Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan laporan pengembangan kurikulum
yang berjudul Kurikulum Literasi Digital.
Laporan Kurikulum Literasi Digital ini merupakan salah satu bentuk bagian dari penugasan
mata kuliah Pengembangan Kurikulum dari program studi Teknologi Pendidikan. Makalah ini
berisikan latar belakang, landasan, prinsip, model pengembangan, komponen-komponen
pengembangan kurikulum, kelebihan dan kekurangan serta lampiran seperti silabus dan RPP yang
terdapat pada Pengembangan Kurikulum Literasi Digital.
Kami haturkan terima kasih kepada Bapak Niam Wahzudik, S. Pd., M. Pd., selaku salah satu
dosen pengampu pada bidang mata kuliah Pengembangan Kurikulum di Universitas Negeri
Semarang, yang telah memberikan penugasan penyusunan laporan pengembangan kurikulum ini,
sehingga kami dapat menambah wawasan dan melatih keterampilan dalam menganalisis kebutuhan
masyarakat dengan penciptaan solusi dalam bentuk pengembangan kurikulum. Kami juga berterima
kasih kepada seluruh pihak termasuk teman – teman yang telah terlibat serta mendukung dalam proses
penyusunan makalah ini.
Demikian yang dapat penulis haturkan, kami sadar bahwa laporan yang telah ditulis ini masih
jauh dari kata kesempurnaan karena keterbatasan pengalaman serta pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan ini.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR GRAFIK DAN LAMPIRAN .............................................................................. 4
BAB I...................................................................................................................................................... 5
Latar Belakang Pengembangan Kurikulum ............................................................................................ 5
Landasan Pengembangan Kurikulum ................................................................................................... 10
Prinsip Pengembangann Kurikulum ..................................................................................................... 13
Model Pengembangan Kurikulum Yang Digunakan ............................................................................ 14
BAB II .................................................................................................................................................. 17
Komponen Tujuan Kurikulum.............................................................................................................. 17
Komponen Isi Kurikulum ..................................................................................................................... 17
Komponen Metode ............................................................................................................................... 23
Evaluasi Kurikulum .............................................................................................................................. 27
BAB III ................................................................................................................................................. 29
Kelebihan Kurikulum Hasil Pengembangan......................................................................................... 29
Kelemahan Kurikulum Hasil Pengembangan ....................................................................................... 29
Contoh Silabus dan RPPLampiran ....................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 30
Lampiran Silabus dan RPP ................................................................................................................... 32
LAMPIRAN MATERI ......................................................................................................................... 41
DAFTAR GAMBAR GRAFIK DAN LAMPIRAN
Gambar 1 https://dataindonesia.id/internet/detail/apjii-pengguna-internet-indonesia-21563-juta-pada-20222023
Data lain mengenai jumlah pengguna internet di Indonesia, dirilis oleh APJII dengan judul
laporan "Profil Pengguna Internet 2022". Dalam laporan tersebut, APJII mengungkapkan penetrasi
internet di Indonesia mencapai 77,02% pada 2021-2022. Berdasarkan usia, penetrasi internet tertinggi
berada di kelompok usia 13-18 tahun. Hampir seluruhnya (99,16%) kelompok usia tersebut
terhubung ke internet. Selanjutnya, kelompok usia 19-34 tahun memiliki penetrasi internet sebesar
98,64%. Kelompok 35-54 tahun lalu memiliki penetrasi internet sebesar 87,3%. Anak-anak berusia
5-12 tahun memiliki penetrasi internet sebesar 62,43%. Kelompok umur 55 tahun ke atas memiliki
penetrasi terendah dengan 51,73%. Survei ini melibatkan 7.568 responden yang dipilih lewat
probability sampling dengan multistage random sampling yang memiliki margin kesalahan 1,13%
dengan tingkat kepercayaan 95%
Gambar 2 https://apjii.or.id/content/read/39/559/Laporan-Survei-Profil-Internet-Indonesia-2022
Sebuah informasi mengenai kecakapan dalam penggunaan internet pada teknologi digital
disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, dalam acara Konferensi Pers
Survei Indeks Literasi Digital 2021 yang digelar pada Kamis, 20 Januari 2022. Beliau
mengungkapkan kecakapan dan kesadaran dalam etika juga keamanan penggunaan teknologi digital
masih dipertanyakan. Dedy menyatakan, “Tidak semua yang menggunakan internet sudah cakap
digital, ter literasi secara digital." Hal ini juga didukung oleh suatu survei yang ditampilkan saat
konferensi pers, dimana terdapat 45,5% penilaian antara yakin dan tidak yakin soal seberapa yakin
responden mengidentifikasi berita atau informasi yang tidak sesuai fakta bahkan berita hoaks. Hasil
dari survei menunjukkan bahwa sebanyak 26,3% responden yakin mampu mengidentifikasi
berita/informasi yang tidak sesuai fakta dan 19,4% sisanya menyatakan bahwa tidak yakin mampu
mengidentifikasi berita/informasi yang tidak sesuai fakta.
Informasi lain tentang pengetahuan dan pemahaman literasi digital disampaikan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC) pada
tahun 2022. Suatu survei mengenai tingkat literasi digital berdasarkan pendidikan seseorang
dilakukan pada Oktober 2021 lalu, terhadap 10 ribu responden yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kriteria responden ini berusia antara 13-70 tahun serta pernah mengakses internet dalam 3 bulan
terakhir.
Gambar 3 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/14/51-lulusan-sma-ke-bawah-memiliki-literasi-digital-rendah
Hasil dari survei diatas menyatakan bahwa mayoritas atau sekitar 67,8% responden yang
berpendidikan tinggi (S1 ke atas) memilliki skor indeks literasi digital di atas rata-rata nasional
(indeks tinggi). Sedangkan di kelompok responden yang berpendidikan rendah (SMA ke bawah)
mayoritasnya atau 51,5% memiliki skor indeks literasi digital di bawah rata-rata nasional (indeks
rendah), seperti terlihat pada grafik. Skor literasi digital ini diukur melalui empat pilar indikator besar,
yaitu Kecakapan Digital (Digital Skills), Etika Digital (Digital Ethics), Keamanan Digital (Digital
Safety), dan Budaya Digital (Digital Culture).
Dalam dunia digital, ada beberapa masalah lain yang umum terjadi di masyarakat, seperti
masalah privasi dan keamanan data, kesenjangan digital, e-waste, isu hak cipta, dan kejahatan siber
atau cyberbullying. Menurut Ibrahim & Toyyibah (2019), cyberbullying merupakan penyalahgunaan
teknologi dimana penggunanya menulis teks ataupun mengunggah gambar maupun video mengenai
orang tertentu dengan tujuan untuk mempermalukan, menyiksa, mengolok-olok, atau mengancam.
Cyberbullying dapat pula diartikan sebagai tindakan mengintimidasi seseorang dengan perantara
perangkat teknologi. Kasus kejahatan ini dapat dialami oleh siapa saja, tanpa memandang usia dan
status, dari remaja hingga orang dewasa, dan dapat dilakukan oleh oknum yang dikenal korban
maupun tidak dikenal/anonim.
Kasus cyberbullying sendiri sudah banyak terjadi di Indonesia, terutama pada anak-anak
remaja. Menurut Menko PMK Muhadjir Effendy, berdasarkan data dari UNICEF tahun 2020,
terdapat 45% anak di Indonesia yang menjadi korban cyberbullying di dunia digital. Lalu, data terbaru
dari UNICEF tahun 2022, mengungkapkan bahwa terdapat sebanyak 45% persen dari 2.777 anak di
Indonesia yang mengaku pernah menjadi korban cyberbullying. Hal ini mengindikasikan bahwa
masalah cyberbullying masih ada di Indonesia, bahkan cenderung tidak menurun kasusnya dan belum
ditemukan solusinya.
Data lain mengenai korban cyberbullying dari media sosial per tahun 2016-2022,
dipublikasikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada bulan April 2021 silam.
KPAI mencatat sebanyak 361 anak-anak yang dilaporkan menjadi korban cyberbullying ini di media
sosial. Menurut grafik, lonjakan terbesar kasus ini terjadi pada tahun 2019 dan sempat berkurang
pada tahun 2020. Menurut KPAI, masalah cyberbullying ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
orang tua dan keluarga saja, namun juga menjadi tantangan besar bagi lembaga pendidikan.
Gambar 4 https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020
Kini literasi digital menjadi ilmu yang harus dimiliki siswa dan guru. Pesatnya kemajuan
teknologi menjadikan literasi penting untuk berpartisipasi dalam komunitas online. Upaya untuk
meningkatkan literasi digital siswa dan guru harus menjadi prioritas sistem pendidikan. Contoh nya
di negara Australia. Australia memiliki kerangka kerja literasi digital nasional yang disebut Digital
Literacy Framework. Kerangka kerja ini dirancang untuk membantu pendidik mengembangkan dan
menilai keterampilan literasi digital siswa dari tingkat awal hingga akhir pendidikan. Kerangka kerja
ini mencakup enam elemen literasi digital, yaitu: menemukan dan menggunakan informasi, membuat
dan berbagi konten, berkomunikasi dan berkolaborasi, mengelola dan mengoperasikan perangkat
digital, melindungi diri sendiri dan orang lain, dan memahami dampak sosial dan etis dari teknologi
digital.
Namun, tantangan yang dihadapi dalam mencapai literasi digital yang memadai juga semakin
kompleks. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang terus berkembang dengan cepat,
sehingga memerlukan upaya yang lebih besar bagi siswa dan guru untuk mengikuti perkembangan
tersebut.
2. Landasan Psikologi
Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada
saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal.
Konsep dasar landasan psikologi pengembangan yang memperhatikan 2 unsur, yaitu psikologi
perkembangan peserta didik dan psikologi belajar peserta didik. untuk melengkapi landasan
psikologi perkembangan peserta didik jenjang menengah atas menurut (Kholik, 2019) yang
dikutip oleh Zainal Arifin pada Robert J. havighurst, yaitu merujuk pada perkembangan yang
terjadi pada masa remaja umur 12-18 tahun, berupa: 1) Memperoleh identitas baru dengan teman
sebaya sesuai jenis kelamin secara lebih matang, 2) Memperoleh peran sosial sesuai dengan jenis
kelamin, 3) Menerima fisik diri dan menggunakannya dengan efektif, 4) Memperoleh kebebasan
diri, tidak lagi bergantung kepada orang tua, 5) Melakukan pemilihan dan persiapan untuk
jabatan, 6) Memperoleh kebebasan ekonomi, 7) Persiapan perkawinan dan kehidupan
berkeluarga, 8) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan
sebagai warga negara yang baik, 9) Memupuk dan memperoleh perilaku yang dapat
dipertanggungjawabkan secara social, 10) Memperoleh nilai dan etika sebagai pedoman
berperilaku.
Dari beberapa unsur psikologi belajar, teori yang menjadi dasar psikologis pengembangan
kurikulum literasi digital adalah teori belajar humanisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.
teori belajar humanisme menekankan pada pengembangan potensi penuh manusia dan
kemandirian dalam pembelajaran. teori belajar kognitivisme menekankan pada pemahaman,
pengolahan informasi, dan pemecahan masalah. teori belajar konstruktivisme menekankan pada
pembelajaran aktif, pembelajaran berbasis tindakan, pembelajaran terbimbing, dan pembelajaran
kolaboratif. dengan mempertimbangkan karakteristik literasi digital yang melibatkan
pemahaman, pemecahan masalah, dan kolaborasi dalam lingkungan digital. kombinasi dari
ketiga teori ini menjadi landasan yang cocok untuk dikembangkan dalam kurikulum literasi
digital.
3. Landasan Sosiologi dan Kultural
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan
masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller
(1997) dalam (Mubarok et al., 2021) memaparkan tujuan fungsi sosial pendidikan, yaitu: 1)
Mengajar keterampilan, 2) Mentransmisikan budaya, 3) Mendorong adaptasi lingkungan, 4)
Membentuk kedisiplinan, 5) Mendorong bekerja berkelompok, 6) Meningkatkan perilaku etik,
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Dilihat dari karakteristik sosial budaya, setiap daerah di wilayah tanah air Indonesia memiliki
ciri khas mengenai adat istiadat, tata krama pergaulan, kesenian, bahasa lisan maupun tulisan,
kerajinan dan nilai kehidupannya masing-masing. Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam
kebudayaannya tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya, dan ini merupakan kekayaan
hidup bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan melalui upaya pendidikan.
Beranjak dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kurikulum sekolah harus
mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan materi
kurikulum muatan lokal.
Gagasan pemerintah untuk merealisasikan pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut yang
dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal
Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987.
Kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah Mata
Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan Bahasa Daerah. Dalam meningkatkan literasi digital pada
peserta didik, dibentuk Mata pelajaran Bahasa Daerah yang diintegrasikan dengan Kurikulum
Literasi Digital, kurikulum ini dapat membantu memperkuat identitas budaya dan bahasa daerah,
serta meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap keanekaragaman budaya di Indonesia
melalui penggunaan media sosial dan platform digital lainnya yang dapat digunakan untuk
mempromosikan dan memperkenalkan budaya dan bahasa daerah kepada masyarakat luas.
4. Landasan IPTEKS
Dahulu literasi hanyalah seputar menulis, membaca, dan menghitung, tetapi dalam era Revolusi
Industri 5.0 ini, semua menjadi serba disrupsi. Sebagai pendidik harus mampu menanggapi
jawaban dengan pengetahuan literasi yang baru di era Revolusi dengan dimensi literasi teknologi
dan data. Kunci dari pembaharuan dalam pendidikan adalah pengembangan. Sebagai pendidik
di era kemajuan teknologi sangat berlawanan jika tidak menyesuaikan kompetensi dalam
kurikulum. Kenyataannya apabila seorang pendidik tidak mampu mengoperasikan teknologi
komputer, mengaplikasikan e-learning, mengerti literasi digital dan mampu menciptakan
pembelajaran berlandasan teknologi komputer. sehingga harus melakukan reaktualisasi dengan
sejumlah pendekatan. Pertama, teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran
menyelaraskan dengan era digital. Kedua, kemampuan seorang pendidik harus terus diakselerasi,
dikembangkan dan harus di atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Semua guru SMA wajib mengerti literasi dan memulai berinovasi
berlandasan teknologi digital. Ketiga, salah satu petunjuk pendidik yang sempurna dan baik
memiliki keterampilan dalam digital (Ahsani et al., 2021).
Prinsip Pengembangann Kurikulum
Menurut Mayes dan Fowler (Tim GLN Kemendikbud, 2017) prinsip pengembangan literasi
digital yaitu bersifat berjenjang. Prinsip ini memiliki tiga tingkatan yaitu sebagai berikut.
1. Kompetensi digital (digital competency), yang meliputi beberapa hal yaitu keterampilan,
pendekatan, konsep, dan perilaku.
2. Penggunaan digital (digital use), tingkatan kedua ini yaitu menggunakan digital yang merujuk
pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu.
3. Transformasi digital (digital transformation), yang membutuhkan suatu kreativitas dan inovasi
pada dunia digital.
Menurut buku Manajemen Kurikulum Sekolah, komponen-komponen yang ada dalam
kurikulum, dalam pengembangannya pun, kurikulum harus dikembangkan berdasarkan prinsip-
prinsip berikut:
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki potensi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, dan kreatif, mendiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut pengembangan potensi peserta didik
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan tuntutan lingkungan.
1. Beragam dan Terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan
gender.
2. Tanggap terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. kurikulum dikembangkan atas
dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara
dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (Stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. oleh karena itu keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan
sosial, keterampilan akademik dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
4. Menyeluruh dan berkesinambungan. substansi kurikulum mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
5. Belajar sepanjang hayat. kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal,
dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
6. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah
untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. kepentingan
nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan Bhineka Tunggal Ika dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Monitoring di kurikulum literasi digital dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
a. Menggunakan instrumen penilaian, seperti tes, kuis, portofolio, proyek, atau rubrik, untuk mengukur
pencapaian kompetensi literasi digital siswa.
b. Melakukan observasi, wawancara, atau angket, untuk menggali persepsi, sikap, dan perilaku siswa,
guru, dan orang tua terkait literasi digital.
c. Menganalisis dokumen kurikulum, seperti silabus, RPP, buku teks, atau bahan ajar, untuk mengetahui
keterpaduan dan keterkaitan literasi digital dengan mata pelajaran lain.
d. Membuat laporan monitoring, yang berisi hasil analisis data, temuan, kesimpulan, dan saran, untuk
disampaikan kepada pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, pengawas, atau dinas pendidikan.
1. PPKN
Komponen Metode
Dalam suatu pembelajaran, dibutuhkan adanya pendekatan, strategi, prinsip, model, dan
metode/teknik agar dalam pelaksanaannya dapat menarik perhatian peserta didik. Pembelajaran yang
menyenangkan dan unik dapat menjadi stimulus tersendiri bagi peserta didik untuk mau ikut terlibat
dalam kegiatan belajar. Tidak hanya itu, dengan adanya pendekatan, strategi, prinsip, model, dan
metode/teknik dapat menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran serta membantu dalam
menyesuaikan gaya belajar peserta didik sesuai dengan tahapan usia perkembangan mereka.
Misalnya, pada jenjang SD mata pelajaran PPKn, seorang pendidik ingin mengajarkan tentang materi
Lalu Lintas dengan pokok bahasan Aturan dalam Menyebrang Jalan. Pendidik dapat menggunakan
metode pembelajaran ekspositori yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal.
Maka pendidik akan menyampaikan aturan umum yang harus ditaati ketika akan menyebrang dan
memiliki harapan bahwa peserta didik akan merespons dengan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
Seorang pendidik yang baik dianjurkan untuk mampu memahami berbagai macam
pendekatan, strategi, prinsip, model, dan metode/teknik pembelajaran agar dapat diaplikasikan pada
aktivitas pembelajaran yang tepat untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien.
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran menurut Rosman dalam Mawikere (2014), adalah titik tolak atau
sudut pandang terhadap pembelajaran. Maksud dari sudut pandang terhadap pembelajaran adalah
penggambaran cara berfikir dan bersikap seorang pendidik juga peserta didiknya dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi. Pendekatan pembelajaran dibagi menjadi 2
jenis, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approaches) dan pendekatan yang
berpusat pada siswa (student centered approaches).
Dalam pengembangan kurikulum literasi digital ini, menggunakan pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa atau student centered approaches/learning (SCL). Pendekatan SCL
menurut Rodolfo P. Ang dari Loyola School Ateneo de Manila University dalam Muis et al., (2022),
adalah pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa peran peserta didik dalam suatu pembelajaran
menjadi lebih signifikan dibandingkan dengan pengajar. Melalui pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik, maka peserta didik diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam
pembelajaran, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisis situasi dan mampu
memecahkan masalah secara mandiri (Satriaman et al., 2018). Saat ini, teknologi digital semakin
banyak penggunaannya karena manfaat-manfaat yang diberikan dapat memudahkan kegiatan atau
aktivitas seseorang dalam berbagai macam bidang, mulai dari sistem informasi, pendidikan,
kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya. Maka dari itu, muncul suatu pandangan bahwa siapa yang
bisa memanfaatkan teknologi digital dengan baik dan benar, maka dia dapat menciptakan banyak
peluang untuk sukses. Pembelajaran dalam pengembangan kurikulum literasi digital ini akan dapat
memberikan makna lebih mendalam bagi peserta didik apabila mereka dapat berpartisipasi secara
langsung, aktif dalam memberikan pendapat sebagai bentuk ranah kognitif dan aktif dalam
melakukan praktik pembelajaran sebagai bentuk ranah psikomotorik.
2. Strategi Pembelajaran
Strategi Pembelajaran menurut Suyoso dan Hariyanto (2012: 20), adalah rangkaian kegiatan
dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan
sumber belajar dan penilaian (asessmen) agar pembelajaran lebih efektif dan efisien sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Strategi Pembelajaran Inkuiri menurut Wina (2006:196), adalah rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Strategi pembelajaran ini lebih
menekankan pada keaktifan siswa untuk memiliki pengalaman belajar dalam menemukan konsep-
konsep materi berdasarkan masalah yang diajukan. Oleh karena itu, dalam strategi pembelajaran
inkuiri ini siswa tidak hanya dituntut agar dapat menguasai materi pelajaran saja, tapi juga dapat
menggunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal.
Strategi Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut
(Suprihatiningrum, 2017: 179), adalah suatu sistem pembelajaran yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Sistem
pembelajaran ini dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan
nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara dengan
tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar
pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-
hari.
Strategi Pembelajaran Kooperatif menurut Baharuddin dan Wahyuni (2008 : 128), adalah
strategi yang digunakan untuk proses belajar, dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara
komprehensif konsep – konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain
tentang problem yang dihadapi. Tujuan dari strategi pembelajaran kooperatif ini untuk menumbuhkan
rasa tanggung jawab siswa, memberikan peluang yang sama pada setiap siswa untuk sukses dalam
belajar, dan mengembangkan keterampilan sosial siswa. Kemudian ada juga kelebihan dari strategi
pembelajaran kooperatif ini dimana bekerja bersama pastilah lebih ringan dan menyenangkan bila
dibandingkan dengan sendiri, kesulitan apapun dapat dipecahkan apabila dilakukan bersama-sama
dan banyak pihak yang mendukung.
3. Prinsip Pembelajaran
Prinsip pembelajaran menurut Sudjana (2000), merupakan salah satu usaha pendidik dalam
menciptakan dan mengkondisikan situasi pembelajaran agar peserta didik melakukan kegiatan belajar
secara optimal. Ada banyak prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli-ahli,
namun terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum dan dapat digunakan sebagai dasar acuan
dalam proses pembelajaran.
Keaktifan merupakan salah satu prinsip mendasar dalam suatu proses pembelajaran. Pada
hakikatnya, belajar merupakan suatu proses aktif yang terjadi karena adanya respon yang diberikan
peserta didik terhadap stimulus dari pendidik maupun sebaliknya. Setiap individu harus melakukan
sendiri aktivitas belajarnya masing-masing, karena belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Keterlibatan langsung adalah prinsip pembelajaran yang menurut Muis (2013), mencakup
keterlibatan langsung secara fisik maupun non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa
dirinya penting dan berharga dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.
Pengulangan menjadi prinsip dalam pembelajaran yang menjadi kegiatan penting untuk
dilakukan sebagai bentuk pemantapan hasil pembelajaran peserta didik. Pemantapan diartikan
sebagai usaha perbaikan dan sebagai usaha perluasan yang dilakukan melalui pengulangan-
pengulangan (Hamalik, 2014). Prinsip ini sejalan dengan salah satu dari 3 prinsip atau hukum dalam
belajar oleh Thorndike, yaitu Law of excercise, dimana belajar akan berhasil apabila banyak latihan
dan ulangan yang dilatih secara terus menerus.
Tantangan adalah prinsip pembelajaran yang dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan
melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan tersebut. Apabila
pendidik menginginkan peserta didiknya memunculkan motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik, maka bahan pembelajaran haruslah menantang. Adanya tantangan yang dihadapi peserta
didik dapat menjadikannya lebih bergairah untuk mengatasinya.
4. Model Pembelajaran
Model pembelajaran menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5), adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dan untuk
menentukan perangkat/media pembelajaran yang akan digunakan. Model pembelajaran menjadi
bungkus atau bingkai dari pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang lebih
menekankan pada sintaksnya.
Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah model
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas
yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata (real world). Teknologi digital tidak hanya memberikan manfaat
positif saja, ada pula segudang masalah-masalah yang muncul akibat penggunaannya yang lalai atau
disalahgunakan. Model pembelajaran PBL ini dapat membantu peserta didik dalam menganalisis
masalah nyata akibat teknologi digital yang muncul di masyarakat untuk kemudian dicari pemecahan
atau solusi dari masalah tersebut.
Model pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL) menurut Mahendra
(2017) adalah model pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk
merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya
menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain. Inti dari model
pembelajaran ini adalah menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Dengan model ini, peserta
didik memiliki kesempatan untuk mempelajari literasi digital dalam konteks nyata, melalui proyek
yang dapat diaplikasikan dengan konsep-konsep literasi digital dalam kehidupan sehari-hari, seperti
membuat sertifikat pelatihan otomatis, merancang situs web, mengelola media sosial, dan masih
banyak lagi.
5. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran menurut Sanjaya (2010 : 147), adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah
disusun tercapai secara optimal.
Dalam pengembangan kurikulum literasi digital ini, menggunakan 3 metode pembelajaran
yaitu ceramah, PjBL, dan berbasis teknologi. Metode ceramah menurut Abuddin Nata (dalam
Tambak, 2014:377) adalah penyampaian pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan penuturan atau
penjelasan lisan secara langsung dihadapan peserta didik. Dimana guru berperan sebagai sumber
informasi utama, sementara siswa mendengarkan dan mencatat. Metode ini cocok untuk
menyampaikan materi yang kompleks atau konsep teoritis. Namun, perlu memperhatikan variasi
metode pengajaran lain agar siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL) pada literasi
digital ini dapat diintegrasikan sebagai elemen kunci dalam pengembangan keterampilan siswa.
Dalam konteks ini, literasi digital tidak hanya menjadi alat, tetapi juga tujuan pembelajaran,
mengajarkan siswa untuk menggunakan teknologi dengan bijak dan kritis. Melalui proyek-proyek
yang melibatkan pemecahan masalah dunia nyata, siswa diberdayakan untuk mengembangkan
kemampuan mencari informasi secara online, mengevaluasi keandalan sumber daya digital, dan
berkomunikasi secara efektif melalui platform digital. PjBL memungkinkan siswa untuk
mempraktikkan keterampilan teknologi mereka secara langsung, menciptakan produk atau solusi
yang relevan, serta mengasah kemampuan kolaboratif dalam lingkungan daring. Dengan demikian,
metode ini tidak hanya memajukan pemahaman konsep, tetapi juga membentuk siswa menjadi
individu yang mampu beradaptasi dengan era digital yang terus berkembang.
Metode berbasis teknologi dapat diartikan sebagai pendekatan atau cara yang menggunakan
teknologi dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Menurut para ahli, teknologi pembelajaran
adalah teori dan praktik dalam desain, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi proses, dan sumber
belajar. Selain itu, teknologi pembelajaran juga melibatkan penggunaan alat bantu audio-visual dan
perangkat lunak (software technology) dalam memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi
kegiatan pembelajaran. Dengan adanya teknologi, pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan
terkendali, di mana pengajar bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai fasilitator
pembelajaran terhadap peserta didik. Teknologi pembelajaran juga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran, menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan responsif, serta mempercepat proses
belajar.
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi adalah proses sistematis untuk menggambarkan, memperoleh, melaporkan, dan
menerapkan informasi deskriptif tentang manfaat, nilai, kelayakan objek tertentu dalam rangka
pengambilan keputusan (Stufflebeam & Coryn, 2014). Melalui evaluasi ini, kurikulum literasi digital
dapat memastikan bahwa peserta didik tidak hanya memiliki keterampilan teknis, tetapi juga mampu
mengaitkan literasi digital dengan nilai-nilai keagamaan, berperan aktif dalam pembelajaran, dan
memanfaatkan teknologi secara efektif.
Evaluasi pada tingkat Mikro : Evaluasi Mikro dalam kurikulum literasi digital ini adalah
evaluasi yang berkaitan dengan penilaian hasil belajar atau evaluasi pengetahuan yang mana dalam
evaluasi mikro dalam kurikulum literasi digital ini akan diukur melalui Tes. Adapun tes yang
dilakukan adalah “Pertanyaan analisis mengenai suatu kasus dan peserta didik diminta untuk
menganalisis artikel atau video lalu menyusun jawaban secara kritis” sehingga dapat dilihat apakah
evaluasi berbentuk tes ini sudah sesuai dengan komponen tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi pada tingkat Makro : Evaluasi kurikulum dalam jangka pendek satu tahun sekali
dan jangka panjang empat tahun sekali dengan mempertimbangkan perubahan yang terjadi baik
perubahan kebijakan maupun update perkembangan terkini dalam proses pembelajaran. Evaluasi
kurikulum dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran yang dilakukan secara reflektif, yaitu
1. Evaluasi Harian, dilakukan secara individual oleh guru setelah pembelajaran berdasarkan
catatan anekdotal selama proses pembelajaran, penilaian dan refleksi ketercapaian tujuan
pembelajaran. Hasil evaluasi ini digunakan untuk perbaikan rencana pembelajaran atau RPP
pada hari berikutnya.
2. Evaluasi Per Unit Belajar, dilakukan secara kelompok (team teaching) setelah satu unit
pembelajaran atau tema selesai. Hasil ini digunakan untuk merefleksikan proses belajar,
ketercapaian tujuan dan melakukan perbaikan maupun penyesuaian terhadap proses belajar
dan perangkat ajar, yaitu alur tujuan pembelajaran dan modul ajar.
3. Evaluasi Per Semester, dilakukan secara kelompok (team teaching) setelah satu semester
selesai. Evaluasi ini dilakukan berdasarkan refleksi pembelajaran dan hasil asesmen peserta
didik yang telah disampaikan pada laporan hasil belajar peserta didik.
4. Evaluasi Per Tahun, merupakan refleksi ketercapaian profil lulusan, tujuan sekolah, misi dan
visi sekolah.
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada evaluasi pembelajaran,
hasil supervisi Kepala Sekolah, laporan kegiatan Kelompok Kerja Guru, hasil kerja peserta didik
dan kuesioner peserta didik dan orang tua. Informasi yang berimbang dan berdasarkan data
tersebut diharapkan menjadi bahan evaluasi untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan
sekolah kepada peserta didik, peningkatan prestasi dan hubungan kerja sama dengan pihak lain.
BAB III
,SIP., M.Si, I., Suryati, & Hamim, S. A. (2023). Peningkatan Kemampuan Literasi Digital pada
Mahasiswa dalam Pengembangan Organisasi dan Kepemimpinan. Jurnal Abdimas
Mandiri, 7(2), 85–93. https://doi.org/10.36982/jam.v7i2.3130
Ahsani, E. L. F., Romadhoni, N. W., Layyiatussyifa, E. L., Ningsih, W. N. A., & Lusiana, P.
(2021). Penguatan Literasi Digital dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar Indonesia Den
Haag. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3(2), 6.
Dewi, D. A., Hamid, S. I., Annisa, F., Oktafianti, M., & Genika, P. R. (2021). Menumbuhkan
Karakter Siswa melalui Pemanfaatan Literasi Digital. Jurnal Basicedu, 5(6), 5249–5257.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1609
Djatmika, G. H. (2023). Evaluasi Program Literasi Digital di PAUD melalui Robokids STEAM
Coding Game. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(2), 1836–1846.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i2.4140
Ibrahim, A. R., & Toyyibah, S. (2019). Gambaran Self-Acceptance Siswi Korban
Cyberbullying. FOKUS (Kajian Bimbingan & Konseling Dalam Pendidikan), 2(2), 37.
https://doi.org/10.22460/fokus.v2i2.3020
Jessica, A. R. A., Harmianto, S., & Mareza, L. (2020). Penerapan Literasi Digital dalam
Pembelajaran Kurikulum 2013 Berbasis E-Learning Tema 8 Bumiku Kelas VI SD Negeri
2 Purbalingga Lor. Jurnal Papeda: Jurnal Publikasi Pendidikan Dasar, 2(2), 139–146.
https://doi.org/10.36232/jurnalpendidikandasar.v2i2.529
Kholik, A. N. (2019). Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum Abad 21. 65–86.
Mahendra, I. W. E. (2017). Project Based Learning Bermuatan Etnomatematika Dalam
Pembelajar Matematika. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia), 6(1), 106–114.
https://doi.org/10.23887/jpi-undiksha.v6i1.9257
Mubarok, A. A., Aminah, S., Sukamto, Suherman, D., & Berlian, U. C. (2021). Jurnal Dirosah
Islamiyah Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia Jurnal Dirosah
Islamiyah. 3, 103–125. https://doi.org/10.17467/jdi.v3i2.324
Muis, A. A. (2013). Prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran. Istiqra: Jurnal Pendidikan Dan
Pemikiran Islam, I(1), 29–30.
Muis, A., Sibawaihi, S., & Ali, M. (2022). Study Application of Student Center Learning
Method in Fiqh Munakahat Learning. Tarbawiyah : Jurnal Ilmiah Pendidikan, 6(2),
141. https://doi.org/10.32332/tarbawiyah.v6i2.5303
Muliani, A., Karimah, F. M., Liana, M. A., Pramudita, S. A. E., Riza, M. K., &
Indramayu, A. (2021). Pentingnya Peran Literasi Digital bagi Mahasiswa. Journal
of Education and Technology, 1(2), 87–92.
Nana, S. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo. Novalinda, R., Ambiyar, A., & Rizal, F. (2020). Pendekatan Evaluasi
Program Tyler: Goal-
Oriented. Edukasi: Jurnal Pendidikan, 18(1),
137.
https://doi.org/10.31571/edukasi.v18i1.1644
Nur Aedi, N. A. (2016). Manajemen Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: Gosyen Publishin
Oemar, H. (2014). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Polii, D. J., & Polii, M. (2022). Pendekatan Pembelajaran. EDULEAD: Journal of
Christian Education and Leadership, 3(1), 117–132.
https://doi.org/10.47530/edulead.v3i1.99 Satriaman, K. T., Pujani, N. M., & Sarini,
P. (2019). Implementasi Pendekatan Student
Centered Learning Dalam Pembelajaran Ipa Dan Relevansinya Dengan Hasil
Belajar Siswa Kelas Viii Smp Negeri 4 Singaraja. Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran Sains Indonesia (JPPSI), 1(1), 12.
https://doi.org/10.23887/jppsi.v1i1.21912
Sugiana, A. (2018). Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum Dalam Meningkatkan
Pendidikan Di Indonesia. Jurnal Pedagogik, 05(02), 257–273.
https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/pedagogik
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Silabus Kurikulum Literasi Digital
Kompetensi Inti:
● KI 1 dan KI 2 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia.
● KI 3 : Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
● KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
3.1. Menganalisis 3.1.1. Memahami Hak dan Kewajiban Problem Based ● memahami hakikat hak 2 x 45 menit Tugas individu
kasus pelanggaran hakikat hak warga Warga Negara Learning dan kewajiban warga
hak dan negara negara
pengingkaran 3.1.2. Memahami ● mencari masalah terkait
kewajiban sebagai hakikat kewajiban hak dan kewajiban warga
warga negara warga negara
negara berdasarkan
pasal-pasal.
3.3. 3.3.1. Sikap Selektif dalam Problem Based ● mencari pengaruh positif 2 x 45 menit Tugas individu
Mengidentifikasi Mengidentifikasi dari Menghadapi berbagai Learning dan negatif kemajuan
pengaruh kemajuan berbagai sumber Pengaruh Kemajuan IPTEK
IPTEK terhadap pengaruh positif dan IPTEK ● membuat dengan
dunia digital negatif IPTEK memanfaatkan media
terhadap dunia digital digital
3.1. Menganalisis 3.1.1. Menganalisis Kasus Pelanggaran Hak Project Based ● menganalisis kasus 2 x 45 menit Tugas Individu
kasus pelanggaran kasus pelanggaran hak dan Pengingkaran Learning pelanggaran hak dan
hak dan warga negara Kewajiban Warga pengingkaran kewajiban
pengingkaran 3.1.2. Menganalisis Negara warga negara
kewajiban sebagai kasus pelanggaran ● mencari kasus-kasus
warga negara pengingkaran cyberbullying terhadap
kewajiban sebagai pelanggaran hak dan
warga negara pengingkaran kewajiban
warga negara.
3.3. 3.3.1. Menganalisis Sikap Selektif dalam Problem Based ● menganalisis kemajuan 2 x 45 menit Tugas individu
Mengidentifikasi pengaruh kemajuan Menghadapi berbagai Learning IPTEK yang berdampak
pengaruh kemajuan IPTEK bagi etika Pengaruh Kemajuan pada etika bermedia
IPTEK terhadap bermedia sosial IPTEK sosial
etika bermedia ● menjabarkan apa saja
sosial kemajuan IPTEK yang
berdampak pada etika
bermedia sosial
3.2. Menganalisis 3.2.1 Menganalisis Dinamika Pelanggaran Project Based ● membuat poster tentang 2 x 45 menit Tugas kelompok
praktik pelanggaran hukum Hukum Learning pentingnya etika digital
perlindungan dan yang ada dan bagaimana untuk
penegakan hukum mencegah pelanggaran
untuk menjamin hukum netiket.
keadilan dan ● mendiskusikan
kedamaian pelanggaran netiket atau
etika internet, yang
dibahas aturan-aturan,
norma, nilai-nilai yang
harus dihormati dalam
interaksi online
● dipresentasikan, dan
menanggapi
3.1. Menganalisis 3.1.1. Menganalisis Kasus Pelanggaran Hak Problem Based ● menganalisis contoh 2 x 45 menit Tugas individu
kasus pelanggaran kasus pelanggaran hak dan Pengingkaran Learning netiket terhadap
hak dan warga negara Kewajiban Warga pelanggaran hak dan
pengingkaran 3.1.2. Menganalisis Negara pengingkaran kewajiban
kewajiban sebagai kasus pelanggaran warga negara.
warga negara pengingkaran
kewajiban sebagai
warga negara
3.2 Menerapkan 3.2.1 Siswa dapat Menyajikan Gagasan Project Based ● dengan mengaitkan 2 x 45 Menit Tugas Kelompok
literasi digital mengidentifikasi melalui Artikel Learning materi literasi digital
dalam kehidupan karakteristik hoaks, (Mengevaluasi yaitu, "Etika
sehari-hari, memahami etika Informasi, Baik Fakta Berinternet (Waspada
termasuk perilaku berinternet, dan Maupun Opini dalam Hoax)"'
etis saat menerapkan Sebuah Artikel yang ● Materi kelas 12
berinternet, serta pengetahuan literasi Dibaca)
mampu memahami digital dalam kegiatan
dan menyaring online.
informasi untuk
menghindari
penyebaran hoaks.
3.1 Siswa mampu 3.1.1 Siswa dapat Ketentuan Problem Based ● dengan mengaitkan 2 x 45 Menit Tugas Individu
memahami dan menjelaskan Penggunaan Learning materi literasi digital
menerapkan prinsip-prinsip etika Teknologi Informasi yaitu, "netikat dan
ketentuan dalam menggunakan dan Komunikasi hukum pelanggaran
penggunaan TIK, mengidentifikasi netiket (UU ITE)".
Teknologi risiko keamanan, dan ● Kelas 12
Informasi dan menerapkan
Komunikasi (TIK) langkah-langkah
secara etis dan perlindungan
aman. informasi pribadi.
Sekolah : SMA N 1 Semarang
Mata Pelajaran : PPKN
Semester : X / Ganjil
Materi Pokok : Pelanggaran Hak dan Kewajiban Warga Negara
Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit)
A. Tujuan Pembelajaran
1. Saat pembelajaran, peserta didik dapat memahami hakikat hak dan kewajiban warga
negara.
2. Setelah pembelajaran selesai, peserta didik dapat menyebutkan atau mencari masalah
terkait hak dan kewajiban warga negara berdasarkan pasal-pasal.
3. Setelah pembelajaran selesai, peserta didik dapat mempresentasikan serta menyajikan
hakikat hak dan kewajiban warga negara.
4. Selama pembelajaran, peserta didik dapat mendengarkan dan menerima penjelasan materi
maupun instruksi dari guru dengan benar.
B. Pendekatan/Model/Metode Pembelajaran
1) Pendekatan : Saintifik
2) Model Pembelajaran : Problem Based Learning (PBL)
3) Metode : Pengamatan, diskusi, persentasi, penugasan
C. Alat/Media
• Alat : LCD Proyektor/Infocus dan Leptop.
• Media : - Lembar rangkuman materi
- Data File Presentasi (Power point)
D. Sumber Belajar
⚫ Buku Cetak
⚫ Rangkuman Materi (berasal dari guru)
E. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
waktu
Pendahuluan Guru : 15
Orientasi Menit
1. Melakukan pembukaan dengan mengucapkan salam dan
menjawab salam
2. Guru mengingatkan peserta didik untuk menjaga
kebersihan dan kerapaian kelas serta memeriksa pakaian
seragam peserta didik.
3. Mengajak peserta didik untuk mensyukuri segala nikmat
yang telah diberikan oleh Tuhan YME, termasuk kesehatan
dalam mengikuti proses pembelajaran dengan berdoa
(religius).
4. Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
Apersepsi
Guru mengkaitkan materi yang akan dipelajari yaitu Hak dan
kewajiban warga negara
Motivasi
Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari
pelajaran dan apabila pembelajaran ini diikuti denganbaik
dan sungguh-sungguh maka peserta didik diharapkan
dapat memahami tentang bagaimana cara berprilaku yang
baik, adil dan jujur dimasyarakat terkait Hak dan
kewajiban warga negara (Stimulation/ Pemberian
rangsangan)
Pemberian Acuan
Menyampaikan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran
dan ruang lingkup materi pembelajaran
Kegiatan Inti
Fase 1 : Orientasi peserta didik kepada masalah 65
(Menyimak ) : menit
Peserta didik membaca, mengamati, mendengar dan
menyimak kasus pelanggaran Hak dan kewajiban warga
negara melalui power point yang telah disediakan
Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik
(Menanya) :
1. Siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan dari hal-hal
yang belum dipahami dari power point secara bergantian
dengan pertanyaan yang berbeda.
2. Pertanyaan-pertanyaan tadi dipersilahkan untuk dijawab
oleh siswa yang lainnya.
3. Guru mendengarkan dan menyimpulkan pertanyaan dan
jawaban dari peserta didik tadi yang akan dijadikan suatu
kesimpulan permasalahan yang akan dipecahkan oleh
masing-masing kelompok yang sudah dibentuk pada
pertemuan sebelumnya yang terdiri dari 4-5 orang dan
sudah menentukan satu ketua kelompoknya
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru PPkn
Aspek pengetahuan peserta didik dinilai bedasarkan LKPD
LKPD
Nama :
No Absen :
Kelas :
Nilai
LAMPIRAN MATERI
Hak merupakan semua hal yang Anda peroleh atau dapatkan. Hal tersebut dapat berbentuk
kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Setiap hak yang diperoleh merupakan akibat
dari dilaksanakannya kewajiban. Dengan kata lain, hak baru bisa diperoleh apabila kewajiban sudah
dilakukan. Misalnya, seorang pegawai berhak mendapatkan upah, apabila sudah
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada pembelajaran di kelas XI,
Anda sudah diperkenalkan dengan konsep hak asasi manusia. Menurut Anda, sama atau tidak makna
HAM dengan konsep hak warga negara? Untuk mengetahui jawabanya, coba Anda cermati
uraian materi berikut ini.
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. Karena itu, hak
asasi manusia itu berbeda dari pengertian hak warga negara. Hak warga negara merupakan
seperangkat hak yang melekat dalam diri manusia dalam kedudukannya sebagai anggota dari sebuah
negara. Hak asasi sifatnya universal, tidak terpengaruh status kewarganegaraan seseorang. Akan
tetapi, hak warga negara dibatasi oleh status kewarganegaraannya. Dengan kata lain, tidak semua
hak warga negara adalah hak asasi manusia. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa semua hak asasi
manusia juga merupakan hak warga negara. Misalnya hak setiap warga negara untuk
menduduki jabatan dalam pemerintahan Republik Indonesia adalah hanya hak warga negara
Indonesia saja ketentuan ini, tidak berlaku bagi orang yang bukan warga negara Indonesia. Hak
warga negara Indonesia meliputi hak konstitusional dan hak hukum. Hak konstitutional adalah hak-
hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD NRI Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945),
sedangkan hak-hak hukum timbul berdasarkan jaminan undang-undang dan peraturan perundang-
undangan di bawahnya.
Bagaimana dengan konsep kewajiban warga negara? Kewajiban secara sederhana dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian,
kewajiban warga negara dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang harus dilakukan oleh
seorang warga negara sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang undangan yang berlaku. Apa
yang membedakannya dengan kewajiban asasi?
Kewajiban asasi merupakan kewajiban dasar setiap orang. Dengan kata lain, kewajiban asasi
terlepas dari status kewarganegaraan yang dimiliki oleh orang tersebut. Sementara itu, kewajiban
warga negara dibatasi oleh status kewarganegaraan seseorang. Akan tetapi, konsep kewajiban warga
negara memiliki cakupan yang lebih luas, karena meliputi pula kewajiban asasi. Misalnya, di
Indonesia menghormati hak hidup merupakan kewajiban setiap orang terlepas apakah ia warga
negara Indonesia atau bukan. Adapun kewajiban bela negara hanya merupakan kewajiban warga
negara Indonesia, sementara warga negara asing tidak dikenakan kewajiban tersebut.
Hak dan kewajiban warga negara merupakan dua hal yang saling berkaitan. Keduanya memiliki
hubungan kausalitas atau hubungan sebab akibat. Seseorang mendapatkan hak karena kewajibannya
dipenuhi. Misalnya, seorang pekerja mendapatkan upah, setelah melaksanakan pekerjaan yang menjadi
kewajibannya. Selain itu, hak yang didapatkan seseorang sebagai akibat dari kewajiban yang dipenuhi
oleh orang lain. Misalnya, seorang pelajar mendapatkan ilmu pengetahuan pada mata pelajaran tertentu,
sebagai salah satu akibat dari dipenuhinya kewajiban oleh guru, yaitu melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas.
Hak dan kewajiban warga negara juga tidak dapat dipisahkan karena bagaimanapun dari kewajiban
itulah muncul hak dan begitupun sebaliknya. Akan tetapi, sering terjadi pertentangan karena hak dan
kewajiban tidak seimbang. Misalnya, setiap warga negara berhak atas perkerjaan dan penghidupan yang
layak. Meski menjadi hak, tetapi pada kenyataannya, banyak warga negara belum merasakan
kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara hak
dan kewajiban. Apabila keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan.