Anda di halaman 1dari 63

SEJARAH JEPANG

Dari Zaman Pra-Sejarah hingga Modern

M.G. Amanullah

Sejarah Jepang | i
SEJARAH JEPANG
Dari Zaman Pra-Sejarah hingga Modern

Penulis:
M.G. Amanullah

Desain Cover & Layout :


Nimas Brantandari

ISBN: 978-623-8455-05-8
Copyright © Desember 2023

Penerbit:
PT. Pustaka Saga Jawadwipa
Jl. Kedinding lor Gang Delima No.4A Surabaya
Nomor Kontak: 085655396657

Buku ini dilindungi oleh Pasal 113 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang
Hak Cipta. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii | MG. Amanullah
PRAKATA

A
lhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas
terselesaikannya penyusunan buku berjudul “Sejarah Jepang”
ini. Buku ini disusun dengan tujuan menyediakan alternatif
sumber informasi bagi mereka yang tertarik mempelajari seluk beluk
negara bernama: Jepang.

Penghargaan dan ucapan terima kasih Saya sampaikan kepada semua


pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan dukungan
dalam penyusunan buku ini.

Kritik, masukan, dan saran tentunya sangat Saya tunggu untuk


memperbaiki kualitas buku ini. Masukan yang konstruktif akan sangat
berharga untuk penyempurnaan edisi berikutnya.

Surabaya, November 2023


MG. Amanullah

Sejarah Jepang | iii


DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................. iv
DEMOGRAFI JEPANG ........................................................... 1
ERIODISASI SEJARAH JEPANG:
DARI ZAMAN PRA-SEJARAH HINGGA MODERN ............. 3
PERIODISASI SEJARAH JEPANG ......................................... 5

BAB 1 ZAMAN BATU/ KYUSEKKI JIDAI


(旧石器時代)~10.000 SM ...................................................... 7
BAB 2 ZAMAN JOMON(縄文時代) 10.000 SM~300 M
(PRA-SEJARAH) ..................................................................... 12
BAB 3 ZAMAN YAYOI(弥生時代) 300 SM~250 M........... 17
BAB 4 ZAMAN KOFUN (古墳時代) 250~538 M ................... 23
BAB 5 YAMATO/ ASUKA (大和・飛鳥) 538~710 M ........... 30
BAB 6 ZAMAN NARA (奈良時代) (Heijou-kyo) 710~794 M .. 58
BAB 7 ZAMAN HEIAN (平安時代) 794~1185 M ................... 86
BAB 8 ZAMAN KAMAKURA (鎌倉時代) 1185~1333 M .. 127
BAB 9 ZAMAN MUROMACHI (室町時代)1336~1573 M
(Nanboku-cho 1336~1392 M) (Sengoku 1467~1573 M) ........... 144
BAB 10 ZAMAN AZUCHI-MOMOYAMA (安土桃山)
1573~1603 M ............................................................................ 160
BAB 11 ZAMAN EDO (江戸時代) 1603~1868 M ................... 174
BAB 12 ZAMAN MEIJI (明治時代) 1868~1912 M ................. 230
BAB 13 ZAMAN TAISHO (大正時代) 1912~1925 M .............. 262
BAB 14 ZAMAN SHOWA (昭和時代) 1925~1989 M ............. 274

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 300


BIODATA PENULIS ............................................................... 313

iv | MG. Amanullah
Untuk keluarga tercinta:
TRN & MA.

Sejarah Jepang | v
Bila seekor burung
tidak mau berkicau:
Tunggu...........!

(Tokugawa Ieyasu)

vi | MG. Amanullah
DEMOGRAFI JEPANG
Jepang adalah negara kepulauan empat musim yang terletak di bagian
paling timur Asia dengan lebih dari 6.800 pulau, membentang dari
ujung utara Hokkaido hingga pantai tropis Okinawa di selatan. Posisi
geografis Jepang yang terletak di antara lempeng tektonik Eurasia dan
Amerika Utara menjadikannya negeri yang dilewati cincin api dengan
banyak gunung api yang menjulang tinggi.

Letaknya yang dekat dengan benua Asia membuat Jepang banyak


dipengaruhi oleh budaya dari negara tetangganya. Di sebelah barat, di
seberang Laut Jepang, terletak Semenanjung Korea, tempat Korea
Selatan, Korea Utara, dan Tiongkok berada. Di utara, terdapat wilayah
paling timur Russia yaitu Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pulau pulau
ini berbatasan dengan pulau-pulau utara Jepang. Di selatan, terdapat
Taiwan yang dipisahkan Laut Cina Timur. Sedangkan Kepulauan
Ryukyu, yang membentang dari Jepang selatan hingga Okinawa,
menjadi semacam jembatan alami antara Jepang dan Filipina. Posisi
geografis ini yang mau tak mau membuat seluruh kehidupan Jepang
dipengaruhi oleh budaya dan sejarah tetangganya tersebut sehingga
berasimilasi menjadi budaya Jepang seperti saat ini.

Jepang memiliki total luas sekitar 377.972 km2, dan hanya sekitar
122.000 km2 yang bisa dihuni. Sebagian besar wilayah Jepang terdiri
dari pegunungan dan daerah terpencil yang tidak cocok untuk dihuni.
Keterbatasan lahan hunian ini berdampak pada harga tanah dan rumah
yang tinggi di Jepang.

Pada tahun 2021, populasi Jepang mencapai sekitar 126 juta orang,
dengan kepadatan penduduk yang tinggi yaitu 336 individu per
kilometer persegi. Meskipun memiliki populasi besar, Jepang dikenal
karena homogenitasnya dengan indeks keanekaragaman budaya
sebesar 0,0119, menjadikannya peringkat ketiga secara global setelah
Korea Selatan dan Samoa1.

Dalam hal agama, penduduk Jepang memiliki keyakinan yang


beragam. Mayoritas menganut Shintoisme (48,5%) dan Buddha
(46,3%). Agama Kristen menyumbang 1%, sedangkan agama-agama

Sejarah Jepang | 1
lainnya selain Shintoisme, Buddha, dan Kristen menyumbangkan 4%.
Menariknya, jumlah penganut agama melebihi jumlah populasi secara
keseluruhan, menunjukkan bahwa beberapa individu mungkin
mempraktikkan lebih dari satu sistem religi2.

Jepang menghadapi keterbatasan sumber daya alam terutama dalam


hal minyak dan gas. Sumber daya mineral lainnya juga terbatas seperti
batu bara, emas, perak,besi, dan seng. Namun, Jepang telah mencapai
kesuksesan ekonomi yang luar biasa, menduduki peringkat kelima di
dunia berdasarkan PDB pada tahun 2021. Pendapatan per kapita
Jepang mencapai $40,247, menempatkannya di posisi keenam di
antara negara-negara G7 dan urutan ke-28 secara global.

Meskipun perekonomiannya cukup baik, Jepang tetap memiliki


tingkat biaya hidup yang moderat dan memperoleh peringkat ke-17
secara global dengan Indeks Biaya Hidup sebesar 82,3. Dalam hal
kesenjangan gender seperti yang terindikasikan oleh Indeks
Kesenjangan Gender (GGI), Jepang mendapatkan skor 0,766 dan
menempati peringkat ke-120 dari 156 negara yang disurvei. Ini
menunjukkan bahwa ada tantangan yang harus dihadapi oleh Jepang
dalam meningkatkan kesetaraan gender.

Peta Jepang saat ini

2 | MG. Amanullah
ERIODISASI SEJARAH JEPANG:
DARI ZAMAN PRA-SEJARAH
HINGGA MODERN
Nama Zaman/Periode Tahun
JEPANG KUNO/AWAL/原始/genshi
Zaman Batu/旧石器時代 >10.000 SM

Zaman Jomon /縄文時代 c. 14.000–300 SM

Zaman Yayoi /弥生時代 c. 300 SM – 300 M

Zaman Kofun /古墳時代 300–710 M

JEPANG KLASIK/古代/kodai
Zaman Asuka /飛鳥時代 538–710 M

Zaman Nara /奈良時代 710–794 M

Zaman Heian /平安時代 794–1185 M

JEPANG FEODAL/PERTENGAHAN/中世/chusei
Zaman Kamakura /鎌倉時代 1185–1333 M

Zaman Muromachi /室町時代 1336–1573 M


(1336 – 1392) M
 (Nanbokucho)/南北朝時代 (1467 – 1573) M
 (Sengoku)/戦国時代
Zaman Azuchi-Momoyama/ 1573–1603 M
安土桃山時代

Sejarah Jepang | 3
AWAL MODERN/近世/kinsei
Zaman Edo /江戸時代 1603–1868 M

JEPANG MODERN/近代/kindai
Zaman Meiji /明治時代 1868–1912 M

Zaman Taisho /大正時代 1912–1926 M

Zaman Showa /昭和時代 1926–1989 M

Zaman Heisei /平成時代 1989–2019 M

Zaman Reiwa /令和時代 2019 M – sekarang

4 | MG. Amanullah
PERIODISASI SEJARAH JEPANG
Penamaan periodisasi sejarah Jepang yang digunakan dalam buku ini
tidak didasarkan atas pendapat subjektif penulis, tetapi mengacu pada
periodisasi yang digunakan dalam dunia akademik Jepang. Periodisasi
semacam ini juga telah diterima oleh komunitas internasional untuk
mempelajari sejarah Jepang. Berikut adalah penjelasan mengapa latar
belakang periodisasi Jepang memiliki nama-nama tersebut.

Periode Kuno Jepang dinamai berdasarkan budaya atau artefak


arkeologi dominan dari masa itu, seperti tembikar tali yang disebut
“jomon". Periode Yayoi merujuk pada artefak terkait pertanian dan
pengolahan logam yang banyak ditemukan di daerah Yayoi.
Sedangkan Periode Kofun merujuk pada gundukan kuburan raksasa
bernama “kofun” yang dibuat oleh kaum elit pada masa itu.

Periode Klasik Jepang dinamai berdasarkan nama ibu kota di mana


kekuasaan tertinggi kerajaan, yaitu kaisar, berada. Periode Asuka
dinamakan demikian karena pusat pemerintahan berada di daerah
Asuka. Sedangkan Periode Nara terkait dengan daerah Nara dan
Periode Heian berkaitan dengan ibu kota Heian-kyo (sekarang Kyoto).

Periode Feodal Jepang dinamai berdasarkan lokasi pemerintahan


militer seperti shogun (pemimpin militer) atau bakufu (pemerintahan
samurai). Periode Kamakura menunjukkan bahwa pemerintahan
militer berada di daerah Kamakura (dekat Tokyo saat ini). Periode
Muromachi terkait dengan daerah Muromachi, sedangkan
Nanbokucho merujuk pada periode di mana terdapat dua istana,
Selatan dan Utara, di Kyoto.3

Namun, Periode Sengoku bukanlah pusat pemerintahan, tetapi


merupakan nama zaman yang ditandai oleh perang saudara selama
lebih dari 100 tahun. Periode Azuchi-Momoyama dinamakan sesuai
dengan benteng yang dibangun dan ditinggali oleh Oda Nobunaga,
pemersatu Jepang setelah perang saudara. Momoyama sendiri adalah
nama istana kelanjutan yang dipimpin oleh Toyotomi Hideyoshi
setelah kepemimpinan Oda Nobunaga.

Sejarah Jepang | 5
Periode Awal Modern Jepang dinamakan berdasarkan ibu kota tempat
pemerintahan militer bakufu berada. Periode Edo menandakan periode
ketika pemerintahan bakufu dijalankan dari kota bernama Edo (yang
sekarang dikenal sebagai Tokyo).

Era Modern Jepang dinamai sesuai dengan nama kaisar yang


memerintah pada saat itu. Periode Meiji menunjukkan bahwa kaisar
pada masa itu adalah Kaisar Meiji, dengan nama asli Kaisar Mutsuhito.
Sedangkan Kaisar Taisho memerintah selama Periode Taisho dengan
nama asli Yoshihito. Kaisar Showa adalah gelar untuk Kaisar Hirohito,
dan periode tersebut dikenal sebagai Periode Showa. Selain itu, ada
juga Kaisar Heisei (nama asli Akihito) yang bertahta (bukan
memerintah) selama Periode Heisei, dan saat ini kita berada dalam
periode Reiwa di bawah kepemimpinan Kaisar Reiwa (Naruhito).

6 | MG. Amanullah
BAB 1
ZAMAN BATU/ KYUSEKKI JIDAI
(旧石器時代)~10.000 SM
Ciri Zaman:
• Benua menyatu dengan Asia
• Migrasi dari benua Asia
• Berburu dan meramu
• Hidup komunal
• Berpindah-pindah/nomaden
• Penduduk/ budaya tidak cepat berkembang
• Alat dari batu

Sejarah Ras Manusia

R as manusia sangat beragam. Pada tahun 1948, ahli antropologi


Alfred Kroeber mengklasifikasikan keragaman ras manusia
berdasarkan karakteristik fisik dan geografis. Klasifikasi ini
mencakup beberapa ras utama, termasuk Australoid, Mongoloid,
Caucasoid, Negroid, dan beberapa ras khusus.

Ras Australoid mewakili populasi yang umumnya ditemukan di


Australia dan pulau-pulau sekitarnya. Mereka memiliki ciri fisik yang
khas seperti kulit gelap dan karakter wajah yang unik. Sementara itu,
ras Mongoloid mencakup subkelompok yang berasal dari Asia Utara,
Tengah, dan Timur. Ras Malayan Mongoloid mencakup penduduk
Asia Tenggara dan Taiwan asli sedangkan Ras American Mongoloid
meliputi penduduk asli Amerika dan Eskimo.

Ras Caucasoid terdiri dari beberapa subkelompok seperti Nordic,


Alpine, Mediterranean, dan Indic. Nordic merujuk pada populasi di
Eropa Utara sekitar Laut Baltik sedangkan Alpine mencakup populasi
di Eropa Tengah dan Timur. Ras Mediterranean meliputi penduduk
sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab Saudi ,dan Iran
sedangkan Indic mencakup Pakistan India Bangladesh Dan Sri Lanka4.

Sejarah Jepang | 7
Selanjutnya ada ras Negroid yang mewakili populasi di Benua Afrika.
Subkelompok Negrito meliputi populasi Afrika Tengah serta
semenanjung Melayu dan Filipina sementara Melanesian merujuk
kepada populasinya di Papua dan Melanesia.

Ada juga kelompok etnis khusus yang termasuk dalam kategori ini,
seperti suku Bushman yang tinggal di daerah gurun Kalahari di Afrika
Selatan, suku Veddoid yang mendiami pedalaman Sri Lanka dan
Sulawesi Selatan, suku Polinesia di kepulauan Mikronesia dan
Polinesia, serta suku Ainu yang bermukim di pulau Karafuto dan
Hokkaido di Jepang Utara.

Ras manusia Jepang sendiri hingga kini sebenarnya masih dalam


perdebatan. Namun demikian banyak versi menyatakan bahwa pada
dasarnya termasuk dalam kelompok Mongoloid utara dan berasal dari
Asia timur laut yang diperkirakan berasal dari wilayah Baikal di
Siberia 5 . Kalaupun ada suku yang dapat dianggap mendekatai asal
mula manusia Jepang yang otentik, suku itu bernama suku Ainu. Suku
Ainu sendiri adalah kelompok masyarakat adat yang mendiami pulau
paling utara Jepang, termasuk Hokkaido dan Karafuto. Mereka
memiliki budaya berbeda yang ditandai dengan rasa hormat yang
mendalam terhadap alam, praktik berburu tradisional, serta bahasa dan
ekspresi artistik yang unik.

8 | MG. Amanullah
Kehidupan Zaman Batu
Pada masa Zaman Batu, juga dikenal sebagai Kyusekki Jidai, sekitar
tahun 10.000 SM, Jepang mengalami perkembangan yang berbeda
dibandingkan dengan wilayah Asia lainnya. Pada saat itu, Jepang
masih terhubung dengan benua Asia melalui daratan yang sekarang
menjadi Selat Korea. Di Zaman Batu di Jepang, kehidupan masyarakat
masih sangat primitif dan bergantung pada alam sekitar.

Masyarakat primitif6

Karakteristik utama dari kehidupan di masa tersebut adalah migrasi


manusia dari benua Asia ke Jepang. Mereka hidup sebagai pemburu
dan pengumpul makanan, mengandalkan berburu dan mengumpulkan
sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Hidup mereka nomaden atau berpindah-pindah karena harus


mengikuti mobilitas fauna yang mereka buru. Kijang, gajah
bermigrasi ketika mereka sadar diburu oleh manusia. Masyarakatpun
mau tak mau harus mengikutinya. Mereka harus hidup secara komunal
dalam kelompok-kelompok kecil agar dapat saling membantu dalam
mendapatkan hewan buruan. Ketika hewan buruan itu tertangkap,
mereka akan mengkonsumsinya secara komunal pula. Sisa santapan
tidak ada yang dapat disimpan karena daging hewan capat membusuk
atau tidak bisa disimpan dalam waktu lama.

Sejarah Jepang | 9
Migrasi dari Benua Asia

Kondisi ini membuat mereka tidak memiliki pemukiman tetap.


Mereka tinggal dalam perkemahan atau gubuk-gubuk sederhana yang
dibangun dengan bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar mereka,
agar sewaktu-waktu mudah ditinggalkan ketika harus berpindah
tempat.

Jepang berpisah dari Benua Asia dan Gajah Nouman

Di Zaman Batu ini, penduduk dan budaya Jepang tidak berkembang


dengan pesat seperti wilayah di benua induk Asia karena isolasi

10 | MG. Amanullah
geografis Jepang serta kurangnya interaksi dengan masyarakat di luar
wilayah tersebut. Manusia Jepang menggunakan batu sebagai bahan
utama untuk membuat berbagai alat. Mereka mengandalkan alat-alat
seperti kapak, pisau, dan panah yang terbuat dari batu dalam kegiatan
berburu, memproses makanan, dan aktivitas sehari-hari mereka.

Migrasi manusia dan fauna dari Asia ke daratan Jepang membawa


perubahan besar dalam ekosistem. Namun, selama periode Glacial
sekitar 30 ribu tahun yang lalu ketika es mulai mencair, manusia Asia
beserta fauna yang ikut terbawa terpaksa menetap di Jepang sehingga
menciptakan identitas khas manusia Jepang. Salah satu fauna yang ada
di Jepang adalah gajah Nouman, yaitu gajah kecil yang memiliki
perbedaan bentuk dengan gajah di Asia Tenggara. Keberadaan
Nouman Elephant menjadi salah satu kekhasan dari masa-masa awal
sejarah Jepang yang membedakan dengan masa-masa setelahnya

Sejarah Jepang | 11
BAB 2
ZAMAN JOMON (縄文時代)
10.000 SM~300 M
(PRA-SEJARAH)
Ciri Zaman:
 Mulai menetap di sekitar pantai dan laut. Mengumpulkan
kerang. (ditemukan sampah kerang bernama “kaizuka”.
 Membuat rumah tancap di lubang bernama “tateanajukyo”.
 Dihasilkan benda kreasi (gerabah corak tali).
 Muncul animisme (Shaman/dukun).

Z aman Jomon, dinamakan demikian karena motif tali yang kerap


ditemukan pada tembikar buatan masyarakat masa itu. Yang
membedakan masyarakat ini dengan masyarakat era
sebelumnya, adalah bahwa masyarakat Jomon mulai menetap di
sekitar pantai dan laut, bergantung pada hasil laut untuk bertahan
hidup. Secara umum, zaman Jomon dibagi menjadi tiga periode kecil:
awal, tengah, dan akhir.

Periode awal Jomon muncul sekitar 5.000 tahun yang lalu dan
merupakan periode perubahan dari masyarakat nomaden menjadi
masyarakat yang semakin menetap. Salah satu situs yang mewakili
“Jomon Awal” adalah Situs Hanawadai di Prefektur Ibaraki. Situs ini
berisi lima lubang rumah terpisah dengan jarak sekitar 10 meter.

Sumber daya laut dan sungai menyediakan sumber pangan berlimpah


yang dapat bertahan lama bagi mereka. Berbeda dengan mencari
hewan darat yang selalu berpindah tempat. Kerang menjadi salah satu
sumber makanan utama mereka, dan cangkang kerang yang mereka
konsumsi dibuang di sekitar tempat tinggal mereka, membentuk
tumpukan fosil yang disebut “kaizuka". Situs Natsushima adalah situs
dengan penumpukan cangkang tertua yang ditinggalkan oleh manusia
awal di dataran Kantou, dengan tanggal radiokarbon kira-kira antara
7.900 hingga 7.500 SM.

12 | MG. Amanullah
Ketika permukaan air laut naik, beberapa dari mereka pindah ke
tempat yang lebih tinggi di daratan dan mendirikan pemukiman
sederhana. Kehidupan menetap memberikan masyarakat Jomon
banyak waktu luang untuk berinteraksi, memproduksi, dan
berkreativitas. Tinggal di daerah yang lebih tinggi membuat mereka
menyadari bahwa tanah dalam dapat dibentuk. Proses ini secara
perlahan menghasilkan kreasi dari tanah liat seperti berbagai jenis
gerabah, contohnya adalah pot datar yang dikenal dengan nama
Kurohama.

Masyarakat Jomon7

Periode Jomon tengah sekitar tahun 3.500 SM ditandai dengan gaya


hidup yang makin menetap, berkembangnya pertanian, dan budaya.
Masyarakat mulai menetap di daerah pegunungan yang lebih dingin
sebagai respons terhadap naiknya permukaan laut. Mereka
membangun rumah tancap dalam lubang yang disebut “tateanajukyo".
Permukiman ini memiliki bentuk rumah bundar meruncing,
mencerminkan adaptasi mereka terhadap iklim yang semakin dingin.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, pertanian tanaman umbi seperti


ubi jalar dan talas terus dikembangkan. Mereka juga tetap berburu,
memancing, dan mengumpulkan tanaman liar seperti biji ek, kenari,

Sejarah Jepang | 13
dan kastanye. Stabilitas dalam mencari nafkah mengakibatkan
peningkatan populasi dengan cepat lagi-lagi. Kehidupan bersama yang
terorganisir mengakibatkan jumlah penduduk meningkat drastis8.

Kreasi tembikar pada era ini berkembang dari gaya sederhana gerabah
Kurohama ke fase Moroiso dengan desain yang lebih halus, canggih,
dan mengandung ornamen tajam. Bentuk keramik ini kerap ditemukan
di situs seperti Torihama (dekat Fukui saat ini) dengan berbagai jenis
yang disebut Katsusaka, Otamadai, dan Kasori E. Sebagai contoh,
keramik Katsusaka memiliki desain ular yang mencerminkan
hubungan erat antara masyarakat Joumon dan alam atau kekuatan
mistis.

Corak tali dan ular9

dogu10

Selain itu, budaya pada periode ini juga menciptakan benda-benda


simbolis yang diyakini digunakan untuk upacara ritual. Contohnya
adalah patung-patung dari tanah liat. Praktik shamanisme atau
perdukunan terus berkembang di kalangan mereka. Mereka meyakini
adanya kekuatan luar biasa dalam alam yang melampaui kemampuan
manusia.

Para shaman, umumnya perempuan, berperan sebagai perantara


dengan kekuatan alam tersebut dan dipercaya memiliki kemampuan
untuk melindungi dari malapetaka. Mereka membuat jimat-jimat
berbentuk patung dari tanah liat sebagai representasi diri mereka
sendiri. Jimat-jimat ini umumnya digunakan oleh masyarakat Jomon

14 | MG. Amanullah
untuk melindungi diri dari malapetaka, membantu proses kelahiran
bayi, atau mengharapkan kesuburan.

Jimat-jimat tersebut kerap kali dibuat menyerupai makhluk miniatur


manusia atau hewan dan diyakini digunakan sebagai jimat kesuburan,
representasi dewa-dewa tertentu, atau alat praktik spiritual yang
dikenal sebagai “dogu". Keberadaan dogu-dogu tersebut menunjukkan
perkembangan spiritualitas dalam masyarakat Joumon.

Periode Joumon Akhir (400-1000 SM) ditandai oleh kemampuan


adaptasi masyarakat terhadap perubahan lingkungan, diversifikasi
praktik untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan meningkatnya
intensitas upacara ritual. Selain itu, penduduk Joumon mulai pindah
ke berbagai wilayah Jepang, seperti daerah Kinki, Chagoku, Shikoku,
dan Kyushu karena jumlah penduduk yang meningkat.

Perpindahan ini menyebabkan penyebaran budaya tembikar Kasori E


yang khas dari budaya Joumon akhir. Pembuatan tembikar Joumon
terus berkembang dengan adanya inovasi dalam gaya pembuatan
menggunakan tali sebagai penanda. Tali digosokkan pada tembikar
yang masih basah untuk membentuk pola tali. Pola inilah yang disebut
“jomon” atau pola tali, dan juga digunakan sebagai nama periode
sejarah ini.

Praktik ritual juga semakin berkembang pada akhir periode Jomon


seiring dengan masyarakat yang semakin terorganisir. Ruang terbuka
digunakan untuk upacara, pemakaman, dan pembangunan lingkaran
batu. Benda-benda ritual seperti patung phalli batu, pedang tanah liat,
dan patung mencerminkan keyakinan spiritual dalam kesuburan dan
perlindungan.

Dalam hal pemakaman bayi, anak-anak, dan janin yang belum lahir,
dimasukkan ke dalam toples tanah liat khusus. Toples tersebut
ditempatkan secara tegak tanpa dasar atau dengan lubang di bagian
bawahnya. Pemakaman serupa juga dilakukan untuk orang dewasa di
mana tubuh ditempatkan dalam gerabah bentuk toples setelah melalui
jangka waktu tertentu sehingga tulang-tulangnya dapat diatur dengan
rapi di dalamnya. Pemakaman ini diduga dilakukan setelah orang

Sejarah Jepang | 15
tersebut dimakamkan dalam lubang dengan tubuh diletakkan dengan
lutut ditekuk, dan lubang bentuknya bulat atau oval11.

Salah satu jenis pemakaman yang cukup unik adalah pemakaman


kolektif di mana tulang belulang dikumpulkan dan dimakamkan
bersama dalam suatu lubang besar yang dibiarkan terbuka seiring
berjalannya waktu.

16 | MG. Amanullah
BAB 3
ZAMAN YAYOI (弥生時代)
300 SM~250 M
Ciri Kehidupan
 Banyak ditemukannya artefak budaya di daerah Yayoi
(Tokyo).
 Masuknya teknologi cocok tanam (padi).
 Muncul kaya miskin, disparitas sosial, dan dominasi.
 Muncul tuan tanah (gozoku), pertikaian antar tuan tanah.
 Muncul kerajaan kecil atau “kuni”.
 Muncul kuni/kerajaan Yamataikoku dipimpin Ratu Himiko.
 Migrasi semakin intens dengan benua Asia.
 Pengaruh benda, teknologi, budaya dari Asia makin kuat
(Yayoi). (alat logam, gerabah,)
 Jalinan hubungan dengan kerajaan di Korea dan Tiongkok
makin kuat.

P eriode Yayoi, yang berlangsung dari abad ke-3 SM hingga abad


ke-3 Masehi, ditandai oleh banyaknya penemuan budaya di
wilayah Yayoi di Tokyo. Salah satu perubahan drastis pada
periode ini adalah ketika teknologi penanaman padi diperkenalkan
dari Asia daratan. Teknologi ini diperoleh melalui jalur perdagangan
dengan Tiongkok, Korea, dan wilayah selatan. Penanaman padi mulai
berkembang di wilayah Kita Kyushu setelah diperkenalkan dari
Lembah Sungai Yangtze di Tiongkok.

Padi merupakan makanan pokok yang tidak habis begitu saja saat
dikonsumsi oleh sebuah keluarga. Padi yang tersisa biasanya tidak
dibuang, melainkan disimpan. Pada masa itu, lumbung padi yang
berbentuk seperti rumah panggung menjadi tempat populer untuk
menyimpan padi. Namun sayangnya, tidak semua keluarga memiliki
simpanan padi di rumah mereka. Ada keluarga petani yang selalu
berhasil dalam panen padi dengan hasil melimpah, tetapi juga ada
yang selalu gagal dalam memproduksi padi. Hal ini bisa disebabkan
oleh hama atau bencana alam. Bagi keluarga petani yang berhasil

Sejarah Jepang | 17
selalu memperoleh panen bagus, simpanan padi mereka terus
bertambah. Namun bagi mereka yang selalu mengalami kegagalan
panen, stok padinya semakin menipis dan hidup mereka terjebak
dalam kemiskinan.

Bagi keluarga dengan persediaan padinya terus bertambah, persediaan


tersebut menjadi sumber kekayaan. Dengan memanfaatkannya,
mereka dapat merekrut keluarga yang selalu gagal panen atau hidup
dalam kemiskinan untuk bekerja bagi keluarga yang sukses tersebut.
Simpanan padi yang berlimpah akhirnya digunakan sebagai bentuk
'pembayaran' ketika keluarga kaya memanfaatkan keluarga miskin.
Dalam proses ini, simpanan padi yang awalnya hanya sekadar
tabungan, berubah menjadi bentuk kekayaan atau 'modal'.

Perkampungan Jepang pada zaman Yayoi. Sebuah “kuni”/kerajaan


kecil dengan “Gozoku” sebagai kepala suku.

Situasi ini berdampak pada munculnya ketidaksetaraan antara individu.


Hubungan kekerabatan yang sebelumnya sejajar menjadi tidak
seimbang karena adanya perbedaan posisi sebagai pemberi dan
penerima, posisi di atas dan di bawah, yang seiring waktu berkembang
menjadi posisi dominan dan didominasi. Para pemimpin kecil dengan
luas tanah yang besar memiliki pengikut seperti keluarga, kerabat, dan
bawahan dalam jumlah yang tak kalah banyak. Mereka dikenal

18 | MG. Amanullah
sebagai “gozoku” atau klan penguasa, identik seperti kepala desa
namun bagian dari klan terkuat di desa itu.

Banyak gozoku muncul di daerah-daerah lain. Tujuan mereka seragam


yaitu bagaimana meningkatkan terus-menerus kekayaan dan
kekuasaan mereka. Namun persoalannya lahan yang tersedia terbatas.
Hal ini menyebabkan konflik antar gozoku sulit dihindari. Ada gozoku
yang berhasil menguasai dan menundukkan gozoku lainnya. Gozoku
yang dapat menaklukkan gozoku lain kemudian membentuk kerajaan
kecil atau konfederasi disebut “kuni".

Pertikaian antar gozoku

Salah satu suku atau kuni terkenal adalah Yamataikoku yang dipimpin
oleh Ratu Himiko, dimana diketahui juga memiliki hubungan dengan
Tiongkok dan mengirim utusan ke negara tersebut. Migrasi dari Asia
semakin meningkat selama periode Yayoi, yang secara besar
memperkuat pengaruh budaya, teknologi, dan benda-benda dari Asia.
Pada masa itu, keberadaan logam dan barang keramik menjadi ciri
khas budaya Yayoi. Selain itu, hubungan dengan kerajaan di Korea
dan Tiongkok semakin erat, menghasilkan pertukaran budaya yang
lebih intensif. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang pada
periode Yayoi ini, pengaruh budaya luar semakin terlihat.

Periode akhir Yayoi ditandai dengan masuknya logam ke wilayah


tersebut. Pada saat itu, masyarakat Jepang mulai menggunakan logam
sebagai alat yang sebelumnya bergantung pada batu dalam aktivitas
harian mereka. Salah satu penemuan penting saat masuknya logam
adalah nekara atau “doutaku". Nekara ini adalah jenis bejana logam

Sejarah Jepang | 19
yang memiliki peranan penting dalam upacara dan ritual keagamaan
masyarakat Jepang pada periode Akhir Jomon.

Kedatangan logam di Jepang membawa perubahan besar dalam


kehidupan masyarakat. Logam memiliki daya tahan dan kekuatan
lebih baik daripada alat-alat kayu atau batu sehingga memberikan
manfaat dalam produksi dan penggunaan alat-alat sehari-hari.
Masyarakat mulai mengembangkan keterampilan dalam pemrosesan
logam serta menciptakan alat-alat baru yang lebih efisien dan efektif.
Dikuasaianya teknologi pengolahan logam memungkinkan pertikaian
mudah tersulit karena mulai mudahnya senjata yang mematikan untuk
ukuran saat itu diproduksi.

Tetapi, kedatangan logam bagaimanapun juga membuka peluang


perdagangan dengan wilayah lain, terutama dengan Tiongkok dan
Korea. Perdagangan logam dan barang-barang lainnya berkontribusi
pada pertukaran kebudayaan, penyebaran ide dan pengetahuan, serta
berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan ekonomi di Jepang.

Yamataikoku (邪馬台国) Tahun 239


Pada penghujung Dinasti Han abad ke-2 M, Tiongkok terpecah
menjadi tiga negara: Wei, Shu, dan Wu. Kerajaan Wei, suatu hari,
melakukan ekspedisi ke Jepang dan menemukan kerajaan kecil yang
bernama Yamataikoku. Yamataikoku merupakan salah satu kuni atau
kerajaan kecil dari sekian banyak kerajaan kecil lainnya yang tersebar
di wilayah Jepang pada masa itu.

Ratu Yamataikoku, yang bernama Ratu Himiko, dipilih sebagai


pemimpin kerajaan karena memiliki kekuatan spiritual sebagai
seorang shaman. Meskipun letak Yamataikoku masih kontroversial,
kemungkinan berada di daerah Kyushu. Orang-orang dari Kerajaan
Wei menyebut Jepang dengan istilah "Wakoku" atau "Wa," yang
berarti "orang kerdil."

Julukan 倭 (Wa) yang berarti “orang kerdil” ini tentu saja tidak
disukai oleh orang pada masa itu. Oleh karena itu, orang Jepang
nantinya di era Yamato menggantinya dengan nama aksara 和 yang

20 | MG. Amanullah
berbunyi “wa” pula, tetapi memiliki arti berlawanan dengan
sebelumnya, yang lebih bagus yaitu "harmoni" atau "perdamaian".

Menurut catatan orang-orang dari Kerajaan Wei, di Jepang terjadi


banyak pertikaian antar kuni atau suku. Namun, dari pertikaian
tersebut, terjadi kesepakatan damai, dan dipilih pemimpin yang
memiliki kekuatan spiritual, yaitu Himiko, yang kemudian dijadikan
ratu dengan nama "Ratu Himiko." Himiko sendiri tidak mau menemui
langsung orang umum dan semua urusan diwakilkan melalui adik laki-
lakinya.

Ekspedisi dari Kerajaan Wei tidak berhasil menemui langsung Ratu


Himiko, tetapi hanya memberikan cindera mata berupa bendera.
Yamataikoku kemudian mengirim utusan balasan melalui
semenanjung Korea, yang diterima oleh Raja Wei. Raja Wei
memberikan hadiah berupa cap emas, kain, dan cermin. Hal ini dicatat
dalam catatan harian Gishiwajinden (Catatan Utusan Kerajaan Wei
tentang orang Wa), yang menyebutkan bahwa di antara banyak
kerajaan kecil (suku) di Jepang, terdapat kerajaan Yamataikoku yang
dipimpin oleh Ratu Himiko yang memerintah tanpa menikah dan tidak
pernah memperlihatkan diri.

Ratu Himiko dengan kekuatan shaman

Terdapat tulisan berbunyi "Shin-gi-wa-ou" (Persahabatan Raja Wei


untuk Raja Wa) yang ditemukan pada tahun 1784 oleh Hyakujoujinbe

Sejarah Jepang | 21
di daerah Teluk Hakata di kepulauan Shikanoshima. Meskipun
Yamataikoku dan Ratu Himiko tidak pernah diakui sebagai bagian
dari garis keturunan kekaisaran Jepang saat ini, karena bukti-bukti
sejarahnya berasal dari Tiongkok bukan Jepang, mereka tidak
termasuk dalam Kojiki. Letak pasti kerajaan ini masih menjadi
kontroversi hingga kini.

Pasca terlibat dalam pertikaian dengan kuni lain tanpa mendapatkan


bantuan yang cukup, Yamataikoku menghadapi nasib yang sulit.
Meskipun Ratu Himiko telah berusaha mempertahankan
kekuasaannya, namun tekanan dari kerajaan-kerajaan lain terus
meningkat. Pada akhirnya, Yamataikoku tidak mampu bertahan dan
terpaksa mengalami kemunduran. Pertempuran dan konflik antar kuni
di Jepang berlanjut, dan kekuasaan Yamataikoku secara perlahan
melemah. Kurangnya dukungan dan persatuan dengan kerajaan lain
membuat mereka rentan terhadap serangan dan tekanan eksternal.

Yamataikoku dan Ratu Himiko, tidak pernah diakui sebagai bagian


dari garis keturunan kekaisaran Jepang saat ini. Hal ini disebabkan
oleh fakta bahwa bukti-bukti sejarah yang ada berasal dari Tiongkok
dan bukan dari Jepang. Selain itu, Yamataikoku dan Ratu Himiko juga
tidak disebutkan dalam Kojiki, salah satu teks tertua yang berisi
mitologi dan sejarah awal Jepang.

Meskipun terdapat catatan dari catatan harian Gishiwajinden (Catatan


Utusan Kerajaan Wei tentang orang Wa) yang menyebutkan
keberadaan Yamataikoku dan peran Ratu Himiko sebagai
pemimpinnya, bukti-bukti tersebut belum secara konklusif dapat
memastikan letak pasti kerajaan ini. Kontroversi masih ada hingga
kini, dengan berbagai teori dan pendapat yang saling bersaing.
Yamatiakoku adalah salah satu saja dari ratusan kuni yang ada di
Jepang saat itu yang kebetulan terdokumentasi oleh catatan ekspedisi
dari Tiongkok.

22 | MG. Amanullah
BAB 4
ZAMAN KOFUN (古墳時代)
250~538 M
Ciri Zaman:
 Muncul penguasa besar yang menguasai banyak kuni bernama
Gozoku 豪族/klan penguasa.
 Para gozoku memilih pemimpin tertinggi untuk memimpin
mereka bernama Ookimi (大王) /raja besar yg nantinya
cikal bakal kaisar/天皇.
 Para Ookimi berlomba membuat makam besar agar setelah
meninggal dikenang kebesarannya.
 Paling banyak di daerah Kinki (dekat Osaka).
 Arsitek dari Tiongkok/ Korea
 Dikerjakan ribuan orang selama 3 tahun.
 Dikelilingi oleh gerabah bernama “Haniwa”.
 Terbesar milik Kaisar Nintoku.
 Budaya benua Asia makin deras masuk (dibawa Toraijin 渡来
人(pendatang): iptek, teknik logam, tulisan Kanji, arsitektur,
agama Buddha,dsb.


墳 時 代 (Kofun Jidai) secara leksikal diterjemahkan
sebagai "Zaman Kuburan Kuno" atau "Zaman Gumpalan
Tanah Kuno". Istilah "古墳" (Kofun) berasal dari kata "古
" (Ko) berarti "kuno" atau "lama", sedangkan "墳" (Fun)
mengacu pada "gundukan tanah" atau "tumpukan tanah".

Pada periode Kofun di Jepang ditandai dengan munculnya penguasa


besar yang menguasai banyak kuni atau klan-klan. Para gozoku, atau
klan penguasa ini, memilih pemimpin tertinggi yang disebut Ookimi,
atau raja besar. Pemimpin ini kemudian menjadi cikal bakal Kaisar,
yang merupakan posisi tertinggi dalam hierarki kekuasaan di Jepang.

Sejarah Jepang | 23
Para Ookimi berlomba-lomba untuk membangun makam yang
besar/raksasa dan megah sebagai tanda penghormatan dan pengakuan
terhadap kebesaran mereka. Makam tersebut disebut “kofun” dan yang
terbesar terletak di daerah Kinki, dekat Osaka. Kofun ini dibangun
dengan melibatkan ribuan orang selama periode waktu yang cukup
lama. Konfun yang dianggap terbesar dan terluas di Jepang dapat
diurukan sebagai berikut:
1. Daisenryo Kofun: Terletak di Sakai, Prefektur Osaka. Kofun
ini memiliki panjang 486 meter, lebar 335 meter, dan tinggi
35 meter. Daisenryo Kofun dianggap sebagai makam Kaisar
Nintoku.
2. Nishioka Kofun: Terletak di Sakurai, Prefektur Nara. Kofun
ini memiliki panjang 435 meter, lebar 300 meter, dan tinggi
33 meter. Kofun ini dianggap sebagai makam Kaisar Richu.
3. Haze Nisanzai Kofun: Terletak di Sakai, Prefektur Osaka.
Kofun ini memiliki panjang 400 meter, lebar 260 meter, dan
tinggi 30 meter.
4. Kamiishizu Misanzai Kofun: Terletak di Sakai, Prefektur
Osaka. Kofun ini memiliki panjang 380 meter, lebar 250
meter, dan tinggi 25 meter.
5. Tateiyama Kofun: Terletak di Sakai, Prefektur Osaka. Kofun
ini memiliki panjang 375 meter, lebar 250 meter, dan tinggi
27 meter.

Kofun juga dikelilingi oleh haniwa, yaitu hiasan berbentuk gerabah


yang ditempatkan di sekitar kofun. Haniwa memiliki fungsi untuk
menghibur arwah di alam kubur. Selain itu, kofun juga dikelilingi oleh
parit sebagai bentuk perlindungan dari perampok kuburan.

24 | MG. Amanullah
Kofun terbesar makam Kaisar Nintoku di Osaka

Periode Kofun juga ditandai dengan pengaruh budaya dari benua Asia
yang semakin kuat. Toraijin, istilah untuk sebutan pendatang dari
benua Asia (Korea dan Tiongkok), membawa serta pengetahuan
teknologi, teknik logam, tulisan Kanji, arsitektur, dan agama Buddha
ke Jepang. Pengaruh ini memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan budaya dan peradaban Jepang.

Haniwa, hiasan di sekitar makam Kofun

Pada saat itu, arsitek dari Tiongkok dan Korea berperan penting dalam
merancang dan membangun kofun, yang menggambarkan adanya
hubungan erat antara Jepang dengan negara-negara tetangganya.
Pengaruh budaya dari benua Asia, terutama dari Tiongkok,
memainkan peran kunci dalam membentuk kehidupan sosial, politik,
dan agama di Jepang pada periode Kofun

Sejarah Jepang | 25
Proses Terbentuknya Kerajaan Yamato (大和)
Dengan tujuan untuk meningkatkan kekayaan dan kekuatan ekonomi,
terjadi persaingan antara “kuni” dengan “gozoku” sebagai
penguasanya. Melalui pertempuran dan negosiasi, pertempuran antar
kuni tersebut menghasilkan kerajaan besar. Ada kalanya pembentukan
kerajaan tersebut bukan dengan jalan penundukan tetapi memang
sengaja disatukan antara antara gozoku-gozoku yang sama-sama kuat.
Mereka menyatukan kekuatan untuk membentuk kerajaan agar kuat
menghadapi ancaman eksternal terutama dari daratan Asia. Melalui
cara inilah Kerajaan Yamato yang menjadi cikal bakal kekaisaran
Jepang saat ini terbentuk.

Adapun terkait pembentukan kerajaan Yamato, cikal bakal Kekaisaran


Jepang saat ini prosesnya dapat melalui tahap di bawah ini:

天皇 (Tenno)/kaisar
大王 (Oukimi) /raja
豪族 (Gouzoku)/klan/bagsawan
penguasa
大臣 (Daijin)/ menteri
大連 (Oumuraji)/pejabat tinggi
伴造 (Banzo)/kepala bagian
国造 (Kuninomiyatsuko)/kepala daerah
県主 (Agatanushi)/pemimpin lokal
部曲 (Beku)/kepala
名代 (Nadai)/bawahan
子代 (Kodai)/bawahan
部民 (Bumin)/rakyat biasa

26 | MG. Amanullah
豪族 (Gouzoku):
 " 豪 族 " secara leksikal berarti "klan yang kuat" atau
"bangsawan".
 "豪族" merujuk pada kelompok elit yang memiliki kekuasaan
dan pengaruh politik, ekonomi, serta sosial yang dominan pada
masa itu.
 Para anggota "豪族" memiliki status sosial yang tinggi dan
kerap kali merupakan keturunan dari keluarga bangsawan.
 Mereka memiliki kontrol atas wilayah, sumber daya, dan
masyarakat di sekitar mereka. Penguasa de-facto 国 (Kuni)
 Pada zaman Yamato Asuka, persaingan antara klan-klan "豪族"
di daerah Kinai (Nara) semakin meningkat dalam upaya untuk
mempertahankan dominasi ekonomi dan politik mereka.

国 (Kuni):
 "国" secara leksikal berarti "negara" atau "wilayah".
 Pada zaman kuno Jepang, "国" mengacu pada federasi kecil
atau desa yang merupakan unit administratif terkecil yang di
dalamnya terdapat struktur pemerintahan atau hubungan politis
skala kecil.
 豪族 (Gouzoku) kerapkali merupakan penguasa de-facto dari
“kuni” tersebut.
 “Kuni” mengandalkan “gouzoku” untuk perlindungan dan
administrasi, dan mereka menyediakan basis dukungan bagi
klan untuk beroperasi.
 Orang-orang yang tinggal di "国" adalah penduduk biasa yang
membentuk masyarakat lokal.
 Seiring berjalannya waktu, jumlah "国" di Jepang berubah-ubah
dan adakalanya digabungkan atau dipisahkan berdasarkan
perubahan politik dan administratif.

Sejarah Jepang | 27
大王 (Oukimi):
 "大王" secara leksikal berarti "raja besar".
 Pada zaman Yamato Asuka, penguasa terkuat di antara klan-
klan "豪族" disebut "大王" atau "raja besar".
 "大王" adalah pemimpin yang mampu menyatukan beberapa "
国" atau klan-klan kecil di bawah kekuasaannya.
 Jika "大王" berhasil menyatukan klan-klan kecil di wilayah
tertentu, dan dianggap memiliki atau dimitoskan memiliki
mandat dari ilahi/langit, mereka bisa mendapatkan gelar
"tennou" atau "天皇".

天皇 (Tennou)
 "天皇" secara leksikal berarti "raja dari langit", adalah gelar
yang diberikan kepada pemimpin tertinggi di Jepang, yang
dianggap memiliki keabsahan keturunan dari dewa-dewa.
 Setelah menyatukan klan-klan kecil di bawah kekuasaannya,
seorang "大王" dapat mengambil gelar "天皇" dan menjadi
pemimpin tertinggi di Jepang.
 " 天 皇 " memainkan peran simbolis dan religius dalam
masyarakat, dianggap sebagai penguasa spiritual dan pemimpin
nasional.

Pemerintahan Kerajaan Yamato memiliki struktur hierarki dan sistem


pemerintahan yang terorganisir. Di tingkat puncak pemerintahan
Yamato, ada posisi 大王 (OUkimi), yang kemudian kerap disebut
sebagai “天皇” (Tenno/Kaisar) pada periode Asuka berikutnya. Di
bawah 大王, ada 豪族 (Gouzoku), atau keluarga kuat, yang bertugas
sebagai pemimpin. Lebih jauh di bawah dalam hierarki adalah 部民
(Bumin), yaitu masyarakat umum biasa.

28 | MG. Amanullah
Tabel yang diberikan dalam pelajaran menunjukkan posisi hierarki
dalam pemerintahan Yamato, termasuk istilah seperti 大臣 (Daijin)
dan 大連 (OUmuraji) yang mewakili peran dalam pemerintahan pusat,
serta 国造 (Kuninomiyatsuko) dan 県主 (Agatanushi) yang mewakili
peran dalam pemerintahan regional atau lokal.

Secara khusus, posisi 大王 kemudian berkembang menjadi posisi


Kaisar pada periode Asuka berikutnya. Para 豪族 di pemerintahan
pusat menduduki posisi seperti 大臣, 大連, dan 伴造, sementara
mereka yang berada di daerah memegang posisi seperti 国造 dan 県主,
yang masing-masing mengatur wilayah tertentu.

Di masyarakat, orang biasa memiliki sebutan yang berbeda tergantung


pada peran dan loyalitas mereka. Mereka yang melayani keluarga
bangsawan disebut sebagai “Beku", seperti Klan Soga dan Klan
OUtomo. Sedangkan mereka yang bekerja untuk keluarga kerajaan
dan menggarap tanahnya disebut “Nadai” dan “Kodai".

Selain itu, dalam kalangan rakyat biasa, ada juga kelompok khusus
yang dikenal sebagai “Shinabe", yang terdiri dari pengrajin terampil
seperti pembuat tembikar ("Sue-tsukuri-be") dan pekerja besi ("Kara-
kaji-be").

Pemerintahan Yamato juga membedakan antara wilayah-wilayah yang


tunduk pada kekuasaannya dengan wilayah-wilayah yang
memberontak. Wilayah yang taat diberikan kepada keluarga
bangsawan setia sebagai “Tadokoro", tempat rakyat jelata melakukan
kegiatan pertanian. Namun, wilayah-wilayah yang direbut dari
keluarga bangsawan pemberontak menjadi “Miyake", yaitu wilayah
yang langsung diperintah oleh pemerintahan Yamato.

Sejarah Jepang | 29
BAB 5
YAMATO/ ASUKA (大和・飛鳥)
538~710 M
Ciri Zaman:
 Muncul federasi yang kuat di daerah Yamato.(embrio negara
Jepang).
 Pengaruh Buddha menyentuh kalangan kerajaan. (Resmi
diterima negara). Mulai banyak muncul kuil Buddha.
 Mulainya masa sejarah Jepang karena mulai banyak
ditemukan catatan sejarah.
 Dikirim secara resmi ekspedisi ke Tiongkok. (Ken Zui Shi).
Hal ini menandai Jepang resmi berguru ke Tiongkok.
Tiongkok sebagai “guru”, dan Jepang sebagai “muridnya”.
Menandai pula Jepang melakukan “mengadopsi” budaya
Tiongkok.
 Syarat kerajaan (negara) Jepang secara modern ukuran masa
itu mulai dipenuhi. (Shotoku Taishi).
 Shotoku Taishi membuat UU17 pasal.
 Reformasi Taika oleh Naka Oe No Oji.
 Kebudayaan: dipengaruhi budaya Tiongkok dan Buddha.
 Banyak didirikan kuil Buddha: Horyuji, Hokoji, Shitennoji.
 Hasil-hasil budaya didatangkan dari Tiongkok: sistem tulisan
(kanji, hiragana, katakana), arsitek, seni, dan sastra.

ata "Yamato" (大和) terdiri dari dua karakter kanji: 大

K (yaitu "dai") berarti "besar" atau "luas" dan 和 (yaitu "wa")


memiliki arti "harmoni", "kesatuan", atau "damai". Ketika
dua karakter/kata ini digabungkan, "Yamato" secara
leksikal berarti "wilayah yang luas dan damai". Selama berabad-abad,
Yamato juga merujuk kepada keluarga penguasa yang memerintah
wilayah tersebut yang kemudian menjadi dasar pendirian kekaisaran
Jepang. Oleh karena itu, "Yamato" juga memiliki konotasi
nasionalistik yang kuat, menggambarkan kesatuan dan identitas
bangsa Jepang. Sebelum munculnya kata “Nihon” untuk menunjukkan
30 | MG. Amanullah
negara Jepang, jauh sebelumnya nama “Yamato”-lah nama asli negara
Jepang.

Kata "Asuka" (飛鳥) dalam bahasa Jepang terdiri dari dua karakter
kanji: 飛 (dibaca "hi") berarti "terbang" atau "terbang tinggi" dan 鳥
(dibaca "tori") berarti "burung". Secara leksikal, "Asuka" berarti
"burung yang terbang" atau "burung elang yang terbang tinggi" dan
menggambarkan gambaran simbolis tentang kekuatan dan kebesaran
yang dihubungkan dengan burung elang.

Letak Yamato

Pada zaman Yamato Asuka, terjadi persaingan di antara klan


(gouzoku) di daerah Kinai (Nara) yang sengit. Menurut catatan sejarah
Tiga Negara Tiongkok, pada abad ke-5 di Jepang ada lima raja yang
dikenal sebagai Chin, Sei, Kou, Bu, dan San. Raja Bu dalam catatan
tersebut menyebutkan bahwa ada sekitar 55 federasi kecil atau kuni di
timur Jepang, 66 wilayah di baratnya, dan sekitar 95 wilayah jika
melintasi laut ke utara. Klan-klan ini saling bertempur dan berusaha
memperluas wilayah mereka.

Sejarah Jepang | 31
Persaingan antar klan atau federasi kecil ini mencerminkan usaha
untuk mempertahankan dominasi ekonomi dan politik di wilayah
mereka masing-masing. Setiap federasi kecil yang dikenal sebagai
kuni dipimpin oleh kepala klan “gozoku” yang setelah namanya diberi
gelar “shi” yang ditambahkan setelah nama kelompok tersebut. Klan-
klan ini berjuang untuk meningkatkan pengaruh dan kekuasaan
mereka melalui pertempuran serta ekspansi wilayah.

Namun demikian, pada saat yang sama juga ada kesadaran bahwa
untuk mencapai stabilitas politik yang lebih besar diperlukan
kerjasama serta penggabungan antara klan-klan yang kuat. Inilah yang
mendorong terbentuknya federasi (gabungan klan-klan kuat) Yamato
yang dipimpin oleh tiga klan besar: Soga-shi, Mononobe-shi, dan
Otomo-shi. Kesepakatan antara ketiga klan ini untuk membentuk
federasi yang lebih luas menjadi langkah penting dalam mengatasi
persaingan dan membangun kerajaan yang kuat guna menghadapi
tantangan eksternal.

Kerajaan yang dari tersusunnya berbentuk klan-klan kemudian


menjadi Kerajaan Yamato ini menjadi entitas politik yang kuat dan
berpengaruh di wilayah Kinai, yang sekarang dikenal sebagai Nara.
Dari situ, kerajaan Yamato mendapatkan pengaruh luas dan dianggap
sebagai cikal bakal kekaisaran Jepang seperti sekarang ini. Kepala
federasi Yamato, dikenal sebagai “Ookimi”, memiliki kekuasaan besar
dan dapat menyatukan klan-klan kecil di bawahnya. Posisi ini menjadi
dasar bagi Ookimi menjadi “Tenno” atau kaisar, yang melambangkan
pemimpin tertinggi, simbol kesatuan bangsa, dan spiritualitas.

Meskipun ada pemberontakan selama periode Yamato Asuka,


pemerintahan Yamato berhasil menghadapi tantangan tersebut dan
menjaga stabilitas politik dalam kerajaan. Perjuangan dan konsolidasi
pada masa itu sangat penting karena berperan dalam membentuk
struktur politik dan sosial yang menjadi dasar perkembangan
kekaisaran Jepang.

Kepemimpinan di Yamato dipegang oleh “Oukimi” bernama Keitai


Tenno, yang kemudian menjadi raja. Pemerintahan yang didirikannya
disebut Yamato Chotei. Pada masa ini, gelar “Ookimi” kemudian
berubah menjadi “Tenno” yang berarti kaisar atau pemimpin tertinggi

32 | MG. Amanullah
yang direstui “langit”. Dapat diterjemahkan pula sebagai “kaisar
langit”. Ada semacam ketentuan harus “direstui dari langit”. Hal ini
pada masa itu harus keturunan dari orang, atau ada hubungan dengan
orang yang dimitoskan keturunan dari dewa matahari Amaterasu.

Klan-klan besar seperti Soga-shi, Mononobe-shi, dan Otomo-shi


memiliki pengaruh yang kuat karena mereka berperan dalam
pembentukan kerajaan Yamato. Oleh karena itu, mereka diberikan hak
istimewa untuk menikahkan keturunan mereka dengan Tenno. Ini
menunjukkan hubungan erat antara klan-klan tersebut dan penguasa
Yamato.

Pada zaman Yamato Asuka, salah satu tokoh yang menonjol adalah
Soga no Umako, seorang keturunan Klan Soga yang ambisius dan
memiliki sifat diktator. Umako dengan tegas memanipulasi posisi
kaisar atau Tenno dengan menentukan siapa yang akan menjadi kaisar
yang mudah dikendalikan. Dia memanfaatkan kaisar yang lemah
untuk memperkuat kekuasaannya sendiri.

Umako bahkan tidak ragu untuk menghilangkan orang-orang yang


menghalanginya atau tidak setuju dengan keinginannya. Salah satu
contohnya adalah pembunuhan terhadap Sushun Tenno, seorang
kaisar dari klan yang sama dengan Umako. Sushun Tenno dianggap
sebagai penghalang atau lawan kekuasaan Umako sehingga dia
dihabisi meskipun masih satu keluarga dan berhubungan darah, agar
rencana-rencananya dapat berjalan lancar.

Dalam upaya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya, Soga Umako


memilih Suiko Tenno sebagai penguasa Yamato/Jepang. Suiko Tenno
dipandang sebagai wanita yang mudah dikendalikan. Dengan
demikian, dia menjadi perempuan pertama dalam sejarah Jepang yang
menjadi Kaisar. Namun di balik pemerintahan Suiko Tenno, ada sosok
penting bernama Shotoku Taishi.

Shotoku Taishi adalah seorang negarawan dan pemikir terkemuka


pada masanya. Dia menjadi penasehat bagi Suiko Tenno. Dia adalah
seorang individu yang memberikan banyak saran dan mengusulkan
kebijakan yang memiliki dampak besar bagi Jepang pada masa

Sejarah Jepang | 33
tersebut. Salah satu kontribusinya yang penting adalah pembentukan
12 tingkatan hierarki sosial dan jabatan dalam masyarakat.

Selain itu, Shotoku Taishi juga mengusulkan dan mendorong


pengesahan UU dengan 17 pasal yang bertujuan untuk menciptakan
sistem hukum yang adil dan berdasarkan prinsip-prinsip moral. UU ini
mengatur tentang etika, tugas pemerintah, serta tata cara pemerintahan
untuk membangun masyarakat yang harmonis.

Shotoku Taishi juga meluaskan hubungan Jepang dengan dunia luar


melalui pengiriman ekspedisi ke Tiongkok yang dikenal dengan nama
Ekspedisi Kenzuishi. Ekspedisi ini bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan, budaya, dan teknologi dari Tiongkok yang merupakan
peradaban maju pada saat itu.
Selain itu, Shotoku Taishi juga terlibat dalam penulisan dua buku
sejarah penting yaitu “Tennouki” (Catatan Kaisar) dan “Kokki”
(Catatan Negara). Buku-buku ini dirancang untuk mencatat serta
menyampaikan warisan sejarah dan budaya Jepang kepada generasi
mendatang.

Meskipun ada kontroversi dan kritik terhadap dominasi dan pengaruh


Soga no Umako, peran Shotoku Taishi sebagai seorang pemikir dan
negarawan yang berupaya membangun fondasi moral dan hukum yang
kuat serta memperkenalkan budaya dan ajaran dari luar negeri,
memberikan kontribusi penting bagi perkembangan Jepang pada masa
itu.

Sistem Politik Uji-Kabane (Nepotisme Politik)


Pada era Yamato Asuka, sistem politik di kekaisaran dijalankan
dengan menggunakan prinsip nepotisme yang dikenal sebagai Uji-
kabane. Sistem ini mengatur penunjukan jabatan-jabatan di istana
kekaisaran berdasarkan garis keturunan dari klan yang berkuasa. Uji-
kabane (氏姓) adalah gelar turun-temurun yang diberikan kepada
kelompok keluarga Jepang, mirip dengan penggunaan nama belakang
(xing) dan nama depan (ming) dalam sistem identifikasi klan di
Tiongkok.

34 | MG. Amanullah
Sistem Uji-kabane membantu menciptakan masyarakat terstruktur
dengan istana kekaisaran sebagai puncak hierarki dan klan-klan
lainnya memiliki peringkat yang berbeda-beda. Selain itu, sistem ini
juga mendorong mobilitas sosial dimana klan-klan dapat
meningkatkan status mereka dengan memperoleh gelar baru.

Istilah “Uji” umumnya diterjemahkan sebagai “klan". Uji dipandang


sebagai perwujudan dari komunitas pertanian asli. Pada dasarnya,
komunitas pertanian digabungkan menjadi kelompok yang bersatu
dalam keyakinan bahwa panen akan melimpah jika penghormatan
yang tepat diberikan kepada dewa leluhur mereka (kami). Kepala
komunitas bertindak sebagai imam dan memediasi hubungan antara
kelompok dan dewa-dewinya. Ketika beberapa klan bergabung
bersama - misalnya melalui penaklukan - hubungan vertikal mulai
berkembang dan pemimpin seperti ratu atau raja muncul.

Pada abad kelima, kelompok-kelompok yang disebut uji bergabung


dalam ikatan ekonomi, militer, agama, dan keluarga dengan raja-raja
Yamato. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa uji hanyalah unit
politik yang ditunjuk oleh penguasa Yamato. Uji pertama kali muncul
di Dataran Nara dengan hubungan erat dengan istana. Seiring
berkembangnya kekuatan Kerajaan Yamato, uji juga muncul di daerah
lain.

Sistem Uji-kabane membantu menciptakan masyarakat yang lebih


terstruktur secara hierarki, dengan istana kekaisaran berada di puncak
dan klan-klan lain berada di bawahnya. Selain itu, sistem ini juga
mendorong mobilitas sosial karena klan-klan dapat meningkatkan
status mereka dengan memperoleh gelar baru.

Meskipun sistem Uji-kabane dihapuskan pada abad ke-9, pengaruhnya


masih terasa dalam masyarakat Jepang hingga saat ini. Banyak nama
klan Jepang masih mencerminkan gelar Uji-kabane yang mereka
miliki, dan penekanan sistem ini terhadap hierarki dan status sosial
telah membawa pengaruh yang langgeng dalam budaya Jepang hingga
saat ini.

Sejarah Jepang | 35
Beberapa gelar Uji-kabane yang umum antara lain:
 Omi: Gelar ini diberikan kepada klan dengan peringkat
tertinggi dan kerap digunakan oleh keluarga kekaisaran.
 Muraji: Gelar ini diberikan kepada klan dengan peringkat
menengah.
 Agatanushi: Gelar ini diberikan kepada klan dengan peringkat
lebih rendah.
Gelar “Kuni no miyatsuko” diberikan kepada keluarga yang
memerintah di provinsi tertentu. Pada abad ke-5, para pemimpin kuat
yang disebut uji ditunjuk oleh penguasa Yamato, dan seiring
berjalannya waktu mereka menjalin hubungan dekat dengan penguasa
tersebut. Oleh karena itu, istana Yamato dipimpin oleh seorang
penguasa yang mewarisi jabatannya, sementara anggota lainnya
berasal dari kelompok pemimpin klan berpengaruh yang diberi gelar
kabane. Ada dua gelar utama yaitu muraji dan omi. Gelar-gelar
dengan peringkat lebih rendah diberikan kepada pemimpin klan kecil
yang terpencil. Pejabat tertinggi dalam negara berkembang adalah o-
muraji dan o-omi, yakni kepala dan perwakilan dari kedua kelompok
tersebut.

Sistem Uji-kabane pertama kali diperkenalkan di Jepang pada abad


ke-6 oleh klan Soga yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan
teknologi Tiongkok. Pada awalnya, sistem ini hanya digunakan di
istana kekaisaran untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
pejabat-pejabatnya, tetapi kemudian diperluas ke klan-klan lain di
seluruh Jepang.

Dalam sistem Uji-kabane, terdapat kelompok-kelompok klan yang


memiliki kekuasaan serta pengaruh besar dalam pemerintahan.
Contohnya adalah klan Soga, Mononobe, dan Otomo. Setiap klan ini
memiliki nama klan mereka sendiri seperti Soga-shi, Mononobe-shi,
dan Otomo-shi.

Ketika seseorang berasal dari keluarga yang memiliki kekuatan dan


memiliki hubungan dengan salah satu klan terkuat, mereka memiliki
kesempatan untuk memperoleh posisi di istana kekaisaran. Posisi-
posisi ini mungkin termasuk menjadi menteri atau pegawai di istana
kekaisaran.

36 | MG. Amanullah
Namun, sistem Uji-kabane juga menyebabkan terjadinya dominasi
jabatan di istana kekaisaran oleh keturunan dari klan-klan terkuat.
Jabatan-jabatan tertinggi, seperti jabatan tenno (kaisar) dan jabatan
lainnya, cenderung ditempati oleh anggota keluarga dari klan-klan
yang memiliki pengaruh dan kekuasaan yang dominan. Dalam sistem
politik Uji-kabane ini, keturunan dari klan-klan terkuat menjadi pusat
kekuasaan politik di Jepang pada zaman Yamato Asuka. Hal ini
mengakibatkan adanya pola pewarisan kekuasaan secara turun-
temurun dalam struktur pemerintahan dan menghambat mobilitas
sosial. Dari sini pula menjadi bibit terjadinya perselisihan atau konflik
karena jabatan bukan ditentukan atas kecakapan tetapi karena giliran
dan kedekatan dengan pejabat atau kaisar yang berkuasa.

Meskipun sistem Uji-kabane memberikan stabilitas politik bagi


keluarga-keluarga berpengaruh, namun pada saat yang bersamaan juga
menciptakan ketidakadilan dan kurangnya kesempatan bagi individu-
individu berbakat dan berkualitas untuk mendapatkan posisi di istana
kekaisaran. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi
pemerintahan.

Pada masa itu, sistem Uji-kabane menjadi bagian penting dari struktur
politik Yamato Asuka, meskipun pada akhirnya sistem ini akan
mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan
tuntutan sosial yang berbeda. Salah satu perubahan penting yang akan
terjadi dalam perkembangan pemerintahan Jepang di masa depan
adalah menghapus sistem nepotisme dan memberikan peluang lebih
luas bagi individu berbakat.

Perkembangan Buddha
Pada era Yamato Asuka, agama Buddha mulai tersebar di Jepang
secara resmi dari atas (dari kerajaan), mengubah demografi
keagamaan negara tersebut. Penyebaran Buddha di Jepang tidaklah
mulus melainkan mendapatkan banyak resistensi terutama dari
penganut kepercayaan lokal yaitu Shinto. Hal ini misalnya terjadi di
lingkungan kekaisaran yang diwalai oleh persaingan antara dua klan
yang kuat dan berpengaruh saat itu, yaitu klan Soga dan klan
Mononobe.

Sejarah Jepang | 37
Klan Soga yang diwakili oleh tokoh bernama Soga no Umako
memainkan peran penting dalam pemerintahan Yamato Asuka,
terutama dalam urusan ekonomi dan hubungan internasional. Mereka
dikenal sebagai kelompok reformis yang mendukung ajaran Buddha.
Di sisi lain, klan Mononobe memiliki kendali atas militer dan
pengadilan, dan mereka lebih cenderung menjunjung tinggi agama
Shinto sebagai agama asli Jepang.

Karena perbedaan pandangan agama ini, klan Soga berusaha untuk


menyebarkan agama Buddha di Jepang, sementara klan Mononobe
menentangnya dan lebih mementingkan Shinto sebagai agamanya.
Perselisihan ini menyebabkan konflik antara kedua klan sulit
terhindarkan.

Namun, pertentangan antara klan Soga dan Mononobe tidak hanya


tentang perbedaan keyakinan agama. Pada masa itu juga terjadi wabah
penyakit di Jepang, dan klan Mononobe yang diwakili tokoh
Mononobe no Moriya menuduh bahwa penyakit ini adalah akibat
kemarahan dewa-dewa karena masuknya agama Buddha. Tuduhan ini
semakin memperburuk hubungan antara kedua belah pihak dan
memicu pertikaian yang semakin intens.

Pertempuran sengit antara klan Mononobe dan Soga terjadi pada tahun
587 M di Osaka Yaoshi. Klan Mononobe, yang menentang
penyebaran agama Buddha, memobilisasi pasukan mereka untuk
melawan klan Soga yang menganjurkan penyebaran agama tersebut.
Pertempuran ini merupakan puncak dari pertikaian yang telah
berlangsung lama antara kedua klan.

38 | MG. Amanullah
Konflik Klan Soga dan Mononobe tentang agama Buddha

Dalam pertempuran tersebut, klan Soga berhasil memenangkan perang


melawan klan Mononobe. Kemenangan ini memberikan keuntungan
besar bagi klan Soga dalam mendapatkan pengaruh politik di Jepang.
Setelah kekalahan klan Mononobe, klan Soga mendapatkan kebebasan
untuk mengendalikan urusan politik di istana dan memperluas
pengaruh mereka di pemerintahan.

Sebagai ungkapan rasa syukur atas kemenangan dan sebagai upaya


untuk memperkuat penyebaran agama Buddha di Jepang, Soga no
Umako, salah satu anggota penting dari Klan Soga, mendirikan sebuah
kuil Buddha bernama Asuka-dera (飛鳥寺), juga dikenal sebagai
Houkou-ji (法興寺), yaitu kuil Buddha pertama yang dibangun di
Jepang tepatnya di daerah bernama Asuka, Prefektur Nara pada tahun
593. Houkouji menjadi salah satu kuil Buddha yang penting yang
dibangun pada periode Yamato Asuka dan berperan besar dalam
penyebaran agama Buddha serta perkembangan seni Buddha di
Jepang.

Peranan Klan Soga dalam penyebaran agama Buddha tidak berhenti


hanya sampai di situ. Salah satu keturunan terkenal dari Klan Soga
adalah Shotoku Taishi, yang memiliki peranan penting dalam
mempromosikan agama Buddha di Jepang. Shotoku Taishi, sebagai
seorang pendukung setia dan penganut ajaran Buddha, melakukan

Sejarah Jepang | 39
berbagai upaya untuk mendukung dan menyebarkan ajaran Buddha di
kalangan masyarakat.

Shotoku Taishi merumuskan UU dengan 17 pasal pada tahun 604


Masehi, yang mengadopsi prinsip-prinsip etika-moral agama Buddha
sebagai dasar pemerintahan yang adil dan manusiawi. Konstitusi ini
menegaskan betapa pentingnya kesetiaan terhadap kaisar, etika sosial,
dan perlindungan terhadap kepentingan rakyat. UU dengan 17 pasal
yang ada menjadi dasar kuat dalam membangun masyarakat Jepang
berdasarkan nilai-nilai agama Buddha.

Dengan dukungan penuh dari klan Soga dan kontribusi yang diberikan
oleh Shotoku Taishi, ajaran Buddha semakin tersebar secara struktural
dan mendapatkan pengakuan resmi di Jepang. Pengaruh agama
Buddha tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan saja, tetapi juga
berdampak pada kehidupan sosial, politik, dan budaya di Jepang.
Agama Buddha menjadi bagian tak terpisahkan dalam perkembangan
dan identitas Jepang saat itu pada periode Yamato Asuka.

Dengan dukungan dari pemerintahan Yamato Asuka di bawah


kepemimpinan klan Soga serta peranan penting yang dimainkan oleh
tokoh seperti Shotoku Taishi, agama Buddha mulai diterima secara
luas di Jepang dan tersebar dengan pesat. Pengaruhnya tidak hanya
terbatas pada bidang keagamaan saja, namun juga membawa dampak
yang besar dalam seni, sastra, serta budaya secara keseluruhan di
Jepang.

Peningkatan pengaruh agama Buddha juga memberikan dampak yang


besar terhadap seni dan budaya Jepang pada zaman Yamato Asuka.
Seni patung-patung Buddha mulai berkembang dengan dibawanya
patung-patung indah yang diukir dengan detail halus dari Tiongkok.
Karya seni ini menggambarkan ciri-ciri Buddha, seperti wajah yang
tenang dan simbol-simbol spiritual. Seni ini memainkan peran penting
dalam menyampaikan ajaran dan nilai-nilai agama Buddha kepada
masyarakat.

Setelah periode Yamato Asuka, agama Buddha menjadi dominan di


Jepang dalam beberapa dekade berikutnya. Perkembangan agama
Buddha pada masa itu menunjukkan terjadinya proses adaptasi dan

40 | MG. Amanullah
penerimaan agama baru dalam konteks budaya Jepang. Meskipun ada
resistensi dari penganut Shinto, agama lokal, Buddha berhasil
menyatu dengan tradisi dan nilai-nilai yang ada di Jepang, membentuk
dasar yang penting bagi perkembangan budaya dan keagamaan di
masa depan.

Shotoku Taishi
Shotoku Taishi adalah seorang tokoh yang sangat penting pada masa
Yamato Asuka. Ia lahir dari keluarga Soga yang berpengaruh. Sejak
awal, Shotoku Taishi menunjukkan minat dan kesetiaan yang kuat
terhadap ajaran Buddha. Ia menjadi pengikut setia Buddha, dan
keyakinannya dalam agama ini menjadi landasan bagi aktivitas dan
kebijakan yang ia buat.

Kuil Horyuji salah satu kuil Buddha tertua di dunia didirikan


Shotoku Taishi

Shotoku Taishi memainkan peran besar sebagai penasihat bagi kaisar


pada saat itu. Dalam pertempuran melawan Klan Mononobe yang
menentang penyebaran agama Buddha, Shotoku Taishi berjanji bahwa
jika mereka berhasil memenangkan pertempuran, ia akan mendirikan
sebuah kuil Buddha sebagai simbol kejayaan ajaran tersebut. Setelah
mereka meraih kemenangan, Shotoku Taishi menjalankan janjinya
dengan mendirikan Horyuji pada tahun 606 di daerah bernama Ikaruga

Sejarah Jepang | 41
(dekat pelabuhan Osaka saat ini). Horyuji adalah kuil Buddha kayu
tertua di dunia yang masih berdiri hingga sekarang.

Uang 10.000 Yen bergambar


Shotoku Taishi
Shotoku Taishi
https://www.nhk.jp/p/ts/9YRQN86
LP1

Selain itu, Shotoku Taishi terinspirasi oleh sistem pemerintahan pusat


di Tiongkok dan memutuskan untuk mengadopsi model serupa dalam
pemerintahan Jepang. Ia memperkenalkan UU 17 pasal yang bertujuan
untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat dengan menghormati
nilai-nilai moral, memberikan penghargaan tinggi kepada agama
Buddha, dan menetapkan bahwa raja merupakan wakil dewa yang
bertanggung jawab atas kelangsungan kerajaan.

Shotoku Taishi juga mengembangkan sistem 12 tingkatan yang


menetapkan hirarki sosial dan jabatan dalam masyarakat. Sistem ini
mencerminkan usaha untuk menciptakan tatanan sosial yang teratur
dan beradab dalam kerajaan.Untuk memperluas pengetahuan dan
belajar lebih banyak tentang pemerintahan dan kebudayaan Tiongkok,
Shotoku Taishi mengirim ekspedisi ke Tiongkok yang dikenal sebagai
ekspedisi Kenzuishi. Melalui perjalanan ini, ia dan rombongan
mendapatkan banyak pengetahuan tentang sistem pemerintahan, seni,
sastra, dan agama di Tiongkok yang kemudian mempengaruhi
perkembangan Jepang.

Salah satu prestasi terkenal Shotoku Taishi adalah mendirikan kuil


Buddha di Ikaruga yang dikenal sebagai Horyuji. Kuil ini tidak hanya
menjadi pusat perkembangan agama Buddha di Jepang tetapi juga
tempat Shotoku Taishi menjalankan ajaran Buddha sepanjang

42 | MG. Amanullah
hidupnya. Keberadaan kuil ini menjadi simbol penting dalam
penyebaran agama Buddha di Jepang.

Dalam catatan sejarah Jepang, Shotoku Taishi sangat dihormati


sebagai bapak agama Buddha ke Jepang. Kontribusinya yang besar
dalam bidang agama dan pemerintahan membuat pemerintah Jepang
mengabadikan wajahnya pada uang kertas 10 ribu yen tahun 1958.
Dengan upayanya dalam menyebarkan ajaran Buddha, membentuk
sistem pemerintahan terpusat, serta memperkenalkan budaya asing ke
Jepang, Shotoku Taishi meninggalkan warisan penting dalam sejarah
Jepang. Pengaruh luasnya dan perannya sebagai pemimpin bijaksana
membuatnya dikenal sebagai salah satu tokoh terpenting dalam
perkembangan Jepang pada masa Yamato Asuka.

12 Kepangkatan
Pada zaman Yamato Asuka, Shotoku Taishi menerapkan kebijakan
dengan menciptakan sistem 12 tingkat kepangkatan yang dikenal
sebagai “kan I juunikai” pada tahun 603. Inspirasi kebijakan ini
berasal dari sistem kepangkatan yang ada di Dinasti Sui di Tiongkok
serta kerajaan Baekje dan Koguryo di Korea. Tujuan utama dari
sistem kepangkatan ini adalah untuk memastikan bahwa jabatan-
jabatan pemerintahan diduduki oleh individu yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang tepat, bukan hanya berdasarkan
nepotisme atau garis keturunan seperti sebelumnya.

Dalam sistem kepangkatan ini, setiap jabatan di istana kekaisaran


Yamato diberikan tingkat yang sesuai, dan hal ini tercermin dalam
warna baju para pejabat pemerintahan. Setiap tingkat kepangkatan
memiliki warna baju yang berbeda sehingga mempermudah
pengenalan jabatan dan hierarki dalam pemerintahan. Pengenalan
sistem kepangkatan ini membawa perubahan dalam struktur
pemerintahan Yamato Asuka. Sebelumnya, penunjukan jabatan kerap
kali didasarkan pada status keturunan, menyebabkan terpilihnya
pejabat tanpa kemampuan atau kualifikasi yang memadai. Dengan
adanya sistem kepangkatan baru tersebut, Shotoku Taishi berusaha
menciptakan semacam sistem meritokrasi yang lebih adil dan efisien
untuk ukuran saat itu.

Sejarah Jepang | 43
Selain itu, sistem kepangkatan juga menguatkan hubungan antara
kerajaan Yamato dengan Tiongkok dan Korea sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban di wilayah tersebut pada saat itu. Dengan
mengadopsi sistem yang sudah teruji di negara-negara sekitarnya,
Yamato Asuka juga memperluas jaringan hubungan politik dan
budaya di wilayah tersebut.

Sistem kepangkatan di atas adalah salah satu kontribusi penting


Shotoku Taishi dalam membangun dasar yang kuat bagi pemerintahan
Yamato Asuka. Selain itu, Shotoku Taishi juga menerapkan UU
dengan 17 pasal yang bertujuan untuk menjaga harmoni, mencegah
pertikaian, dan membentuk dasar moral dalam pemerintahan. UU ini
mencakup prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus ditaati oleh
para menteri dan pegawai kerajaan guna mencapai tata kelola
pemerintahan yang baik serta memberikan contoh yang baik bagi
masyarakat.

UU 17 Pasal
Shotoku Taishi mengeluarkan sejumlah peraturan yang terdiri dari 17
pasal dengan tujuan untuk menjaga keharmonisan, mencegah
perselisihan, dan membentuk landasan moral dalam pemerintahan.

Salah satu prinsip utama yang terdapat dalam 17 pasal tersebut adalah
pengakuan terhadap pentingnya etika Buddha, para pendeta Buddha,
dan hukum Buddha. Mereka dianggap sebagai sumber nilai-nilai
kebenaran yang sangat berharga dan harus menjadi panduan dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan hukum. UU tersebut juga
menekankan betapa pentingnya patuh kepada pemimpin atau penguasa.
Hal ini menunjukkan prinsip ketaatan kepada otoritas yang menjadi
dasar dari stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.

Selain itu, UU tersebut menegaskan bahwa para menteri dan pegawai


kerajaan harus berperilaku dengan baik dan benar, karena mereka
merupakan contoh bagi bawahan mereka. Prinsip keadilan dan
penanganan keluhan hukum tanpa memihak juga ditekankan dalam
UU tersebut. Pemimpinan yang adil melalui hukuman bagi mereka
yang melakukan tindakan jahat serta penghargaan atas perbuatan baik
merupakan prinsip penting dalam menciptakan keadilan dan stabilitas
di tengah masyarakat. Dalam hal pengisian jabatan, UU ini

44 | MG. Amanullah
menggarisbawahi betapa pentingnya memilih orang yang tepat serta
berkualifikasi untuk menduduki posisi tertentu guna memastikan
bahwa pemerintahan berjalan dengan efektif dan efisien.

UU 17 pasal juga menekankan pentingnya disiplin dan tanggung


jawab dalam menjalankan tugas. Menteri dan pegawai kerajaan
diharapkan hadir tepat waktu serta menyelesaikan tugas dengan baik.
Prinsip itikad baik dianggap sebagai dasar dari kebenaran, yang
menunjukkan betapa pentingnya niat dan tujuan yang baik dalam
setiap tindakan yang dilakukan.
Selain itu, Shotoku Taishi menekankan betapa pentingnya
mengendalikan diri dan tidak marah ketika orang lain memiliki
pendapat yang berbeda. Prinsip ini mengajarkan pentingnya berdialog
secara sehat dan menghargai kebebasan berekspresi. Urusan publik
ditempatkan di atas kepentingan pribadi, yang menunjukkan betapa
pentingnya mempertimbangkan kepentingan umum dalam
pengambilan keputusan dan tindakan pemerintah. UU tersebut juga
menekankan pentingnya untuk menghindari rasa iri dan dengki
terhadap orang lain. Ini adalah prinsip moral yang mendorong
persatuan dan kerjasama dalam masyarakat.

Terakhir, UU Pasal 17 menyatakan bahwa pekerjaan paksa harus


dilakukan pada waktu yang wajar dan menekankan pentingnya
pengambilan keputusan secara kolektif untuk memastikan partisipasi
dan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Melalui UU
Pasal 17 ini, Shotoku Taishi bertujuan untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang adil, didasarkan pada prinsip-prinsip moral serta
nilai-nilai yang menghormati kepentingan umum.

Dikeluarkannya UU Pasal 17 oleh Shotoku Taishi pada masa Yamato


Asuka memiliki makna sebagai berikut: pertama, UU ini
mencerminkan usaha untuk menciptakan pemerintahan yang lebih
teratur dan terpusat dengan memperkenalkan prinsip-prinsip seperti
ketaatan kepada pemimpin dan penempatan jabatan yang tepat. Kedua,
adanya pengaruh yang kuat dari budaya dan agama Buddha, yang
menegaskan nilai-nilai Buddha sebagai dasar moral dan hukum.
Ketiga, upaya untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat dengan
prinsip-prinsip menjaga niat baik serta memprioritaskan kepentingan
umum di atas kepentingan pribadi. Selanjutnya, adanya usaha dalam

Sejarah Jepang | 45
mengurangi praktik nepotisme melalui pengenalan sistem peningkatan
pangkat yang didasarkan pada kompetensi, bukan garis keturunan.

Ekspedisi Kenzuishi
Pada zaman Yamato Asuka, terjadi peristiwa yang sangat penting
dalam sejarah Jepang yaitu pengiriman ekspedisi ke negeri Tiongkok
untuk menimba ilmu bernama ekspedisi Kenzuishi. Ekspedisi ini
dikirimkan oleh Shotoku Taishi ke daratan Tiongkok dengan tujuan
belajar dan memperoleh pengetahuan. Ekspedisi Kenzuishi pertama
kali dikirim pada tahun 600 Masehi. Dalam ekspedisi ini, para utusan
Jepang membawa surat pengantar dari Kaisar Jepang kepada Kaisar
Tiongkok yang berbunyi,

“ 日がのぼる国の天子から、日がしずむ国の天子へ、ごあいさつもうしあげ
ます”
(hi ga noboru kuni no tenshi kara, hi ga shizumu kuni no tenshi he)
"Salam dari raja negeri matahari terbit kepada raja negeri matahari
terbenam."

Surat ini mencerminkan pengakuan Jepang sebagai “negeri matahari


terbit” atau “Nihon” yang berada di sebelah timur Tiongkok. Awalnya,
Kaisar Tiongkok merasa tersinggung dengan kalimat tersebut, tetapi
setelah dijelaskan bahwa itu hanya merujuk pada posisi geografis
Jepang yang lebih timur, ketegangan tersebut mereda dan ekspedisi
Jepang diberikan izin untuk belajar di Tiongkok.

46 | MG. Amanullah
Kaisar “Zui” marah karena membaca surat utusan dari Shotoku yang
mengatakan “dari raja negeri di mana matahari terbi kepada raja
dimana matahari terbenan”.

Ekspedisi Kenzuishi tidak hanya menjadi kesempatan bagi Jepang


untuk belajar dari Tiongkok, namun juga membawa pulang para pakar
dan pendeta Buddha dari Tiongkok. Mereka menghadirkan
pengetahuan dan ajaran agama Buddha untuk disebarkan di Jepang.
Dengan demikian, ekspedisi ini memperkuat penyebaran agama
Buddha di Jepang serta memperkuat hubungan budaya dan spiritual
antara Jepang dan Tiongkok.

Selanjutnya, ekspedisi Kenzuishi tidak berhenti setelah satu


pengiriman saja.

Ekspedisi ini terus dilakukan selama dua ratus tahun ke depan,


terutama pada masa pemerintahan Dinasti Tang di Tiongkok.
Pengiriman ekspedisi tersebut menandai secara resmi Jepang belajar
ke Tiongkok, di mana Jepang berperan sebagai murid yang belajar
dari guru Tiongkok.

Manfaat yang diperoleh Jepang dari ekspedisi Kenzuishi:


 Tiongkok yang membantu memperkenalkan gagasan-gagasan
baru serta teknologi kepada masyarakat Jepang. Hal ini
termasuk pengenalan sistem tulisan Tiongkok, ajaran

Sejarah Jepang | 47
Konfusius, Buddha, serta teknik pertanian dan rekayasa
terbaru.
 Masyarakat Jepang mulai mengadopsi teknologi dan metode
pertanian dari Tiongkok yang membantu memodernisasi
negara mereka untuk ukuran saat itu. Dampaknya adalah
peningkatan produktivitas pertanian, yang pada gilirannya
berdampak pada pertumbuhan populasi dan kemakmuran
ekonomi.
 Budaya Tiongkok memberikan pengaruh besar dalam
perkembangan seni, sastra, dan agama di Jepang. Sebagai
contoh, orang-orang Jepang mengadopsi sistem tulisan
Tiongkok seperti karakter “kanji” serta gaya penulisan
“kanbun” dalam sastra mereka, yang membantu memperkaya
bahasa Jepang dan mendorong perkembangan literatur yang
kaya.

Asal Usul Nama “Nihon” Atau “Japan”


Asal-usul nama “Nihon” atau “Nippon” yang digunakan untuk
menamai Jepang saat ini dapat ditelusuri kembali ke ekspedisi
Kenzuishi yang dikirim oleh Shotoku Taishi. Nama ini berasal dari
gabungan dua karakter dalam bahasa Jepang: 日 (hi) yang berarti
“matahari” dan 本 (hon) yang berarti “akar” atau “asal". Istilah “asal
matahari” atau “negeri matahari terbit” ( 日 の 本 / hi no moto)
digunakan untuk merujuk pada Jepang. Namun, bagaimana istilah ini
berubah menjadi “Nihon” atau “Nippon” dalam pengucapannya?

Asal-usul pengucapan “Nihon” atau “Nippon” berasal dari catatan


perjalanan Marco Polo pada abad ke-13. Saat berada di Tiongkok,
Marco Polo mendengar istilah 「 日 本 」 (Nippon) dalam dialek
Mandarin diucapkan sebagai 「chipon」atau 「cipan」. Kemudian, Marco
Polo mencatat istilah tersebut sebagai「cipangu」dalam catatannya.

Ketika catatan perjalanan Marco Polo menyebar ke pusat perdagangan


di Asia dan Eropa, istilah 「 cipangu 」 menjadi lebih dikenal dan
digunakan untuk merujuk pada Jepang. Di berbagai negara, istilah ini

48 | MG. Amanullah
kemudian mengalami perubahan dalam pengucapannya. Orang
Perancis menyebutnya sebagai 「 Japon 」 , orang Italia menyebutnya
sebagai「Giappone」, dan orang Asia Tenggara menyebutnya sebagai
「Jepang」atau「Jepun」.

Hingga saat ini, orang di luar Jepang masih menggunakan istilah-


istilah tersebut untuk merujuk negara itu. Namun, dalam bahasa
Jepang sendiri, istilah yang lebih umum digunakan adalah “Nihon”
atau “Nippon". Asal mula nama “Nihon” atau “Nippon” ini
menunjukkan bagaimana pengaruh budaya dan perdagangan
antarnegara dapat memengaruhi penggunaan nama suatu negara.
Nama Jepang yang berasal dari kata-kata “asal matahari” atau “negeri
matahari terbit” mencerminkan hubungan erat antara Jepang dengan
matahari sebagai simbol penting dalam budaya dan sejarah mereka.

Reformasi Taika (Taika Kaishin)


Pada akhir zaman Yamato Asuka, terutama setelah kematian Shotoku
Taishi, situasi di dalam kekaisaran menjadi kompleks. Meskipun telah
ada reformasi sebelumnya, pengaruh kuat dari klan Soga tetap ada dan
mereka berjuang keras untuk mengembalikan sistem kekaisaran ke
masa lalu yang sangat menguntungkan bagi mereka sendiri.

Setelah Kaisar Suiko meninggal, terjadi serangkaian pergantian


kepemimpinan dengan Kaisar Jomei dan Kaisar Kotoku. Namun, saat
Soga no Iruka berkuasa, klan Soga yang terkenal karena korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan mereka di dalam kekaisaran
Yamato/Asuka tidak disukai oleh orang-orang di sekitar mereka.
Kelakuan buruk dari keturunan klan Soga sebelumnya seperti Soga no
Umako ternyata masih diturunkan oleh keturunan mereka, yaitu Soga
no Emishi dan Soga no Iruka.

Salah satu puncak ketidakpuasan ini adalah ketika secara brutal Soga
no Iruka membunuh anggota keluarga Shotoku Taishi meskipun
mereka masih berasal dari satu klan, satu keturunan, dan satu keluarga.
Tindakan ini jelas tidak disetujui oleh putra mahkota dan tokoh-tokoh
penting di dalam kerajaan.

Sejarah Jepang | 49
Nakatomi no Kamatari, salah satu tokoh dari klan Fujiwara yang
merupakan kelompok lain akhirnya bersekongkol dengan putra
mahkota Naka Oe no Ouji untuk melakukan pemberontakan yang
dikenal sebagai peristiwa Ishii. Pemberontakan ini pada akhirnya
menyebabkan runtuhnya klan Soga, dengan Soga no Iruka akhirnya
terbunuh oleh utusan Nakatomi no Kamatari di hadapan Kaisar
Kotoku, yang pada saat itu adalah seorang perempuan yang
mendengarkan laporan salah satu utusan dari Tiongkok.

Setelah runtuhnya klan Soga, putra mahkota Naka no Oe mengambil


tindakan kuat untuk melakukan reformasi yang disebut Reformasi
Taika. Tujuan dari reformasi ini adalah untuk menciptakan negara
kesatuan yang kuat dan memusatkan kekuasaan di tangan kaisar
secara mutlak. Reformasi ini juga bertujuan untuk menyediakan
pendapatan ekonomi yang stabil bagi kekaisaran.

Reformasi Taika adalah serangkaian aktivitas politik, ekonomi, dan


sosial yang terjadi pada awal abad ke-7 di Jepang, tepatnya tahun 645.
Reformasi ini merupakan upaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan
di bawah Kaisar Tenmu dan memperkuat pemerintahan pusat, dengan
tujuan menciptakan negara kesatuan yang kuat serta memusatkan
kekuasaan.

Berikut beberapa elemen utama dalam Reformasi Taika:


 Tanah dan rakyat milik kerajaan (negara) (sistem koumin
seido), sistem pajak, dan pembagian tanah telah berubah
(sebelumnya tanah dimiliki oleh klan-klan, tetapi setelah
reformasi ini dimiliki oleh kekaisaran).
 Pendataan penduduk/sensus.
 Pengenalan UU Taiho dan wajib militer.

Salah satu elemen inti dari Reformasi Taika adalah transfer


kepemilikan tanah dan rakyat dari klan-klan lokal ke pemerintah pusat
atau kekaisaran. Sebelum reformasi ini, tanah dimiliki oleh klan-klan
aristokratik yang kerap memiliki otonomi besar. Dengan reformasi ini,
tanah dan rakyat dianggap sebagai milik negara, dan pemerintah pusat
mengelolanya. Hal ini memungkinkan kekaisaran untuk
mengumpulkan pajak, mengendalikan sumber daya, dan mengurangi
otonomi klan-klan.

50 | MG. Amanullah
Reformasi Taika juga membawa perubahan besar dalam sistem pajak.
Pajak diperkenalkan berdasarkan prinsip kepemilikan tanah dan rakyat
oleh pemerintah. Pajak ini dapat berupa beras, sutra, atau sumber daya
lainnya. Reformasi ini memberikan pendapatan yang stabil bagi
kekaisaran.

Pembagian tanah juga mengalami perubahan akibat Reformasi Taika.


Tanah dibagi menjadi petak-petak kecil yang diberikan kepada petani
untuk dikelola secara bertanggung jawab. Tujuannya adalah untuk
mengurangi kepemilikan tanah oleh kelompok elit dan memberikan
kontrol lebih besar kepada pemerintah pusat.

Dalam upaya pengelolaan populasi dan pemungutan pajak,


diperkenalkan sensus atau “cacah jiwa". Ini adalah proses yang
digunakan untuk mencatat populasi dan kepemilikan tanah yang
kemudian digunakan untuk menentukan kewajiban pajak.

Selama Reformasi Taika, Kaisar Tenmu menginstruksikan pembuatan


UU Taiho (Taiho Kanno Kenpo), sebuah kode hukum yang mencakup
berbagai aspek pemerintahan dan kebijakan. Kode hukum ini
mencerminkan tujuan reformasi dan digunakan untuk mengatur
berbagai aspek kehidupan di dalam kekaisaran. Reformasi Taika juga
mendorong pemindahan ibukota ke Naniwa (sekarang wilayah Osaka).
Ini menandai perubahan orientasi kekaisaran dari wilayah pedalaman
menuju daerah yang lebih terbuka dan berorientasi perdagangan.

Setelah Reformasi Taika, Yamato Asuka mengalami perubahan yang


besar:
 Sistem pajak yang efisien, memberikan pendapatan yang
stabil bagi kekaisaran untuk mendukung proyek-proyek besar.
 Kebutuhan akan wilayah baru, ditandai dengan pemindahan
ibukota ke Osaka.
 Walaupun ada stabilitas ekonomi, rakyat merasakan beban
pajak dan kerja paksa yang menyebabkan kesengsaraan.
 Munculnya Zaman Asuka dengan pengaruh kuat dari
Tiongkok dalam budaya, bahasa, dan pemerintahan Jepang.
 Perubahan tahun kalender menjadi Tahun Taika sebagai
penanda pentingnya perubahan tersebut.

Sejarah Jepang | 51
 Koutoku Tenno menjadi kaisar baru, Naka Oe no Oji sebagai
putra mahkota, dan reformasi struktur pemerintahan
mencerminkan perubahan dramatis di dalamnya.
Meskipun membawa kesulitan bagi masyarakat, perubahan ini
memperkuat pemerintah pusat dan menjadi dasar kemajuan Jepang.

Pemerintahan Yamato Asuka Setelah Klan Soga Runtuh


Setelah runtuhnya Klan Soga, kekuasaan politik di kekaisaran Yamato
Asuka mengalami perubahan yang besar. Meskipun Kaisar (Tenno)
masih ada sebagai simbol kekaisaran, kebijakan politik praktis
dikendalikan oleh seorang wali Tenno, yaitu Nakaoe no Ouji.
Kekuasaan yang besar yang dimilikinya terkadang membuat Kaisar
Kotoku merasa terpinggirkan, tertekan, dan kesal karena hanya
memainkan peran simbolis.

Namun, pemerintahan yang otoriter di bawah Nakaoe no Ouji tidak


selalu diterima dengan baik di istana. Banyak pihak yang tidak suka
dengan pendekatan represif yang diterapkan oleh Nakaoe no Ouji.
Mereka yang dianggap mengancam kekuasaannya, termasuk putera
mahkota seperti Arima no Ouji, dihabisi.

Pada tahun 661, ancaman dari semenanjung Korea mulai muncul,


sehingga ibu kota kekaisaran dipindahkan lagi, kali ini ke Oumi
(Shiga-ken) pada tahun 667 untuk menghindari serangan. Pada tahun
668, di istana Ootsunomiya, Nakaoe no Ouji mengangkat dirinya
sebagai kaisar dengan nama Tenji Tennou.

Adik Nakaoe no Ouji, yang bernama Oama no Ouji, ingin diangkat


sebagai putra mahkota atau menteri politik (Daijou Daijin). Namun,
usulannya ditolak, dan yang diangkat sebagai putra mahkota adalah
Ootomo no Ouji, anak Nakaoe no Ouji. Akhirnya, setelah kematian
Tenji Tenno (Nakaoe no Ouji), dan Nakatomi no Kamatari, tidak ada
kaisar yang segera menentukan penggantinya. Saat itu, Ootomo
merasa berhak untuk menjadi kaisar. Namun, Oama no Ouji memiliki
ambisi untuk merebut tahta dan pura-pura menjadi seorang pendeta
Buddha dengan mengasingkan diri ke daerah bernama Yoshino untuk
menyusun kekuatan. Ia tidak berani terang-terangan melawan Ootomo,
yang saat itu memiliki posisi kuat.

52 | MG. Amanullah
Perselisihan antara Otomo no Oji dan Oama no Ouji

Dalam perjalanan waktu, setelah merasa cukup kuat, Oama no Ouji


menyusun kekuatan untuk merebut tahta tenno pada saat Ootomo no
Ouji naik takhta sebagai Kaisar Kobun Tennno. Pada tahun 672,
terjadilah pertikaian yang dikenal dengan istilah "Jinshin no Ran."
Pada akhirnya, pasukan Pangeran Ouama berhasil menangkap dan
membunuh Kaisar Koubun, dan Pangeran OUama naik takhta sebagai
Kaisar Tenmu. Pada tahun 673, Oama no Ouji kembali ke Asuka dan
mengangkat dirinya sebagai Kaisar Tenmu Tennou.
Akhir dari zaman Yamato Asuka ditandai oleh perubahan besar dalam
politik dan pemerintahan, serta pergeseran kekuasaan yang
memengaruhi struktur sosial Jepang kuno. Di bawah pemerintahan
Tenmu Tenno, banyak reformasi penting yang membentuk dasar bagi
perkembangan selanjutnya dalam sejarah Jepang.

Tenmu Tenno memperkuat posisi politik kaisar dengan menetapkan


sistem kepangkatan yang disebut "yakusa no kabane" atau 8
kepangkatan. Ini membantu dalam memperkuat otoritas kaisar dan
memberikan dasar bagi perkembangan sistem administrasi yang lebih
terstruktur. Selama masa pemerintahannya, juga dimulai upaya
pembuatan babad kekaisaran yang kemudian menghasilkan karya-
karya penting seperti "Nihon Shoki" dan "Kojiki."

Namun, setelah kematian Tenmu Tenno pada tahun 686, terjadi


konflik politik di istana. Istri Tenmu, Unono no Himeko, berusaha

Sejarah Jepang | 53
untuk menjadikan anak kandungnya, Kusakabe no Ouji, sebagai kaisar.
Namun, upaya ini kalah oleh anak Tenmu dari istri yang lain, Ootsu
no Ouji. Untuk menghapus Ootsu dari persaingan, dibuat alasan untuk
menghabisinya.

Tetapi pada tahun 689, Kusakabe tiba-tiba meninggal, dan Unono


Himemiko, istri Tenmu, mengangkat dirinya menjadi kaisar dengan
nama Jitou Tenno pada tahun 690. Pada tahun 697, dia mengundurkan
diri dan digantikan oleh cucunya, yang bernama Karuno Ouji, yang
menjadi Kaisar Monmu. Himemiko menjadi wali kaisar dengan gelar
Jitou Joukou.

Perseteruan akhir Yamato

Unono Himemiko juga memimpin upaya pendirian pusat kekaisaran


baru yang disebut "Fujiwara-kyo" pada tahun 694, yang meniru istana
kekaisaran Tiongkok. Pusat ini juga menjadi tempat penyempurnaan
sistem hukum dan administrasi Jepang (sistem ritsuryou). Struktur
pemerintahan kaisar yang terdiri dari Daijoukan, Daijou Daijin,
Jingikan, dan delapan kementerian (hasshou) membantu
mengorganisasi administrasi kekaisaran dengan lebih efisien. Dengan
perkembangan birokrasi yang semakin kuat dan kebutuhan akan ruang
yang lebih luas, ibu kota kekaisaran dipindahkan lagi, kali ini ke Nara.
Pemindahan ini dilakukan dengan tujuan memfasilitasi pertumbuhan
kekaisaran yang makin dinamis dan efisiensi administrasi.

54 | MG. Amanullah
Sistem Ritsuryo
Sistem Ritsuryou merupakan sistem hukum dan ketatanegara yang
berkembang di Jepang pada abad ke-7, dan sistem ini banyak
dipengaruhi oleh model negara terpusat di Tiongkok. Nama
"Ritsuryou" itu sendiri berasal dari bahasa Jepang, dengan "Ritsu"
berarti hukum atau aturan, dan "Ryou" merujuk pada tata negara.
Sistem Ritsuryou pertama kali diterapkan sejak masa pemerintahan
Shotoku Taishi dan Reformasi Taika, dan terus disempurnakan hingga
zaman Heian. Selama perkembangannya, sistem ini mengadopsi nilai-
nilai Konfusianisme yang memengaruhi struktur sosial dan hierarki.

Sistem ini memiliki beberapa tujuan yang sangat penting:


Penguatan Kekaisaran: Salah satu tujuan utama sistem Ritsuryou
adalah untuk mendukung terciptanya sistem kekaisaran dengan
kekuasaan yang terpusat dan absolut. Hal ini bertujuan untuk
membuat kekaisaran menjadi lebih kuat secara politik dan ekonomi,
serta memungkinkan pemerintah pusat untuk mengontrol seluruh
negeri secara efektif.

Struktur pemerintahan dalam sistem Ritsuryou melibatkan Daijou-kan,


yaitu lembaga tertinggi yang mengatur urusan politik dan administrasi.
Beberapa jabatan utama dalam struktur pemerintahan ini melibatkan:
• Daijou Daijin: Menteri Urusan Negara, yang merupakan
jabatan tertinggi dalam pemerintahan.
• Jingikan: Kementerian Urusan Kerajaan, yang mengurusi
berbagai upacara dan tugas kerajaan lainnya
• Sadaijin: Menteri Kiri (Menteri Kiri).
• Udaijin: Menteri Kanan (Menteri Kanan).
• Naidaijin: Menteri Tengah (Menteri Tengah).
• Dainagon: Penasehat Utama (Penasehat Utama).
• Chuunagon: Penasehat Tengah (Penasehat Tengah).
• Shounagon: Penasehat Kecil (Penasehat Kecil).
• Nakatsukasa-shou: Jabatan yang bertanggung jawab atas
urusan pusat.
• Shikibu-shou: Jabatan yang mengurusi upacara kerajaan.
• Jibu-shou: Jabatan yang mengurus administrasi sipil.
• Minbu-shou: Jabatan yang bertanggung jawab atas urusan
publik.
• Hyoubu-shou: Jabatan yang mengurusi urusan militer.

Sejarah Jepang | 55
• Gyoubu-shou: Jabatan yang mengurus urusan keadilan.
• OUkura-shou: Jabatan yang mengurus keuangan.
• Kunai-shou: Jabatan yang mengurus Urusan Rumah Tangga
Kekaisaran.

Prinsip "Odo Omin-Odo Oshin": Sistem ini didasarkan pada prinsip


bahwa tanah dan rakyat milik kekaisaran, yang berarti pemerintah
pusat memiliki kendali penuh atas sumber daya dan penduduk di
seluruh wilayah. Ritsuryou melibatkan pembagian tanah kepada
rakyat. lahan akan dibagikan kepada individu berdasarkan sistem
sensus atau cacah jiwa yang berlangsung secara berkala.
Pendataan berkala atau sensus dalam konteks sistem Ritsuryou di
Jepang pada periode tersebut merupakan praktik yang sangat
terstruktur dan penting. Pendataan berkala, yang juga dikenal sebagai
sensus atau cacah jiwa, adalah proses yang diadakan secara rutin oleh
pemerintah kekaisaran. Pada saat-saat tertentu, pemerintah akan
menginstruksikan pejabat atau petugas yang ditugaskan untuk
melakukan sensus di berbagai wilayah kekaisaran. Proses ini
melibatkan penghitungan jumlah penduduk di setiap rumah tangga,
yang mencakup anggota keluarga, usia, jenis kelamin, dan status
sosial.

Berdasarkan hasil sensus, pemerintah akan menggunakan data tersebut


untuk menentukan alokasi tanah kepada masyarakat. Pembagian tanah
didasarkan pada jumlah anggota keluarga, dengan alokasi yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki akan menerima
sekitar 24 are (2.400 m²) lahan, sementara perempuan diberikan
sekitar 16 are (1.600 m²). Alokasi ini bertujuan untuk memberikan
sumber daya kepada keluarga yang sesuai dengan ukuran dan
kebutuhan mereka. Tanah tersebut biasanya digunakan untuk
pertanian, yang merupakan mata pencaharian utama pada masa
tersebut. Dengan demikian, pendataan berkala tidak hanya berfungsi
untuk mengorganisasi sumber daya, tetapi juga untuk mendukung
mata pencaharian rakyat.

Proses pendataan dan pembagian tanah ini mencerminkan sistem yang


terstruktur dan terorganisir dalam administrasi kekaisaran Jepang. Ini
adalah cara untuk mengelola sumber daya alam, mengatur distribusi
tanah, dan memastikan bahwa setiap warga memiliki akses ke sumber

56 | MG. Amanullah
daya yang dibutuhkan untuk hidup. Sistem ini juga mendukung
prinsip Ritsuryou, yang mencakup konsep "tanah dan rakyat milik
kekaisaran," yang memperkuat otoritas kekaisaran atas sumber daya
dan penduduk kekaisaran.

Laki-laki diberikan sekitar 24 are (2.400 m²), sementara perempuan


mendapatkan sekitar 16 are (1.600 m²). Namun, 1 are sebenarnya
setara dengan 100 m², bukan 10 m². Rakyat yang menerima alokasi
lahan diwajibkan membayar pajak, tetapi pajak tersebut tidak selalu
setara dengan 3% dari hasil panen. Pajak bisa berbentuk berbagai hal,
termasuk hasil panen, kain, atau bahkan kerja bakti selama periode
tertentu.

Sejarah Jepang | 57

Anda mungkin juga menyukai