Sulaeman
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, ABFI Institute Perbanas, Jakarta
sulaeman79@gmail.com
ABSTRACT
This research has purposes to collect information and analyze the effect of performance-based allowance policy system on the
employee’s performance in Directorate General of Fiscal Balance. This research sample consists of a number of staff employees
which is categorized based on the job rank by using stratified random sampling method and Cohen’s approach. This research
data is collected from a perception survey related to the implementation of performance-based allowance policy system which
consists of three aspects, including the Presidential Decree of 156 /2014, the Minister of Finance Regulation of
93/PMK.01/2018 juncto 85/PMK.01/2015 junctis 214/PMK.01/2011, and the Minister of Finance Regulation of
176/PMK.01/2018. This research uses formative evaluation method and descriptive analysis technique by Partial Least Square
(PLS) approach according to Chin’s criterion. The final conclusion is that performance-based allowance policy system has
positive and significant effect on the employee’s performance in Directorate General of Fiscal Balance.
Keywords: performance-based allowance policy, employee’s performance, performance management. employee’s performance
target
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi dan menganalisis pengaruh sistem kebijakan tunjangan kinerja
terhadap kinerja pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Sampel penelitian meliputi para pegawai
pelaksana yang dikategorikan berdasarkan peringkat dengan menggunakan teknik stratified random sampling dan
pendekatan Cohen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari survei persepsi atas penerapan sistem
kebijakan tunjangan kinerja yang meliputi tiga aspek, yaitu Peraturan Presiden Nomor 156/2014, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.01/2018 juncto 85/PMK.01/2015 junctis 214/PMK.01/2011, dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 176/PMK.01/2018. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi formatif dan teknik analisis deskriptif melalui
pendekatan Partial Least Square (PLS) mengacu pada kriteria Chin. Kesimpulan akhir penelitian adalah bahwa sistem
kebijakan tunjangan kinerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan.
Kata kunci: Kebijakan tunjangan kinerja, kinerja pegawai, manajemen kinerja, sasaran kinerja pegawai
KLASIFIKASI JEL:
J33
CARA MENGUTIP:
Rahmani, A.T. & Sulaeman. (2022). Pengaruh sistem kebijakan tunjangan kinerja terhadap kinerja pegawai pada
direktorat jenderal perimbangan keuangan. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan
Kebijakan Publik, 7(1), 1-19.
1
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
Pemotongan tunjangan dikenakan kepada diterima dari organisasi atau instansi tempat
pegawai dengan ketentuan apabila: tidak hadir di bekerjanya dianggap masih rendah. Sementara itu,
tempat tugas (izin/alpa/tanpa keterangan), Heneman dalam Suharyanto et al. (2012)
terlambat (TL), pulang kerja sebelum menyebutkan bahwa mayoritas studi yang
waktunya/tidak mengganti waktu keterlambatan dilakukan telah menunjukkan penerapan sistem
(PSW), tidak mengisi daftar hadir baik masuk merit pay yang dikaitkan langsung dengan kinerja
maupun pulang kerja tanpa alasan yang sah, dan ternyata menghasilkan peningkatan kinerja.
menjalani cuti tertentu yang dikenakan Sebaliknya, permasalahan yang muncul, misalnya
pemotongan. Pegawai yang tidak hadir di tempat pegawai yang kehilangan motivasi, kinerja yang
tugas dikenakan besaran pemotongan tunjangan buruk, resign secara besar-besaran, perilaku yang
5% untuk satu hari ketidakhadiran. Besaran tidak bertanggung jawab, dan bahkan sikap yang
pemotongan untuk pelanggaran TL dan PSW tidak jujur, diyakini berasal dari sistem kompensasi
dinyatakan sebagaimaan Tabel 1 dan Tabel 2. yang tidak profesional (Enceng & Purwaningdyah,
2011). Sistem kompensasi memiliki kemampuan
Rendahnya kinerja pegawai, dalam penelitian
yang besar atau potensi untuk mempengaruhi
Junus (2008), dipengaruhi oleh tingkat kedisplinan
pembentukan perilaku pegawai dan peningkatan
pegawai yang kurang dalam melaksanakan tugas
kinerja, walau demikian banyak organisasi yang
melayani publik, serta tingkat pendapatan yang
menepis potensi ini dengan persepsi yang
sebaliknya bahwa “kompensasi hanya sekedar cost
Tabel 1. Pelanggaran TL
yang seharusnya dapat diminimalisasi”. Tanpa
Persentase
Tingkat TL Jam Masuk disadari bagi organisasi yang mengadopsi persepsi
Dipotong
TL-1 08:01 hingga < 08:31 1 persen keliru ini, sistem kompensasi justru berpotensi
TL-2 08:31 hingga < 09:01 1.25 persen sebaliknya, yaitu menjadi sarana dalam
≥ 09:01, dan/atau tidak meningkatkan perilaku pegawai yang tidak
TL-3 mengisi daftar hadir 2.5 persen produktif. Bagi organisasi, sistem kompensasi
(masuk) memegang peranan terpenting karena
Sumber: PMK Nomor 93 Tahun 2018 mencerminkan upaya yang dilakukan untuk terus
mempertahankan sekaligus meningkatkan
Tabel 2. Pelanggaran PSW kesejahteraan para pegawainya. Dari pengalaman
Tingkat PSW yang banyak terjadi, terungkap bahwa sistem
Kedatangan Persentase kompensasi yang tidak memadai menyebabkan
I. Jam Pulang
Lebih Awal Dipotong turunnya kepuasan kerja, prestasi, dan motivasi
(DLA)
pegawai, bahkan dapat menyebabkan resign atau
PSW hingga
PSW-1-DLA
<31 menit
0,5 persen keluarnya pegawai yang potensial dari organisasi.
PSW 31 menit Pada era reformasi birokrasi, kebijakan
PSW-2-DLA hingga <61 1 persen remunerasi bagi PNS menganut sistem merit, yaitu
menit
sistem yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a)
PSW 61 menit
PSW-3-DLA hingga <91 1,25 persen
berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja
menit pegawai; (b) secara adil dan wajar; (c) tidak
PSW ≥91 menit, membeda-bedakan latar belakang pegawai yang
dan/ atau tidak berkaitan dengan agama, politik, asal-usul, gender,
PSW-4-DLA 2,5 persen
mengisi daftar ras, warna kulit, umur, status pernikahan, dan
hadir (pulang) keterbatasan fisik. Selaras dengan implementasi
Tingkat PSW sistem merit, pemberian tunjangan kinerja
Kedatangan Persentase ditentukan besaran tarifnya menurut kelas jabatan
II. Jam Pulang
Setelah Jam Dipotong (Peraturan Presiden Nomor 156 tahun 2014), yang
Masuk Kerja
secara umum terdiri atas pegawai dengan jabatan
PSW hingga
PSW-1
<31 menit
0,5 persen struktural, fungsional, dan pelaksana. Khusus bagi
PSW 31 menit pegawai pelaksana, terdapat kualifikasi dan
PSW-2 hingga <61 1 persen kompetensi yang harus dipenuhi untuk menduduki
menit peringkat jabatannya sebagaimana diatur dalam
PSW 61 menit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun
PSW-3 hingga <91 1,25 persen 2018 tentang Mekanisme Penetapan Jabatan dan
menit Peringkat Bagi Pelaksana di Lingkungan
PSW ≥91 menit, Kementerian Keuangan. Jabatan pelaksana
dan/ atau tidak
PSW-4 2,5 persen merupakan jenjang jabatan administratif yang
mengisi daftar
hadir (pulang)
berada pada tingkat paling rendah. Dengan adanya
Sumber: PMK Nomor 93 Tahun 2018 kebijakan tersebut, penentuan posisi
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
peringkat/kelas jabatan bagi pelaksana untuk dapat Keuangan tersebut mengatur, antara lain, hal-hal
naik, turun, atau tetap diatur batasan maksimal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
peringkatnya berdasarkan pangkat dan jenjang pembayaran tunjangan kinerja, meliputi: peringkat
pendidikan. jabatan, waktu pembayarannya dilaksanakan pada
awal bulan, pemotongan berkaitan dengan
Peringkat pertama bagi pelaksana diberikan
pelanggaran disiplin, dan terhitung mulai tanggal
berdasarkan kualifikasi pendidikan dan pelatihan
kapan pegawai dibayarkan tunjangan.
(setelah lulus Diklat Prajabatan), dan selanjutnya
peringkat pegawai pelaksana tersebut akan Ketentuan pemberian tunjangan kinerja yang
dievaluasi melalui sidang penilaian setiap tahun dan telah dijelaskan di atas dapat dirangkum menjadi
dapat diberikan kenaikan secara bertahap. tiga kriteria yakni: (1) pegawai diberikan tunjangan
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 Peraturan kinerja setiap bulan; (2) sesuai dengan kelas
Menteri Keuangan tersebut, kriteria pelaksana yang jabatannya; dan (3) dengan memperhitungkan
dapat diberikan kenaikan peringkat oleh pejabat capaian kinerja pegawai. Salah satu aspek capaian
penilai satu tingkat lebih tinggi, yaitu wajib kinerja pegawai adalah kedisiplinan yang tercermin
memenuhi batasan pangkat/golongan dan jenjang dari kehadiran yang sesuai dengan pedoman jam
pendidikan. Syarat dan batasan maksimal masuk dan pulang kerja. Apabila kehadiran seorang
pemberian kenaikan peringkat bagi pelaksana pegawai sudah sesuai tanpa adanya pelanggaran
adalah sebagaimana Tabel 3 dan Tabel 4. jam kerja, maka besaran tunjangan yang diterima
oleh pegawai tersebut sesuai dengan besaran
Peraturan Presiden Nomor 156 Tahun 2014
tunjangan maksimal pada kelas jabatan. Namun,
mengamanatkan bahwa pemberian tunjangan
apabila kinerja kehadirannya kurang baik maka
kinerja kepada PNS dalam rangka meningkatkan
besaran tunjangan yang diterima menjadi tidak
kinerja pegawai, maka kebijakan-kebijakan
maksimal karena adanya punishment berupa
pendukung dalam sistem tunjangan kinerja telah
pemotongan tunjangan. Nominal tunjangan kinerja
dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
Kementerian Keuangan adalah sebagaimana
tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3)
dituangkan dalam Tabel 5.
dalam Peraturan Presiden tersebut, dinyatakan
bahwa pembayaran tunjangan kinerja Rumusan Masalah, Tujuan dan Keunggulan
diperhitungkan dengan capaian kinerja pegawai Penelitian
setiap bulan. Tata cara pembayaran secara lebih
Sistem tunjangan kinerja yang berlaku di
detail terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan
Kementerian Keuangan secara garis besarnya
Nomor 273 Tahun 2014. Peraturan Menteri
meliputi tiga kebijakan, yaitu kebijakan besaran
tunjangan kinerja yang didasarkan pada kelas
Tabel 3. Peringkat Maksimal Sesuai Pangkat jabatan dan tingkat pencapaian kinerja pegawai,
Pangkat/Gol. Ruang Peringkat Maksimal kebijakan penegakan disiplin berupa pengenaan
III /c s.d. IV /e 12 potongan tunjangan kepada pegawai yang
melanggar ketentuan disiplin, dan kebijakan
III /b 11
III /a 10 pembatasan peringkat jabatan bagi pegawai
pelaksana berdasarkan pangkat/golongan dan
II /d 9
jenjang pendidikan. Beberapa penelitian terdahulu
II /c 8
yang tentang pengaruh tunjangan kinerja terhadap
II /b 7
kinerja pegawai telah dilakukan dengan
II /a 6
menggunakan variabel tunjangan kinerja. Konsep
I /d 5
pemberian tunjangan kinerja dalam penelitian
I /c 4
tersebut merupakan konsep yang mengacu pada
I /b 3
satu peraturan tertentu yang benar-benar berlaku.
I /a 2
Lebih komprehensif dari penelitian terdahulu,
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2018 dalam penelitian ini konsep variabel tunjangan
kinerja yang diteliti merupakan variabel yang
Tabel 4. Peringkat Maksimal Sesuai Pendidikan diturunkan dari tiga peraturan yang dijalankan
Peringkat secara bersama-sama, yaitu: Peraturan Presiden
Pendidikan
Maksimal Nomor 156 Tahun 2014, Peraturan Menteri
D4, S1, S2, S3 12 Keuangan Nomor 93 Tahun 2018, dan Peraturan
D3 10 Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2018. Ketiga
D1 8 peraturan ini mencerminkan satu kesatuan sistem
SMA 6 tunjangan kinerja yang tidak dapat berdiri sendiri-
SMP/SD 3 sendiri. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2018
disebut sebagai variabel “sistem kebijakan
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
hasil penelitian ini juga diperuntukkan bagi pihak yang berkaitan erat dengan pencapaian visi misi
pembuat kebijakan. Penelitian evaluatif bertujuan organisasi, kontribusi ekonomi, dan kepuasan
mengetahui tentang pelaksanaan suatu kebijakan, pelanggan.
lebih dari sekedar menyimpulkan kebijakan telah
Sutrisno mengemukakan bahwa kinerja adalah
terlaksana dengan baik atau tidak, namun keinginan
“hasil kerja yang dicapai dengan berperilaku kerja
untuk mengetahui lebih dalam lagi jika
dalam mengerjakan aktivitas pekerjaan” dan
pelaksanaannya belum maksimal, apa
Mangkunegara mendefinisikan kinerja sebagai
penyebabnya, di mana titik kelemahan dan faktor
“hasil pelaksanaan tugas dari aspek kualitas dan
penyebab kelemahannya, kemudian berdasarkan
kuantitas, yang dicapai karyawan sesuai dengan
data dan hasil penelitian, pihak pengambil
tanggung jawabnya” (dalam Saleh & Darwis, 2015,
kebijakan bisa meningkatkan mutu dari
hal. 124). Mathis & Jackson (2006) berpendapat, inti
implementasi suatu kebijakan melalui perbaikan
dari kinerja adalah tentang hal yang dilakukan atau
terhadap titik-titik kelemahan dari kebijakan, yang
tidak dilakukan karyawan.
mana merupakan tujuan akhir dari penelitian
(Arikunto, 2013).
Pengukuran Kinerja
Dalam penelitian ini diajukan beberapa hal
Untuk menilai tingkat pencapaian hasil kerja
yang baru, seperti kerangka pemikiran yang
PNS dalam menjalankan tugas dan tanggung
disarikan dari berbagai peraturan yang membentuk
jawabnya, dibutuhkan suatu pedoman atau acuan
suatu sistem tunjangan kinerja, yang mana riset
sebagai alat ukur keberhasilan kinerja PNS tersebut.
sebelumnya belum cukup memadai untuk dapat
Siagian (dalam Saleh & Darwis, 2015, hal. 125)
dikatakan real sistem tunjangan kinerja karena
berpendapat, penilaian kinerja merupakan “proses
tidak menggunakan seperangkat panduan
mengukur dan membandingkan antara realisasi
peraturan yang relevan dan masih berlaku. Di
hasil pekerjaan yang dicapai dengan target hasil
samping itu, metode pengumpulan data
pekerjaan yang seharusnya dicapai”.
menggunakan pendekatan survei yang mana
pertanyaan disusun mengacu pada kajian teori dan Penilaian kinerja PNS merupakan gabungan
isi dari peraturan-peraturan sistem tunjangan atau perpaduan antara penilaian atas sasaran kerja
kinerja, untuk selanjutnya dilakukan pengujian tiap dengan perilaku kerja. Penilaian sasaran kerja
butir pertanyaan oleh penelaah (content validity) dilihat dari empat aspek, meliputi: kualitas yang
sebelum kuesioner dibagikan kepada responden baik, kuantitas yang sesuai target, mutu keluaran
pegawai yang dituju. Teknik stratified random atau outcome, dan efisiensi biaya. Sedangkan,
sampling juga merupakan hal baru yang disajikan penilaian perilaku kerja, sebagaimana disebutkan
dalam penelitian ini, yaitu metode pengklasifikasian pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011,
responden sesuai peringkat/kelas jabatannya. Data meliputi: (1) orientasi pelayanan, (2) integritas, (3)
yang telah terkumpul dianalisis menggunakan komitmen, (4) disiplin, (5) kerja sama, dan (6)
Structural Equation Modelling Partial Least Square kepemimpinan.
(SEM-PLS), dengan tools analisis berupa software
Junus (2008) berpendapat bahwa kinerja
Smart PLS 3.3. Adapun dalam menentukan ukuran
pegawai yang rendah disebabkan karena
minimum sampel, penelitian SEM-PLS ini
kedisiplinan pegawai yang kurang dalam
menggunakan pedoman Cohen (dalam Haryono,
menjalankan tugas pelayanan publik dan tingkat
2017) yang mempunyai keunggulan dalam
pengaruh statistik dan ukuran. Pendekatan yang pendapatan yang diperoleh dari tempat bekerja
digunakan dalam analisis data adalah kriteria dianggap kurang. Saputra & Yahya (2016)
menekankan bahwa permasalahan kedisiplinan
penilaian Chin (dalam Ghozali, 2014, hal. 42) dan
merupakan faktor yang penting di dalam proses
sejauh ini belum ditemui penelitian terdahulu untuk
meningkatkan kinerja.
tema pengaruh kebijakan tunjangan kinerja
terhadap kinerja pegawai yang menggunakan
metode SEM-PLS. Sistem Kompensasi dan Tunjangan Kinerja
Rivai & Sagala (2013) mengartikan tunjangan
kinerja sebagai imbalan langsung kepada karyawan
STUDI LITERATUR yang diberikan karena kinerjanya melebihi standar
Pengertian Kinerja yang ditetapkan organisasi. Tunjangan kinerja
termasuk ke dalam bentuk upah langsung di luar
Amstrong & Baron dalam Suhartini (2018), upah dan gaji, dan disebut sebagai kompensasi tetap
menyatakan arti “performance” adalah kinerja, atau istilahnya pay for performance plan, yaitu
hasil, atau prestasi. Makna kinerja secara lebih luas, sistem kompensasi yang berdasarkan kinerja
bukan sekedar hasil kerja, melainkan juga mengenai
proses berlangsungnya. Kinerja ialah hasil kerja Hanifah (2017) mengemukakan bahwa
reformasi birokrasi diharapkan mampu mendorong
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
perbaikan dan peningkatan kinerja birokrasi. atau tetap (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Simamora dalam Hanifah (2017) menyatakan 176 Tahun 2018). Jabatan dan peringkat yang
bahwa prinsip kompensasi adalah adil dan layak diberikan kepada pelaksana menunjukkan
sesuai prestasi dan tanggung jawab pegawai. tanggung jawab, tugas, wewenang, maupun hak
Sulistyani (2003) mengungkapkan bahwa bagi pegawai tersebut untuk diberikan tunjangan
kompensasi sangat penting bagi pegawai itu sendiri kinerja sesuai dengan jabatan dan peringkatnya.
sebagai individu, karena besaran nilai kompensasi
Kebijakan tunjangan kinerja ditentukan
merupakan cerminan atau ukuran nilai dari
berdasarkan kelas jabatan pegawai, untuk itu
pekerjaan itu sendiri. Begitu pula yang sebaliknya,
sampel yang diambil sebagai responden adalah
besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi
pelaksana yang merepresentasikan setiap kelas
prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja
jabatan. Populasi penelitian ini adalah 344 pegawai
pegawai. Insentif dan kinerja merupakan bagian
pelaksana pada DJPK, yang masing-masing memiliki
dari pengelolaan yang kompleks untuk
peringkat jabatan yang berbeda-beda. Peneliti
menunjukkan dan mempertahankan hubungan
menggunakan teknik pengambilan sampel berlapis
kerja antara karyawan dan perusahaan (Simamora,
non proporsi atau disproportionate stratified
2005). Menurut Notoatmodjo (1998) kompensasi
random sampling. Keuntungan dari teknik
apabila diberikan secara tepat dan benar maka para
penarikan sampel berlapis ini adalah
pegawai akan memperoleh kepuasan kerja dan
memungkinkan peneliti menetapkan seberapa jauh
termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan
setiap lapisan dalam populasi terwakili di dalam
organisasi. Akan tetapi apabila kompensasi itu
sampel. Teknik disproportionate stratified random
diberikan tidak memadai atau kurang tepat, maka
sampling digunakan jika populasi mempunyai
prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja para
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata
pegawai akan menurun.
tetapi kurang proporsional (Hikmawati, 2017).
Menurut ketentuan dalam pasal 79 Undang- Teknik pengambilan sampel disproportionate
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil stratified random sampling terlihat dalam Tabel 6
Negara, Pemerintah mempunyai kewajiban yang dapat dijelaskan pada perhitungan sampel
membayarkan gaji yang adil dan layak, serta untuk pelaksana peringkat 5, yang jumlah
memberikan jaminan kesejahteraan bagi PNS. Gaji populasinya 2 orang saat dihitung proporsinya
PNS dibayarkan sesuai dengan beban kerja, diperoleh 0 sampel, sedangkan peneliti
tanggung jawab, dan risiko pekerjaan. Selain menghendaki setiap kelas jabatan harus ada
menerima gaji, PNS juga berhak menerima representasi sampelnya. Atas data yang kurang
tunjangan dan fasilitas, termasuk tunjangan kinerja proporsional tersebut, maka dilakukan
diberikan kepada pegawai yang berstatus aktif dan penyesuaian jumlah sampel menjadi sampel non
berdasarkan kompetensi dan kinerja. proporsional, dengan menambah 0 menjadi 1
sampel dan mengurangi 1 sampel pada peringkat 12
METODOLOGI PENELITIAN sehingga jumlah totalnya menjadi 60 sampel.
Metode Pengambilan Sampel Ukuran sampel dengan pendekatan Cohen
Subjek penelitian yang disasar adalah pegawai (dalam Haryono, 2017, hal. 371) ditentukan
Pelaksana di DJPK, yang secara ketentuan dikenai berdasarkan hitungan total anak panah paling
tiga kebijakan dalam sistem tunjangan kinerja, yaitu banyak yang mengarah ke suatu konstruk, dan dari
Perpres Nomor 156 Tahun 2014, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93 Tahun 2018 juncto Peraturan Tabel 6. Sampel Pelaksana Per Kelas Jabatan
Menteri Keuangan Nomor 85 Tahun 2015 junctis Sampel
Sampel
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214 Tahun Kelas Jumlah Proporsi Non
Proporsi-
2011, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Jabatan Pegawai (%) Proporsi-
onal
onal
Tahun 2018.
4=
1 2 3 5
Definisi jabatan pelaksana menurut Peraturan (3 x 60)
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, adalah jenjang 12 47 13,7 8 7
jabatan administratif yang paling rendah 11 39 11,3 7 7
tingkatannya setelah jabatan administrator, yang 10 68 19,8 12 12
9 69 20,1 12 12
memiliki tanggung jawab melaksanakan kegiatan
8 28 8,1 5 5
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan 7 77 22,4 13 13
dan pembangunan. Jabatan dan peringkat yang 6 9 2,6 2 2
diberikan kepada pelaksana di Kementerian 5 2 0,6 0 1
Keuangan ditetapkan melalui mekanisme evaluasi 4 5 1,5 1 1
dan sidang penilaian dengan menghasilkan Total 344 100 60 60
rekomendasi pemberian peringkat yang naik, turun Sumber: Hasil olah data penulis
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
level signifikansi dan koefisien determinasi (R2) Tabel 7. Tahapan Pengumpulan Data
yang diharapkan (dalam Haryono, 2017). Untuk
Tahapan Waktu Hasil
model penelitian ini, total anak panah terbanyak
yang mengarah ke suatu konstruk melebihi 10 anak Penyusunan Maret 30 soal kuesioner disusun
panah (indikator), yaitu tepatnya pada soal 2021 dalam kertas kerja, yang
kuesioner terdiri dari 20 soal
konstruk/variabel sistem kebijakan tunjangan seputar sistem kebijakan
kinerja (X), selanjutnya level signifikansi yang tunjangan kinerja
diharapkan adalah 5% (0,05) dengan R2 minimum (variabel X) dan 10 soal
yang dikehendaki 0,50, maka diperoleh ukuran seputar kinerja pegawai
sampel minimum yang harus dipenuhi berdasarkan (variabel Y).
tabel pendekatan Cohen adalah 59 sampel Pengujian 15-20 Sebelum soal dibagikan
(Lampiran 1). Untuk menggenapinya, sampel yang kualitatif April kepada responden,
dikumpulkan sebanyak 60 sampel dari pegawai kuesioner 2021 dilakukan penelaahan
pelaksana sebagai responden, yang diklasifikasikan (Validity terlebih dahulu dari segi
Content) relevansi, tata bahasa, dan
berdasarkan peringkat atau kelas jabatannya dari
urutan soal oleh Penelaah.
yang terendah peringkat 4 sampai dengan yang Pembahasan 20 Peneliti dan Penelaah
tertinggi peringkat 12. dan April bertemu membahas hasil
Metode Pengumpulan Data perbaikan 2021 Penelaahan, menyamakan
kuesioner pemahaman,
Pendekatan survei dengan instrumen memperbaiki sesuai
kuesioner dalam penelitian ini dipilih dalam rangka koreksi Penelaah.
memperoleh data persepsi responden terhadap Distribusi 24 Kuesioner yang telah diuji
implementasi sistem kebijakan tunjangan kinerja kuesioner April content validity
terhadap kinerja para pegawai. Jenis data yang kepada s.d. 19 didistribusikan kepada
responden Mei responden melalui media
dikumpulkan ialah data primer dari hasil jawaban
2021 Whatsapp dan Google
kuesioner yang sudah diisi oleh responden, yang Form.
berupa data kontinum dalam skala Likert dengan Pengembalian s.d. 21 Dari 62 responden yang
bobot 1-5 yang berarti: (1) sangat tidak setuju atau kuesioner Mei dihubungi, sebanyak 60
“STS”, (2) tidak setuju atau “TS”, (3) netral atau “N”, 2021 responden
(4) setuju atau “S”, dan (5) sangat setuju “SS”. mengembalikan kuesioner
yang sudah diisi.
Tahapan pengumpulan data dirangkum pada Sumber: Hasil olah data penulis
Tabel 7. Tahapan pertama kali yang dilakukan ialah
penyusunan soal-soal kuesioner dalam kertas kerja berikutnya Peneliti mempersilakan Penelaah
berdasarkan atas penelaahan peraturan tentang mengoreksi teks soal-soal dalam kuesioner secara
sistem kebijakan tunjangan kinerja dan tentang langsung dan menuliskan komentarnya serta
kinerja PNS, serta teori yang relevan dengan topik membubuhkan nilai untuk tiap butir soal dengan
tersebut, yang dikembangkan menjadi indikator- kriteria sudah baik, perlu perbaikan, atau diganti
indikator yang jumlahnya sebanyak 30 karena tidak relevan.
indikator/soal. Kemudian dilakukan pengujian
instrumen secara kualitatif atau disebut uji validitas Data yang dikumpulkan dari 60 responden
yang mengembalikan kuesioner terbagi menurut
isi (validity content) dengan menggunakan teknik
jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak 33
panel sebelum kuesioner dibagikan kepada
responden. Teknik panel yaitu metode penelaahan orang (55%) dan 27 orang (45%), dengan rentang
isi butir-butir soal dari segi relevansi, tata bahasa, usia berada di antara 21 s.d. 30 tahun sejumlah 35
dan urutan, yang dilakukan oleh orang yang orang (58,3%) dan 31 s.d. 45 tahun sejumlah 25
orang (41,7%). Responden dengan jenjang
memiliki kompetensi dan latar belakang materi
pendidikan di tingkat Diploma I ada 3 orang (5%),
yang diujikan. Teknik ini dilakukan dengan
Diploma III ada 24 orang (40%), Diploma IV ada 6
meminta penelaahan atas daftar soal-soal kuesioner
yang telah disusun, format kertas kerja penelaahan, orang (10%), Sarjana ada 25 orang (41,7%) dan
serta panduan penelaahan kepada Penelaah yang Magister ada 2 orang (3,3%).
ditunjuk. Penelaah yang ditunjuk untuk penelitian Sebanyak 9 orang (15%) menyatakan lama
ini merupakan penanggung jawab yang menangani bekerja di DJPK mencapai rentang 1 s.d. 3 tahun,
pengelolaan tunjangan kinerja di DJPK, yaitu Kepala sebanyak 21 orang (35%) telah bekerja selama 3
Subbagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada s.d. 6 tahun, dan 30 orang (50%) bekerja lebih dari
Bagian Perencanaan dan Keuangan DJPK. 6 tahun. Responden dengan pangkat golongan di
Pada sesi awal Peneliti memberikan arahan tingkat II/a ada 2 orang (3,3%), II/b ada 1 orang
(1,7%), II/c ada 6 orang (10%), II/d ada 18 (30%),
kepada Penelaah mengenai proses penelaahaan dan
ekspektasi dari proses tersebut. Pada sesi
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
III/a ada 17 orang (28,3%), III/b ada 8 orang A. Evaluasi Model Pengukuran
(13,3%), dan III/c s.d. IV/e ada 8 orang (13,3%).
1) Hasil Loading Factor
Masing-masing peringkat telah terwakili oleh
Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8, dari
responden yang terdiri dari: 1 orang untuk
30 indikator yang diajukan dalam model penelitian,
peringkat 4 (1,7%); 2 orang untuk peringkat 5
sebanyak 13 indikator dinyatakan memenuhi nilai
(3,3%); 1 orang untuk peringkat 6 (1,7%); 13 orang
berdasarkan hasil loading factor (LF) yang di atas
untuk peringkat 7 (21,7%); 5 orang untuk peringkat
0,70 sedangkan sebanyak 17 indikator sisanya
8 (8,3%); 11 orang untuk peringkat 9 (18,3%); 11
dinyatakan tidak valid (nilai kurang dari 0,70)
orang untuk peringkat 10 (18,3%); 9 orang untuk
sehingga indikator-indikator tersebut dikeluarkan
peringkat 11 (15%); dan 7 orang untuk peringkat
dari model. Untuk konstruk sistem kebijakan
12 (11,7%). Rangkuman hasil jawaban responden
tunjangan kinerja, 6 indikator dinilai memenuhi
dan perhitungan bobotnya dapat dilihat pada
dengan angka di atas 0,7 sedangkan 14 indikator
Lampiran 2.
lainnya memiliki nilai di bawah angka 0,7. Untuk
konstruk kinerja pegawai nilai LF yang memenuhi
syarat sebanyak 7 indikator, sedangkan sebanyak 3
HASIL DAN PEMBAHASAN indikator tidak memenuhi syarat. Selanjutnya,
setelah indikator yang tidak memenuhi syarat
Hasil Pengujian dengan Pendekatan Kriteria
Chin (1998) untuk Structural Equation dihapus dari model, maka model diestimasikan
Modelling-Partial Least Square (SEM-PLS) kembali dengan menggunakan 13 indikator yang
memenuhi syarat sebagaimana dirangkum dalam
Konsep variabel sistem kebijakan tunjangan Tabel 9. Estimasi model dengan 13 indikator
kinerja dan kinerja pegawai merupakan variabel dilakukan pengujian kembali dan hasilnya telah
laten, yaitu konsep yang tidak bisa diukur langsung. valid (nilai LF di atas 0,7).
Oleh karena itu, kedua variabel memungkinkan
untuk diukur secara langsung melalui indikator-
indikator yang membentuk atau mencerminkan Tabel 8. Outer Loading
variabel tersebut atau istilahnya variable manifest. Sistem Kebijakan
Kinerja
Structural Equation Modelling (SEM) yang sering Indikator Tunjangan Keterangan
Pegawai
disebut sebagai generasi kedua dari analisis Kinerja
multivariate merupakan metode yang dikenal KP01 0,729
dengan kemampuannya untuk melakukan analisis KP02 0,745
jalur (path) dengan variabel laten sebagaimana KP03 0,750
KP04 0,826
dikemukakan oleh Fonell dalam Ghozali (2014).
KP05 0,787
Manfaat utama penggunaan SEM bagi peneliti ialah KP06 0,828
karakteristik fleksibilitasnya yang lebih tinggi untuk KP07 0,764
menghubungkan antara teori dan fakta (Ghozali, KP08 0,649 LF < 0,7
2014). Penggunaan metode SEM-PLS dalam rangka KP09 0,675 LF < 0,7
mencari hubungan prediktif antara sistem KP10 0,671 LF < 0,7
kebijakan tunjangan kinerja dengan kinerja KT01 0,728
pegawai, di mana konsep kedua variabel KT02 0,713
merupakan kebijakan yang sifatnya dinamis atau KT03 0,731
KT04 0,466 LF < 0,7
berubah dari waktu ke waktu sehingga tidak ada
KT05 0,659 LF < 0,7
teori yang pasti bahwa kebijakan tunjangan kinerja KT06 0,509 LF < 0,7
yang berlaku saat ini berdampak terhadap kinerja KT07 0,435 LF < 0,7
pegawai. Selain itu, SEM dapat digunakan untuk KT08 0,508 LF < 0,7
penelitian dengan ukuran sampel kecil, yaitu di atas KT09 0,623 LF < 0,7
30 dan di bawah 100 sebagaimana data yang KT10 0,543 LF < 0,7
digunakan dalam penelitian ini dengan jumlah KT11 0,139 LF < 0,7
sampel sebanyak 60 responden. KT12 0,156 LF < 0,7
KT13 0,378 LF < 0,7
Model indikator pada penelitian ini KT14 0,186 LF < 0,7
dikategorikan Reflektif merujuk pada pendapat KT15 0,591 LF < 0,7
Jarvis & Mac Kenzie dalam Ghozali (2014), bahwa KT16 0,677 LF < 0,7
konstruk dengan indikator reflektif mempunyai KT17 0,732
ciri-ciri antara lain: (1) indikator-indikator berasal KT18 0,701
KT19 0,771
dari konsep dasar yang sama, (2) jika indikator
KT20 0,248 LF < 0,7
berubah maka konstruk tidak ikut berubah, dan (3)
Sumber: Hasil olah data penulis
jika konstruk berubah maka indikator ikut berubah.
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
10
Tabel 9. Outer Loading 2 tunjangan kinerja adalah 0,926. NiIai ini memenuhi
kriteria internal consistency di atas 0,60.
Kinerja Sistem Kebijakan
Indikator
Pegawai Tunjangan Kinerja Tabel 10. Composite Reliability
KP01 0,762
KP02 0,783 Composite
Konstruk
KP03 0,803 Reliability
KP04 0,847 Kinerja Pegawai 0,923
KP05 0,789 Sistem Kebijakan Tunjangan
KP06 0,809 0,926
Kinerja
KP07 0,760
KT01 0,887 Sumber: Diolah Peneliti
KT02 0,843
KT03 0,856
KT17 0,779 Tabel 11. Cronbach’s Alpha
KT18 0,705
KT19 0,857 Cronbach's
Konstruk
Sumber: Hasil olah data penulis Alpha
Kinerja Pegawai 0,902
Sistem Kebijakan Tunjangan
Gambar 2 Estimasi Model 1 0,905
Kinerja
Sumber: Hasil olah data penulis
Skema estimasi model 1 disajikan pada Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 13, nilai
Gambar 2 serta Tabel 8 yaitu sebelum korelasi antar variabel laten adalah 0,537. Nilai akar
dihapuskannya 17 indikator yang tidak memenuhi AVE Kinerja Pegawai adalah 0,794 (√0,630) dan
syarat, sedangkan Gambar 3 dan Tabel 9 akar AVE sistem kebijakan tunjangan kinerja adalah
menunjukkan estimasi model 2 yaitu setelah 0,823 (√0,678).
dihapusnya indikator yang tidak memenuhi syarat. Nilai akar AVE menunjukkan bahwa nilai AVE
baik untuk konstruk sistem kebijakan tunjangan
2) Hasil Composite Reliability kinerja maupun konstruk kinerja pegawai telah
memenuhi kriteria nilai akar AVE di atas 0,50.
Nilai composite reliability kinerja pegawai adalah
0,923 dan nilai composite reliability sistem kebijakan
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
11
Tabel 13. Laten Variable Correlation sistem kebijakan tunjangan kinerja (KT) dengan
konstruk lainnya (kinerja pegawai). Ini
Kinerja Sistem Kebijakan
Konstruk menunjukkan bahwa konstruk mempunyai
Pegawai Tunjangan Kinerja
hubungan prediktif yang lebih baik dengan
Kinerja Pegawai 1,000 0,537 indikator mereka dibandingkan dengan indikator
Sistem Kebijakan pada konstruk lainnya.
Tunjangan 0,537 1,000
Kinerja B. Evaluasi Model Struktural
Sumber: Hasil olah data penulis
1) Hasil R Square untuk variabel laten endogen
Tabel 14. Fornell-Larcker Criterion Nilai R square atau R2 sebesar 0,288 yang
Kinerja Sistem Kebijakan berarti bahwa variasi perubahan variabel kinerja
Konstruk pegawai (Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel
Pegawai Tunjangan Kinerja
sistem kebijakan tunjangan kinerja (X) hanya
Kinerja Pegawai 0,794
28,8%, sementara untuk 71,2% sisanya merupakan
Sistem Kebijakan
variabel independen lainnya di luar model yang
Tunjangan 0,537 0,823
diajukan dalam penelitian ini. Nilai R2 yang semakin
Kinerja
tinggi menunjukkan semakin baik model prediksi
Sumber: Hasil olah data penulis
dari model penelitian yang diajukan. Nilai R2 untuk
variabel laten endogen pada model struktural
5) Hasil Cross Loading adalah 0,288, yaitu berada di antara angka 0,33-
0,19 yang berarti bahwa model dikategorikan
Jika discriminant validity mengukur korelasi
moderat.
antar konstruk maka cross loading mengukur
korelasi indikator dengan masing-masing konstruk. Tabel 16. Laten Variable Correlation
Idealnya setiap indikator menghasilkan loading
yang lebih tinggi untuk setiap konstruk yang diukur R Square R Square Adjusted
dibandingkan dengan indikator untuk konstruk Kinerja
0,288 0,276
lainnya. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 15, Pegawai
konstruk kinerja pegawai dengan indikatornya Sumber: Hasil olah data penulis
(KP01 s.d. KP07) nilainya lebih tinggi dibandingkan
korelasi antara indikator kinerja pegawai (KP)
2) Hasil Estimasi Koefisien Jalur
dengan konstruk lainnya (sistem kebijakan
tunjangan kinerja). Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai koefisien
jalur atau path coefficient sebesar positif +0,537 dan
nilai T-statistics sebesar 4,986. Untuk mengetahui
Tabel 15. Cross Loading signifikansi hubungan jalur dalam model
Sistem s11tructural dapat dijalankan melalui proses
Kinerja Kebijakan bootstrapping. Nilai T-Statistics yang didapat adalah
Indikator
Pegawai Tunjangan 4,986 yang artinya nilai tersebut lebih tinggi dari
Kinerja nilai pada tabel signifikansi 5% yaitu 1,96 yang
KP01 0,762 0,436 artinya signifikan.
KP02 0,783 0,387
KP03 0,803 0,412 Tabel 17. Laten Variable Correlation
KP04 0,847 0,478
Original Sample Standard
KP05 0,789 0,352 Sample Mean Deviation
T Statistics P
KP06 0,809 0,337 (|O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)
KP07 0,760 0,515 Sistem
KT01 0,436 0,887 Kebijakan
Tunjangan
KT02 0,471 0,843 Kinerja ->
0,537 0,576 0,108 4,986 0,000
KT03 0,521 0,856 Kinerja
KT17 0,405 0,779 Pegawai
KT18 0,256 0,705 Sumber: Hasil olah data penulis
KT19 0,486 0,857
Sumber: Hasil olah data penulis
3) Hasil f2 untuk effect size
Hal ini juga berlaku sebaliknya yaitu korelasi
konstruk sistem kebijakan tunjangan kinerja Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18, nilai
dengan indikatornya (KT01 s.d. KT19) lebih tinggi f2 adalah 0,404, yang menunjukkan seberapa besar
dibandingkan dengan korelasi antara indikator pengaruh structural laten pada model structural
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
12
dengan kriteria lemah (0,02), medium (0,15) atau dianggap kurang bisa memenuhi harapan yang
besar (0,35). Nilai f2 0,404 yaitu berada di atas 0,35 berkaitan dengan kesejahteraan pegawai. Apabila
maka dapat diartikan structural laten mempunyai ditinjau dari tanggapan responden atas soal-soal
pengaruh yang besar pada tingkat structural. yang berkaitan dengan sistem kebijakan tunjangan
kinerja, dapat diketahui bahwa:
Tabel 18. Laten Variable Correlation
a. 1,7% pegawai sangat tidak setuju “tunjangan
Kinerja Sistem Kebijakan kinerja yang diberikan mampu mencukupi
Pegawai Tunjangan Kinerja kebutuhan pegawai”;
Kinerja Pegawai b. 1,7% pegawai sangat tidak setuju dan 1,7%
Sistem Kebijakan pegawai tidak setuju “tunjangan kinerja yang
0,404 diberikan menjamin keadilan di antara pegawai
Tunjangan Kinerja
Sumber: Hasil olah data penulis sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan, dan
prestasi kerja”;
c. 1,7% pegawai tidak setuju “tunjangan kinerja
4) Hasil Relevansi Prediksi (Q2) yang diberikan membuat betah bekerja dan
tidak akan keluar dari organisasi”;
Nilai Q2 adalah 0,144, yang mana nilai tersebut
d. 3,3% pegawai tidak setuju “tunjangan kinerja
memenuhi kriteria nilai relevansi prediksi yang
yang diberikan membuat pegawai
berada di atas nol. Hal ini membuktikan bahwa
menunjukkan peningkatan disiplin”; serta
model yang diajukan tersebut mempunyai
e. 1,7% pegawai tidak setuju “tunjangan kinerja
predictive relevance yang baik. Sedangkan apabila
yang diberikan membuat pegawai
nilai Q2 berada di bawah nol maka indikasinya
menunjukkan peningkatan kinerja dari tahun
model mempunyai predictive relevance yang
ke tahun”.
kurang.
Adanya hasil tanggapan yang negatif dari
Tabel 19. Laten Variable Correlation responden tersebut mendukung pendapat Junus
(2008) bahwa kinerja pegawai yang rendah salah
SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO) satunya disebabkan sistem kebijakan tunjangan
kinerja pada organisasi yang dianggap atau
Kinerja Pegawai 420,000 359,560 0,144
dipersepsikan oleh sebagian kecil pegawai, kurang
Sistem Kebijakan
Tunjangan Kinerja
360,000 360,000 bisa memenuhi harapan yang berkaitan dengan
Sumber: Hasil olah data penulis kesejahteraan pegawai.
13
d. 1,7% pegawai tidak setuju “tidak pernah karena tidak adanya sanksi yang jelas diatur dalam
dijatuhi hukuman disiplin”. sistem kebijakan tunjangan kinerja, misalnya dapat
diatur kembali pengaturan dan pengawasan sanksi
Dalam penelitian ini, kebijakan pemotongan
apabila di kemudian hari diketahui dari
tunjangan kinerja berupa penegakan disiplin,
pemeriksaan kepatuhan terdapat pelanggaran
reward and punishment merupakan bagian dari
administratif terkait data kehadiran pegawai yang
sistem kebijakan tunjangan kinerja yang berlaku
menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran
dan dimaksudkan untuk mendorong kedisiplinan
tunjangan kinerja maka pegawai yang bersangkutan
pegawai. Hasil penelitian ini telah membuktikan
diwajibkan mengembalikan ke Kas Negara dan
hubungan pengaruh sistem kebijakan tunjangan
dikenai sanksi pemotongan tunjangan kinerja
kinerja terhadap peningkatan kinerja pegawai yang
secara proporsional selama 1 bulan. Pelanggaran
positif juga signifikan sebesar 28,8%, dan oleh
administratif yang mengakibatkan kelebihan
sebab itu untuk semakin meningkatkan pengaruh
pembayaran tunjangan kinerja contohnya adalah
sistem kebijakan tunjangan kinerja terhadap
dengan sengaja memalsukan bukti jam kehadiran
peningkatan kinerja pegawai DJPK diperlukan
lupa absen, memalsukan persetujuan atasan, dan
penegakan kedisiplinan pegawai yang lebih tegas
memutihkan lupa absen yang pengajuannya telah
lagi. Saputra & Yahya (2016) dalam penelitiannya
lewat dari 3 hari (ketentuan batas waktu pengajuan
berpendapat bahwa dalam proses peningkatan
lupa absen termuat dalam Peraturan Menteri
kinerja salah satu faktor pentingnya adalah sikap
Keuangan Nomor 93 Tahun 2018).
disiplin karyawan. Dalam penelitian tersebut
ditemukan bahwa tiga variabel yang memengaruhi Kementerian Keuangan sudah memiliki
kinerja karyawan secara bersamaan, nyata, dan persepsi yang benar dalam memberikan
positif yaitu disiplin, reward, dan punishment. penghargaan kepada pegawainya melalui
Sistem reward yang berbasis pada kinerja individu sistem kebijakan tunjangan kinerja untuk
karyawan adalah sistem reward yang banyak mendorong produktivitas pegawai
diterapkan oleh perusahaan atau organisasi.
Dalam penelitian ini tanggapan responden
Simamora (dalam Junus, 2008) menjelaskan lebih
cenderung sangat setuju bahwa “tunjangan kinerja
jauh bahwa kinerja dan insentif menjadi bagian dari
yang diberikan merupakan penghargaan atas
tata kelola yang kompleks yang bertujuan
prestasi kerja pegawai dan mendorong pegawai
mewujudkan serta mempertahankan hubungan
berperilaku kerja sesuai yang diinginkan oleh
kerja antara karyawan dengan perusahaan.
organisasi”. Hal ini berarti bahwa Kementerian
Implementasi penegakan kedisiplinan dalam Keuangan sudah memiliki persepsi yang benar
sistem kebijakan tunjangan kinerja Kementerian dalam memberikan penghargaan kepada
Keuangan terlihat dari adanya pengaturan kriteria pegawainya melalui sistem kebijakan tunjangan
dan tarif pemotongan tunjangan kinerja dalam kinerja untuk mendorong produktivitas pegawai.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun Namun demikian, jika hal ini ditelaah kembali
2018. Meskipun demikian bisa jadi pengaturan dalam sistem kebijakan tunjangan kinerja yang
kriteria dan tarif pemotongan tunjangan kinerja berlaku saat ini, tidak terdapat pengaturan reward
tersebut dirasakan kurang menimbulkan efek jera lebih lanjut dengan kriteria-kriteria tertentu bagi
bagi pegawai. Berdasarkan hasil tanggapan pegawai berprestasi yang selayaknya dapat
responden diketahui masih terdapat pegawai yang diberikan reward khusus. Menurut pendapat
alpa, terlambat, pulang kerja sebelum waktunya, peneliti, pengaturan reward khusus yang diberikan
dan dikenai hukuman disiplin, sehingga diperlukan dengan kriteria-kriteria tertentu dapat
evaluasi kembali atas pengaturan kriteria dan tarif ditambahkan ke dalam sistem kebijakan tunjangan
pemotongan tunjangan kinerja (dari segi kinerja. Misalnya pegawai yang mendapatkan
punishment), serta pengaturan konsekuensi lebih prestasi atau menjuarai ajang kompetisi inovasi di
lanjut apabila tidak menjalankan aturan tingkat nasional maupun internasional dengan
pemotongan tunjangan kinerja sesuai ketentuan kriteria-kriteria tertentu di bidang Keuangan
yang berlaku. Negara, dapat diberikan tambahan tunjangan
kinerja secara proporsional selama 3–6 bulan
Pada praktik pelaksanaannya, penegakan
berturut-turut. Apabila Menteri Keuangan dapat
aturan pemotongan tunjangan kinerja untuk kasus
mengatur kembali sistem kebijakan tunjangan
pegawai yang lupa mengisi daftar hadir dan
kinerja dengan memberikan reward khusus untuk
mengajukan pemutihan absen seringkali terjadi dan
pegawai yang berprestasi, maka dimungkinkan
dihadapkan pada kepentingan pribadi baik dari
akan menjadi insentif bagi pegawai untuk
pegawai yang bersangkutan maupun pihak yang
mendapatkan reward khusus tersebut. Tentunya
diberikan kewenangan mengelola daftar hadir.
hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan
Ketidaktegasan petugas daftar hadir dalam
seberapa layak prestasi tersebut dihargai dengan
melaksanakan ketentuan yang ada disebabkan
suatu nominal tunjangan kinerja.
PPENGARUH SISTEM KEBIJAKAN TUNJANGAN KINERJA TERHADAP Indonesian Treasury Review Vol.7, No.1,
KINERJA PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN (2022), Hal 1-19.
KEUANGAN
14
15
16
17
18
19