI K00-K93)
Penyakit system genitourinaria (BAB XIV N00-N99)

13
- Axis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
- Axis V : GAF Scale 40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan
realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.

VII. TERAPI
1. Farmakoterapi
Risperidon 2 mg 2x2
Amitriptilin 25 mg 1x3
2. Terapi psikososial
Mencakup berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kecukupan diri, keterampilan praktis, komunikasi interpersonal pasien
3. Terapi kejang listrik
Mengontrol dengan cepat gejala psikotik. Beberapa pasien yang berespon
dengan obat-obatan dapat membaik dengan terapi kejang listrik

VIII. PROGNOSIS

 Ad Vitam : Dubia ad bonam


 Ad Sanationam : Dubia ad malam
 Ad Functionam : Dubia ad malam

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF (F25)

I. PENDAHULUAN
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang
ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia
dan gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak
diketahui, tetapi empat model konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat
berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif
mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan
gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling
mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan
yang menetap ketiga kemungkinan pertama.
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa
hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. 2 Gejala yang khas pada
pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir,
perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan
baik itu manik maupun depresif.
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,
merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi
beberapa diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi nkriteria
baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode
secara tepat.1 Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan
medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua
kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan

15
mood perlu dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien
dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar,
tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.

II. DEFINISI

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun


gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang
jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang
menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.

III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%, mungkin
berkisar antara 0,5% – 0,8%. Tetapi gambaran tersebut masih merupakan
perkiraan.
Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada
orang tua daripada orang muda, prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibanding perempuan, terutama perempuan menikah. Usia
awitan perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-
laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial
dan mempuinyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.

IV. ETIOLOGI

Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model


konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau
tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis
ketiga yang berbeda yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun
gangguan mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan

16
skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga
kemungkinan pertama.

Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif


didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan
entitas terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut
terkait secara genetis.

V. GEJALA KLINIS
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa
hari.2 Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau

- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke


dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain


atau umum mengetahuinya;

17
b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan


pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus)

- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang


bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi Auditorik:

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap


perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara


berbagai suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:

e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

18
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi


tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama


kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.

VI. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR
A. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode depresif
mayor, episode manik, atau episode campuran yang terjadi bersamaan dengan
gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi
selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi criteria episode mood timbul dalam jumlah yang
bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit

19
D. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau
keadaan kesehatan umum.

Kriteria diatas merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba


mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis
memenuhi nkriteria baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama
setiap episode secara tepat.

Lamanya setiap episode harus diketahui karena dua alasan. Pertama,


memenuhi kriteria B, seseorang harus tahu kapan episode afektif berakhir dan
psikosis terus terjadi. Kedua, memenuhi criteria C, lama semua episode mood
harus digabungkan dan dibandingkan dengan lama total penyakit.

Sedangkan diagnosis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis


gangguan jiwa (PPDGJ-III):

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


defenitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif yang menonjol pada saat
bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama.

Gangguan skizoafektif tipe manik didiagnosis apabila gejala afek


meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu
menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik dua
gejala skizofrenia yang khas.

Gangguan skizoafektif tipe depresif didiagnosis apabila afek depresif


menonjol, disertai noleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun
kelainan poerilaku terkait. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya
satu atau lebih baik dua gejala skizofrenia yang khas.

20
VII. DIAGNOSIS BANDING

Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis


lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood
perlu dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan
amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus
temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan
gangguan mood yang bersama-sama.1 Setiap kecurigaan terhadap kelainan
neurologis perlu didukung dengan pemeriksaan pemindaian (CT Scan) otak
untuk menyingkirkan kelainan anatomis dan elektroensefalogram untuk
memastikan setiap gangguan yang mungkin.

Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang


dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik
klinis, psikosis padasaat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan
mood pada masa tersebut atau masalalu. Dengan demikian, klinisi boleh
menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah
terkendali.

VIII. PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS


Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan
prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.
Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang
mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk
dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu
sendiri.

21
IX. TERAPI
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.
A. Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit
memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya,
ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin
sangat luas, karena pasien mengalamaikeadaan psikosis dan variasi kondisi
mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan
untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut.1
B. Pengobatan Farmakoterapi
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif
adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan pemberian antimanik atau
antidepresan. Pemberian obat antipsikotik diberikan jika perlu dan untuk
pengendalian jangka pendek.
Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan
farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol), valproate
(Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu obat saja tidak
efektif. Sedangkan pasien dengan gannguan skizoafektif tipe depresif dapat
diberikan antidepresan. Pemilihan obat antidepresan memperhatikan kegagalan
atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotonin selektif
(SSRI) sering digunakan sebagai agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau
insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan
dengan antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif.
Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan tes
fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan secara berkala.

22
BAB III
PEMBAHASAN

Gangguan skizoafektif yaitu suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia


dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Onset yang tiba
tiba pada masa remaja, terdapat stresor yang jelas serta riwayat keluarga
berpeluang untuk menderita gangguan skizoafektif. Prevalensi lebih banyak pada
wanita. Berdasarkan nationalcomorbidity study, didapatkan bahwa, 66 orang
yang di diagnosa skizofrenia, 81 % pernah di diagnosa gangguan afektifyang
terdiri dari 59 % depresi dan 22 % gangguan bipolar.
Kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif yaitu terdapat gejala
skizofrenia dan gejala gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain tetapi masih
dalam satu episode penyakit yang sama. Diagnosa gangguan ini tidak ditegakkan
untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan perspektif
tetapi dalam episode penyakit yang berbeda. Gangguan mood yaitu kelainan
fundamental dari kelompok gangguan ini yaitu gangguan suasana perasaan yang
biasanya mengarah ke depresi atau ke arah elasi.
Diagnosis pada penderita gangguan jiwa berupa diagnosis multiaksial
yang terdiri dari lima aksis yaitu aksis I gangguan klinis dan kondisi lain yang
menjadi fokus perhatian klinis, aksis II adalah gangguan kepribadian dan
retardasi mental, aksis III adalah kondisi medis umum, aksis IV adalah, masalah
psikososial dan lingkungan, aksis V adalah penilaian fungsi secara global.
Gangguan skizoafektif yaitu gejala skizofrenia dan gangguan afektif sama
sama menonjol atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu
episode penyakit tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun
gangguan afektif. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan
afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau
lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas.

23
Tujuan dari diagnosa multiaksial adalah mencakup informasi yang
komperhensif sehingga dapat membantu dalam perencanaan terapi dan
meramalkan prognosis. Juga format yang mudah dan sistematik sehingga dapat
membantu dalam menata dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap
kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas individual dengan
diagnosa klinis yang sama. Selain itu, diagnosis multiaksisal juga memacu
penggunaan model bio-psiko- sosial dalam klinis, pendidikan dan penelitian. Pada
pasien ini didiagnosis multiaksial yaitu Axis I : Gangguan skizoafektif tipe
depresif (F25.1) dengan diagnosis banding: Skizofrenia YTT (F20.9), Gangguan
suasana perasaan (Mood Afektif) menetap distimia (F34.1), dan Gangguan
penyesuaian (F43.2). Axis II : perubahan kepribadian khas lainnya (F60.8). Axis
III : Penyakit system pernapasan (BAB X J00-J99), Penyakit system pencernaan
(BAB XI K00-K93), Penyakit system genitourinaria (BAB XIV N00-N99). Axis
IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga). Axis V : GAF Scale 40-
31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Aksis I skizoafektif tipe depresif
(F25.1) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental.
Berikut ini adalah uraiannya: Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala,
riwayat kejang, riwayat tindakan operatif, dan riwayat kondisi medik lain yang
dapat secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi fungsi otak. Oleh
karena itu, gangguan mental organik (F00-09) dapat disingkirkan. Pasien tidak
mempunyai riwayat penggunaan zat psikoaktif. Sehingga diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-19) dapat
disingkirkan. Pada pasien didapatkan hendaya dalam menilai realita, oleh sebab
itu gangguan jiwa pada pasien dimasukkan ke dalam golongan besar psikotik.
Selain itu, pasien juga ditemukan hendaya pada moodnya. Hendaya moodnya ini
hampir bersamaan dengan gejala psikotiknya pada setiap episodenya. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan beberapa gejala
psikopatologi yang muncul 2,5 tahun terakhir. Berdasarkan gejala-gejala yang

24
ditemukan saat ini, diagnosis pada pasien adalah skizoafektif tipe depresif (F25.1)
yang sedang terkontrol pengobatan.
Rencana terapi yang diberikan adalah antipsikosis atipikal golongan
benzixosazole yaitu risperidon 2x2 mg. Obat ini mempunyai afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor
dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Sindrom psikosis berkaitan
dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang mengikat (hiperreaktivitas
sistem dopaminergik sentral), obat ini dapat memblokade Dopamine pada
reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist). Dengan demikian obat ini
efektif baik untuk gejala positif (halusinasi, gangguan proses pikir) maupun
gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon
dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan demikian perlu diadakan
pengawan terhadap fungsi hati.
Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi,
otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis
tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x2
mg/hari. Untuk mengatasi gejala depresifnya, pada pasien diberikan obat anti
depresi golongan trisiklik (TCA), yaitu Amitriptilin 25 mg (1x3 tablet/hari).
Amitriptilin bekerja dengan cara menghambat ambilan kembali (reuptake) neuron
transmitter seperti norepinefrin dan serotonin di ujung saraf pada sistem saraf
pusat. Antidepresan trisiklik efektif mengobati depresi. Indikasi TCA yaitu untuk
depresi berat termasuk depresi psikotik kombinasi dengan pemberian antipsikotik,
depresi melankolik dan beberapa jenis ansietas. TCA meningkatkan pikiran,
memperbaiki kewaspadaan mental, meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi
angka kesakitan depresi utama sampai 5O-70 % pasien. Peningkatan perbaikan
alam pikiran lambat, memerlukan 2 minggu atau lebih. Obat-obat ini tidak
menyebabkan stimulasi SSP atau peningkatan pikiran pada orang normal. Obat
dapat digunakan untuk memperpanjang pengobatan depresi tanpa kehilangan
efektivitas.

25
BAB IV
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang


persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Pada
pasien ini didiagnosis dengan diagnosis gangguan skizoafektif tipe depresif yang
mendapatkan psikoterapi dan terapi farmakologi berupa resperidon 2x2 mg dan
Amitriptilin 25 mg (1x3 tablet/hari). Prognosis dari pasien ini sangat tergantung
pada diagnosis yang ditegakkan sehingga terapi yang didapatkan adekuat. Selain
itu dukungan keluarga sangat diperlukan untuk membantu kesembuhan pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, B. J dan Alcot, V. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry


Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. University School of
Medicine New York; Chapter 42.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M. 1995 Catatan Kuliah Psikiatri,
Edisi keenam, cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta.
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. 2008. Penerbit Media
Aesculapsius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. hal
4. Maslim, rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
Dari PPDGJ – III. Jakarta : Nuh Jaya
5. Maramis. W.F. 1992. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI,
Airlangga University Press, Surabaya
6. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI
7. Katzung, BG .2007. Farmakologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai