Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun makalah ini
dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita tahu“Krim” adalah suatu
sediaan yang sering dipakai oleh setiap orang. Semuanya perlu dibahas pada
makalah ini apa saja kandungan dalam sediaan krim itu dan bagaimana cara
membuat sediaan krim tersebut.
Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang sediaan krim.
Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa menolong menaikkan
pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Sri Teguh Rahayu, S.Farm, M.Farm, Apt Selaku dosen pengampu.
Kepada pihak yang sudah menolong turut dan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4) Perawatan Kecantikan: Beberapa krim dirancang khusus untuk
perawatan kecantikan, seperti krim anti-penuaan untuk mengurangi
garis-garis halus dan kerutan, krim pemutih untuk mengurangi
pigmentasi kulit, dan krim penghilang bekas luka atau noda.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan
estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
(Bruntan,2008)
3
semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan.
Tetapi emulsi air didalam minyak dari sediaan semipadat cenderung
membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit (Lachman, 2008).
Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar
yang digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim
yang diharapkanadalah sebagai berikut :
a. Stabil
Selama masih dipakai mengobati krim harus stabil. Krim harus
bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan
kelembapanyang ada dalam kamar.
b. Lunak
Semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen.
c. Mudah dipakai
Umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakaidan
dihilangkan dari kulit.
d. Dasar krim yang cocok
e. Terdistribusi merata
Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada
penggunaan.
(Anief, 1994)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 2020) .
4
Zat aktif adalah komponen utama dalam suatu produk farmasi yang
memberikan efek terapeutik atau farmakologis yang diinginkan. Ini adalah
bahan kimia yang bertanggung jawab atas efek medis dari suatu produk.
Dalam krim atau produk topikal lainnya, zat aktif adalah bahan yang
memberikan efek langsung pada kulit atau kondisi kulit tertentu yang sedang
diobati.
Berikut adalah proses pembuatan krim dengan zat tambahan yang umum
digunakan:
5
g) Pewarna: Pewarna digunakan untuk memberikan warna pada krim agar
lebih menarik secara visual. Contohnya adalah pigmen titanium
dioksida.
Formulasi
R/Asam salisilat 10%
Gliseril stearat 7,5%
PEG75 stearat 7,5%
Asam stearat 5%
Mineral oil
(paraffin cari) 8%
Deioniazid water 62%
m.f cream 10 gram
Pada formula diatas zat aktif nya yaitu Asam Salisilat yaitu sebagai
antifungi, dan untuk Gliseril Stearat sebagai zat pengemulsi,PEG 75
stearat sebagai bahan tambahan,untuk asam stearat sebagai zat tambahan,
parafin cair sebagai laktasivum, air suling.
Asam salisilat sukar larut dalam air Asam salisilat dicampur setelah terbentuk
6
tetapi larut dalam air mendidih fase minyak dalam air dan di campur
degan setelah pendinginan yakni pada
suhu 40 derajat C, karena suhu air
mendidih 100 derajat C akan merusak
bahan lainnya
Bahan -bahan yang digunakan Seluruh bahan harus dilebur terlebih
memiliki bentuk yang berbeda, dahulu sebelum dicampur
sementara sediaan yang dibuat
berupa sediaan semi solid
Krim pada saat pencampuran Untuk mencegah kehilangan maka
mudah melekat pada wadah pada saat penimbangan dilebihkan
sehingga mengurangi jumlah 10%
sediaan
7
salep (Farmakologi dan Terapi Edisi V, 234)
Asam Stearat Asam strearat dapat membentuk lapisan tipis yang dapat
mencegah penguapan air dari kulit, sehingga air tidak
dapat keluar dan menimbulkan efek emollient
Grycerly Stearat Grycerly Stearat sebagai agen pengemulsi yang berguna
untuk membantu mencampurkan dua zat yang biasanya
terpisah bila disatukan, pengemulsi juga dapat membantu
menjaga kestabillan emulsi minyak dan air.
PEG 75 stearat Propilen glikol digunakan sebagai humektan yang akan
(PEG 4000
mempertahankan kandungan dalam sediaan sehingga sifat
monostearat)
fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat
dipertahankan.
Parafin Cair Parafin digunakan untuk mengikat suatu sediaan agar
berbentuk kompak,jadi bentuk sediaan tidak berubah
dalam jangka waktu yang lama.
Air Suling Air suling digunakan sebagai pelarut dalam formulasi
2.3 PREFORMULASI
A. Monografi
1) Glyceryl stearat (C21H42O4) Hope 5 hal 308,Hope 6 hal 290
BM 358,6
Pemerian Berwarna putih krem seperti lilin padat dalam bentuk
manik-manik/beads, serpih, atau serbuk. Licin saat
disentuh dan memiliki bau dan rasa sedikit berlemak.
Kelarutan Larut dalam etanol panas, eter, kloroform, aseton panas,
minyak mineral, dan fixed oils. Praktis tidak larut dalam
air,tetapi dapat terdispersi dalam air dengan bantuan
sejumlah kecil sabun atau surfaktan lainnya.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk dan kering,
8
dan terhindar dari cahaya.
Khasiat Emolien; bahan pengemulsi; bahan pelarut; bahan
stabilisasi; bahan sustained-release; lubrikan tablet dan
kapsul.
Stabilitas Jika disimpan pada suhu hangat, bilangan asam gliseril
monostearat meningkat pada penuaan dikarenakan proses
saponifikasi ester dengan sejumlah air. Antioksidan
yang efektif dapat ditambahkan, seperti butylated
hydroxytoluene dan propyl gallate.
Inkompatibilitas Tingkat self-emulsifying dari gliseril monostearat tidak
kompatibel dengan zat asam(Rowe et al, 2003).
9
terbentuk oleh autoksidasi.Nilai polietilen glikol cair
dan padat mungkin tidak kompatibel dengan beberapa
pewarna.Efek fisik yang disebabkan oleh basis polietilen
glikol termasuk pelunakan dan pencairan dalam
campuran dengan fenol, asam tannic, dan asam salisilat.
(Rowe et al, 2003)
10
Pemerian Cairan kental, tidak berfluoresensi,tidak berwarna,
hampir tidak berbau, hampir tidakmempunyai rasa
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
Khasiat Laksativum
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Penyimpanan (Depkes RI, 1979).
Stabilitas Teroksidasi bila terpapar panas dan cahaya
Inkompatibilitas Dengan bahan oksidator kuat(Rowe et al, 2003).
11
dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih,
agak sukar larut dalam kloroform.
Khasiat Keratolitikum dan antifungi
7,5
2. Gliseril stearat 7,5% = x 10 gram
100
= 0 , 75 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,75 gram
100
= 0,075 gram
Total = 0,75 + 0,075 gram
= 0,825 gram
7,5
3. PEG 75 stearat 7,5% = x 10 gram
100
= 0 , 75 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,75 gram
100
= 0,075 gram
Total = 0,75 + 0,075 gram
12
= 0,825 gram
5
4. Asam stearat 5% = x 10 gram
100
= 0 , 5 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,5 gram
100
= 0 , 05 gram
Total = 0,5 + 0,05 gram
= 0,55 gram
5. Mineral oil
8
(paraffin cari) 8% = x 10 gram
100
= 0 , 8 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,8 gram
100
= 0 , 08 gram
Total = 0,8 + 0,08 gram
= 0,88 gram
62
6. Deioniazid water 62%= x 10 gram
100
= 6 , 2 gram
10
Ditambahkan 10% = x 6 ,2 gram
100
= 0 , 62 gram
Total = 6,2 + 0,62 gram
= 6,82 gram
13
Cawan petri
Batang pengaduk
Timbangan analitik ADM AFP 360L
Gelas ukur
Termometer
Sendok tanduk
Sudip
Stemper
Pipet tetes
Pot krim
Penangas air
Mortir
b. Bahan
Asam salisilat
Gliserill stearat
PEG 75 Stearat
Asam stearat
Mineral oil (Parafin cair)
Deioniazid water
14
2.6 EVALUASI SEDIAAN KRIM
1. Uji Organoleptik (FI IV, Hal 2020, soft copy) Uji Fisika
Prinsip evaluasi Metode visual terdiri dari Warna dilihat dengan indra
pelihat dan bau dicium degan indra penciuman
Jumlah 1 tube
Syarat warna putih
15
pelarut yang sesuai, hati-hati agar tutup dan bagian lain
wadah yang pada awal telah ditimbang tidak terpisah.
Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah
kosong beserta bagian-bagiannya yang telah ditimbang
pada penimbangan pertama. Tetapkan bobot bersih
masing-masing isi wadah dan rata-rata isi bersih dari
seluruh wadah. Perbedaan antara kedua penimbangan
adalah bobot bersih isi wadah
Jumlah 10 tube
Syarat Untuk bobot atau volume sediaan ≤ 60 gr atau 60 ml
16
4. Penentuan tipe krim (Martin, Hal 1144-1145) Uji Fisika
Jumlah 1 tube
Syarat Zat warna bergerombol pada globul minyak
Jumlah 1 tube
Syarat Sediaan krim homogen dengan ciri partikel terlihat
sama.
Jumlah 3 tube
Syarat Tidak terjadi kebocoran pada satupun tube.
17
7. Uji stabilitas (FI VI,2020,hlm 709) Uji kimia
Jumlah 1 tube
Syarat Tidak terjadi pemisahan fase krim
BAB III
18
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim adalah asam
salisilat yang berkhasiat sebagai keratolitik. Dimana asam salisilat sebagai
antifungi berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam
salep dan berkasiat bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitis,yaitu dapat
melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Bruntan, Laurence, Keith P, dkk. 2008. Goodman and Gillman’s Manual of
Pharmacology and Therapeutic. New York: Mc Graw Hill Medical
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Hipokrates
Lachman, L., Herbert A. L., Joseph L. K. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III. Jakarta: UI Press
Niazi, S. K. 2009. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations
Compressed Solid ProductVolume I second Editions. New York : Informa
Healtcare
Purushothamrao K, Khaliq K., Sagare P., Patil S. K., Kharat S. S., Alpana.K.
2010. Formulation and evaluation of vanishing cream for scalp psoriasis.
Int J Pharm Sci Tech Vol-4,Issue-1, 2010. ISSN: 0975-0525
Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical
Exipients. London: Pharmaceutical Press
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sediaan farmasi yang dapat memudahkan dalam
penggunaannya adalah salep, dipilih sediaan salep karena merupakan
sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit kulit.
Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi di
dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang
digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata
lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang
dikandungnya (Soediono et al., 2019).
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam
keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan
obat dari sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia
obat seperti kelarutan, ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara
obat dengan pembawanya, dan untuk basis yang berbeda factor-faktor
diatas mempunyai nilai yang berbeda (Soediono et al., 2019). salep
serap bersifat mudah menyebar diatas kulit, sukar dihilangkan dari kulit
dan dapat mengabsorpsi air lebih banyak (Sandi & Musfirah, 2018).
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan sediaan salep
2. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan salep
3. Mahasiswa mampu memahami formulasi serta evaluasinya
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan salep?
2. Apa saja jenis basis salep?
3. Bagaimana cara pembuatan salep?
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Salep
Menurut Farmakope Edisi III, Salep adalah sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obat harus larut dan terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok.
Menurut Farmakope Edisi IV, Salep adalah sediaan
setengah padat ditunjukkan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik kecuali
dinyatakan lain, kadar bahan obat salep yang mengandung obat
keras narkotika 10 %.
Salep yang baik seharusnya stabil secara kimia, lembut dan
rata, tidak berbutir-butir atau bergumpal-gumpal, mudah
dipergunakan, agak mencair atau lembek pada suhu tubuh dan
menghasilkan pengobatan yang sempurna dan seragam
(Kemendikbud, 2013).
2. Penggolongan Salep (Kemendikbud, 2013)
1) Menurut Efek terapinya, salep terbagi menjadi :
Salep Epidermic (Salep Penutup) Digunakan pada
permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak
diabsorbsi. Kadang-kadang ditambahkan antiseptik,
astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang
terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).
Salep Endodermic Salep dimana bahan obatnya menembus
ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan terabsorbsi sebagian.
Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal
iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
Salep Diadermic (Salep Serap). Salep dimana bahan
obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai
efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya,
misalnya pada salep yang mengandung senyawa Mercuri,
Iodida, Belladonnae. Dasar salep yang baik adalah adeps
lanae dan oleum cacao.
22
Salep Hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar
berlemak, misalnya: campuran dari lemak-lemak, minyak
lemak, malam yang tak tercuci dengan air.
Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air,
biasanya dasar salep tipe o/w atau seperti dasar
hydrophobic tetapi konsistensinya lebih lembek,
kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran sterol dan
petrolatum.
23
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini
dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari
dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik.
d) Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak
dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep
yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel. Contohnya:
Salep Polietilenglikol (USP 27, 2911)
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu
khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam
beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal
untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-
obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air,
meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep
yang mengandung air.
3. Kualitas Dasar Salep yang baik (Kemendikbud, 2013)
1) Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar.
2) Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan
halus, dan seluruh produk harus lunak dan homogen.
3) Mudah dipakai
4) Dasar salep yang cocok
5) Dapat terdistribusi merata
24
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak
dengan pengayak B40.
4) Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin.
25
a. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi
basisnya.
b. Misalnya pada salep lanolin, walaupun memiliki sifat
lengket, salep ini mudah dicuci dengan air.
c. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
d. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi
bakteri.
e. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu.
2) Kekurangan Salep
Salep memiliki beberapa kerugian sebagai berikut (V an
Duin, 1947):
a. Pada salep basis hidrokarbon, sifat berminyaknya dapat
meninggalkan noda di pakaian.
b. Pada salep basis hidrokarbon, salep ini sulit dibersihkan
dari permukaan kulit.
c. Pada basis lanonin, dasar ini kurang tepat bila digunakan
sebagai pendukung zat aktif antibiotik dan bahan lain yang
kurang stabil dengan adanya air.
26
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Formulasi
Absorption ointment (hydrophylic petrolatum, USP)
R/ White petrolatum 86% (w/w)
Stearyl alcohol 3%
White wax 8%
Cholesterol 3%
B. Monografi
27
karena kehadiran dari ketidakmurnian dengan
jumlah yang sedikit. Ketika terpapar sinar,
ketidakmurnian ini bisa teroksidasi menjadi
perubahan warna dari petrolatum dan
menghasilkan bau yang tidak enak. Oksidasi
bisa dihambat dengan menambahkan
antioksidan seperti butylated hydroxyanisole,
butylated hydroxytoluene, atau alpha
tocopherol. Petrolatum tidak boleh dipanaskan
dalam waktu lama di atas suhu yang
diperlukan untuk mencapai fluiditas sempurna
(kira-kira
70°C.
i. Inkompatibilitas : Petrolatum adalah bahan
inert dengan sedikit inkompatibilitas.
j. Wadah dan penyimpanan : Simpan dalam
kontainer tertutup, terlindungi dari cahaya
dalam tempat yang dingin dan kering.
k. Khasiat dan penggunaan : basis salep.
2. Hope hal
Stearyl Alcohol 700
a. Pemerian : berbentuk potongan keras, putih,
seperti lilin, serpihan, atau butiran dengan
sedikit bau khas dan rasa hambar.
b. Nama lain : alcohol stearylicus ; cachalot;
crodacol S95
Nama kimia : 1-Octadecanol
Struktur kimia :
28
h. Inkompatibilitas inkompatibel dengan bahan
oksidasi kuat dan asam kuat
i. Wadah dan penyimpanan disimpan dalam
kontainer tertutup rapat, dalam tempat sejuk
dan kering.
j. Khasiat dan penggunaan bahan pengeras
3. Cholesterolum HOPE
HAL
a. Pemerian : putih atau agak kuning, hampir tidak 178
berbau, selebaran mutiara, jarum, bubuk, atau
butiran. Pada berkepanjangan Paparan cahaya
dan udara, kolesterol memperoleh warna kuning
hingga cokelat.
Nama lain : Cholesterin; cholesterolum.
Struktur kimia :
29
4. HOPE
White Wax HAL
a. Pemerian : berwarna putih atau agak kuning 779
lembaran atau butiran halus dengan sedikit
tembus cahaya. Baunya mirip dengan seperti
lilin kuning tetapi kurang intens.
Nama lain : Bleached wax; cera alba; E901
b. Struktur kimia : -
Rumus molekul : -
Bobot Molekul : -
c. Kelarutan Larut dalam kloroform, eter, minyak
tetap, minyak atsiri, dan karbon disulfida hangat;
sedikit larut dalam etanol (95%); praktis
tidak larut dalam air.
d. pH stabil : -
e. Titik didih : 245-258oC
Titik leleh : 61-65o C
f. Koefisien partisi zat aktif : -
g. Stabilitas : Ketika lilin dipanaskan di atas
150°C, terjadi esterifikasi yang mengakibatkan
penurunan nilai asam dan
peningkatan titik leleh.
h. Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan agen
pengoksidasi
ii. Wadah dan penyimpanan : harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
k. Khasiat dan penggunaan : bahan pengeras
C. Kegunaan
1. White Petrolatum sebagai basis salep
2. Stearyl Alcohol sebagai bahan pengeras
3. Cholesterolum sebagai emulsifying agent
4. White wax sebagai bahan pengeras
30
D. Alasan penggunaan bahan
1. White Petrolatum
White petrolatum, sering digunakan sebagai basis untuk banyak
salep, dihargai karena kemampuannya mengunci kelembapan dan
berfungsi sebagai penghalang pelindung terhadap faktor eksternal. Ini
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka dengan
menjaga lingkungan yang lembap. Dalam konteks farmasi, white
petrolatum dianggap inert, membuatnya cocok sebagai basis untuk
formulasi yang sensitif dan untuk pasien dengan kulit sensitif.
2. Stearyl Alcohol
Dapat meningkatkan viskositas suatu emulsi dan meningkatkan
stabilitasnya. Dalam sediaan salep menggunakan basis petrolatum,
stearyl alcohol dapat meningkatkan kapasitas menahan air salep.
3. Cholesterolum
Memberikan kekuatan menyerap air pada salep dan memiliki efek
yang baik sebagai emolien
4. White Wax
white wax (juga sering disebut sebagai beeswax putih) digunakan
dalam formulasi farmasi sebagai agen pengental dan emulsifier.
Fungsi utamanya adalah untuk memberikan konsistensi yang
diinginkan dalam sediaan salep dan krim, serta membantu dalam
membentuk pelindung di permukaan kulit yang mengurangi TEWL
(Transepidermal Water Loss). Ini juga memperpanjang waktu kontak
bahan aktif dengan kulit, yang bisa meningkatkan efikasi terapeutik
E. Perhitungan bahan
86
White petrolatum ×100=86 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 86 g=8 ,6 gram
Total = 94,6 gram
3
Stearyl alcohol ×100=3 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 3 g=0 , 3 gram
Total = 3,3 gram
8
White wax ×100=8 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 8 g=0 ,8 gram
Total = 8,8 gram
3
Cholesterol ×100=3 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 3 g=0 , 3 gram
Total = 3,3 gram
31
F. Penimbangan bahan
White petrolatum 94,6 gram
Stearyl alcohol 3,3 gram
White wax 8,8 gram
Cholesterol 3,3 gram
H. Cara kerja
Siapkan alat dan bahan
Setarakan timbangan timbang bahan obat
Lelehkan secara bertahap cholesterol, stearil alcohol dan white wax
menggunakan hotplate
Tambahkan white petrolatum sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen, dingin dan membentuk massa salep
Petrolatum hidrofilik dapat mengabsorpsi jumlah air yang banyak
dengan membentuk emulsi air dalam minyak
I. Bagan kerja
32
1.Lelehkan atau lebur
secara bertahap cholesterol,
stearyl alkohol, white wax
menggunakan hotplate
2.Kemudian tambahkan
white petrolatum sedikit
demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen dan
dingin dan membentuk
massa salep
J. Evaluasi sediaan
1. Uji organoleptis
Dilakukan pengamatan secara visual terhadap bau dan warna
sediaan.
2. Uji pH
Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan dengan
5 ml aquades lalu kertas pH indikator dicelupkan kedalam sediaan
kemudian dicocokkan dengan warna indikator yang tertera di
wadahnya.
3. Uji homogenitas
Sediaan salep dioleskan sedikit diatas kaca objek kemudian
amati adanya partikel kasar atau tidak. Salep yang di uji diambil dari
tiga tempat, yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep.
4. Uji daya sebar
Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu diletakkan diatas
kaca bulat yang berdiameter. yang kaca lainya diletakkan diatasnya dan
dibiarkan selama 1 menit kemudian ukur diameter sebar salep.
Setelahnya, ditambahkan 50%. 100 g, 150 g, 200 g, 250 g beban
tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur
diameter yang konstan.
5. Uji daya lekat
Daya lekat salep diletakan salep secukupnya (0,5gr) diatas
objek glas yang telah ditentukan luasnya, letakan objek glass yang
lainnya diatas salep tersebut. Tekan dengan beban 1 kg selama 5
menit. Pasang objek glass pada alat tes, lepaskan beban 80gr dan
catat waktunya sehingga kedua objek glass tersebut terlepas.
6. Uji viskositas
33
Pengukuran viskositas salep dilakukan menggunakan spindle L No. 4,
dengan durasi 60 detik dan dengan kecepatan 60 rpm.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, 10-17, Gadjah Mada University Press:
Jogyakarta.
Allen, LV., dan Lunner, PE., 2009, Magnesium Stearate. In: Rowe, R.C.,
Sheskey, P.J. dan Quinn M.E. (eds.) Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6 th Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J & Quinn, Marian E., 2009, Handbook Of
Pharmaceutical Excipients, USA, RPS.
Kemendikbud. (2013). Dasar-dasar Kefarmasian. Kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan, 168. BSE.Mahoni.com
Sari et’ al. (2016). Hubungan Etika Perawat Pelaksana dengan Tingkat Kepuasan
Pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III RSD Kalisat Jember
Sandi, D. A. D., & Musfirah, Y. (2018). PENGARUH BASIS SALEP
HIDROKARBON DAN BASIS SALEP SERAP TERHADAP
FORMULASI SALEP SARANG BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus
fuciphagus). Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(2), 149–155.
https://doi.org/10.51352/jim.v4i2.194
Soediono, J. B., Zaini, M., Sholeha, D. N., & Jannah, N. (2019). UJI
SKRINNING FITOKIMIA DAN EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN
SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum Sanctum (L.))
DENGAN MENGGUNAKAN BASIS SALEP HIDROKARBON DAN
BASIS SALEP SERAP. Jurnal Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi,
1(1), 17–33. https://doi.org/10.52674/jkikt.v1i1.4
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta
Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan
35