Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Ramadhan Ardiansyah (20210311116)

Dilla Agustin ( 20210311013 )

Salsabila Nur Fauziah (20210311125)

Linda Handayani (202010311111 )

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun makalah ini
dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita tahu“Krim” adalah suatu
sediaan yang sering dipakai oleh setiap orang. Semuanya perlu dibahas pada
makalah ini apa saja kandungan dalam sediaan krim itu dan bagaimana cara
membuat sediaan krim tersebut.

Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang sediaan krim.
Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa menolong menaikkan
pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Sri Teguh Rahayu, S.Farm, M.Farm, Apt Selaku dosen pengampu.
Kepada pihak yang sudah menolong turut dan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krim adalah suatu bentuk sediaan farmasi topikal yang digunakan


untuk aplikasi lokal pada kulit. Biasanya, krim terdiri dari campuran
bahan aktif dan bahan tambahan lainnya yang dicampur dalam suatu
basis atau dasar krim yang berfungsi sebagai pengangkut dan pemulih
bahan aktif ke kulit. Basis krim biasanya terdiri dari campuran air,
minyak, dan emulsifier untuk menciptakan suspensi yang stabil dari
bahan-bahan tersebut. Krim digunakan untuk berbagai tujuan,
termasuk pengobatan penyakit kulit, perawatan kulit, dan aplikasi
kosmetik.

Krim memiliki beragam manfaat tergantung pada formulasi dan


bahan-bahan yang digunakannya. Berikut adalah beberapa manfaat
umum dari penggunaan krim:

1) Perawatan Kulit: Krim dapat digunakan untuk melembapkan dan


merawat kulit, menjaga kelembapan alami kulit, dan mencegah
kekeringan serta iritasi.

2) Pengobatan Penyakit Kulit: Krim sering digunakan untuk


mengobati berbagai jenis penyakit kulit, termasuk eksim, psoriasis,
dermatitis, jerawat, dan infeksi jamur seperti kurap.

3) Aplikasi Topikal Obat: Krim adalah salah satu bentuk sediaan


topikal yang paling umum untuk pengiriman obat ke kulit. Mereka
dapat mengandung bahan aktif seperti kortikosteroid, antibiotik,
antijamur, atau obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) untuk
meredakan gejala penyakit kulit.

1
4) Perawatan Kecantikan: Beberapa krim dirancang khusus untuk
perawatan kecantikan, seperti krim anti-penuaan untuk mengurangi
garis-garis halus dan kerutan, krim pemutih untuk mengurangi
pigmentasi kulit, dan krim penghilang bekas luka atau noda.

5) Perlindungan Matahari: Krim tabir surya digunakan untuk


melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang berbahaya dan
mencegah kerusakan kulit akibat sinar UV.

6) Pengurangan Rasa Gatal dan Kemerahan: Krim dengan bahan aktif


tertentu dapat membantu mengurangi rasa gatal, kemerahan, dan
peradangan pada kulit yang teriritasi atau sensitif.

7) Mengatasi Masalah Kulit Spesifik: Krim juga dapat diformulasikan


untuk mengatasi masalah kulit tertentu seperti kulit kering, kulit
berminyak, jerawat, dan ruam.

8) Aplikasi Kosmetik: Krim sering digunakan sebagai produk


kosmetik untuk memberikan kulit tampilan yang lebih halus, cerah,
dan sehat

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana landasan dari pembuatan krim?


2. Apa zat aktif dan zat tambahan dalam sediaan krim?
3. Apa monografi dari bahan sediaan krim?
4. Bagaimana cara kerja pembuataan sediaan krim?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

Krim dianggap sebagai bagian penting dari produk kosmetik sebagai


sediaan topikal sejak dahulu kala karena kemudahan pengaplikasiannya pada
kulit dan juga pengangkatannya. Dari keperluan kosmetik, krim farmasi
memiliki beragam kegunaan seperti membersihkan, mempercantik, mengubah
penampilan, melembabkan dll hingga melindungi kulit dari bakteri, infeksi
jamur serta menyembuhkan luka, luka bakar, luka pada kulit. Sediaan
setengah padat ini aman digunakan oleh masyarakat dan masyarakat.

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan
estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
(Bruntan,2008)

Keuntungan dari penggunaan krim adalah umumnya mudah menyebar


merata pada permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air. Krim juga dapat
digunakan pada luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di
dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut.
Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang

3
semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan.
Tetapi emulsi air didalam minyak dari sediaan semipadat cenderung
membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit (Lachman, 2008).
Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar
yang digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim
yang diharapkanadalah sebagai berikut :
a. Stabil
Selama masih dipakai mengobati krim harus stabil. Krim harus
bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan
kelembapanyang ada dalam kamar.
b. Lunak
Semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen.
c. Mudah dipakai
Umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakaidan
dihilangkan dari kulit.
d. Dasar krim yang cocok
e. Terdistribusi merata
Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada
penggunaan.
(Anief, 1994)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 2020) .

Menurut Farmakope Indonesia III, definisi Cream adalah sediaan setengah


padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.

2.2 Zat Aktif dan Zat Tambahan

4
Zat aktif adalah komponen utama dalam suatu produk farmasi yang
memberikan efek terapeutik atau farmakologis yang diinginkan. Ini adalah
bahan kimia yang bertanggung jawab atas efek medis dari suatu produk.
Dalam krim atau produk topikal lainnya, zat aktif adalah bahan yang
memberikan efek langsung pada kulit atau kondisi kulit tertentu yang sedang
diobati.

Zat tambahan, dalam konteks formulasi farmasi seperti krim, adalah


bahan-bahan yang ditambahkan ke formulasi untuk memberikan karakteristik
tertentu atau untuk memfasilitasi proses formulasi. Zat tambahan dapat
memiliki berbagai fungsi, termasuk sebagai pengemulsi, pengental, pengawet,
pewarna, pembasah, penstabil, atau bahan pengisi.

Berikut adalah proses pembuatan krim dengan zat tambahan yang umum
digunakan:

a) Pengemulsi: Pengemulsi digunakan untuk menciptakan emulsi dalam


krim, yaitu suspensi stabil dari fase air dan fase minyak. Contohnya
adalah cetil alkohol atau tween.

b) Sintesis: Campurkan pengemulsi dengan fase minyak dan fase air,


kemudian aduk hingga homogen.

c) Pengental: Pengental digunakan untuk memberikan tekstur yang kental


dan mudah diaplikasikan pada krim. Contohnya adalah karbomer.

d) Sintesis: Campurkan pengental dengan fase air sambil diaduk hingga


tercampur sempurna, kemudian tambahkan fase minyak dan lanjutkan
pengadukan hingga homogen.

e) Pengawet: Pengawet digunakan untuk mencegah pertumbuhan


mikroorganisme dalam krim dan memperpanjang umur simpan
produk. Contohnya adalah benzalkonium klorida atau paraben.

f) Sintesis: Tambahkan pengawet ke dalam formulasi krim sesuai dengan


dosis yang ditentukan dan aduk hingga terlarut sepenuhnya.

5
g) Pewarna: Pewarna digunakan untuk memberikan warna pada krim agar
lebih menarik secara visual. Contohnya adalah pigmen titanium
dioksida.

h) Sintesis: Tambahkan pewarna ke dalam formulasi krim dan aduk


hingga tercampur secara merata.

i) Pembasah: Pembasah digunakan untuk meningkatkan daya basah dan


penyebaran krim pada kulit. Contohnya adalah glicerin atau propilen
glikol.

j) Sintesis: Campurkan pembasah dengan fase air dan fase minyak,


kemudian aduk hingga homogen.

Formulasi
R/Asam salisilat 10%
Gliseril stearat 7,5%
PEG75 stearat 7,5%
Asam stearat 5%
Mineral oil
(paraffin cari) 8%
Deioniazid water 62%
m.f cream 10 gram

Pada formula diatas zat aktif nya yaitu Asam Salisilat yaitu sebagai
antifungi, dan untuk Gliseril Stearat sebagai zat pengemulsi,PEG 75
stearat sebagai bahan tambahan,untuk asam stearat sebagai zat tambahan,
parafin cair sebagai laktasivum, air suling.

PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN


PERMASALAHAN PENYELESAIAN
Asam salisilat memiliki pemerian Asam salisilat digerus terlebih dahulu
berupa hablur putih berbentuk jarum sebelum dicampur dengan bahan lainnya
yang dapat mengiritasi kulit

Asam salisilat sukar larut dalam air Asam salisilat dicampur setelah terbentuk

6
tetapi larut dalam air mendidih fase minyak dalam air dan di campur
degan setelah pendinginan yakni pada
suhu 40 derajat C, karena suhu air
mendidih 100 derajat C akan merusak
bahan lainnya
Bahan -bahan yang digunakan Seluruh bahan harus dilebur terlebih
memiliki bentuk yang berbeda, dahulu sebelum dicampur
sementara sediaan yang dibuat
berupa sediaan semi solid
Krim pada saat pencampuran Untuk mencegah kehilangan maka
mudah melekat pada wadah pada saat penimbangan dilebihkan
sehingga mengurangi jumlah 10%
sediaan

ALASAN PENGGUNAAN BAHAN


Asam salisilat 1. Asam salisilat dipilih sebagai bahan aktif yang
digunakan karena ditinjau dari efektifitanya,
stabilitas, dan toksisitas asam salisilat lebih baik
dari bahan aktif lainnya seperti Natrium salisilat
dan metal salisilat.
2. Asam salisilat memiliki efek samping yang ringan
3. Asam salisilat sangat cocok digunakan untuk
pengobatan antifungi yang hanya dikhususkan
pada micosis superficial, seperti panu, kadas,
kurap, kutu air, dibandingkan asam benzoat karena
punya efek keratolikum.
4. Asam salisilat diabsorbsi cepat dari kulit sehat,
terutama bila dipanaskan sebagai obat gosok atau

7
salep (Farmakologi dan Terapi Edisi V, 234)
Asam Stearat Asam strearat dapat membentuk lapisan tipis yang dapat
mencegah penguapan air dari kulit, sehingga air tidak
dapat keluar dan menimbulkan efek emollient
Grycerly Stearat Grycerly Stearat sebagai agen pengemulsi yang berguna
untuk membantu mencampurkan dua zat yang biasanya
terpisah bila disatukan, pengemulsi juga dapat membantu
menjaga kestabillan emulsi minyak dan air.
PEG 75 stearat Propilen glikol digunakan sebagai humektan yang akan
(PEG 4000
mempertahankan kandungan dalam sediaan sehingga sifat
monostearat)
fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat
dipertahankan.
Parafin Cair Parafin digunakan untuk mengikat suatu sediaan agar
berbentuk kompak,jadi bentuk sediaan tidak berubah
dalam jangka waktu yang lama.
Air Suling Air suling digunakan sebagai pelarut dalam formulasi

2.3 PREFORMULASI

A. Monografi
1) Glyceryl stearat (C21H42O4) Hope 5 hal 308,Hope 6 hal 290
BM 358,6
Pemerian Berwarna putih krem seperti lilin padat dalam bentuk
manik-manik/beads, serpih, atau serbuk. Licin saat
disentuh dan memiliki bau dan rasa sedikit berlemak.
Kelarutan Larut dalam etanol panas, eter, kloroform, aseton panas,
minyak mineral, dan fixed oils. Praktis tidak larut dalam
air,tetapi dapat terdispersi dalam air dengan bantuan
sejumlah kecil sabun atau surfaktan lainnya.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk dan kering,

8
dan terhindar dari cahaya.
Khasiat Emolien; bahan pengemulsi; bahan pelarut; bahan
stabilisasi; bahan sustained-release; lubrikan tablet dan
kapsul.
Stabilitas Jika disimpan pada suhu hangat, bilangan asam gliseril
monostearat meningkat pada penuaan dikarenakan proses
saponifikasi ester dengan sejumlah air. Antioksidan
yang efektif dapat ditambahkan, seperti butylated
hydroxytoluene dan propyl gallate.
Inkompatibilitas Tingkat self-emulsifying dari gliseril monostearat tidak
kompatibel dengan zat asam(Rowe et al, 2003).

2) PEG 75 stearat (PEG 4000 monostearat) Hope 6 hal 517,Hope 5


hal 545
Pemeriaan Serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading;
praktis tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan Mudah larut dalam air, dalam ethanol (95%)P dan dalam
kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P.
Kegunaan Sebagai bahan tambahan.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas polietilen glikol secara kimiawi stabil di udara dan
dalam larutan, meskipun tingkat dengan berat molekul
kurang dari 2000 adalah higroskopis. Polietilen glikol
tidak mendukung pertumbuhan mikroba dan tidak
menjadi tengik.
Inkompatibilitas Reaktivitas kimia polietilena glikol terutama terbatas
pada dua kelompok hidroksil terminal, yang dapat
berupa esterifikasi atau dieterkan. Namun, semua tingkat
dapat menunjukkan beberapa aktivitas oksidasi karena
adanya pengotor peroksida dan produk sekunder yang

9
terbentuk oleh autoksidasi.Nilai polietilen glikol cair
dan padat mungkin tidak kompatibel dengan beberapa
pewarna.Efek fisik yang disebabkan oleh basis polietilen
glikol termasuk pelunakan dan pencairan dalam
campuran dengan fenol, asam tannic, dan asam salisilat.
(Rowe et al, 2003)

3) Asam Stearat Hope 5 hal 737,Hope 6 hal 697


Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari
lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C 18H36O2 dan asam
heksadekanoat C16H32O2.

Pemerian Zat padat keras mengkilat susunan hablur; putih atau


kuning pucat; mirip lemak lilin
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian
etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam
3 bagian eter P.
Suhu lebur Tidak kurang dari 54°.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat Zat tambahan (Depkes RI, 1979).
Stabilitas Asam stearatmerupakan bahanstabil; antioksi dan juga
dapat ditambahkan ke dalamnya
Inkompatibilitas Asam stearat tidak kompatibel dengan logam hidroksida
danmungkin tidak kompatibel dengan basa, bahan
pereduksi, danoksidator. (Rowe et al, 2003)
4) Parafin Cair Hope 5 hal 571,Hope 6 hal 445
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak
mineral;sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau
butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj.

10
Pemerian Cairan kental, tidak berfluoresensi,tidak berwarna,
hampir tidak berbau, hampir tidakmempunyai rasa
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
Khasiat Laksativum
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Penyimpanan (Depkes RI, 1979).
Stabilitas Teroksidasi bila terpapar panas dan cahaya
Inkompatibilitas Dengan bahan oksidator kuat(Rowe et al, 2003).

5) Deionized water (Air Suling) Hope 6 hal 766,Hope 5 hal 802


Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Berat Molekul 18,02
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
memunyai rasa.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik(Depkes RI, 1979).

6) Asam Salisilat FI 2020 hal 112

Rumus Kimia C7H6O3


Struktur Kimia

Berat Molekul 138,12


Jarak Lebur 1580-1610C
Pemerian Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau
berbuk hablur halus putih, rasa agak manis, tajam dan
stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak
berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat
berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau
lemah mirip mentol.
Kelarutan Sukar larut dalam air dan dalam benzena; mudah larut

11
dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih,
agak sukar larut dalam kloroform.
Khasiat Keratolitikum dan antifungi

Kandungan Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan


tidak lebih dari 101,0% C7H6O3 dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik.
Penyimpanan
Kegunaan Bahan aktif (Depkes RI, 1979)

2.2 PERHITUNGAN BAHAN


10
1. Asam salisilat 10% = x 10 gram
100
= 1 gram
10
Ditambahkan 10% = x 1 gram
100
= 0 , 1 gram
Total = 1 + 0,1 gram
= 1,1 gram

7,5
2. Gliseril stearat 7,5% = x 10 gram
100
= 0 , 75 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,75 gram
100
= 0,075 gram
Total = 0,75 + 0,075 gram
= 0,825 gram

7,5
3. PEG 75 stearat 7,5% = x 10 gram
100
= 0 , 75 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,75 gram
100
= 0,075 gram
Total = 0,75 + 0,075 gram

12
= 0,825 gram

5
4. Asam stearat 5% = x 10 gram
100
= 0 , 5 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,5 gram
100
= 0 , 05 gram
Total = 0,5 + 0,05 gram
= 0,55 gram

5. Mineral oil
8
(paraffin cari) 8% = x 10 gram
100
= 0 , 8 gram
10
Ditambahkan 10% = x 0 ,8 gram
100
= 0 , 08 gram
Total = 0,8 + 0,08 gram
= 0,88 gram
62
6. Deioniazid water 62%= x 10 gram
100
= 6 , 2 gram
10
Ditambahkan 10% = x 6 ,2 gram
100
= 0 , 62 gram
Total = 6,2 + 0,62 gram
= 6,82 gram

2.1 PENIMBANGAN BAHAN


1. Asam salisilat 10% = 1,1 gram
2. Gliseril stearat 7,5% = 0,825 gram
3. PEG 75 stearat 7,5% = 0,825 gram
4. Asam stearat 5% = 0,55 gram
5. Mineral oil = 0,88 gram
(paraffin cari) 8%
6. Deioniazid water 62%= 6,82 gram

2.2 ALAT DAN BAHAN


a. Alat
 Beaker glass

13
 Cawan petri
 Batang pengaduk
 Timbangan analitik ADM AFP 360L
 Gelas ukur
 Termometer
 Sendok tanduk
 Sudip
 Stemper
 Pipet tetes
 Pot krim
 Penangas air
 Mortir
b. Bahan
 Asam salisilat
 Gliserill stearat
 PEG 75 Stearat
 Asam stearat
 Mineral oil (Parafin cair)
 Deioniazid water

2.5 Cara Kerja

14
2.6 EVALUASI SEDIAAN KRIM

1. Uji Organoleptik (FI IV, Hal 2020, soft copy) Uji Fisika

Prinsip evaluasi Metode visual terdiri dari Warna dilihat dengan indra
pelihat dan bau dicium degan indra penciuman
Jumlah 1 tube
Syarat warna putih

2. Isi Minimum (FI VI, Hal 2017) Uji Fisika

Prinsip evaluasi Ambil 10 wadah, hilangkan semua etiket yang dapat


mempengaruhi bobot pada waktu isi wadah dikeluarkan.
Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar
wadah dengan cara yang sesuai dan timbang satu per
satu. Keluarkan isi secara kuantitatif dari masing-masing
wadah, potong ujung wadah, jika perlu cuci dengan

15
pelarut yang sesuai, hati-hati agar tutup dan bagian lain
wadah yang pada awal telah ditimbang tidak terpisah.
Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah
kosong beserta bagian-bagiannya yang telah ditimbang
pada penimbangan pertama. Tetapkan bobot bersih
masing-masing isi wadah dan rata-rata isi bersih dari
seluruh wadah. Perbedaan antara kedua penimbangan
adalah bobot bersih isi wadah
Jumlah 10 tube
Syarat Untuk bobot atau volume sediaan ≤ 60 gr atau 60 ml

1. Isi bersih masing-masing pada tidak kurang dari


90% jumlah yang tertera pada etiket
2. Jika terdapat 1 wadah yang kurang dari 90%
lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan
(tahap 2)

3. Penetapan Viskositas (Dewi, Rosmala, dkk., 2014).

Prinsip evaluasi Dilakukan menggunakan viscometer Brookfield dan


menggunakan spindle no. 6 krim dimasukkan kedalam
wadah gelas kemudian spindle yang telah dipasang
diturunkan sehingga batas spindle tercelup ke dalam
krim. Kecepatan alat dipasang pada 2 rpm, 4 rpm, 10
rpm, 20 rpm; lalu dibalik 10 rpm, 4 rpm, 2 rpm; secara
berturut-turut, kemudian dibaca skalanya. Sifat aliran
dapat diperoleh dengan membuat kurva antara tekanan
geser terhadap kecepatan geser
Jumlah 1 tube
Syarat Viskositas sediaan krim 400-500 cPs

16
4. Penentuan tipe krim (Martin, Hal 1144-1145) Uji Fisika

Prinsip evaluasi Sebagian sediaan diletakkan pada kaca arloji lalu di


tetesi dengan zat warna
metilen blue

Jumlah 1 tube
Syarat Zat warna bergerombol pada globul minyak

5. Homogenitas (FI V, Hal 1163) Uji Fisika

Prinsip evaluasi Dioleskan dengan batang pengaduk ke dalam kaca arloji


lalu diratakan dan dilihat ukuran
partikelnya, dilakukan sebanyak 3x

Jumlah 1 tube
Syarat Sediaan krim homogen dengan ciri partikel terlihat
sama.

6. Uji kebocoran tube (FI VI 2020,hlm 2119) uji fisika

Prinsip evaluasi Dipilih tube dengan segel khusus jika disebutkan


bersihkan dan keringkan baik baik permukaan luar
tiap tube dengan kain penyerap letakan tube pada posisi
horizontal diatas lembaran kertas penyerap dalam
oven dengan suhu yang diatur pada 60°± 3 °selama 8
jam.tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti
selama atau setelah pengujian selesai

Jumlah 3 tube
Syarat Tidak terjadi kebocoran pada satupun tube.

17
7. Uji stabilitas (FI VI,2020,hlm 709) Uji kimia

Prinsip evaluasi Menggunakan metode cycling test. Sampel krim


disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam lalu
dipindahkan ke dalam oven bersuhu 40°C ±2°C selama
48 jam (satu siklus) uji dilakukan
sebanyak 6 siklus,kemudian diamati perubahan
fisik yang terjadi.

Jumlah 1 tube
Syarat Tidak terjadi pemisahan fase krim

8. Uji daya sebar (rahmawati et al,2010)

Prinsip evaluasi Krim ditimbang 1gram,lalu diletakan diatas plat


kaca,dibiarkan 1 menit,diukur diameter
sebar krim kemudian ditambah dengan beban 50
g.beban didiamkan selama 1 menit,lalu
diukur diameter sebarnya
Jumlah 1 tube
Syarat Diameter daya sebar yang nyaman untuk sediaan
semisolid yaitu 5-7cm (Gang 2002)

BAB III

18
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim adalah asam
salisilat yang berkhasiat sebagai keratolitik. Dimana asam salisilat sebagai
antifungi berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam
salep dan berkasiat bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitis,yaitu dapat
melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Bruntan, Laurence, Keith P, dkk. 2008. Goodman and Gillman’s Manual of
Pharmacology and Therapeutic. New York: Mc Graw Hill Medical
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Hipokrates
Lachman, L., Herbert A. L., Joseph L. K. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III. Jakarta: UI Press
Niazi, S. K. 2009. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations
Compressed Solid ProductVolume I second Editions. New York : Informa
Healtcare
Purushothamrao K, Khaliq K., Sagare P., Patil S. K., Kharat S. S., Alpana.K.
2010. Formulation and evaluation of vanishing cream for scalp psoriasis.
Int J Pharm Sci Tech Vol-4,Issue-1, 2010. ISSN: 0975-0525
Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical
Exipients. London: Pharmaceutical Press

20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sediaan farmasi yang dapat memudahkan dalam
penggunaannya adalah salep, dipilih sediaan salep karena merupakan
sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit kulit.
Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi di
dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang
digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata
lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang
dikandungnya (Soediono et al., 2019).
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam
keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan
obat dari sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia
obat seperti kelarutan, ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara
obat dengan pembawanya, dan untuk basis yang berbeda factor-faktor
diatas mempunyai nilai yang berbeda (Soediono et al., 2019). salep
serap bersifat mudah menyebar diatas kulit, sukar dihilangkan dari kulit
dan dapat mengabsorpsi air lebih banyak (Sandi & Musfirah, 2018).

B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan sediaan salep
2. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan salep
3. Mahasiswa mampu memahami formulasi serta evaluasinya

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan salep?
2. Apa saja jenis basis salep?
3. Bagaimana cara pembuatan salep?

21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Salep
Menurut Farmakope Edisi III, Salep adalah sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obat harus larut dan terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok.
Menurut Farmakope Edisi IV, Salep adalah sediaan
setengah padat ditunjukkan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik kecuali
dinyatakan lain, kadar bahan obat salep yang mengandung obat
keras narkotika 10 %.
Salep yang baik seharusnya stabil secara kimia, lembut dan
rata, tidak berbutir-butir atau bergumpal-gumpal, mudah
dipergunakan, agak mencair atau lembek pada suhu tubuh dan
menghasilkan pengobatan yang sempurna dan seragam
(Kemendikbud, 2013).
2. Penggolongan Salep (Kemendikbud, 2013)
1) Menurut Efek terapinya, salep terbagi menjadi :
 Salep Epidermic (Salep Penutup) Digunakan pada
permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak
diabsorbsi. Kadang-kadang ditambahkan antiseptik,
astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang
terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).
 Salep Endodermic Salep dimana bahan obatnya menembus
ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan terabsorbsi sebagian.
Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal
iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
 Salep Diadermic (Salep Serap). Salep dimana bahan
obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai
efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya,
misalnya pada salep yang mengandung senyawa Mercuri,
Iodida, Belladonnae. Dasar salep yang baik adalah adeps
lanae dan oleum cacao.

2) Menurut Dasar Salepnya, salep dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

22
 Salep Hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar
berlemak, misalnya: campuran dari lemak-lemak, minyak
lemak, malam yang tak tercuci dengan air.
 Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air,
biasanya dasar salep tipe o/w atau seperti dasar
hydrophobic tetapi konsistensinya lebih lembek,
kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran sterol dan
petrolatum.

3) Komposisi dasar salep :


Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai
pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa
hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
a) Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak, antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya
sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan
kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan
terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering
dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contohnya:
senyawa hidrocarbon (vaselinum dan petroleum jelly)
b) Dasar Salep serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok,
yaitu :
- Kelompok pertama, dasar salep anhydrous yaitu dasar
salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi
air dalam minyak, misalnya parafin hidrofilik dan lanolin
anhidrat.
- Kelompok kedua, dasar salep yang telah mengandung air,
sudah menjadi emulsi air dalam minyak, tetapi masih dapat
menyerap air yang ditambahkan, misalnya lanoline dan
Rose water ointment.
Dasar salep ini juga berfungsi sebagai emolien.
c) Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air,
antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini
dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan air, karena
mudah dicuci dari kulit atau dilap basah sehingga lebih
dapat diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat

23
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini
dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari
dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik.
d) Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak
dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep
yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel. Contohnya:
Salep Polietilenglikol (USP 27, 2911)
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu
khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam
beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal
untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-
obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air,
meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep
yang mengandung air.
3. Kualitas Dasar Salep yang baik (Kemendikbud, 2013)
1) Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar.
2) Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan
halus, dan seluruh produk harus lunak dan homogen.
3) Mudah dipakai
4) Dasar salep yang cocok
5) Dapat terdistribusi merata

4. Ketentuan Umum cara Pembuatan Salep (Kemendikbud, 2013)


1) Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2) Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada
peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air,
asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis
salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
3) Peraturan Salep Ketiga

24
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak
dengan pengayak B40.
4) Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin.

5. Evaluasi Sediaan Salep


1) Organoleptis
Dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau, dan tekstur
sediaan masing-masing formula sebaiknya berbentuk setengah
padat, berawarnaputih kekuningan, berbau khas, dan bertekstur
halus.
2) Homogenitas
Dilakukan dengan menggunakan kaca objek. Suatu sediaan
harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat
butiran kasar.
3) Uji daya sebar
Untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit,
dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang
baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang baik.
Standarnya kurang lebih 252,67 gr masing-masing 4,79 cm
4,81 cm.
4) Uji pH salep
Untuk melihat pH salep apakah berada pada rentang pH normal
kulit yaitu 4,5-7. Jika pH terlalu basa dapat mengakibatkan
kulit kering, jika pH kuli terlalu asam dapat memicu iritasi
kulit.
5) Uji daya lekat
Dilakukan untuk mengetahui salep yang lebih lama melekat
pada kulit. Semakin lama daya lekat salep melekat anatar salep
dengan kulit semakin baik sehingga absors obat oleh kulit akan
semakin baik. Daya lekat yang baik menurut literature yaitu
lebih dari 4 detik.
6) Uji viskositas
Pengukuran viskositas salep dilakukan menggunakan spindle L No.
4, dengan durasi 60 detik dan dengan kecepatan 60 rpm.

6. Kelebihan Dan kekurangan Salep


1) Kelebihan Salep
Salep memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut (Van
Duin, 1947):

25
a. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi
basisnya.
b. Misalnya pada salep lanolin, walaupun memiliki sifat
lengket, salep ini mudah dicuci dengan air.
c. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
d. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi
bakteri.
e. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu.

2) Kekurangan Salep
Salep memiliki beberapa kerugian sebagai berikut (V an
Duin, 1947):
a. Pada salep basis hidrokarbon, sifat berminyaknya dapat
meninggalkan noda di pakaian.
b. Pada salep basis hidrokarbon, salep ini sulit dibersihkan
dari permukaan kulit.
c. Pada basis lanonin, dasar ini kurang tepat bila digunakan
sebagai pendukung zat aktif antibiotik dan bahan lain yang
kurang stabil dengan adanya air.

26
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Formulasi
Absorption ointment (hydrophylic petrolatum, USP)
R/ White petrolatum 86% (w/w)
Stearyl alcohol 3%
White wax 8%
Cholesterol 3%

B. Monografi

1. White Petrolatum HOPE


hal 481
a. Pemerian : berwarna putih sampai kuning
pucat, terang, massa lembut. Tidak berbau dan
tidak berwarna, walaupun terfluorosensi oleh
cahaya matahari, terlebih ketika meleleh.
b. Nama lain : Vaselinum album ; white petroleu
jelly ; paraffin putih lembut
Nama kimia : White petrolatum
Struktur kimia : -
c. Rumus molekul : C n H 2 n +¿2 ¿
Bobot Molekul : -
d. Kelarutan : praktis tidak larut dalam aseton,
ethanol, ethanol (95%) panas atau dingin,
gliserin, dan air ; larut dalam benzena, karbon
disulfida, kloroform, heksana, dan kebanyakan
dalam campuran minyak dan minyak
menguap.
e. pH stabil : -
f. Titik didih : -
Titik leleh : 38-60℃
g. Koefisien partisi zat aktif : -
h. Stabilitas : Masalah kestabilan biasa muncul

27
karena kehadiran dari ketidakmurnian dengan
jumlah yang sedikit. Ketika terpapar sinar,
ketidakmurnian ini bisa teroksidasi menjadi
perubahan warna dari petrolatum dan
menghasilkan bau yang tidak enak. Oksidasi
bisa dihambat dengan menambahkan
antioksidan seperti butylated hydroxyanisole,
butylated hydroxytoluene, atau alpha
tocopherol. Petrolatum tidak boleh dipanaskan
dalam waktu lama di atas suhu yang
diperlukan untuk mencapai fluiditas sempurna
(kira-kira
70°C.
i. Inkompatibilitas : Petrolatum adalah bahan
inert dengan sedikit inkompatibilitas.
j. Wadah dan penyimpanan : Simpan dalam
kontainer tertutup, terlindungi dari cahaya
dalam tempat yang dingin dan kering.
k. Khasiat dan penggunaan : basis salep.

2. Hope hal
Stearyl Alcohol 700
a. Pemerian : berbentuk potongan keras, putih,
seperti lilin, serpihan, atau butiran dengan
sedikit bau khas dan rasa hambar.
b. Nama lain : alcohol stearylicus ; cachalot;
crodacol S95
Nama kimia : 1-Octadecanol
Struktur kimia :

c. Rumus Molekul : C18H38O


Bobot Molekul : 270,84
d. Kelarutan larut dalam kloroform, etanol
(95%), eter, heksana, propilen glikol, henzena,
aceron dan minyak nabati; pestisida tidak larut
dalam air.
e. pH stabil -
f. Titik didih :210,5°C
Titik leleh 59,4-59,8℃
g. Stabilitas Stabil terhadap asam dan basa
biasanya tidak menjadi tengik.

28
h. Inkompatibilitas inkompatibel dengan bahan
oksidasi kuat dan asam kuat
i. Wadah dan penyimpanan disimpan dalam
kontainer tertutup rapat, dalam tempat sejuk
dan kering.
j. Khasiat dan penggunaan bahan pengeras

3. Cholesterolum HOPE
HAL
a. Pemerian : putih atau agak kuning, hampir tidak 178
berbau, selebaran mutiara, jarum, bubuk, atau
butiran. Pada berkepanjangan Paparan cahaya
dan udara, kolesterol memperoleh warna kuning
hingga cokelat.
Nama lain : Cholesterin; cholesterolum.
Struktur kimia :

b. Rumus molekul : C27H46O


Bobot Molekul : 386.67
c. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, larut
dalam aseton, benzene dalam 7 bagian, larut
dalam klorofom 4,5 bagian, larut dalam etanol
147 bagian, larut pada eter dalam 2.8 bagian.
d. pH stabil : -
e. Titik didih : 360o C
Titik leleh : 147–150o C
f. Koefisien partisi zat aktif : -
g. Stabilitas : -
h. Inkompatibilitas : Kolesterol diendapkan oleh
digitonin
i. Wadah dan penyimpanan : harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
j. Khasiat dan penggunaan : emulsifying agent

29
4. HOPE
White Wax HAL
a. Pemerian : berwarna putih atau agak kuning 779
lembaran atau butiran halus dengan sedikit
tembus cahaya. Baunya mirip dengan seperti
lilin kuning tetapi kurang intens.
Nama lain : Bleached wax; cera alba; E901
b. Struktur kimia : -
Rumus molekul : -
Bobot Molekul : -
c. Kelarutan Larut dalam kloroform, eter, minyak
tetap, minyak atsiri, dan karbon disulfida hangat;
sedikit larut dalam etanol (95%); praktis
tidak larut dalam air.
d. pH stabil : -
e. Titik didih : 245-258oC
Titik leleh : 61-65o C
f. Koefisien partisi zat aktif : -
g. Stabilitas : Ketika lilin dipanaskan di atas
150°C, terjadi esterifikasi yang mengakibatkan
penurunan nilai asam dan
peningkatan titik leleh.
h. Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan agen
pengoksidasi
ii. Wadah dan penyimpanan : harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
k. Khasiat dan penggunaan : bahan pengeras

C. Kegunaan
1. White Petrolatum sebagai basis salep
2. Stearyl Alcohol sebagai bahan pengeras
3. Cholesterolum sebagai emulsifying agent
4. White wax sebagai bahan pengeras

30
D. Alasan penggunaan bahan
1. White Petrolatum
White petrolatum, sering digunakan sebagai basis untuk banyak
salep, dihargai karena kemampuannya mengunci kelembapan dan
berfungsi sebagai penghalang pelindung terhadap faktor eksternal. Ini
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka dengan
menjaga lingkungan yang lembap. Dalam konteks farmasi, white
petrolatum dianggap inert, membuatnya cocok sebagai basis untuk
formulasi yang sensitif dan untuk pasien dengan kulit sensitif.
2. Stearyl Alcohol
Dapat meningkatkan viskositas suatu emulsi dan meningkatkan
stabilitasnya. Dalam sediaan salep menggunakan basis petrolatum,
stearyl alcohol dapat meningkatkan kapasitas menahan air salep.
3. Cholesterolum
Memberikan kekuatan menyerap air pada salep dan memiliki efek
yang baik sebagai emolien
4. White Wax
white wax (juga sering disebut sebagai beeswax putih) digunakan
dalam formulasi farmasi sebagai agen pengental dan emulsifier.
Fungsi utamanya adalah untuk memberikan konsistensi yang
diinginkan dalam sediaan salep dan krim, serta membantu dalam
membentuk pelindung di permukaan kulit yang mengurangi TEWL
(Transepidermal Water Loss). Ini juga memperpanjang waktu kontak
bahan aktif dengan kulit, yang bisa meningkatkan efikasi terapeutik

E. Perhitungan bahan
86
 White petrolatum ×100=86 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 86 g=8 ,6 gram
Total = 94,6 gram
3
 Stearyl alcohol ×100=3 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 3 g=0 , 3 gram
Total = 3,3 gram
8
 White wax ×100=8 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 8 g=0 ,8 gram
Total = 8,8 gram
3
 Cholesterol ×100=3 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 3 g=0 , 3 gram
Total = 3,3 gram

31
F. Penimbangan bahan
White petrolatum 94,6 gram
Stearyl alcohol 3,3 gram
White wax 8,8 gram
Cholesterol 3,3 gram

G. Alat dan bahan


 Hot plate
 Cawan porselen
 Batang pengaduk
 Lumpang dan alu
 White petrolatum
 Stearyl alcohol
 White wax
 Cholesterol

H. Cara kerja
 Siapkan alat dan bahan
 Setarakan timbangan timbang bahan obat
 Lelehkan secara bertahap cholesterol, stearil alcohol dan white wax
menggunakan hotplate
 Tambahkan white petrolatum sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen, dingin dan membentuk massa salep
 Petrolatum hidrofilik dapat mengabsorpsi jumlah air yang banyak
dengan membentuk emulsi air dalam minyak

I. Bagan kerja

32
1.Lelehkan atau lebur
secara bertahap cholesterol,
stearyl alkohol, white wax
menggunakan hotplate

2.Kemudian tambahkan
white petrolatum sedikit
demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen dan
dingin dan membentuk
massa salep

3.Petrolatum hidrofilik dapat


mengabsorbsi jumlah air yang
banyak dengan membentuk
emulsi air dalam minyak

J. Evaluasi sediaan
1. Uji organoleptis
Dilakukan pengamatan secara visual terhadap bau dan warna
sediaan.
2. Uji pH
Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan dengan
5 ml aquades lalu kertas pH indikator dicelupkan kedalam sediaan
kemudian dicocokkan dengan warna indikator yang tertera di
wadahnya.
3. Uji homogenitas
Sediaan salep dioleskan sedikit diatas kaca objek kemudian
amati adanya partikel kasar atau tidak. Salep yang di uji diambil dari
tiga tempat, yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep.
4. Uji daya sebar
Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu diletakkan diatas
kaca bulat yang berdiameter. yang kaca lainya diletakkan diatasnya dan
dibiarkan selama 1 menit kemudian ukur diameter sebar salep.
Setelahnya, ditambahkan 50%. 100 g, 150 g, 200 g, 250 g beban
tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur
diameter yang konstan.
5. Uji daya lekat
Daya lekat salep diletakan salep secukupnya (0,5gr) diatas
objek glas yang telah ditentukan luasnya, letakan objek glass yang
lainnya diatas salep tersebut. Tekan dengan beban 1 kg selama 5
menit. Pasang objek glass pada alat tes, lepaskan beban 80gr dan
catat waktunya sehingga kedua objek glass tersebut terlepas.
6. Uji viskositas

33
Pengukuran viskositas salep dilakukan menggunakan spindle L No. 4,
dengan durasi 60 detik dan dengan kecepatan 60 rpm.

34
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, 10-17, Gadjah Mada University Press:
Jogyakarta.
Allen, LV., dan Lunner, PE., 2009, Magnesium Stearate. In: Rowe, R.C.,
Sheskey, P.J. dan Quinn M.E. (eds.) Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6 th Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.

Depkes RI. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 1979.

Depkes RI. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 1995.

Depkes RI. Farmakope Indonesia edisi VI. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2020.

Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J & Quinn, Marian E., 2009, Handbook Of
Pharmaceutical Excipients, USA, RPS.
Kemendikbud. (2013). Dasar-dasar Kefarmasian. Kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan, 168. BSE.Mahoni.com
Sari et’ al. (2016). Hubungan Etika Perawat Pelaksana dengan Tingkat Kepuasan
Pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III RSD Kalisat Jember
Sandi, D. A. D., & Musfirah, Y. (2018). PENGARUH BASIS SALEP
HIDROKARBON DAN BASIS SALEP SERAP TERHADAP
FORMULASI SALEP SARANG BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus
fuciphagus). Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(2), 149–155.
https://doi.org/10.51352/jim.v4i2.194
Soediono, J. B., Zaini, M., Sholeha, D. N., & Jannah, N. (2019). UJI
SKRINNING FITOKIMIA DAN EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN
SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum Sanctum (L.))
DENGAN MENGGUNAKAN BASIS SALEP HIDROKARBON DAN
BASIS SALEP SERAP. Jurnal Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi,
1(1), 17–33. https://doi.org/10.52674/jkikt.v1i1.4
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta
Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan

35

Anda mungkin juga menyukai