Anda di halaman 1dari 17

BAB 8

Mencegah Fraud
By Kelompok 2
Rohim
Dodi
Pencegahan Fraud
Berikut Anti – Fraud Control dan pengurangan kerugian dalam % antara lain:
No Anti - Fraud Control (AFC) %
1 Audit dengan kunjungan mendadak 66,2

2 Alih tugas / wajib ambil cuti 61,0

Dalam Upaya pencegahan fraud dimulai dari 3 Saluran komunikasi khusus untuk melapor katidakberesan 60,0

pengendalian intern, untuk audit 4 Program dukungan bagi karyawan 56,0


investigative melakukan pengendalian intern 5 Pelatihan mengenai fraud untuk manajer dan eksekutif 55,9
yang khusus di tujukan untuk mencegah
6 Audit internal 52,8
fraud (fraud-specific internal control).
Menurut Davia et al mengelompokan fraud 7 Pelatihan mengenai fraud untuk karyawan 51,9

dalam tiga kelompok antara lain: 8 Kebijakan memberantas fraud 49,2


1. Fraud yang sudah ada tuntutan hukum 9
Audit eksternal untuk pengendalian intern atas pelaporan
47,8
keuangan
(presecution) tanpa memperhatikan
10 Aturan perilaku / kode etik 45,7
bagaimana Keputusan pengadilan.
11 Telaah manajemen atas pengendalian intern 45,0
2. Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada
tuntutan hukum. 12 Audit eksternal atas laporan keuangan 40,0

3. Fraud yang belum ditemukan. 13 Komite audit independen 31,5


Sertifikasi mengenai kewajaran laporan keuangan oleh
14 29,5
manajemen
15 Imbalan bagi peniup peluit 28,7
Gejala Gunung Es

Gejala gunung es dalam fraud ada indikasi bahwa fraud yang terungkap, meskipun secara absolut besar, namun masih ada
kemungkinan bahwa fraud tersebut masih terjadi dan akan berpengaruh pada keuntungan perusahaan. Gejala gunung es
mencakup beberapa aspek yang menunjukkan risiko kecurangan yang tinggi, seperti:

1. Fraud yang sudah ada tuntutan hukum: Fraud yang telah diselidiki oleh pihak hukum, seperti kejadian yang telah
diselidiki oleh pihak pengawas atau pihak lain.
2. Kemungkinan risiko kecurangan yang tinggi: Indikasi bahwa risiko kecurangan yang tinggi masih ada, meskipun tidak
terdeteksi secara langsung.
3. Pembatasan pengendalian: Kemungkinan bahwa pengendalian yang dilakukan tidak mampu mengendalikan risiko
kecurangan yang tinggi.

Untuk mencegah gejala gunung es, perusahaan harus mengimplementasikan prosedur pencegahan dan pendeteksi
kecurangan, seperti:
4. Pencegahan fraud: Membuat karyawan dan pihak lain diperhatikan tentang risiko kecurangan dan tindakan yang
diperlukan untuk mengurangi risiko kecurangan.
5. Pendeteksi fraud: Membuat sistem pengawasan yang efektif untuk mendeteksi kegiatan penipuan ketika ia terjadi.
6. Pengendalian risiko: Membuat pengendalian yang efektif untuk mengurangi, mengelola, dan mengurangi dampak
negatif atau mengamplifikasi kemungkinan keuntungan.
.
Pengendalian Intern

PENGENDALIAN INTERN
serangkaian prosedur, sistem, dan praktik
Definisi 1 (Sebelum September 1992) Definisi 2 (Sesudah Tahun 1992)
yang diimplementasikan oleh organisasi untuk
mencegah, mendeteksi, dan menangani Kondisi yang diinginkan atau Suatu proses yang dirancang dan
aktivitas mencurigakan atau ilegal. Tujuan merupakan hasil dari berbagai dilaksanakan oleh dewan,
utama dari pengendalian internal pada fraud proses yang dilaksanakan suatu manajemen dan pegawai untuk
adalah untuk meminimalisir risiko kerugian entitas untuk mencegah (prevent) memberikan kepastian yang
finansial, hukum, dan reputasi yang mungkin dan menimbulkan efek jera (deter) memadai dalam mencapai kegiatan
timbul dari aktivitas fraud. terhadap fraud. usaha yang efektif dan efisien,
Mengalami perkembangan dalam pemikiran keandalan laporan keuangan dan
dan praktik nya, menurut Davia et al mencatat kepatuhan terhadap undang-undang
sedikit nya empat devinisi pengendalian dan peraturan lain nya yang relevan.
intern antara lain:
Pengendalian Intern

Definisi 3(AICPA 1988)

Untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur


pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur:
lingkungan pengendalian, system akuntansi, dan
prosedur – prosedur pengendalian. Definisi 4 (Khusus Untuk Mencegah Fraud)
[ Statement on Auditing Standards No.53 April 1988 ].

Suatu system dengan proses dan


prosedur yang bertujuan khusus
dirancang dan dilaksanakan untuk
tujuan utama, kalua bukan satu-satu
nya tujuan untuk mencegah dan
menghanlangi (dengan membuat
jera) terjadi nya fraud.
Fraud-Specifik Internal Control
Fraud-Specific Internal Control adalah serangkaian prosedur, sistem, dan praktik yang
dirancang khusus untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani aktivitas
mencurigakan atau ilegal dalam organisasi. Tujuan utama dari Fraud-Specific Internal
Control untuk meminimalisir risiko kerugian finansial, hukum, dan reputasi yang
mungkin timbul dari aktivitas fraud. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam
pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif.
1. Pengendalian Intern
Aktif
Sarana pengendalian intern aktif yang sering digunakan dalam system
Pengendalian intern aktif adalah pendekatan akuntansi
sistematis yang digunakan oleh organisasi 1. Tanda tangan: masih merupakan unsur penting dalam pengendalian intern
untuk memastikan bahwa operasi dan aktif yang sering dipergunakan dan merupakan sarana yang paling dipercaya
aktivitas mereka sesuai dengan kebijakan, 2. Tanda tangan kaunter (Countersigning): pembubuhan lebih dari satu tanda
standar, dan regulasi yang berlaku. tangan dianggap lebih aman, khususnya bagi pihak ketiga atau pihak diluar
Pengendalian intern aktif biasanya Perusahaan atau Lembaga yang bersangkutan.
merupakan bentuk pengendalian intern yang 3. Password dan PIN (Personnel Indentification Number): sarana ini menjadi
paling banyak diterapkan popular Ketika manusia berinteraksi dengan computer karena tanpa password
Sarana pengendalian intern aktif yang sering digunakan dalam system akuntansi
4. Pemisahan Tugas menghindari: seseorang dapat melaksanakan sendiri seluruh transaksi.
5. Pengendalian Aset secara Fisik: pada dasar nya mengatur gerak gerik barang (masuk, keluar, dan
penyimpanan nya memerlukan otorisasi.
6. Real – time Inventory Control: ini adalah perpetual inventory yang mengikuti pergerakan
persedian secara on time.
7. Pagar, Gembok, dan Semua Bangunan serta Penghalang Fisik: Perlindungan melalui
pembatasan akses terhadap harta berharga sangat popular,
8, Pencocokan Dokumen dan Pre-numbered Accountable Forms: sarana ini juga sangat lazim
digunakan dalam pengendalian intern aktif dimana pencocokan antara order pembelian, dokumen
penerimaan barang, dan nota tagihan mencoba menghindari selisih-selisih dan kerugian bagi
perusahaan
1. Pengendalian Intern
Pasif

Sarana pengendalian intern pasif yang sering digunakan dalam system akuntansi
1. Customized Control: merupakan hasil dari berfikir positif, Ketika pengendalian
Pengendalian intern pasif adalah pendekatan intern aktif tidak memberikan pemecahan.
sistematis yang digunakan oleh organisasi untuk 2. Audit Trails: system yang di komputerisasikan sering kali menggunakan
memastikan bahwa operasi dan aktivitas mereka pengendalian intern pasif karena ada jejak-jejak mutasi atau perubahan dalam
sesuai dengan kebijakan, standar, dan regulasi yang catatan yang ditinggalkan atau terekam dalam system.
berlaku. Beberapa bentuk lain dari pengendalian 3. Focused Audits: audit terhadap hal-hal tertentu yang sangat khusus, yang
intern pasif meliputi pengendalian yang khas untuk berdasarkan pengalaman rawan dan sering dijadikan sasaran fraud.
masalah yang dihadapi (customized controls), jejak 4. Surveillance of Key Activities: pengintaian bisa dilakukan dengan bermacam-
audit (audit trail), audit yang focus (focused macam cara mulai dari camera video yang merekam kegiatan di suatu ruangan
audits), pengintaian atas kegiatan kunci dan sampai ruangan kaca dengan cermin satu arah.
pemindahan tugas. 5. Rotation of Key Personnel: rotasi karyawan kunci merupakan pengendalian intern
pasif yang efektif kalua kehadiran nya merupakan persyaratan utama dalam
melakukan fraud.
1. Pengendalian Intern
Aktif

Kesimpulan mengenai Pengendalian Intern Pasif:


semua kelemahan pengendalian intern aktif yang disebutkan di atas dihilangkan oleh
pengendalian intern pasif diantara nya:
1. Tidak mahal
2. Tidak bergantung kepada manusia, tidak people dependen.
3. Tidak mempengaruhi produktivitas, tidak memperlambat pelayanan.
4. Tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud.
BAB 10
Risiko Fraud
SEGITIGA FRAUD (FRAUD
TRIANGLE)
Konsep ini bertumpu pada riset Donald Cressey (1953) Statement of Auditing Standard (SAS)
No. 99, Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit merangkum tiga alasan mereka
sebagai “Trust Violators” antara lain:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud (pressure) Pressure adalah dorongan orang
untuk melakukan fraud.Pada umumnya tekanan muncul karena kebutuhan atau masalah Perceived
Opportunity

finansial, tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan .


2. Peluang atau kesempatan untuk melakukan fraud (opportunity) adalah peluang yang
FRAUD
memungkinkan terjadinya fraud. Para pelaku traud percaya bahwa aktivitas mereka tidak TRIANGLE

akan terdeteksi. Pada dasarnya ada dua faktor yang dapat meningkatkan adanya peluang
atau kesenmpatan seseorang berbuat fraud yaitu: a.Sistem pengendalian yang lemah Pressure Rationalization

b.Tata kelola organisasi buruk


3. Dalih untuk membenarkan tindakan fraud (rationalization) diamana Para pelaku meyakini
atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan fraud tetapi merupakan sesuatu hal
yang merupakan haknya.
RISIKO FRAUD (FRAUD
RISKS)
Dampak lain dari fraud adalah reaksi pemerintah dan pembuat undang-undang degan banyak
kewajiban hukum, bukan saja bagi warga negara dimana undang-undang tersebut diterbitkan
tetapi juga warga dari negara-negara lain. Contoh aturan global semacam ini antara lain:
1. Foreign Corrupt Practies Act of 1977 (FCPA) di Amerika Serikat yang diantara lain
menjerat Alstom di Perancis dan Perusahaan Listrik Negara .
2. Konvensi OECD semacam FCPA (Organisation far Economic Cooperation and
Development Anti Bribery Convention) yang oleh KPK Inggris dipakai untuk menjerat
Rolls Royce dan pemberkasan kasus Tipikor mantan Dirut BUMN Garuda Indonesia dan
pengusaha swasta Indonesia yang ditindaklanjuti KPK.
3. U.S. Sarbanes-Oxley Act of 2002 yang menjerat salah satu Big Four Indonesia dan
BUMN Telekomunikasi.
ACFE FRAUD TREE

Ada beberapa pertimbangan untuk memakai taksonomi dari ACFE :


1. Pertama, ACFE muncul sebagai organisasi anti fraud yang utama. ACFE
adalah suatu wadah asosiasi bagi para profesional baik di sektor publik
maupun sektor swasta yang berpraktik dan memiliki sertifikasi dibidang
eksaminasi fraud atau fraud examiner.
2. Kedua, taksonomi ACFE telah stabil dari waktu ke waktu. Ada sekitar 51
modus dan jenis fraud yang digolongkan dalam fraud tree. jumlah tersebut
tidak berubah selama beberapa tahun.
3. Ketiga, taksonomi ACFE membatasi jumlah modus fraud yang populer
dan bukan tak terbatas untuk dipertimbangkan dan dikenal masyarakat
4. Keempat, hanya terdapat sedikit tumpang-tindih dalam fraud tree,
terutama ketika dibandingkan dengan taksonomi yang lain.
Terakhir, model ACFE mempunyai karakteristik yang unik dengan membagi
ke dalam tiga kategori utama sehingga membuatnya mudah untuk
melakukan fraud audit, penyelidikan, program pencegahan fraud, dan
seterusnya
TATA KELOLA RISIKO

Tata kelola risiko fraud adalah proses dan teknik yang digunakan untuk mengurangi risiko dari kegiatan
penyimpangan dan penipuan dalam perusahaan. Tata kelola risiko fraud terdiri dari beberapa prinsip,
yaitu:
1. Fraud Risk Governance: Proses pengendalian risiko kecurangan yang dilakukan oleh pengelola
perusahaan, yang bertujuan untuk mengatur struktur, prosedur, dan polisi yang efektif untuk
mengendalikan risiko kecurangan.
2. Fraud Risk Assessment: Proses pengendalian risiko kecurangan yang dilakukan oleh pengelola
perusahaan, yang bertujuan untuk menentukan kemungkinan, jenis, dan biaya yang diperoleh dari
suatu risiko kecurangan.
3. Fraud Control Activity: Proses pengendalian risiko kecurangan yang dilakukan oleh pengelola
perusahaan, yang bertujuan untuk mengurangi risiko kecurangan dengan mengimplementasikan
kontrol yang efektif dan efisien.
4. Fraud Investigation and Corrective Action: Proses pengendalian risiko kecurangan yang dilakukan
oleh pengelola perusahaan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengatasi
kecurangan yang telah terjadi.
ANTI FRAUD STRATEGY

1. Legislation: adanya aturan baik aturan eksternal berupa hukum dan


ketentuan perundang undangan maupun aturan internal seperti
kebijakan dan prosedur organisasi.
2. Risk Management: pengelolan risiko dalam proses identifikasi,
evaluasi, dan kontrol risiko yang dapat memengaruhi keuntungan,
kewangan, strategi, dan keamanan sebuah organisasi.
3. Corporate Governace: tata Kelola korporasi yang baik dengan
sistem pengendalian dan keseimbangan (check and balance) yang
digunakan oleh perusahaan untuk mencegah kegiatan yang tidak
etis, kecurangan, atau kekerasan.
4. Ethical Culture: budaya organisasi yang menaati ketentuan-
ketentuan etika dan aturan perilaku.
Tata kelola risiko fraud adalah proses dan teknik yang digunakan untuk mengurangi risiko dari kegiatan
penyimpangan dan penipuan dalam perusahaan. Tata kelola risiko fraud terdiri dari beberapa prinsip,
yaitu:
1. Prevention: Tahap ini melibatkan langkah-langkah untuk mencegah kegiatan penipuan sebelum
terjadi. Contohnya adalah pengendalian internal, kode etika, dan pendidikan tentang risiko
kecurangan.
2. Deterrence: Tahap ini melibatkan langkah-langkah untuk membuat kegiatan penipuan tidak
menguntungkan. Contohnya adalah komunikasi tentang konsekuensi dari kegiatan penipuan,
pengendalian sumber daya manusia, dan pengendalian sistem.
3. Detection: Tahap ini melibatkan langkah-langkah untuk mendeteksi kegiatan penipuan ketika ia
terjadi. Contohnya adalah pengendalian data, sistem pengawasan, dan pendidikan tentang risiko
kecurangan.
4. Response: Tahap ini melibatkan langkah-langkah untuk mengurangi dan mengelola dampak
kegiatan penipuan. Contohnya adalah sistem laporan kecurangan, pendidikan tentang risiko
kecurangan, dan pengendalian sumber daya manusia.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai