Anda di halaman 1dari 5

AKSI NYATA

Merdeka belajar

Disusun oleh:
Karyono, S.Pd. SD
NIP. 198405012009031003

SDN Tlogomulyo
2023
1. Mengenali diri dan perannya sebagai pendidik

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada
anak didik dalam perkembangan baik jasmani maupun rohaninya (Dri Atmaka, 2004).
Sementara menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah memberi tuntunan terhadap
segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak, agar ia mampu mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat.

Peran seorang pendidik sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang guru dan
dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi siswa pada Pendidikan anak usia dini melalui jalur formal Pendidikan dasar
dan Pendidikan menengah. Maka, peran pendidik (Guru) tidak lagi sebatas pengajar, tapi
selaras dengan konsep Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karsa, dan Tut wuri
handayani.

Ki Hajar Dewantara, bapak Pendidikan Indonesia yang hidup pada abad 18, pernah menjabat
sebagai Menteri Pengajaran Republik Indonesia (1945), bahkan belum tersentuh berbagai
teori modern tentang Pendidikan. Namun beliau mampu menempatkan "Tut wuri handayani"
menjadi semboyan pendidikan, yang artinya "Dari belakang, seorang guru harus bisa
memberikan dorongan pada siswa".

Selanjutnya, Ing madya mangun karsa, yang artinya ditengah memberi/membangun


semangat. Seorang guru harus membersamai siswanya, untuk memantau gerak tumbuh
mereka serta membimbing dan memberi semangat. Guru harus terus belajar secara mandiri,
membuka akses lebar-lebar dari berbagai sumber informasi, agar relevan dengan kebutuhan
siswa sesuai zamannya.

Semboyan ketiga adalah Ing ngarso sung tulodo, artinya seorang guru harus mampu menjadi
teladan bagi siswanya, baik sikap maupun pola pikirnya. Dengan demikian, guru haruslah
terlebih dahulu mempersiapkan diri menjadi pribadi yang mampu menjadi sosok panutan,
yang akan dicontoh oleh anak didiknya.
Pertanyaannya, apakah kita sudah mengenali diri dan peran sebagai pendidik?. Jawabannya
tergantung pada keberanian kita untuk menjawab secara jujur dengan hati nurani. Siapakah
saya di mata siswa, apakah saya diberi predikat sebagai guru yang berempati atau malah
cuek?. Apakah saya memberi ruang bagi siswa untuk memunculkan ide dan kreativitas
mereka atau malah membungkam dengan ucapan yang memojokkan?. Pernahkah saya
memberi kesempatan bagi siswa untuk menjelaskan apa alasan mereka tidak memegang
komitmen atau malah mendesak dan menyalahkan?.

2. Apa peran saya sebagai guru

Memulai hari dengan semangat, ingin segera bertemu dengan siswa mencari tahu bagaimana
kemajuan yang mereka peroleh setelah mengikuti pembelajaran, merindukan wajah-wajah
penuh harap dengan ilmu yang akan kita curahkan. Apapun alasan kita untuk bersegera ingin
ke sekolah, akan membawa efek luar biasa terhadap semangat belajar siswa. Energi positif
yang kita pancarkan lewat bahasa tubuh, wajah yang bersahabat, mampu membuang jauh-
jauh rasa malas siswa untuk berangkat ke sekolah. Maka, jadikan kita di posisi itu.
Kini, di zaman generasi digital native, kita perlu menyelaraskan peran sebagai pendidik yang
relevan dengan konteks murid dan zaman. Maka peran kita adalah memberi ilmu demi
kecakapan hidup anak dalam usaha mempersiapkannya untuk segala kepentingan hidup
manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti seluas-
luasnya (Ki Hajar Dewantara).

Seorang pendidik memiliki peran yang sangat besar terhadap masa depan siswa. Jika kita
memberi pujian, atau mencemooh, memberi hukuman, tetap akan meninggalkan kesan di hati
mereka. Hal sekecil apapun yang kita sampaikan di kelas akan berkontribusi pada kecakapan
hidup anak kelak saat mereka beranjak dewasa.

Maka, pertanyaannya adalah, apakah peran kita sebagai guru, atau sama sekali tidak berperan
dalam tumbuh kembangnya pengetahuan siswa kita?. Apakah kita pernah hadir secara utuh
untuk siswa, atau sebaliknya, siswa tidak pernah merasakan kehadiran kita (Yang memang
sangat jarang membersamai siswa). Dan, apakah kita pernah memberi waktu khusus buat
siswa yang membutuhkan seseorang untuk mendengarkan curhatannya, atau kita tidak mau
tahu dengan hal seperti itu?.

3. Ingin menjadi guru seperti apa saya

Sejak kecil, sedikitpun tidak pernah bercita-cita untuk menjadi guru. Meski berbagai
pengalaman menyenangkan pernah saya terima dari guru-guru favorit saya. Saya menyukai
momen dimana saya mampu menyelesaikan tugas dan diberi hadiah "Boleh pulang duluan".
Di masa SMP, saya menyukai guru Matematika dan Bahasa Inggris, karena cara mengajar
mereka yang sangat menyenangkan. Dan lagi-lagi, cita-cita untuk menjadi guru belum juga
terbit.

Terkadang, guru-guru favorit saya tersebut malah sangat tidak disukai oleh kawan-kawan
lainnya. Dan kini setelah saya bahagia menjadi guru (Sempat juga tidak bahagia selama dua
tahun), maka saya menghindari perlakuan kurang menyenangkan yang dialami oleh kawan-
kawan saya tersebut. Salah satunya adalah menghindari komunikasi terbatas hanya dengan
beberapa orang siswa yang pintar (Dan, ternyata siswa cenderung tidak menyukai hal
tersebut).

Beragam metode mengajar yang sudah kita "kunyah habis", lengkap dengan media dan
fasilitas pendukung kegiatan belajar lainnya. Namun, apakah ikhtiar yang kita lakukan
selama ini sudah sejalan dengan tujuan pendidikan?.Menjadi guru/pendidik adalah pekerjaan
yang sangat menantang, terlebih di masa pemulihan seperti sekarang ini. Maka guru harus
adaptif terhadap perubahan, karena bahaya besar mengancam pendidikan kita jika tidak
waspada, yakni learning loss.

Mampukah kita menjadi seorang pendidik berorientasi pada anak, dengan melayani segala
bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda?. Siapkah kita untuk memberi
kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan ide/bakat/minat, berpikir kreatif, dengan
tuntunan dan arahan dari kita supaya siswa tidak kehilangan arah?. Maka hal itu akan
terjawab setelah kita mampu menjawab pertanyaan, "Ingin menjadi guru seperti apakah
saya?".
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai