Anda di halaman 1dari 45

Manajemen Talenta, Tukin, Kejelasan Sasaran

Anggaran, SPI dan Manajemen Resiko Pengaruhnya


Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah
pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu

Oleh:
LENSI SUSIANTI (C2C022029)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Instansi pemerintah memiliki peran penting dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan dituntut untuk terus fokus mengupayakan perbaikan
(Rohma et al., 2023). Sejalan dengan diberlakukannya perundang-undangan
tentang tata kelola kepemerintahan menjadi tuntutan seluruh instansi agar
memiliki kinerja yang memuaskan (Kiri & Handayani, 2021). Kinerja yang gagal
akan mendorong adanya perbaikan pada suatu indikator. Sedangkan kesuksesan
kualitas kerja aparat pemerintah juga memerlukan apresiasi untuk meningkatkan
produktivitasnya dan memperoleh dukungan dari masyarakat atas kinerja
pemerintah (Rosita & Asrini, 2022). Peran kinerja aparatur daerah telah
dituangkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, bahwasanya penyelenggaraan
kepemerintahan yang efektif dan efisien perlu untuk ditingkatkan. Kinerja
aparatur daerah dapat dinilai melalui pengukuran financial dan non-financial,
yang mana kinerja bisa dinilai berdasarkan kesanggupan pegawai saat meraih
target yang dianggarkan (Adhivinna & Dinuriah, 2020). Hal ini dikarenakan,
pengukuran kinerja menjadi dasar untuk mengetahui keberhasilan suatu
organisasi.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas utama dalam
mengelola pertanahan dan ruang di wilayah Indonesia. Berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2
Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-2024,
Kementerian ATR/BPN mempunyai tiga tujuan strategis diantaranya pengelolaan
pertanahan, penataan ruang, serta pelayanan publik dan tata kelola (dukungan
manajemen) (Peraturan Menteri ATR/BPN 27, 2020).
Untuk mencapai ketiga tujuan tersebut, dilakukan berbagai program dan
kegiatan oleh seluruh unit kerja yang ada di Kementerian. Program dan kegiatan
yang dilaksanakan setiap unit kerja dapat tercapai apabila faktor pendukungnya
terpenuhi, salah satunya yaitu anggaran. Dalam organisasi sektor publik, anggaran
disusun dan ditetapkan satu tahun sebelum tahun pelaksanaan kegiatan. Alokasi
anggaran dilakukan secara selektif oleh Kementerian ATR/BPN untuk seluruh
kementerian dan lembaga sesuai kebijakan fiskal dan postur anggaran yang
tersedia. Jumlah anggaran yang terbatas menjadi tantangan tersendiri bagi setiap
kementerian. Untuk itu setiap kementerian harus menentukan strategi pencapaian
tujuan melalui berbagai program dan kegiatan dengan constrain jumlah anggaran
yang terbatas.
Strategi yang dilakukan setiap kementerian dalam mengefisienkan
anggaran pelaksanaan kegiatan pada umumnya bergantung pada perencanaan
kegiatan. Semakin baik perencanaan kegiatan yang disusun, maka secara umum
akan meningkatkan kinerja organisasi. Namun pada prakteknya, perencanaan
kegiatan masih belum sistematis dan belum berdasarkan prioritas, sehingga belum
efektif meningkatkan kinerja organisasi, salah satu contohnya dil Kementerian
ATR/BPN. Berdasarkan Hasil Penilaian Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah tahun 2020 sampai dengan 2022 oleh Menpan RB,
Kementerian ATR/BPN mendapatkan predikat B, dengan masing-masing nilai
69,12; 69,70; 68,97. Dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan angka bobot
penilaian pada tahun 2022. Sedangkan Penilaian Maturitas SPIP Kementerian
ATR/BPN yang dilakukan oleh BPKP adalah sebagai berikut:

Kejelasan sasaran anggaran menurut Kenis (1979), merupakan tingkat


kejelasan tujuan anggaran agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang
yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Semakin baik
kejelasan sasaran anggaran maka kinerja pemerintah yang dihasilkan oleh
pemerintah juga akan semakin meningkat. Dengan adanya kejelasan sasaran
anggaran maka aparat juga dapat menentukan target dalam mencapai anggaran
dan merumuskan apa saja yang akan dilakukan sehingga apa yang telah dilakukan
pada awalnya dapat terealisasi dengan baik.
Penyebab tidak efektif dan efisien dikarenakan ketidakjelasan sasaran
anggaran yang mengakibatkan aparat Pemerintah mengalami kesulitan dalam
penyusunan target anggaran. Kejelasan sasaran anggaran yang jelas bisa
memudahkan Kementerian Atr/Bpn untuk menyusun target anggaran. Target-
target anggaran disusun sesuai dengan sasaran yang dicapai Pemerintah. Karena
kinerja sendiri merupakan hasil akhir (output) organisasi yang sesuai dengan
tujuan organisasi. Sebagai organisasi besar, Kementerian Atr/Bpn dianggap
sebagai pusat pertanggungjawaban. Kementerian Atr/Bpn merupakan organisasi
pemerintah yang dekat dengan masyarakat, dan memiliki kemampuan dalam
pelaksanaan aktivitas kepemerintahan. Adanya Kementerian Atr/Bpn sudah
mencakup anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas. Hal ini dimaksud anggaran
berbasis kinerja menuntut adanya pengeluaran yang dialokasikan setiap
pengeluaran yang berorientasi ekonomi, efisien, dan efektif. Penyusunan Rencana
Kerja Anggaran disebut dengan RKA- Kementerian Atr/Bpn yaitu suatu
kewajiban yang dilaksanakan oleh kepala bagian kerja Kementerian Atr/Bpn yang
mengevaluasi hasil pelaksanaan program, dan 2 tahun anggaran sebelumnya
sampai semester pertama tahun anggaran berjalan. Tujuan evaluasinya untuk
menilai program dan kegiatan yang belum dilaksanakan atau belum diselesaikan
tahun sebelumnya yang akan dilaksanakan dan diselesaikan pada tahun yang
direncanakan atau tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Proses
penyusunan angggaran haruslah mengedepankan rasionalitas kebutuhan belanja
publik maupun belanja aparatur, agar terhindar dari over budgeting.
Kinerja pegawai ialah hasil yang dicapai individu dalam menyelesaikan
pekerjaannya tersebut salah satu bentuk tolak ukur dimana keberhasilan serta
kesuksesan instansi berasal dari kinerja pegawai tersebut. Fenomena kinerja
pegawai yang ada disuatu instansi semakin ramai diperbincangkan dalam dunia
penelitaian, adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pegawai di
suatu instansi memungkinkan dapat berpengaruh dalam kinerja pegawai yang
dihasilkan di dlam suatu perusahaan dan tentunya sangat berpengaruh pula
terhadap perkembangan suatu instansi pemerintah.
Pengukuran kinerja menjadi penting untuk mencapai pembaharuan
disektor publik (Riawan, 2016). Fenomena yang terjadi terkait dengan kinerja
aparatur pemerintah Kementerian ATR/BPN yatit pada tahun anggaran 2015
sampai dengan 2022 mendapatkan hasil opini audit atas laporan keuangan dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kementerian ATR/BPN.
Semakin baik opini audit dari BPK seharusnya mencerminkan kinerja pemerintah
yang semakin baik (Nurhayati, et al, 2019). Namun BPK masih menemukan
beberapa permasalahan Sistem Pengendalian Internal belum memadai.
Berdasarkan fenomena ini tentu saja penilaian kinerja aparatur
pemerintah masih perlu dilakukan. Penilaian kinerja merupakan suatu bentuk
pertanggungjawaban moral seseorang menurut stewardship theory. Stewardship
theory menyatakan bahwa sterward akan bertindak untuk kepentingan pemilik
(masyarakat) (Davis, et al, 1997). Sehingga suatu individu akan terikat perjanjian
dengan organisasi tempatnya bekerja. Oleh karena itu, kinerja aparatur daerah
perlu dinilai guna mengetahui seperti apa aparatur pemerintah melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya. Aspek pertama yang dapat dilihat untuk
mengukur sejauh mana target kinerja dapat dicapai adalah melalui penilaian
akuntabilitas. Ermino (2018) menjelaskan bahwa akuntabilitas diartikan sebagai
wujud pertanggungjawaban atas berhasil atau tidaknya organisasi dalam
melaksanakan visi misinya untuk meraih tujuan dan sasaran organisasi
menggunakan suatu media penilaian yang dilaksanakan secara periodik. Dalam
organisasi publik, aparatur pemerintah harus memenuhi prinsip akuntabilitas
puliblik terutama akuntabilitas kebijakan (Listira & Kristanto, 2018).
Meningkatnya aspek akuntabilitas dalam penilaian tata kelola pemerintah yang
baik dapat berdampak pada tingginya usaha dalam pemberantasan korupsi (Mulya
& Fauzihardani, 2022). Jika aparatur daerah mempunyai akuntabilitas yang kuat,
maka produktivitas kinerja dapat cenderung meningkat (bpkp.go.id).
Pegawai dengan talenta unggul memiliki nilai lebih bila dibandingkan
dengan pegawai lainnya. Meskipun demikian, di balik berbagai kelebihan dan
peran besar yang dimiliki, terdapat pula keadaan khusus yang mengkhawatirkan,
yaitu merasa cepat bosan. Cara berfikirnya yang cepat dan berbeda, dengan
keterampilan kerja di atas rata-rata, menyebabkan mereka memiliki kontribusi
penting bagi akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Pribadi demikian selalu
menyukai tantangan baru. Berbeda dengan umumnya individu yang lebih senang
dengan kemapanan dan stabilitas, pribadi bertalenta unggul merasa terpacu
melakukan sesuatu yang baru, sesuatu yang di luar kebiasaan. Pegawai jenis ini
mampu menghadapi tantangan kompleks, meskipun sebenarnya yang lebih
kompleks terdapat dalam diri mereka sendiri.
Kinerja yang dikemukakan olelh Mangkunegaran 2011 merupakan hasil
kerja secara kualitas dan dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
mellaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diamanahkan
kepadanya. Tunjangan kinerja atau remunerasi dapat memberikan tambahan
penghasilan kepada setiap pegawai, sehingga pegawai dapat lebih fokus dalam
bekerja. Sistem remunerasi bagi setiap pegawai merupakan bagian dari reformasi
birokrasi yang diterapkan oleh pemerintah. Adapun yang menjadi landasan hukum
pemberian tunjangan kinerja di Kementerian ATR/BPN adalah diawali dengan
keluarnya Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja
Pegawai di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang
kemudian direalisasikan melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Petunjuk
Teknis Pemberian Tunjangan Kinerja di Lingkungan Kementerian ATR/BPN.
Manajemen risiko adalah merupakan serangkaian prosedur dan
metodologiyang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikanrisiko yang timbul dari kegitan usaha atau bisnis. Salah satu tujuan
manajemen risikoadalah untuk meningkatkan kinerja (performance) suatu
organisasi/perusahaan (Dzigbede, Gehl and Willoughby, 2020). Dalam konteks
organisasi bisa antara lain: identifikasi, menilai, mengontrol dan bahkan
meminimalisir risiko yang mungkin akan terjadi,mitigasi risiko yang
direncanakan dan dipertimbangkan serta menentukan soluasi yang tepat agar
mendapatkan hasil secara efektif dan efisien,Pemantauan dan pengkajian ulang
atas seluruh proses manajemen resiko sebagai bukti dan pelaporan bahwa aktifitas
ini telah dilaksanakan dan menjadi masukan bagi organisasi untuk melakukan
perbaikan di masa dating dan menyampaikan dan mengkonsultasikan hasil
pengelolaan risiko organisasi kepada stakeholder secara kontinyu.
Selain manajemen risiko, yang tidak boleh diabaikan tentang kinerja
instansi pemerintah, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Hal ini sesuai
dengan amanat Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Sistem pengendalian intern
pemerintah yang selanjutnya disingkat SPIP adalah sistem pengendalian intern
yang dilaksanakan sepenuhnya pada kewenangan pusat dan daerah. SPIP dapat
digunakan sebagai indikator kunci ketika mengevaluasi kinerja perusahaan. SPIP
akan membantu memandu kerja organisasi. Pengendalian internal adalah proses
yang dirancang dan diterapkan untuk melindungi terhadap penipuan akuntansi.
(Natalia, 2018:136).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah Pengaruh Manajemen Talenta terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah
pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu?
2. Apakah Pengaruh Tukin terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah pada
Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu?
3. Apakah Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu?
4. Apakah Pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu?
5. Apakah Pengaruh Manajemen Risiko terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah
pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengaruh Manajemen Talenta terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu
2. Untuk mengetahui Pengaruh Tukin terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah
pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu
3. Untuk mengetahui Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja
Aparatur Pemerintah pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu
4. Untuk mengetahui Pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Kinerja
Aparatur Pemerintah pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu
5. Untuk mengetahui Pengaruh Manajemen Risiko terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu

1.4. Manfaat Penelitian


Penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
bersangkutan, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai
bagaimana Pengaruh Manajemen Talenta, Tukin, Kejelasan Sasaran
Anggaran, SPI dan Manajemen Resiko Terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah” pada Kementerian ATR/BPN Provinsi Bengkulu.
b. Bagi Peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber
bacaan di bidang pendidikan dan pemerintahan sehingga dapat bermanfaat
bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
 Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam melaksanakan
manajemen talenta, kompensasi, sasaran anggaran yang jelas, sistem
pengendalian internal dan manajemen risiko kedepannya lebih baik lagi
dan sebagai referensi agar kinerja aparatur pemerintah dalam melayani
masyarakat semakin membaik.
 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat tentang manajemen talenta, kompensasi, sasaran anggaran
yang jelas, sistem pengendalian internal dan manajemen resiko dapat
mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah sehingga dapat meningkatkan
pelayanan terhadap masyarakat.
 Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan peneliti
tentang pengaruh manajemen talenta, kompensasi, sasaran anggaran yang
jelas, sistem pengendalian internal dan manajemen risiko terhadap kinerja
aparatur pemerintah serta bermanfaat bagi peneliti selanjutnya.

2.3. Ruang Lingkup


Dalam penelitian ini penulis mengambil objek penelitian pada Kementerian
ATR/BPN Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Se-Provinsi Bengkulu. Ruang
lingkup penelitian ini hanya pada variabel-variabel yang berkaitan dengan
pengaruh manajemen talenta, kompensasi, sasaran anggaran yang jelas, sistem
pengendalian internal dan manajemen risiko Terhadap kinerja aparatur pemerintah
di Kementerian ATR/BPN.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Stewardship Theory
Teori Stewardship mengakui berbagai motif non-keuangan untuk perilaku
manajerial. Ini termasuk kebutuhan akan prestasi dan pengakuan, kepuasan
intrinsik atau kinerja yang sukses, penghormatan terhadap otoritas dan etika kerja.
Manajer dipandang tertarik untuk mencapai kinerja tinggi dan mampu
menggunakan kinerja tinggi dan mampu menggunakan tingkat diskresi yang
tinggi untuk bertindak demi kepentingan pemegang saham. Mereka pada dasarnya
adalah pelayan aset perusahaan yang baik, setia kepada perusahaan. Teori
stewardship menyatakan bahwa seorang manajer, ketika dihadapkan pada suatu
tindakan yang dipandang tidak menguntungkan secara pribadi, dapat dipatuhi
berdasarkan rasa tanggung jawab dan identifikasi dengan organisasi (Muth dan
Donaldson, 1998).
Teori stewardship menurut Davis et al. (1997) adalah teori yang relatif
baru yang menolak asumsi teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976 dan
Donaldson, 1996). Donaldson dan Davis (1991) juga menemukan bahwa peneliti
umumnya menggunakan teori stewardship sebagai alternatif teori keagenan, untuk
menjelaskan hubungan antara pemilik dan manajer (Donaldson dan Davis, 1991).
Stewardshilp theory menyatakan bahwa sterward akan bertilndak untuk
kepentilngan pemillilk (masyarakat) (Davils, et al, 1997).
2.1.2. Teori Institusional (Institutional Theory)
Teori institusional (institutional theory) atau teori kelembagaan dasar
pikirannya adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan
institusional yang akan menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Proses
institusionalisasi (pelembagaan) dalam masyarakat terjadi bilamana suatu
kelompok memutuskan bahwa seperangkat norma, nilai-nilai, dan peranan
tertentu dianggap sangat penting bagi kelangsungan hidupnya, sehingga diminta
agar para anggota masyarakat tersebut mematuhinya.
Teori Institusional yang dikemukakan oleh Scott (dalam Ridha & Basuki,
2008) menjelaskan bahwa teori ini digunakan untuk menjelaskan tindakan dan
pengambilan keputusan dalam organisasi publik. Teori Institusional ini
mendefinisikan bahwa organisasi yang mengedepankan legitimasi akan memiliki
kecenderungan untuk berusaha menyesuakan diri pada harapan eksternal ataupun
harapan sosial dimana organisasi tersebut berada (Fitrianto, 2015). Ada tiga proses
bagaimana organisasi menyesuaikan diri. Pertama, coersive isomorphism yaitu
proses penyesuaian menuju kesamaan dengan “pemaksaan”. Tekanan datang dari
pengaruh politik dan masalah legitimasi. Misalnya, tekanan muncul karena
peraturan pemerintah yang memiliki sanksi bagi yang melanggarnya. Pemerintah
sebagai pihak yang kompeten dalam urusan negara dianggap lebih mampu
mengawasi jalannya suatu akuntabilitas terutama dalam hal penegelolaan
keuangan atau aset negara yang nantinya akan bermanfaat bagi seluruh
masyarakat juga. Kedua, mimetic isomorphism yaitu proses di mana organisasi
meniru organisasi lain yang berhasil dalam satu bidang, meskipun organisasi
peniru tidak tahu persis mengapa mereka meniru, bukan karena dorongan supaya
lebih efisisen.
Ketiga, normative isomorphism sering diasosiasikan dengan
profesionalisasi dan menangkap tekanan normatif yang muncul di bidang tertentu.
Norma atau sesuatu yang tepat bagi organisasi berasal dari pendidikan formal dan
sosialisasi pengetahuan formal itu di bidang tertentu yang menyokong dan
menyebarkan kepercayaan normatif itu. Ketika profesionalisme meningkat maka
meningkat juga tekanan normatif itu. Teori institusional atau teori kelembagaan
organisasi relevan untuk riset ini karena penelitian ini mengarahi bagaimana
perilaku aparat pemerintah dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku pada suatu Negara atau daerah serta pengawasan dari masyarakat. Selain
itu, menurut Zucker organisasi dipengaruhi oleh tekanan normatif yang timbul
dari sumber eksternal dan organisasi itu sendiri. Tekanan normatif tersebut bisa
muncul dari kekuatan hukum atau intervensi pemerintah. Oleh karena itu, dalam
menganalisis lingkungan organisasi, maka fokusnya perlu melibatkan pihak-pihak
yang melakukan pertukaran secara institusi (misal badan pembuat undang-undang,
organisasi politik dan sosial, organisasi profesi, dan sebagainya).
Teori nstitusional mengandaikan bahwa organisasi mengahadapi tekanan
untuk menyesuaikan diri dengan bentuk perilaku yang tepat, karena dengan
adanya pelanggaran mungkin mempertanyakan legitimasi organisasi dengan
demikian mempengaruhi kemampuannya untuk melindungi sumber daya dan
dukungan sosial (Dimaggio dan Powel, 1983; Tolbert, 1985 dalam Kusumasari,
2014). Adapun kaitannya dengan pelaksanaan akuntabilitas kinerja di pemerintah
daerah adalah bahwa menjadi mungkin dapat ditemukan aspek-aspek yang
mendukung dan menghambat tercapainya tujuan organisasi, dalam hal ini
pencapaian kinerja, yang distimulus dengan diberlakukannya akuntabilitas kinerja
yang baik serta tepat sasaran sesuai dengan tujuan dalam organisasi atau
pemerintahan.

2.1.2. Teori Keagenan ( Agency Theory)


Agency theory menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu
principal dan agent. Agency theory membahas tentang hubungan keagenan
dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak
lain (agent) yang melakukan pekerjaan. Teori keagenan memandang bahwa
Pemerintah sebagai agent bagi masyarakat (principal) akan bertindak dengan
penuh kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa
Pemerintah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan masyarakat.
Mardiasmo (2004) menjelaskan bahwa akuntabilitas publik merupakan
pelaksanaan pertanggungjawaban, penyajian, pelaporan, dan pengungkapan
seluruh kegiatan dan aktivitas oleh pihak pemegang wewenng (agent) kepada
pihak pemberi wewenang (principal) yang memiliki kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam, yaitu
pertanggungjawaban terhadap dana yang telah dikelola kepada lembaga yang
tingkatannya lebih tinggi dan pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Eisenhardt dalam Setyapurnama dan Norpratiwi (2016) menyatakan
bahwa teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi, yaitu, asumsi sifat manusia
(human assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions), serta
asumsi informasi (information assumptions). Asumsi sifat manusia
dikelompokkan menjadi tiga yaitu,
1. Self interest, yaitu sifat manusia untuk mengutamakan kepentingan diri
Sendiri
2. Bounded-rationality , yaitu sifat manusia yang memiliki keterbatasan
rasionalitas (berpikir secara relevan dan logis)
3. Risk aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih mengelak dari
risiko.
Timbulnya persoalan mengenai keagenan akan terjadi saat pemegang
wewenang mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pribadinya
saat melakukan proses penganggaran, pelaksanaan, pengambilan keputusan,
sampai menyusun laporan keuangan yang sewajar-wajarnya sebagai bentuk hasil
kerja para pemegang wewenang telah sesuai dengan kenginan pemberi wewenang
sehingga dapat mlindungi kedudukannya agar selalu terlihat baik dan benar di
mata pemberi wewenang. Menurut Subaweh (dalam Bandariy, 2011:15).
Teori keagenan juga mengungkapkan bahwa agent memiliki karakter akan
memanfaatkan peluang dan cenderung tidak menyukai risiko. Pemerintah sebagai
pihak eksekutif yang memiliki otoritas dan kewenangan menunjukkan
tanggungjawabnya seharusnya tidak hanya berupa penyajian laporan keuangan
yang wajar dan lengkap, namun juga melakukan berbagai cara agar pemerintah
sanggup menyediakan akses bagi seluruh pengguna informasi laporan keuangan.
Pemerintah selaku agent akan selalu berusaha mencegah risiko berupa
ketidakpercayaan stakeholders atau masyarakat terhadap hasil kerja pemerintah.
Maka dari itu, Pemerintah akan berusaha untuk memperlihatkan bahwa hasil kerja
pemerintah selama ini benar dan dapat dipertanggujawabkan secara akuntabel
melalui keuangan daerah yang dikelola.
Agency Theory beranggapan bahwa banyak terjadi information asymmetry
(perbedaan informasi yang didapat antara satu pihak dengan pihak lainnya) antara
pihak agen (pemerintah) yang mempunyai akses langsung terhadap informasi
dengan pihak prinsipal (masyarakat). Adanya information asymmetry inilah
yangmemungkinkan terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh agen. Sebagai
konsekuensinya, Pemerintah harus dapat meningkatkan akuntabilitas atas
kinerjanya sebagai mekanisme checks and balances agar dapat mengurangi
information asymmetry. Berdasar Agency theory pengelolaan Pemerintah harus
diawasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan
kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dengan meningkatnya
akuntabilitas Pemerintah informasi yang diterima masyarakat menjadi lebih
berimbang terhadap Pemerintah yang itu artinya information asymmetry yang
terjadi dapat berkurang. Dengan semakin berkurangnya information asymmetry
maka kemungkinan untuk melakukan korupsi juga menjadi lebih kecil.
Hubungan antara teori keagenan dengan penelitian ini adalah adanya
hubungan antara prinsipal (masyarakat) dengan agen (pemerintah) dimana agen
berkewajiban mempertanggungjawabkan program atau kegiatan yang akan atau
telah dilaksanakan guna memberikan informasi kinerja Pemerintah kepada
masayarakat. pemerintah yang bertindak sebagai agen (pengelola pemerintahan)
yang harus menetapkan strategi tertentu agar dapat memberikan pelayanan terbaik
untuk publik sebagai pihak prinsipal. Pihak prinsipal tentu menginginkan hasil
kinerja yang baik dari agen dan kinerja tersebut salah satunya dapat dilihat dari
laporan keuangan dan pelayanan yang baik, sedangkan bagaimana laporan
keuangan dan pelayanan yang baik tergantung dari strategi yang diterapkan oleh
pihak pemerintah. Apabila kinerja pemerintahan baik, maka masyarakat akan
mempercayai pemerintah. Kesimpulannya pemilihan strategi akan berpengaruh
terhadap kepercayaan masyarakat sebagai pihak prinsipal terhadap pemerintah
sebagai agen.

2.1.3. Manajemen Talenta


Manajemen talenta adalah serangkaian proses sumber daya manusia
terpadu dalam mengidentifikasi, mengelola dan mengembangkan kemampuan
seseorang berdasarkan kinerja yang dimiliki dengan tujuan mendapatkan
karyawan yang tetap sesuai dengan pekerjaan yang diharapkan oleh pemerintah.
Manajemen talenta pada dasarnya adalah gabungan inisiatif yang dilakukan
pemerintah untuk menciptakan keunggulan bisnis dengan mengoptimalisasikan
pegawai bertalenta. Kuncinya pada proses mengidentifikasi, mengembangkan,
dan mempertahankan pegawai bertalenta untuk dapat terus menciptakan
keunggulan bisnis bagi pemerintah .
Menurut Michael dkk (2001), talenta adalah kemampuan seseorang yang
meliputi kelebihan fundamental, keterampilan, pengetahuan, pengalaman,
kecerdasan, pengambilan keputusan, sikap, karakter, dorongan, serta kemampuan
untuk belajar dan berkembang. Sedangkan menurut Cheese dkk (2008), talenta
adalah sejumlah pengalaman, pengetahuan, keahlian, dan tingkah laku yang
dimiliki dan dibawa oleh seseorang ke tempatnya bekerja.
Manajemen talenta adalah proses analisis, pengembangan dan
pemanfaatan talenta yang berkelanjutan dan efektif untuk memenuhi kebutuhan
bisnis. Talenta yang dimiliki oleh seorang karyawan melibatkan semua jenis
elemen, mulai dari kualifikasi pendidikan dan keterampilan, pengalaman
sebelumnya, kekuatan diketahui dan pelatihan tambahan yang telah dilakukan,
sampai kepada kemampuan, potensi dan motif, kualitas dan kepribadian.
Manajemen talenta adalah rencana strategis untuk mengelola aliran talenta
dalam suatu instansi yang bertujuan untuk memastikan tersedianya pasokan
talenta untuk menyelaraskan pegawai-pegawai yang tepat dengan pekerjaan yang
sesuai pada waktu yang tepat berdasarkan tujuan instansi dan prioritas kegiatan
atau bisnis instansi.
Berikut definisi dan pengertian manajemen talenta dari beberapa sumber
buku:

 Menurut Pella dan Inayati (2011), manajemen talenta adalah serangkaian


proses SDM organisasi terpadu yang dirancang untuk mengembangkan,
memotivasi dan mempertahankan produktif, terhadap karyawan yang
terlibat.
 Menurut Canon dan Mcgee (2007), manajemen talenta adalah proses
dimana organisasi mengidentifikasi, mengelola dan mengembangkan
orang-orangnya sekarang dan untuk masa depan.
 Menurut Sweem (2009), manajemen talenta merupakan suatu istilah untuk
mengelola talenta berdasarkan kinerja dan sebagai sesuatu yang dapat
dibedakan yang muncul baik dari persepsi humanistik dan demografis.
 Menurut Davis (2009), manajemen talenta adalah pendekatan korporat
yang terencana dan terstruktur untuk merekrut, mempertahankan dan
mengembangkan orang-orang bertalenta dalam organisasi.
2.1.4. Kompensasi Tunjangan Kinerja (Tukin)
Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memperoleh uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang pegawai mulai menghargai
kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap organisasi sehingga
organisasi memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja pegawai yaitu dengan
jalan memberikan kompensasi. Untuk meningkatkan produktivitas pegawai dapat
melalui pemberian kompensasi agar pegawai bekerja dengan semangat dalam
menjalankan tugasnya. Pada hakikatnya, pemberian kompensasi adalah satu dari
langkah dalam meningkatkan kinerja pegawai. Dengan pemberian kompensasi
yang benar, para pegawai akan lebih terpuaskan dan termotivasi dalam mencapai
sasaran.
Kompensasi sangat penting bagi pegawai, karena besarnya kompensasi
yang diberikan akan mencerminkan nilai bagi mereka, keluarga, dan masyarakat.
Menurut Enny (2019:37) kompensasi dapat didefinisikan sebagai bentuk timbal
jasa yang diberikan kepada pegawai sebagai bentuk penghargaan terhadap
kontribusi dan pekerjaan mereka kepada organisasi. Kompensasi tersebut dapat
berupa finansial yang langsung maupun tidak langsung, serta penghargaan
tersebut dapat pula bersifat tidak langsung. Menurut Akbar, et al.,(2021:125)
kompensasi adalah semua bentuk pengembalian (return) finansial dan tunjangan-
tunjangan yang diperoleh pegawai sebagai bagian dari sebuah hubungan
kepegawaian. Selanjutnya menurut Sutrisno (2017:181) “kompensasi merupakan
salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia
(MSDM)”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompensasi merupakan fungsi manajemen yang penting dan harus dilakukan oleh
organisasi atas pengembalian jasa yang dilakukan oleh pegawai berdasarkan
kontribusi maupun kinerja yang dilakukan terhadap suatu organisasi tersebut.
Pengertian tunjangan menurut Simamora (2004) adalah pembayaran-
pembayaran dan jasa-jasa yang melindungi dan melengkapi gaji pokok dan
organisasi dapat membayar semua atau sebagian dari tunjangan tersebut. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tunjangan yang disesuaikan dengan
topic bahasan ini adalah tambahan pendapatan di luar gaji sebagai bantuan,
sokongan.
Tujangan kinerja adalah setiap tambahan benefit yang ditawarkan pada
pekerja atau karyawan misalnya pemakaian kendaran perusahaan, makan siang
gratis, jasa kesehatan, bantuan liburan dan lain sebagainya. Jadi, tunjangan
merupakan kompensasi tambahan yang bertujuan mengikat karyawan agar tetap
bekerja pada perusahaan. Tunjangan dalam hal ini merupakan elemen hubungan
kerja dengan tingkat kemampuan pegawai dalam melaksanakan kinerja sehingga
memudahkan atau memperlancar pencapaian tujuan yang diharapkan.
Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai pada Kementerian ATR/BPN
yang menyatakan bahwa tunjangan kinerja adalah tunjangan yang diberikan
kepada pegawai negeri yang merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan
reformasi birokrasi dan didasarkan pada capaian kinerja pegawai negeri tersebut
yang sejalan dengan capaian kinerja organisasi dimana pegawai tersebut bekerja.

2.1.5. Teori Penetapan Tujuan (Goal-Setting Theory)


Penelitian ini menggunakan teori penetapan tujuan (goal-setting theory)
yang dikemukakan oleh Locke (1968) sebagai teori utama (Grand Theory). Teori
penetapan tujuan merupakan salah satu bentuk teori motivasi yang didasari pada
premis bahwa seseorang memiliki kebutuhan yang dapat diingat atau dipikirkan
sebagai outcomes tertentu atau sasaran (goals) yang diharapkan dapat dicapai.
Teori penetapan tujuan menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan
yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan. Konsep dasarnya yaitu seseorang
yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh organisasi, maka
pemahaman tersebut akan mempengaruhi perilaku kinerjanya.
Terdapat lima prinsip dalam penetapan tujuan yaitu (1) tujuan harus jelas,
(2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi, (3)
karyawan harus menerima tujuan itu, (4) karyawan harus menerima umpan balik
mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut, dan (5) tujuan
yang ditentukan secara partisipatif lebih baik daripada tujuan yang ditentukan
begitu saja. Teori penetapan tujuan dalam penelitian ini digunakan untuk
menjelaskan tindakan bawahan dalam mewujudkan tujuan yang diharapkannya.
Tujuan bahwahan akan menentukan pilihan tindakan yang akan dilakukan. Locke
dalam Kusuma (2013) menemukan bahwa goal setting memperngaruhi pada
ketepatan anggaran setiap organisasi.
Motivasi sesorang meningkat tinggi ketika individu mempunyai goal yang
spesifik sesuai dengan pekerjaan mereka. Hal ini terjadi karena individu tersebut
membandingkan antara performance individu saat ini dengan performance yang
dibutuhkan untuk mencapai goal yang ditentukan. Jika ada perubahan maka para
pekerja biasanya meningkatkan usaha mereka dalam rangka mencapai goal yang
ditentukan. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide
(pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat
kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu berkomitmen
untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan
mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa
penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur hasilnya akan dapat
meningkatkan prestasi kerja (kinerja), yang diikuti dengan memiliki kemampuan
dan keterampilan kerja. Dengan menggunakan pendekatan goal setting theory,
kinerja pegawai yang baik dalam menyelenggarakan pelayanan publik
diidentikkan sebagai tujuannya.

2.1.6. Kejelasan Sasaran Angggaran


Supriyono (1987) dalam Herawaty (2011) mengungkapkan bahwa
anggaran adalah suatu rencana terinci yang dinyatakansecara formal dalam ukuran
kuantitatif untuk menunjukkan bagaimana sumbesumber akan diperoleh dan akan
digunakan selama jangka waktu tertentu,umumnya satu tahun. Kegiatan
penyusunan anggaran ini dinamakan penganggaran.
Kejelasan sasaran anggaran menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran
anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan
spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang
bertanggungjawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut.
Dengan demikian kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana
tujuan anggaran ditetapkan secara jelas spesifik dengan tujuan agar anggaran
tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian
sasaran anggaran tersebut. Oleh karena itu, sasaran anggaran daerah dinyatakan
secara jelas, spesifik, dan dapat dimengerti oleh yang bertanggungjawab untuk
menyusun dan melaksanakannya. Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur
pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus
bisa menggambarkan sasaran kinerja yang jelas, sehingga bisa mendorong
karyawan untuk melakukan yang terbaik untuk tujuan yang diinginkan.

2.1.6. Sistem Pengendalian Internal


Menurut Paul John Steinbart, (2017:198) Sistem pengendalian internal
adalah proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, terdapat proses tindakan dan kegiatan
yang menyeluruh yang dilakukan secara terus menerus oleh manajemen dan
seluruh pegawai dalam rangka menciptakan keyakinan yang cukup dalam
mencapai tujuan organisasi melalui operasi yang efisien dan produktif serta
kepatuhan terhadap peraturan undang-undang.
Boynton et al.(2003) dalam Gusti Ayu Ketut Rencana Sari Dewi (2014)
mendefinisikan aktivitas pengendalian sebagai kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilakukan. Aktivitas
pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan
dengan risiko yang diambil untuk pencapaian tujuan organisasi. Sistem
pengendalian internal pemerintah terdiri dari lima unsur, yaitu :
a) Lingkungan pengendalian, merupakan kondisi dalam instansipemerintah yang
dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian
suatu organisasi dalam menjalankan aktivitasyang menjadi tanggung
jawabnya sehingga meningkatkan efektivitas pengendalian internal.
b) Penilaian risiko, merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan terjadinya
situasi yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah
yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola risiko yang
relevan bagi proses atau kegiatan organisasi.
c) Kegiatan pengendalian, merupakan tindakan yang diperlukan untukmengatasi
risiko serta penerapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara
efektif.
d) Informasi dan komunikasi. Informasi merupakan data yang telah diolah
yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, sedangkan
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dengan
menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
e) Pemantauan, merupakan proses penilaian atas mutu kinerja sistem
pengendalian internal dan proses yang memberikan keyakinan bahwa
temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Definisi lain dari pengendalian internal yaitu rencana, metode, prosedur,
dan kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan yang
memadai atas tercapainya efisiensi dan efektivitas operasional, kehandalan
pelaporan keuangan,pengaman terhadap aset, ketaatan/kepatuhan terhadap
undang-undang, kebijakan dan peraturan lain kutipan dari salah satu blogspot
komunitas finance counting taxation. Dengan demikian tanpa adanya
pengendalian internal maka fungsi tiap-tiap bagian dalam organisasi menjadi tidak
jelas dan sulit mengadakan pengawasan atas jalannya operasi.

2.1.7. Manajemen Risiko

Persoalan manajemen risiko ternyata banyak dibahas dalam


penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan tertuang dalam beberapa peraturan yang
sudah ditetapkan. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomer 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Peraturan tersebut
terkait dengan kewajiban untuk melaksanakan manajemen risiko sebagai rentang
kendali dari sebuah kegiatan di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Baru baru ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi telah menerbitkan Permenpan RB no. 5 Tahun 2020 tentang Sistem
Pemerintah Berbasis Elektronik terkait Manajemen Risiko. Dalam peraturan ini,
manajemen risiko wajib terintegrasi dalam berbagi aktivitas perencanaan sampai
dengan pelaksanaan. Pengaturan manajemen risiko juga menjadi parameter dalam
tingkat maturitas unit Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa sebagaimana diatur
dalam Perpres nomer 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, yang petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Kepala
LKPP No. 17 Tahun 2019 tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ).
Itu baru sebagian kecil dari banyak peraturan lain yang terkait dengan manajemen
risiko. Melihat begitu banyaknya aturan dan pedoman manajemen risiko,
membuatnya menjadi hal yang patut dan penting untuk kita (Aparatur Sipil
Negara) ketahui. Karena, manajemen risiko memang menjadi sangat penting
dalam pelaksanakan sebuah organisasi. Dalam kehidupan, kita selalu dihadapkan
pada suatu ketidakpastian. Ketidakpastian adalah sebuah risiko yang bisa bersifat
merugikan, di sisi lain ketidakpastian juga menjadi opportunity atau kesempatan
yang bisa menguntungkan

Dalam mengatur atau me-manage sesuatu, segala bentuk ketidakpastian


harus selalu menjadi bahan perhitungan dan harus mampu dikelola dengan baik.
Kemampuan dan pengelolaan ketidakpastian inilah yang dalam ilmu manajemen
dikenal sebagai manajemen risiko. Dalam prosesnya, manajemen risiko dapat
dimasukkan dalam perencanaan manajemen. Dimana perencanaan kegiatan secara
sempurna harus memasukkan unsur risiko guna menjawab serta mengantisipasi
kemungkinan yang merugikan organisasi di kemudian hari.

Dari gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa manajemen risiko adalah


proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan untuk meningkatkan probabilitas
pencapaian tujuan, dan mengurangi dampak merugikan pada suatu kejadian bagi
organisasi. Selain itu, manajemen risiko berfungsi untuk melakukan pengawalan
bagi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

Emmett J. Vaughan dan Curtis Elliot (1978) menyebutkan, risiko diartikan


sebagai kans kerugian (the chance of loss), kemungkinan kerugian (the possibility
of loss), ketidakpastian (uncertainty), penyimpangan kenyataan dari hasil yang
diharapkan (the dispersion of actual from expected result), probabilitas bahwa
suatu hasil berbeda dari yang diharapkan (the probability of any outcome different
from the expected). Sedangkan Herman Darmawi (2006) menyatakan, manajemen
risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan
risiko dalam setiap kegiatan perusahaan, dengan tujuan untuk memperoleh
efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Sedangkan, Irham Fahmi (2010)
mendefinisikan manajemen risiko sebagai suatu bidang ilmu yang membahas
tentang bagaimana suatu organisasi atau perusahaan menerapkan ukuran dalam
memetakan berbagai permasalahan yang ada, dengan menempatkan berbagai
pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis.

Dari kedua teori tersebut, secara umum manajemen risiko harus memenuhi
persyaratan adanya parameter tujuan organisasi. Manajemen risiko juga harus
dapat dianalisis serta manajemen risiko dapat dimonitor dan dikendalikan.
Beberapa aturan tentang manajemen risiko sebetulnya sudah lama menjadi
keharusan dalam aplikasi sistem kinerja.

Tujuan dari manajemen risiko adalah menjamin bahwa suatu perusahaan


atau organisasi dapat memahami, mengukur, serta memonitor berbagai macam
risiko yang terjadi dan juga memastikan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat
dapat mengendalikan berbagai macam risiko yang ada. Agar pelaksanaan bisa
berjalan dengan lancar maka perlu adanya dukungan dalam menyusun kebijakan
dan pedoman manajemen risiko, sesuai dengan kondisi perusahaan.

Tujuan manajemen risiko secara umum digunakan sebagai dasar dalam


memprediksikan bahaya atau hal yang tidak menyenangkan, yang akan dihadapi
dengan perhitungan yang cermat serta pertimbangan yang matang dari berbagai
informasi di awal, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Secara
khusus, manajemen risiko bertujuan:

a. Menyediakan informasi mengenai risiko kepada para pengambil keputusan


b. Meminimalkan kerugian dari berbagai risiko yang kemungkinannya akan
dihadapi.
c. Menjaga perusahaan tetap hidup dengan perkembangan yang
berkesinambungan.
d. Biaya manajemen risiko (risk management) yang efisien dan efektif.
e. Memberikan rasa aman
f. Memberi kemampuan pada perusahan mengontrol aspek keuangan secara
lebih seksama.
Definisi risiko yang diungkapkan dalam Monahan (2008), yaitu potensi
kerugian yang disebabkan oleh sebuah kejadian (atau serangkaian kejadian) yang
dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Berdasarkan ISO
(2009) risiko di definisikan sebagai efek ketidakpastian pada tujuan organisasi,
dimana akibat dari ketidakpastian ini dapat positif maupun negatif tergantung
pada apa hasil yang diharapkan. Berdasarkan ISO 31000 (2009) manajemen risiko
didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas dan metode yang terkoordinasi yang
digunakan untuk mengarahkan organisasi, dan mengontrol banyak risiko yang
dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan.

Tampubolon (2004) mendeskripsikan manajemen risiko sebagai suatu


kegiatan atau proses yang terarah serta bersifat proaktif, yang ditujukan untuk
mengakomodasi kemungkinan gagal pada salah satu, atau sebagian dari sebuat
transaksi atau instrument. Anderson & Terp (2006) menyatakan bahwa pada
dasarnya, manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk
menghilangkan, mengurangi dan mengendalikan risiko, meningkatkan manfaat,
dan menghindari kerugian dari paparan spekulatif. Sehingga dari berbagai definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko merupakan aktifitas dan
metode yang digunakan organisasi untuk mengendalikan risiko yang dapat
mempengaruhi kemampuan organisasi dalam pencapaian tujuan.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan


Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian ATR/BPN. Untuk menyukseskan
program kerja, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) sebagai instansi vertikal perlu melakukan konsolidasi dengan seluruh
satuan kerja, mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat provinsi dan
kabupaten/kota. Tak hanya itu, evaluasi serta penentuan arah kebijakan juga
penting termasuk manajemen risiko di dalamnya, agar pelaksanaan program
strategis yang masuk ke dalam rencana strategis Kementerian ATR/BPN dapat
berjalan sesuai dengan rencana.

2.1.8. Kinerja Pegawai


Kinerja berasal dari kata Performance yang artinya Monner Of
Funtioning,Ini mengacu pada bagaimana organisasi atau individu bekerja dengan
fungsi dan intervensi. Tindakan oleh otoritas lokal untuk melaksanakan kegiatan
lokal dalam lingkup kegiatan pemerintah daerah.Menurut Sedarmayanti (2018:
260), produktivitas adalah transformasi produktivitas yang merepresentasikan
kinerja seorang pegawai, suatu proses manajemen atau suatu sistem secara
keseluruhan, dimana hasil suatu tugas harus jelas dan terukur (dibandingkan
dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya). Dari definisi di atas dapat
disimpulkan keberhasilan suatu kegiatan atau kegiatan yang direncanakan dan
dilakukan selama periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi dan keberhasilan atau hasil proyek.

2.2. Penelitian Terdahulu


No Nama, Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Tahun
1 Asrini Pengaruh Akuntabilitas Variabel Akuntabilitas Publik,
(2017) Akuntabilitas Publik, Kejelasan Sasaran Anggaran,
Publik, Kejelasan Kejelasan Dan Partisipasi Penyusunan
Sasaran Anggaran, Sasaran Anggaran berpengaruh
Dan Partisipasi Anggaran, signifikan terhadap Kinerja
Penyusunan anggaran Partisipasi Manajerial.
terhadap Kinerja Penyusunan
Manajerial di Kota anggaran dan
Palu. Kinerja
Manajerial
2 Basyrie & Pengaruh Motivasi Motivasi Kerja, motivasi kerja dan bonus
Junaidi Kerja dan Tunjangan Tunjangan kinerja secara simultan
(2022) Kinerja Terhadap Kinerja, berpengaruh besar terhadap
Kinerja Pegawai Kinerja kinerja pegawai Pengadilan
Pengadilan Tinggi Pegawai Tinggi Tanjung Karang
Tanjung Karang
3 Candrakus Dampak Komitmen Variabel Komitemen
uma dan Organisasi, Sistem Organisasi, Sistem
Jatmiko Pengendalian Intern Pengendalian Intern
(2017) Pemerintah, Pemerintah, Kejelasan Sasaran
Akuntabilitas Publik, Anggaran berpengaruh positif
Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial,
dan Kejelasan sedangkan Akuntabilitas
Sasaran Anggaran Publikdan Partisipasi
terhadap Kinerja Anggaran tidak berpengaruh
Manajerial di terhadap Kinerja Manajerial.
Kabupaten Sragen.
4 Rauf Pengaruh Akuntabilitas partisipasi anggaran dan
(2018) Akuntabilitas Publik, Publik, desentralisasi berpengaruh
Kejelasan Sasaran Kejelasan positif terhadap kinerja
Anggaran, Partisipasi Sasaran maanjerial.
Anggaran, Anggaran, Sementara akuntabilitas
Desentralisasi dan Partisipasi publik, kejelasan sasaran
Sistem Pengendalian Anggaran, anggaran dan
Internal terhadap Desentralisasi sistem pengendalian internal
Kinerja Manajerial dan Sistem tidak berpengaruh terhadap
Pengendalian kinerja
Internal dan manajerial
Kinerja
Manajerial
5 Rodiya Pengaruh Akuntabilitas kejelasan sasaran anggaran
(2020) Akuntabilitas Publik, Publik, berpengaruh positif dan
Transparansi Publik, Transparansi signifikan terhadap kinerja
dan Kejelasan Publik, dan aparat pemerintah daerah.
Sasaran Anggaran Kejelasan
terhadap Kinerja Sasaran
Aparat Pemerintah Anggaran,
Daerah Kinerja Aparat
Pemerintah
Daerah
6 Wibowo Faktor-faktor yang Akuntabilitas Variabel Akuntabilitas Publik,
dan Mempengaruhi Publik, Kejelasan Sasaran Anggaran,
Handayani kinerja aparat Kejelasan Partisipasi Penyusunan
(2017) pemerintah daerah Sasaran Anggaran, dan Desentralisasi
Kota Surabaya. Anggaran, berpengaruh positif terhadap
Partisipasi Kinerja Manajerial.
Penyusunan
Anggaran, dan
Desentralisasi,
kinerja
manajerial
7 Putri Pengaruh Komitmen Komitmen Variabel Komitmen
(2013) Organisasi dan Sistem Organisasi dan Organisasi dan Sistem
Pengendalian Intern Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah terhadap Pengendalian Pemerintah berpengaruh
Kinerja Manajerial di Intern terhadap Kinerja Manajerial
Kota Padang Pemerintah,
Kinerja
Manajerial
8 Prasetya et Pengaruh Partisipasi Partisipasi Kejelasan sasaran anggaran
al (2023) penyusunan penyusunan berpengaruh positif dan
Anggaran, Kejelasan Anggaran, signifikan terhadap kinerja
Sasaran Anggaran, Kejelasan manajerial.
dan Akuntabilitas Sasaran
Publik Terhadap Anggaran, dan
Kinerja Manajerial Akuntabilitas
Pemerintah Daerah Publik, Kinerja
Manajerial
9 Yanti & Manajemen Talenta Manajemen variabel manajemen talenta
Mursidi dan Manajemen Talenta, dan manajemen resiko
(2022) Resiko Pengaruhnya manajemen mempunyai pengaruh yang
Terhadap Kinerja Resiko dan signifikan secara bersama-
Karyawan Kinerja sama (simultan) terhadap
Perusahaan Karyawan variabel kinerja karyawan PT.
Petikemas di
Surabaya

2.1. Kerangka Analisis


Kerangka Analisis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman
konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:

Manajemen Talenta
(X1)

Tukin
(X2)

Kejelasan Sasaran Anggaran Kinerja Aparatur Pemerintah


(X3) (Y1)

Sistem Pengendalian Internal


(X4)

Manajemen Risiko
(X5)

Gambar 1. Kerangka Analisis

Dari rangka analisis di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini kana
melihat apakah manajemen talenta, tunjangan kinerja, kejelasan sasaran anggaran,
sistem pengendalian internal dan manajemen resiko dapat mengakibatkan
perubahan perilaku individu, karena dalam pelaksanaan kegiatan suatu instansi
ada target-target yang harus dicapai sehingga individu akan mengubah
perilakunya menjadi lebih positif dalam pencapaian target dan sasaran organisasi.
Apabila target telah tercapai maka kinerja aparat secara otomatis akan meningkat
karena salah satu penilaian kinerja aparat pemerintah dilihat berdasarkan target
yang dicapai.

2.4. Hipotesis Penelitian


2.4.1. Manajemen Talenta dan Kinerja Aparatur Pemerintah
Kinerja merupakan perwujudan yang dilakukan oleh pegawai yang
biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau organisasi.
Kinerja yang baik merupakan langkah menuju tercapainya tujuan
instansi/organisasi. Oleh karena itu kinerja dapat menjadi penentu dalam tercapai
tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan peningkatan kinerja, walaupun hal
tersebut tidaklah mudah karena banyak faktor yang menyebabkan tinggi
rendahnya kinerja seseorang.
Talent management adalah proses yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan yang mengelola bakatta mereka agar dapat kompetitif dengan
perusahaan lain. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan
loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan
serta kemajuan yang berkelanjutan. Langkah yang paling penting dari talent
management dalam mempertahankan kinerja karyawan di organisasi. Hal ini
karena karyawan yang memiliki talenta diyakini sebagai suatu investasi utama
organisasi dan memberikan alasan mengapa perusahaan perlu mempertahankan
kinerja mereka dalam organisasi. Suharnomo (2016) menyatakan ada hubungan
positif variabel talent management dalam mempertahankan kinerja karyawan.
Nisa dkk. (2016) menyatakan talent management yang dikembangkan oleh
perusahaan memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Mangusho et al. (2015) menyatakan pengembangan talent management
memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan kinerja karyawan. Asri (2017)
menyatakan hal yang sama perusahaan yang mampu mengembangkan talent
management memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Yanti dan Mursidi (2022) menemukan manajemen talenta mempunyai pengaruh
yang signifikan secara parsial terhadap variabel terikat yaitu kinerja karyawan PT.
Terminal Petikemas Surabaya. Penelitian Savitri, Suherman (2018) menguji
Pengaruh manajemen talenta terhadap kinerja karyawan, hasil pengujian tersebut
menunjukkan bahwa manajemen talenta berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan. Penelitian yang dilakukan Kardo, at all (2020) menguji pengaruh
penerapan manajemen talenta terhadap kinerja karyawan, hasil pengujian tersebut
menunjukkan bahwa manajemen talenta berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan. Berdasarkan uraian penelitian diatas, maka dikemukakan hipotesis
sebagai berikut:
H1 : Manajemen Talenta berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan
2.4.2. Tunjangan Kinerja dan Kinerja Aparatur Pemerintah
Tunjangan kinerja didefenisikan sebagai bentuk imbalan langsung yang
diberikan oleh negara kepada pegawai karena pengukuran kinerja yang
ditentukan. Sistem ini merupakan bentuk lain dari upah langsung di luar upah dan
gaji yang merupakan kompensasi tetap yang disebut sistem kompensasi
berdasarkan kinerja (pay for performance plan). Pemerintah melalui Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan kebijakan Reformasi
Birokrasi Bidang Sumber Daya Manusia, salah satunya adalah penataan sistem
pemberian Tunjangan Kinerja atau disebut juga dengan istilah remunerasi. Tahun
2014 pemerintah telah menyusun sistem kompensasi baru bagi Aparatur Sipil
Negara (ASN), yang berbasis pada jabatan dan kinerja (performance). Pemberian
tunjangan kinerja sebagai bagian dari upaya mencegah tindak korupsidi kalangan
birokrasi pemerintah dan dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja para
aparatur dan telah diatur didalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara No.5
tahun 2015.10 (Hanifah, 2017).
Tunjangan kinerja adalah tunjangan yang diberikan atas kinerja pegawai
yang dinilai dari hasil kerja pegawai tersebut yang dilihat dari beberapa aspek
yang meliputi: aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja dan kerja sama untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan bersama oleh organisasi.11 (Najoan et al.,
2018).
Basyrie dan Junaidi (2022) menyatakan Pada pengujian hipotesis ketiga
motivasi kerja dan bonus kinerja secara simultan berpengaruh besar terhadap
kinerja pegawai Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. JF Najoan (2018)
menyatakan tunjangan kinerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai di Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa, hasil penelitian
menunjukkan dengan adanya tunjangan kinerja pegawai akan termotivasi bekerja
dengan maksimal sehingga berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai
pada Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa. Berdasarkan uraian penelitian diatas,
maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Tunjangan Kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
aparatur pemerintah
2.4.3. Kejelasan Sasaran Anggaran dan Kinerja Aparatur Pemerintah
Anggaran adalah rencana kerja yang dituangkan dalam angka-angka
keuangan baik jangka pendek mapun jangka Panjang (Safitri et al., 2015). Salah
satu karakteristik sistem penganggaran adalah kejelasan sasaran anggaran yang
merupakan sejauh mana target anggaran ditentukan secara jelas dan spesifik yang
bertujuan agar anggaran dapatdipahami oleh aparat yang bertanggung-jawab atas
pencapaian sasaran anggaran tersebut (Fauzan, 2016).
Kejelasan sasaran anggaran juga merupakan salah satu penentu dalam
pencapaian kinerja manajerial. Seorang pemimimpin harus menentukan apa yang
menjadi tujuan organisasi. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan
mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sasaran anggaran yang tidak jelas
dapat menyebabkan kebingungan, tekanan, dan ketidakpuasan dari karyawan
sehingga akan berdampak buruk terhadap kinerja manajerial.
Prasetya et al (2023) menyatakan kejelasan sasaran anggaran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian
Rodiya (2020) menyatakan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Hal tersebut dikarenakan
tujuan anggaran yang sudah ditetapkan secara jelas dan spesifik agar anggaran itu
mudah dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab. Dan menunjukkan bahwa
semakin kuat dan tinggi kejelasan sasaran anggaran pemerintah maka akan
semakin berpengaruh baik terhadap hasil kinerja aparat pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian penelitian diatas, maka dikemukakan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Kejelasan Sasaran Anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja aparatur pemerintah
2.4.4. Sistem Pengendalian Internal dan Kinerja Aparatur Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern merupakan kebijakan dan prosedur yang
melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Berdasarkan teori
stewardship jika terdapat perbedaan kepentingan antara principal dan steward,
maka steward akan berusaha bekerjasama karena bertindak sesuai dengan
tindakan principal dan demi kepentingan bersama dapat menjadi pertimbangan
yang rasional agar tercapainya tujuan bersama. Sehingga diharapkan dengan
adanya Sistem Pengendalian Internal dapat mengetahui dana publik yang
digunakan oleh pemerintah daerah dan mampu mengendalikan permasalahan yang
ada dalam organisasi, sehingga didalam organisasi menjadi lebih baik.
Rauf (2018) menyatakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Dengan adanaya pengendalian intern
maka seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang
memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pemimpin
dalammewujudkan tata pemerintah yang baik. Hal ini didasari daripenelitian
Candrakusuma (2017), dan Putri (2013) menyatakan Sistem Pengendalian Intern
berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Ayu & Astuti (2022) menyatakan
terdapat hubungan yang kuat antara Penerapan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah terhadap Kinerja Pegawai. Berdasarkan uraian penelitian diatas, maka
dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Sistem Pengendalian Internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja aparatur pemerintah.
2.4.5. Manajemen Risiko dan Kinerja Aparatur Pemerintah
Manajemen risiko merupakan suatu proses identifikasi, analisis,
penilaian, pengendalian, dan upaya menghindari, meminimalisir, risiko. Dan
pengendalian internal merupakan mekanisme, aturan, dan prosedur yang
diterapkan oleh perusahaan untuk memastikan integritas informasi keuangan
dan akuntansi, mendorong akuntabilitas, dan mencegah penipuan (Nathaniel,
2021). Dan Penelitian ini menemukan bahwa melalui analisa manajemen risiko
dan pengendalian internal yang diterapkan di CV. Along Jaya memiliki pengaruh
dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan Jansen Tadjang (2010) menguji Pengaruh
manajemen resiko terhadap kinerja organisasi,hasil pengujian tersebut
menunjukkan bahwa manajemen resiko berpengaruh positif terhadap kinerja
organisasi.Hasil Penelitian berbedayang dilakukan Tantyo Setyowati dan Robi
Pramana Putra (2015) menguji pengaruh manajemen konflik dan manajemen
resiko dalam mengembalikan efektifitas tenaga kerja, hasil pengujian tersebut
menunjukkan bahwa manajemen resiko tidak berpengaruh terhadap kinerja
organisasi. Yanti & Mursidi (2022) menemukan manajemen resiko juga
mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel terikat yaitu
kinerja karyawan PT. Terminal Petikemas Surabaya. Berdasarkan uraian
penelitian diatas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Manajemen Risiko berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
aparatur pemerintah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuatitatif, dimana penelitian
kuatitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara
meneliti hubungan antar variabel (Noor, 2011:38). Penelitian ini juga termasuk
jenis penelitian eksplanatori, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal
antara variabel-variabel yang mempengaruhi hipotesis (Sugiyoni, 2006).
3.2. Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan dua buah variabel yaitu variabel dependen dan
variabel independen. Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan
atau mempengaruhi variabel yang lain. Sedangkan variabe dependen adalah tipe
variabel yang dijijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Adapun
yang termasuk variabel dependen adalah kinerja aparatur pemerintah, sedangkan
variabel independen ada lima yaitu, manajemen talenta, tukin, kejelasan sasaran
anggaran, sistem pengendalian internal dan manajemen resiko.
1) Manajemen Talenta
Kinerja merupakan perwujudan yang dilakukan oleh pegawai yang
biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau organisasi.
Kinerja yang baik merupakan langkah menuju tercapainya tujuan
instansi/organisasi. Oleh karena itu kinerja dapat menjadi penentu dalam tercapai
tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan peningkatan kinerja, walaupun hal
tersebut tidaklah mudah karena banyak faktor yang menyebabkan tinggi
rendahnya kinerja seseorang.
Talent management adalah proses yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan yang mengelola bakatta mereka agar dapat kompetitif dengan
perusahaan lain. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan
loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan
serta kemajuan yang berkelanjutan. Langkah yang paling penting dari talent
management dalam mempertahankan kinerja karyawan di organisasi. Hal ini
karena karyawan yang memiliki talenta diyakini sebagai suatu investasi utama
organisasi dan memberikan alasan mengapa perusahaan perlu mempertahankan
kinerja mereka dalam organisasi.
Dalam penelitian Yanti & Mursidi (2022) pengukuran sasaran anggaran
yang efektif ada pada 3 indikator yaitu proses seleksi, penempatan, dan
pengembangan karir. Responden diminta untuk menyatakan tingkat persetujuan
terhadap pernyataan yang diajukan peneliti terhadap manajemen talenta sesuai
dengan kondisi masing-masing responden. Jawaban menggunakan skala likert
terdiri dari lima piliham yakni: point 1 (Satu) menyatakan sangat tidak setuju
(STS); point 2 (dua) menyatakan tidak setuju (TS), point 3 (Tiga) menyatakan
cukup setuju (CS), point 4 (Empat) menyatakan setuju (S), dan poin 5 (Lima)
menyatakan sangat setuju (SS). Berdasarkan jawaban responden, point 1 (Satu)
menunjukkan kinerja aparatur pemerintah sangat rendah dan poin 5 (Lima)
menunjukkan kinerja aparat pemerintah sangat tinggi.

2) Tukin
Tunjangan Kinerja adalah tunjangan yang diberikan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi
birokrasi. Indikatornya sebagai berikut:
1. Penerimaan tunjangan sesuai aturan pemerintah daerah;
2. Tunjangan yang diterima menambah penghasilan pegawai;
3. Ketepatan waktu menerima tunjangan kinerja;
4. ingkat kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pegawai;
5. Penerimaan tunjangan sesuai dengan kedisiplin pegawai.
Responden diminta untuk menyatakan tingkat persetujuan terhadap
pernyataan yang diajukan peneliti terhadap tunjangan kinerja sesuai dengan
kondisi masing-masing responden. Jawaban menggunakan skala likert terdiri dari
lima piliham yakni: point 1 (Satu) menyatakan sangat tidak setuju (STS); point 2
(dua) menyatakan tidak setuju (TS), point 3 (Tiga) menyatakan cukup setuju (CS),
point 4 (Empat) menyatakan setuju (S), dan poin 5 (Lima) menyatakan sangat
setuju (SS). Berdasarkan jawaban responden, point 1 (Satu) menunjukkan kinerja
aparatur pemerintah sangat rendah dan poin 5 (Lima) menunjukkan kinerja aparat
pemerintah sangat tinggi.
3) Kejelasan Sasaran Anggaran
Dalam penelitian Melia &Sari (2019) pengukuran sasaran anggaran yang
efektif ada pada tujuh indikator:
(1) Tujuan
(2) Kinerja
(3) Standar
(4) Jangka waktu
(5) Sasaran
(6) Tingkat kesulitan
(7) Koordinasi.
Responden diminta untuk menyatakan tingkat persetujuan terhadap
pernyataan yang diajukan peneliti terhadap kejelasan sasaran kinerja sesuai
dengan kondisi masing-masing responden. Jawaban menggunakan skala likert
terdiri dari lima piliham yakni: point 1 (Satu) menyatakan sangat tidak setuju
(STS); point 2 (dua) menyatakan tidak setuju (TS), point 3 (Tiga) menyatakan
cukup setuju (CS), point 4 (Empat) menyatakan setuju (S), dan poin 5 (Lima)
menyatakan sangat setuju (SS). Berdasarkan jawaban responden, point 1 (Satu)
menunjukkan kinerja aparatur pemerintah sangat rendah dan poin 5 (Lima)
menunjukkan kinerja aparat pemerintah sangat tinggi.
4) Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal menurut (Arens, 2008) pengendalian
internal adalah proses yang dirancang untuk menyediakan jaminan yang layak
mengenai pencapaian dan sasaran dalam kategori sebagai berikut: (1) keandalan
laporan keuangan, (2) evektivitas dan efisiensi dari operasional, (3) pemenuhan
hukum peraturan yang diterapkan. Lingkungan pengendalian, penilaian resiko,
kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi diukur dengan skala likert 1- 5.
Responden diminta untuk menyatakan tingkat persetujuan terhadap
pernyataan yang diajukan peneliti terhadap Sistem Pengendalian Internal sesuai
dengan kondisi masing-masing responden. Jawaban menggunakan skala likert
terdiri dari lima piliham yakni: point 1 (Satu) menyatakan sangat tidak setuju
(STS); point 2 (dua) menyatakan tidak setuju (TS), point 3 (Tiga) menyatakan
cukup setuju (CS), point 4 (Empat) menyatakan setuju (S), dan poin 5 (Lima)
menyatakan sangat setuju (SS). Berdasarkan jawaban responden, point 1 (Satu)
menunjukkan kinerja aparatur pemerintah sangat rendah dan poin 5 (Lima)
menunjukkan kinerja aparat pemerintah sangat tinggi.

5) Manajemen Risiko
Dalam penelitian Yanti &Mursidi (2022) pengukuran manajemen resiko
yang efektif ada pada 3 indikator yaitu kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan dan
penyelesaian pekerjaan.
Dalam pelnelliltilan Yanti & Mursidi (2022) pelngukuran sasaran anggaran
yang elfelktilf ada pada 3 ilndilkator yaitu kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan,
dan penyelesaian pekerjaan. Responden diminta untuk menyatakan tingkat
persetujuan terhadap pernyataan yang diajukan peneliti terhadap Manajemen
risiko sesuai dengan kondisi masing-masing responden. Jawaban menggunakan
skala likert terdiri dari lima piliham yakni: point 1 (Satu) menyatakan sangat tidak
setuju (STS); point 2 (dua) menyatakan tidak setuju (TS), point 3 (Tiga)
menyatakan cukup setuju (CS), point 4 (Empat) menyatakan setuju (S), dan poin 5
(Lima) menyatakan sangat setuju (SS). Berdasarkan jawaban responden, point 1
(Satu) menunjukkan kinerja aparatur pemerintah sangat rendah dan poin 5 (Lima)
menunjukkan kinerja aparat pemerintah sangat tinggi.
6) Kinerja Aparatur Pemerintah
Kinerja aparatur pemerintah dilihat berdasarkan penilaian prestasi kerja
yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kinerja pegawai dan perilaku
kerja PNS. Untuk mengukur kinerja aparat pemerintah maka digunakan metode
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2011 tentang
Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, adapun untuk menilai prestasi kerja
PNS terbagi dalam 2 (dua) unsur/dimensi yaitu:
a) Sasaran Kerja Pegawai (SKP) meliputi beberapa indikator, yaitu:
i. Kuantitas merupakan ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja
yang dicapai oleh seorang pegawai.
ii. Kualitas merupakan ukuran setiap hasil yang dicapai oleh seorang
pegawai.
iii. Waktu merupakan ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang
dicapai oleh seorang pegawai.
iv. Biaya merupakan besaran jumlah anggaran yang digunakan setiap
hasil kerja oleh seorang pegawai.
b) Perilaku kerja meliputi beberapa indikator, yaitu:
i. Orientasi pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS
dalam memberikan pelayanan kepada yang dilayani antara lain
meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait,
dan/atau instansi lain.
ii. Integritas merupakan kemampuan seorang PNS untuk bertindak
sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi.
iii. Disiplin merupakan kesanggupan seorang PNS untuk menaati
kewajibam dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan atau peraturan kedinasan.
iv. Kerja sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS
untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan baik
dalam unit kerjanya maupun instansi lain dalam menyelesaikan
suatu tugas dan tanggung jawab yang diembannya.
Responden diminta untuk menyatakan tingkat persetujuan terhadap
pernyataan yang diajukan peneliti terhadap kinerja sesuai dengan kondisi masing-
masing responden. Jawaban menggunakan skala likert terdiri dari lima piliham
yakni: point 1 (Satu) menyatakan sangat tidak setuju (STS); point 2 (dua)
menyatakan tidak setuju (TS), point 3 (Tiga) menyatakan cukup setuju (CS), point
4 (Empat) menyatakan setuju (S), dan poin 5 (Lima) menyatakan sangat setuju
(SS). Berdasarkan jawaban responden, point 1 (Satu) menunjukkan kinerja
aparatur pemerintah sangat rendah dan poin 5 (Lima) menunjukkan kinerja aparat
pemerintah sangat tinggi.

3.3. Metode Pengambilan Sampel


Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro, 2014). Populasi yang dipilih dalam
penelitian ini adalah seluruh pejabat pengawas, sub koordinator pada Kantor
wilayah dan Kantor Pertanahan di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Bengkulu.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yatiu
teknik pengambilan sampel dengen pertimbangan khusus. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pejabat struktural yang menjabat sebagai Kepala
Seksi/Kasubag dan Sub Koordinator di masing-masing seksi.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan menyebarkan
kuesioner secara langsung kepada responden melalui media Google Form.
Kuesioner berisi tanggapan atas pertanyaan tertulis yang diajukan oleh peneliti.
Kuesioner yang akan disebar kepada 11 satuan kerja di lingkungan Kanwil BPN
Provinsi Bengkulu dan ditujukan kepada ASN setingkat Eselon IV dan V. Jawaban
kuesioner diukur dengan skala likert 5 poin.

3.5. Alat Analisis Data


3.5.1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan bagian ilmu statistika yang hanya
mengolah, menyajikan data tanpa mengambil keputusan untuk populasi. Dengan
kata lain, statistik deskriptif dalam penelitian ini hanya melihat secara umum dari
data yang didapatkan. Dalam penelitian ini, statistik deskriptif yang akan
digunakan adalah statistik rata-rata dan angka indeks. Statistik rata – rata
digunakan untuk menggambarkan rata-rata nilai dari sebuah variabel yang diteliti
pada sekolompok responden tertentu. Pertama dapat dilakukan dengan membagi
tiga kategori (rendah, sedang, tinggi). Kemudian setelah terpilih tiga kategori,
perhitungan untuk menentukan rentang masing-masing kategori dihitung
menggunakan rumus (Jogiyanto, 2008):
Rentang : nilai tertinggi – nilai terendah
Jumlah kategori
Rentang = 5-1
3
Rentang = 1,33
Jadi rentang atau range untuk masing-masing kategori adalah 1,33.
3.5.2. Alat Analisis Data dan Uji Hipotesis
3.5.2.1. Uji Partial Least Square
Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi
linier berganda dengan pengolahan data menggunakan Analisis data dilakukan
dengan metode SEM (structural equation modelling) berbasis Partial Least Square
(PLS) melalui aplikasi SmartPLS v.3.0 sebagai alat untuk menjelaskan dan
menganalisis hubungan antar variabel serta mengkorfirmasi teori. Penggunaan
PLS cocok untuk penelitian ini karena memungkinkan ukuran sampel yang relatif
kecil (Nitzl, 2016). Alasan lain dari penggunaan PLS-SEM adalah karena
penelitian ini lebih berfokus dalam menguji hubungan antar variabel daripada
melihat kecocokan model penelitian (Sofyani dkk. 2022). Menurut Hair, Hult,
Ringle, dan Sarstedt (2021), penggunaan PLS memerlukan setidanya tiga tahapan
yang terdiri dari spesifikasi model, evaluasi outer models, dan evalusi inner
model.
Menurut Muniarti et al., (2013) Uji PLS lebih sesuai dengan studi
eksperimen (dengan model yang lebih komplek) yang memang memiliki
keterbatasan data dan tujuan kausalitas. Uji PLS mempunyai dua model pengujian
utama, yaitu model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran
digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural
digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi).
Jogiyanto, (2007) juga menyatakan bahwa analisis Partial Least Squares
(PLS) merupakan teknik statistika multivarian yang melakukan perbandingan
antara variabel dependen berganda dan variabel independen berganda. PLS
merupakan salah satu metode statistika SEM berbasis varian yang didesain untuk
menyelesaikan regresi bergamda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data.
Analisa pada PLS dilakukan dengan tiga tahap :
1. Analisa Outer Model (Model Pengukuran)
2. Analisa Inner Model (Model Struktural)
3. Pengujian Hipotesis

Analisa Outer Model (Model Pengukuran)


Model Pengukuran dalam uji PLS dilakukan untuk menguji validitas
internal dan reliabilitas. Analisa Outer Model ini akan menspesifikasi hubungan
antar variabel laten dengan indikator-indikatornya, atau dapat dikatan bahwa outer
model mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel
latennya. Uji yang dilakukan pada outer model ini adalah sebagai berikut :
1. Convergent Validity
Nilai Convergent Validity merupakan nilai loading factor pada variabel laten
dengan indikator-indikatornya. Nilai yang diharapkan > 0,6
2. Discriminant Validity
Nilai ini merupakan nilai Cross Loading faktor yang berguna untuk
mengetahui apakah konstruk memiliki diskriminan yang memadai yaitu
dengan cara membandingkan nilai loading pada konstruk yang dituju harus
lebih bersar dibandingan dengan nilai loading dengan konstruk yang lain.
3. Composite Reliability
Data yang memiliki composite reliability > 0,7 berarti mempunyai reliabilitas
yang tinggi.
4. Average Variance Extracted (AVE)
Nilai AVE yang diharapkan > 0,5.
5. Cronbach Alpha.
Uji reliabilitas diperkuat dengan Cronbach Alpha yang nilainya diharapkan >
0,7 untuk semua konstruk.

Analisa Inner Model (Model Struktural)


Analisis Inner Model atau yang biasa disebut dengan Model Struktural
ini digunakan untuk memprediksi hubungan kausal antar variabel yang diuji
dalam model. Analisa Inner Model dapat dilihat dari beberapa indikator yang
meliputi :
1. Koefisien Determinasi (R2)
2. Predictive Relevance (Q2)
R-square pada model PLS dapat dievaluasi dengan melihat Q- square
(Predictive Relevance) untuk model variabel. Q-square mengukur seberapa baik
nilai observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai
Q-square lebih besar dari 0 (nol) akan memperlihatkan bahwa model mempunyai
nilai Predictive Relevance, sedangkan apabila nilai Q-square kurang dari 0 (nol)
akan memperlihatkan bahwa model kurang memiliki Predictive Relevance.
Namun, jika hasil perhitungan memperlihatkan nilai Q-square lebih dari 0 (nol),
maka model layak dikatakan memiliki nilai predektif yang relevan. Apabila nilai
yang didapatkan 0,02 (kecil), 0,15(sedang) dan 0,35(besar).

3.5.2.2. Pengujian Hipotesis


Secara umum metode explanatory research merupakan pendekatan
metode yang menggunakan PLS. Hal ini disebabkan pada metode ini terdapat
pengujian hipotesa. Menguji hipotesis dapat dilihat melalui nilai t-statistik dan
nilai probabilitas. Untuk pengujian hipotesis menggunakan nilai statistik maka
untuk alpha 5% nilai t-statistik yang digunakan adalah 1,96 (Muniarti et al.,
2013). Sehingga kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis adalah Ha diterima
dan H0 ditolak jika t-statistik > 1,96. Untuk menolak/menerima Hipotesis
menggunakan probabilitas maka Ha diterima jika nilai p < 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, dkk. 2008. Auditing dan Jasa Assurance: Pendekatan Terintegrasi, Jilid
1.Edisi Keduabelas. Jakarta: Penerbit Erlangga
Asrini. 2017. Pengaruh akuntabilitas publik, kejelasan sasaran anggaran dan
partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja skpd di pemerintah
daerah kota palu. ISSN, 5, 52–58.
Bandariy, H. 2011. Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan dan Aksesibilitas
Laporan Keuangan Daerah pada Kabupaten Banyumas. Skripsi Universitas
Diponegoro Semarang.
Basyrie, Junaidi. 2022. Pengaruh Motivasi Kerja dan Tunjangan Kinerja
Terhadap Kinerja Pegawai Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. Jurnal
Ekonomi, Manajemen, dan Statistika.
Cheese P., dkk. 2008. The Talent Powered Organization: Strategies for
Globalization, Talent Management and High Performance. London and
Philadelphia: Kogan Page.
Canon, J.A., dan Mcgee, Rita. 2007. Talent Management and Succesion Planning.
London: The Chartered Institute of Personel and Development.
Davis, Tony, dkk. 2009. Talent Assessment Mengukur, Menilai dan Menyeleksi
Orang-Orang Terbaik dalam Perusahaan. Jakarta: PPM Manajemen.
Darmawi, H. 2006. Manajemen Risiko, ed 10. Jakarta: Bumi Aksara.
Dzigbede, K. D., Gehl, S. B. and Willoughby, K. (2020) ‘Disaster Resiliency of
U.S. Local Governments: Insights to Strengthen Local Response and
Recovery from the COVID-19 Pandemic’, Public Administration Review,
80(4), pp. 634–643. doi:10.1111/puar.13249.
Donaldson, L. 1996. For Positivist Organization Theory. London: SAGE
Publication.
Ermino, R. 2018. Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Akuntabilitas,
Transparansi, dan Penerapan Sistem Akuntansi Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintahan Provinsi Kepulauan
Riau). Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 18(2), 181.
Enny, M. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. UBHARA Manajemen Press.
Emmaett J. Vaughan dan Curtis M. Elliott, 1978, Fundamental of Risk and
Insurance, New York: John Willey & Sons Inc.
Fahmi, Irham. 2010. Manajemen Resiko. Bandung: Alfabeta.
Hansen, Don R dan Maryanne M. 2009. Akuntansi Manajerial, Edisi 8. Jakarta:
Salemba Empat.
Herawaty, Netty. 2011. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian.
Akuntansi, dan Sistem Pelaporan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi.
Jensen dan Meckling. 1976. The Theory of The Firm: Manajerial
Behaviour,Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial
and Conomic, 3:305-360.
Jogiyanto. 2008. Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur
Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi.
Kenis, I. 1979. Effects of Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitude
and Performance,
Kiri, S. H. P., & Handayani, N. 2021. Pengaruh akuntabilitas, transparansi publik
serta fungsi pemeriksaan inten terhadap kinerja pemerintah. Jurnal Ilmu
dan Riset Akuntansi (JIRA), 10(8). The Accounting Review. 54(24): 707-
721.
Kusuma, Arta Adi. 2013. Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Hotel Muria semarang.Skripsi UNES. Semarang
Listira, J. C., & Kristanto, S. B. (2018). Dampak Prosedur dan Reviu Inspektorat
Terhadap Peningkatan Akuntabilitas LKPD Provinsi Banten. InFestasi,
14(1), 23 – 28.
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta :
Andi.
--------------. 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui
Akuntansi
Melia, P., & Sari, V. F. 2019. Pengaruh Akuntabilitas Publik, Kejelasan Sasaran
Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial (Studi
Empiris Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Solok Selatan).
Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(3), 1068–1079.
Mulya, H. G., & Fauzihardani, E. 2022. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran,
Muniarti, M. P., Purnamasari, S. V., R, S. D. A., C, A. A., Shihombing, R., &
Warastuti, Y. 2013. Alat-Alat Pengujian Hipotesis. Semarang: Universitas
Katolik Soegijapranata.
Muth, M. M., dan Donaldson, L. 1998. Stewardship Theory and Board Structure:
a Contingency Approach. Corporate Governance: An International
Review, 61, 5–28.
Mangusho, Y. S., Murei, R. K., & Nelima, E. 2015. Evaluation of Talent
Management on Employees Performance in Beverage Industry: A Case of
Delmote Kenya Limited. International Journal of Humanities and Social
Science, 5 (8), pp. 191-199.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Michaels, dkk. 2001. The War for Talent. Boston: Harvard Business School Press.
Monahan, G. 2008. Enterprise risk management. United States of America: John
Wiley & Sons, Inc
Natalia, Coryanata. 2018. Pengaruh Penerapan Pengendalian Internal, Komitmen
Organisasi Dan Budaya Terhadap Kecenderungan Kecurangan (FRAUD)
Perusahaan Pembiayaan Kota Bengkulu. Jurnal Akuntansi, Vol. 8, No. 3,
Oktober. Hal. 135-14.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan
Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Rauf. 2018. Pengaruh Akuntabilitas Publik, Kejelasan Sasaran Anggaran,
Partisipasi Anggaran, Desentralisasi dan Sistem Pengendalian Internal
terhadap Kinerja Manajerial. SKRIPSI: Universitas Muhamadiyah
Magelang.
Riawan. 2016. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kualitas Anggaran
Terhadap Kinerja Keuangan Daerah Yang Dimoderasi Dengan SIMDA
Pada SKPD Kabupaten
Ridha, M.A dan H.Basuki.2012. Pengaruh Tekanan Eksternal, Ketidakpastian
Rodiya. 2020. Pengaruh Akuntabilitas Publik, Transparansi Publik, dan
Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah
Rohma, F. F. 2023. Efektivitas Informasi dan Komunikasi dalam Memitigasi
Tendensi Kecurangan Pengadaan Barang dan Jasa. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, 12(1), 1-13.
Rosita, R., & Asrini, A. 2022. Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi dan
Komitmen Sektor Publik : Suatu Saran Good Governance. Jurnal
Akuntansi Pemerintahan. 2(1):1-17.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Safitri, D. D. dan Mildawati, T. 2019. Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi,
Pengawasan, dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Anggaran (Studi
Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Surabaya. Jurnal Ilmu
dan Riset Akuntansi, 8(3), pp. 1–22.
Simamora, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE YPKN.
Yogyakarta.
Solekhah, Y., Ruliana, T., & Laif, I. N. 1945. Pengaruh partisipasi penyusunan
anggaran, kejelasan sasaran anggaran, desentralisasi dan akuntabilitas
publik terhadap kinerja manajerial skpd.
Setyapurnama, Y., & Norpratiwi, A. V. 2006. Pengaruh Corporate Governance
terhadap Peringkat Obligasi dan Yield Obligasi. Jurnal Akuntansi dan
Bisnis, 7 (2), hal. 107-108
Steinbart Paul John dan Romney, Marshall B. 2017 Accouting informasi systems.
Fourteenth Edition. Pearson. Arizona State.
Sutrisno, E. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana
Tampubolon, Dr. Manahan P., 2004, Manajemen Operasional (Operation
Management), Ghalia Indonesia, Jakarta.Taylor III, Bernard W., 1996.
Sains Manajemen Organisasi terhadap Kinerja aparatur daerah (Studi
Empiris pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Provinsi Jambi).
J-MAS (Jurnal Manajemen Dan Sains), 7(1),
133.https://doi.org/10.33087/jmas.v7i1.377
Prasetya et al. 2023. Pengaruh Partisipasi penyusunan Anggaran, Kejelasan
Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja
Manajerial Pemerintah Daerah. Jurnal Magisma Vol. XI No. 1.
Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di
Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Peraturan Menteri ATR/BPN 27. 2020. Rencana Strategis Kementerian Agraria
Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Tahun 2020-2024. 1–102.
Permenpan RB no. 5 Tahun 2020 tentang Sistem Pemerintah Berbasis elektronik
terkait Manajemen Risiko
Pella, D.A., dan Inayati, Afifah. 2011. Talent management. Jakarta: Gramedia
pustaka.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian
Pemerintah
Putri, G. Y. 2013. Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kinerja Manajerial Skpd (Studi
Empiris Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Padang). Universitas
Negeri Padang.
www.bpkp.go.id
Yanti, Mursidi. 2022. Manajemen Talenta dan Manajemen Resiko Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan Petikemas di Surabaya. Journal
of Business and Economic Research (JBE) Vol 3, No 2.

Anda mungkin juga menyukai