Disusun Oleh :
Irawati Hidayah
20174011029
Disusun Oleh :
Irawati Hidayah
20174011029
Telah dipresentasikan
Hari/tanggal: 20 April 2018
Dihadapan dan diuji oleh:
1. dr. Deffi Asharini, MMR (……………………)
2. dr. Sulchan Chris Wardana (……………………)
Mengetahui
Dokter pembimbing,
2
BAB I
KASUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DM
Umur : 85 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status pernikahan : Duda
Alamat : Sidomulyo
Tanggal Home Visit : 15 April 2018
III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak
pasien
A. Keluhan Utama
Pasien berperilaku aneh (tidak mau memakai pakaian, sulit diajak komunikasi)
3
B. Riwayat Penyakit Sekarang
(Autoanamnesis)
Pasien sulit diajak komunikasi. Ketika ditanya, pasien hanya
mengeluarkan suara yang tidak dapat dimengerti karena artikulasi sangat tidak
jelas.
(Alloanamnesis)
Pasien dibawa ke puskesmas Bambanglipuro dengan keluhan sering
berperilaku aneh yaitu tidak mau memakai pakaian dan sulit diajak
komunikasi. Keluhan dirasakan sudah sejak 2,5 tahun sebelum pasien periksa
ke puskesmas (tahun 2015).
Menurut keterangan anak pasien, keluhan tersebut terjadi setelah istri
pasien meninggal pada tahun 2015. Setelah kejadien tersebut, pasien sering
menangis meronta-ronta, menjadi pendiam, murung, mengurung diri dikamar
dan merasa sangat kehilangan. Keluhan juga disertai sulit tidur, kehilangan
nafsu makan sehingga tubuhnya terlihat kurus. Pasien terlihat seperti orang
bingung dan sering berjalan keluar pergi ke kuburan istrinya. Hal tersebut
biasanya dilakukan 2 kali dalam seminggu. Menurut keterangan keluarga,
pasien berjalan keluar rumah setiap kali setelah berbicara sendiri dan seperti
ada yang sedang menyuruhnya. Pasien juga sering merasa kedatangan tamu, ia
selalu menerimanya diruang tamu dan mengajaknya bercengkerama padahal
tamu tersebut tidak ada.
Ketika diajak berfoto bersama saat melakukan pemeriksaan, pasien
menjunjukkan perilaku aneh yaitu berjoget-joget sendiri padahal tidak ada
musik yang sedang diputar dilingkungan tersebut.
Saat ini kegiatan pasien dihabiskan dirumahnya. Ia tinggal seorang diri
dirumah, namun anak-anaknya tingal berdekatan dengan rumahnya. Pasien
hanya berdiam diri dirumah, menonton TV, dan tidak ada kesibukan lain
karena pasien sudah tidak bekerja lagi.
Pasien pernah dibawa ke beberapa tabib (dukun) diberikan jampi-
jampi, namun keluhan tidak kunjung membaik. Selama 2,5 tahun terakhir
keluhan-keluhan terus terjadi dan tidak pernah membaik. Sehingga, keluarga
4
pasien memutuskan untuk membawa ke Puskesmas Bambanglipuro untuk
periksa. Pasien diberikan obat-obatan, antara lain haloperidol, clorpromazine,
dan triheksifenidil. Setelah diberikan terapi, pasien menjadi lebih tenang,
keluhan membaik, dan cenderung lebih kooperatif.
E. Riwayat Pribadi
1. Pranatal dan perinatal
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Keterangan lebih
lantut tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan pasien tidak
dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun)
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
5
3. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11 tahun)
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
4. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
5. Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Dulu pasien adalah seorang pedagang minyak goreng dan minyak
tanah. Pasien sudah tidak berdagang kira-kira 5 tahun yang lalu dikarenakan
bangkrut.
b. Riwayat Hubungan dan Perkawinan
Keluarga tidak mengetahui kapan pasien menikah. Sebelum istri
meninggal, pasien dikenal sangat perhatian dan sayang dengan istrinya. Jarang
sekali ada pertengkaran dirumah tangganya.
c. Riwayat Militer
Pasien sempat mengalami saat-saat pertempuran merebut kemerdekaan
Indonesia saat penjajahan melawan Jepang hingga usia pasien 12 tahun.
d. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah hingga kelas 3 SD. Keterangan lebih lanjut tidak
didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan pasien tidak dapat
berkomunikasi dengan baik.
e. Agama
Pasien beragama Islam. Sebelum sakit pasien sering pergi ke masjid
untuk melaksanakan shalat. Saat ini, kebiasaan tersebut tidak pernah
dilakukan.
f. Aktivitas Sosial
Pasien cenderung pendiam dan jarang berinteraksi dengan tetangga
sekitar. Saat ini pasien hanya berdiam diri dirumah.
6
g. Situasi Kehidupan Terkini
Saat ini pasien tinggal seorang diri dirumahnya, namun rumah pasien
berdekatan dengan anak-anaknya. Pasien tidak berkerja, biaya hidup pasien
ditanggung oleh anak-anaknya yang meyoritas menjadi orang sukses.
h. Riwayat Pelanggaran Hukum
Adanya riwayat tindak kekerasan atau kejahatan disangkal. Riwayat
berurusan dengan hokum maupun polisi disangkal.
i. Riwayat Seksual
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
j. Mimpi dan Fantasi
Keterangan tidak didapatkan dikarenakan keluarga tidak mengerti dan
pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
7
IV. GENOGRAM
8
IV. PEMERIKSAAN STATUS INTERNIS
Keadaan umum Cukup
Kesadaran Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah = 140/85 mmHg
Nadi = 80 kali/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
Vital sign
Respirasi = 20 kali/menit
Suhu = 36.50C
Kepala dan Leher
Bentuk kepala Normocephali
Wajah Simetris, deformitas (-)
Edema palpebra (-/-)
Mata Conjungtiva anemis (-/-), reflek pupil (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Inspeksi: JVP R+2 cm H2O bentuk tidak nampak
kelainan, deviasi trakea (-)
Leher
Palpasi: trakea teraba di garis tengah, pembesaran
limfonodi (-)
Thorax
Inspeksi: bentuk thorax simetris, ketertinggalan gerak (-),
retraksi (-)
Palpasi: pengembangan dada simetris, vocal fremitus
simetris, nyeri (-)
Pulmo
Perkusi: sonor (+/+), batas paru-hepar dalam batas
normal
Auskultasi: suara dasar vesikuler +/+, ronkhi basah halus
-/-
Cor Inspeksi: tidak nampak pulsasi di ictus cordis
Palpasi: teraba ictus cordis di sic V linea midclavicularis
kiri, diameter 2 cm, kuat denyut, thrill (-)
Perkusi: batas kanan bawah paru-jantung pada sic V line
9
sternalis kanan, batas kanan atas paru-jantung pada sic III
line sternalis kanan. Batas kiri paru-jantung pada sic V
linea midclavicularis kiri, batas atas kiri paru-jantung
pada sic III linea parasternalis kiri.
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, punctum maximum
pada sic V linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop
(-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi Simetris, caput medusa (-), tidak nampak distensi
Auskultasi Bising usus (+, normal)
Distensi (-), defans muskular (-), nyeri tekan(-).
Palpasi
Permukaan liver rata, tidak berbenjol.
Timpani pada semua lapang perut, shifting dullness (-),
Perkusi liver span lobus dexter 13 cm, lobus sinister 8 cm.
Area traube timpani.
Extremitas
Inspeksi Jaringan nekrosis (-), ulkus (-)
Palpasi Capillary refill time < 2 detik, akral hangat
- -
Edema
- -
10
V. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan status mental dilakukan pada saat home visit tanggal 15 April
2018
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : seorang laki-laki, berusia 85 tahun, berpaikan cukup rapi dan
cukup bersih, tampak sesuai dengan usianya, tampak tenang dan kondisi fisik
tampak lemah.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : normoaktif, kontak mata tidak adekuat,
terlihat bingung
3. Sikap terhadap pemeriksa : sulit diajak komunikasi
Pembicaraan
1. Kualitas : merespon pertanyaan, intonasi cukup, volume suara pelan dan
artikualsi sangat tidak jelas sehingga tidak dapat dimengerti.
2. Kuantitas : logorhoe (-), remming (-), blocking (-), mutisme (-)
3. Kecepatan produksi : spontan
Persepsi
1. Halusinasi : halusinasi visual, halusinasi auditorik (+)
2. Waham : waham kendali pikir (+)
3. Depersonalisasi : (-)
4. Derealisasi : (-)
Pikiran
1. Bentuk pikir : non realistik
2. Isi pikir :
11
Waham bersalah (-), waham pesimistik (-), waham nihilistic (-), waham
curiga (-), waham bizzare (-), waham somatic (-), waham kebesaran (-),
waham kendali pikir (+)
Pikiran obsesi (-) kompulsi (-)
Preokupasi terhadap kehidupan yang suram dimasa yang akan datang (-)
Preokupasi terhadap rasa bersalah (-)
Fobia (-)
Ide bunuh diri (-)
3. Progresi pikir : inkoheren, flight of ideas (-), asosiasi longgar (-),
neologisme (-)
Sensorium dan kognisi
1. Kesadaran : compos mentis, cenderung tidak berubah
2. Orientasi
a. Waktu : tidak dapat dinilai
b. Tempat : tidak dapat dinilai
c. Orang : tidak dapat dinilai
3. Memori :
a. Jangka pendek : tidak dapat dinilai
b. Daya ingat segera: tidak dapat dinilai
c. Jangka panjang : tidak dapat dinilai
4. Konsentrasi dan perhatian :
a. Konsentrasi : kurang
b. Perhatian : tidak perhatian
5. Pikiran abstrak : tidak dapat dinilai
6. Informasi dan intelegensia : tidak dapat dinilai
7. Daya nilai :
a. Norma sosial : tidak dapat dinilai
b. Realita : pasien tidak dapat menilai tentang realita dilingkungan
sekitarnya.
c. Uji daya nilai : tidak dapat dinilai
8. Tilikan : tingkat kesadaran dan pemahaman pasien terhadap keluhannya jelek
12
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa seorang laki-laki berinisial DM, berusia 85 tahun,
sering berperilaku aneh (telanjang, sulit diajak komunikasi), keluhan tersebut
terjadi setelah istri pasien meninggal pada tahun 2015. Setelah kejadien
tersebut, pasien menangis meronta-ronta, pasien menjadi pendiam, murung,
mengurung diri dikamar, sulit tidur, kehilangan nafsu makan sehingga
tubuhnya terlihat kurus, pasien terlihat seperti orang bingung dan sering
berjalan keluar pergi ke kuburan istrinya. Selain itu, pasien sering berperilaku
aneh antara lain telanjang, berjoget sendiri, berbicara sendiri seperti sedang
kedatangan tamu.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan kesan umum seorang laki-
laki, berusia 85 tahun, berpaikan cukup rapi dan cukup bersih, tampak sesuai
dengan usianya, tampak tenang dan kondisi fisik tampak lemah, normoaktif,
kontak mata tidak adekuat, terlihat bingung, sulit diajak komunikasi. Afek
appropriate, afek serasi, mood disforik. Pasien merespon pertanyaan, intonasi
cukup, volume suara pelan dan artikualsi sangat tidak jelas sehingga tidak
dapat dimengerti. Terdapat halusinasi visual dan auditorik, serta waham
kendali pikir. Lain-lain tidak dapat dinilai karena pasien tidak dapat
berkomunikasi dengan baik.
13
- Axis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
- Axis V : GAF Scale 40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan
realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
VII. TERAPI
1. Farmakoterapi
Risperidon 2 mg 2x2
Amitriptilin 25 mg 1x3
2. Terapi psikososial
Mencakup berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kecukupan diri, keterampilan praktis, komunikasi interpersonal pasien
3. Terapi kejang listrik
Mengontrol dengan cepat gejala psikotik. Beberapa pasien yang berespon
dengan obat-obatan dapat membaik dengan terapi kejang listrik
VIII. PROGNOSIS
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF (F25)
I. PENDAHULUAN
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang
ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia
dan gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak
diketahui, tetapi empat model konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat
berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif
mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan
gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling
mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan
yang menetap ketiga kemungkinan pertama.
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa
hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. 2 Gejala yang khas pada
pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir,
perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan
baik itu manik maupun depresif.
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,
merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi
beberapa diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi nkriteria
baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode
secara tepat.1 Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan
medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua
kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan
15
mood perlu dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien
dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar,
tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.
II. DEFINISI
III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%, mungkin
berkisar antara 0,5% – 0,8%. Tetapi gambaran tersebut masih merupakan
perkiraan.
Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada
orang tua daripada orang muda, prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibanding perempuan, terutama perempuan menikah. Usia
awitan perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-
laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial
dan mempuinyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.
IV. ETIOLOGI
16
skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga
kemungkinan pertama.
V. GEJALA KLINIS
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa
hari.2 Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
17
b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
c) Halusinasi Auditorik:
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
18
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
VI. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR
A. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode depresif
mayor, episode manik, atau episode campuran yang terjadi bersamaan dengan
gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi
selama sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi criteria episode mood timbul dalam jumlah yang
bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit
19
D. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau
keadaan kesehatan umum.
20
VII. DIAGNOSIS BANDING
21
IX. TERAPI
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.
A. Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit
memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya,
ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin
sangat luas, karena pasien mengalamaikeadaan psikosis dan variasi kondisi
mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan
untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut.1
B. Pengobatan Farmakoterapi
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif
adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan pemberian antimanik atau
antidepresan. Pemberian obat antipsikotik diberikan jika perlu dan untuk
pengendalian jangka pendek.
Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan
farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol), valproate
(Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu obat saja tidak
efektif. Sedangkan pasien dengan gannguan skizoafektif tipe depresif dapat
diberikan antidepresan. Pemilihan obat antidepresan memperhatikan kegagalan
atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotonin selektif
(SSRI) sering digunakan sebagai agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau
insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan
dengan antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif.
Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan tes
fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan secara berkala.
22
BAB III
PEMBAHASAN
23
Tujuan dari diagnosa multiaksial adalah mencakup informasi yang
komperhensif sehingga dapat membantu dalam perencanaan terapi dan
meramalkan prognosis. Juga format yang mudah dan sistematik sehingga dapat
membantu dalam menata dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap
kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas individual dengan
diagnosa klinis yang sama. Selain itu, diagnosis multiaksisal juga memacu
penggunaan model bio-psiko- sosial dalam klinis, pendidikan dan penelitian. Pada
pasien ini didiagnosis multiaksial yaitu Axis I : Gangguan skizoafektif tipe
depresif (F25.1) dengan diagnosis banding: Skizofrenia YTT (F20.9), Gangguan
suasana perasaan (Mood Afektif) menetap distimia (F34.1), dan Gangguan
penyesuaian (F43.2). Axis II : perubahan kepribadian khas lainnya (F60.8). Axis
III : Penyakit system pernapasan (BAB X J00-J99), Penyakit system pencernaan
(BAB XI K00-K93), Penyakit system genitourinaria (BAB XIV N00-N99). Axis
IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga). Axis V : GAF Scale 40-
31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Aksis I skizoafektif tipe depresif
(F25.1) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental.
Berikut ini adalah uraiannya: Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala,
riwayat kejang, riwayat tindakan operatif, dan riwayat kondisi medik lain yang
dapat secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi fungsi otak. Oleh
karena itu, gangguan mental organik (F00-09) dapat disingkirkan. Pasien tidak
mempunyai riwayat penggunaan zat psikoaktif. Sehingga diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-19) dapat
disingkirkan. Pada pasien didapatkan hendaya dalam menilai realita, oleh sebab
itu gangguan jiwa pada pasien dimasukkan ke dalam golongan besar psikotik.
Selain itu, pasien juga ditemukan hendaya pada moodnya. Hendaya moodnya ini
hampir bersamaan dengan gejala psikotiknya pada setiap episodenya. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan beberapa gejala
psikopatologi yang muncul 2,5 tahun terakhir. Berdasarkan gejala-gejala yang
24
ditemukan saat ini, diagnosis pada pasien adalah skizoafektif tipe depresif (F25.1)
yang sedang terkontrol pengobatan.
Rencana terapi yang diberikan adalah antipsikosis atipikal golongan
benzixosazole yaitu risperidon 2x2 mg. Obat ini mempunyai afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor
dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Sindrom psikosis berkaitan
dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang mengikat (hiperreaktivitas
sistem dopaminergik sentral), obat ini dapat memblokade Dopamine pada
reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist). Dengan demikian obat ini
efektif baik untuk gejala positif (halusinasi, gangguan proses pikir) maupun
gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon
dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan demikian perlu diadakan
pengawan terhadap fungsi hati.
Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi,
otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis
tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x2
mg/hari. Untuk mengatasi gejala depresifnya, pada pasien diberikan obat anti
depresi golongan trisiklik (TCA), yaitu Amitriptilin 25 mg (1x3 tablet/hari).
Amitriptilin bekerja dengan cara menghambat ambilan kembali (reuptake) neuron
transmitter seperti norepinefrin dan serotonin di ujung saraf pada sistem saraf
pusat. Antidepresan trisiklik efektif mengobati depresi. Indikasi TCA yaitu untuk
depresi berat termasuk depresi psikotik kombinasi dengan pemberian antipsikotik,
depresi melankolik dan beberapa jenis ansietas. TCA meningkatkan pikiran,
memperbaiki kewaspadaan mental, meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi
angka kesakitan depresi utama sampai 5O-70 % pasien. Peningkatan perbaikan
alam pikiran lambat, memerlukan 2 minggu atau lebih. Obat-obat ini tidak
menyebabkan stimulasi SSP atau peningkatan pikiran pada orang normal. Obat
dapat digunakan untuk memperpanjang pengobatan depresi tanpa kehilangan
efektivitas.
25
BAB IV
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27