Anda di halaman 1dari 6

1

Ring! Ring! Ring!

Suara dering ponsel.

Dengan cepat aku mengambil ponsel yang sejak tadi tidak berhenti berbunyi.

“Halo, Ndi. Kamu sekarang di mana?”

“Aku di rumah, Ceng.”

“Ayo Ndi, kumpul ke aula pabrik, Pak Bos nyuruh semua karyawan untuk kumpul sekarang,”
sahut Aceng dengan terburu-buru.

Aku dan Aceng bekerja di pabrik tekstil bagian teknik produksi.

“Oke Ceng, aku berangkat sekarang,” jawabku dengan tergesa-gesa.

Kira-kira ada urusan apa ya? Tumben karyawan disuruh kumpul semua. Perasaanku jadi gak
enak.

***

“Eh, Ceng. Ke mana aja kamu? Aku udah nungguin kamu dari tadi lho,” ucapku dengan nada
sedikit kesal.

“ Tadi aku ngasih informasi ini ke semua karyawan dulu, Makanya lama.”

“Yaudah, ayo buruan kita masuk ke aula.”

Aku dan Aceng segera bergegas menuju ke aula.

***

Semua teman-temanku terlihat murung di sana. Aku dan Aceng hanya diam kebingungan.

Tak lama Pak Bos datang dan menyampaikan berita PHK akibat pandemi yang
berkepanjangan, PPKM, dan berbagai aturan pemerintah.

Aku terkejut mendengar berita itu. Tidak pernah terpikirkan olehku bahwa aku akan di-PHK.

2
Kami diberi uang pesangon dan sebuah surat pemutusan hubungan kerja.

Semua karyawan berpamitan. Mengucapkan kata perpisahan. Begitu haru suasana aula saat itu.
Tidak terasa bajuku telah basah karena air mata yang terus mengalir.

***

Sesampainya di rumah, tanpa sepatah katapun aku langsung memberikan uang pesangon dan
surat PHK itu kepada istriku.

"Surat apa ini, Pa?”

Istriku langsung membuka surat itu. Aku yang duduk di ruang tamu hanya bisa terdiam.

“Pa, kamu di-PHK?,” tanya istriku tak percaya.

“Pa, aku mau beli seragam baru. Seragamku yang kemarin sudah kekecilan,” pinta Jidan.

Jidan adalah putra pertamaku yang kini masih duduk di bangku kelas dua SD.

“Papa-papa, aku mau mobil-mobilan baru. Mobil-mobilanku yang kemarin bannya copot
sebelah,” rengek Arka dengan muka minta dikasihani.

Arka adalah putra keduaku yang kini baru saja memasuki TK nol kecil.

“Oek! Oek! Oek!”

Di sudut kamar terdengar suara tangisan bayi yang tak lain adalah Danil putra ketigaku.

Tanpa sepatah katapun aku langsung bergegas masuk ke kamar.

Aku hanya bisa terdiam merenung di dalam kamar. Meratapi nasibku saat ini. Tidak punya
pekerjaan.

***

“Kita sarapan pake nasi goreng aja ya,” kata istriku.

“Loh Ma, mana telornya?,” tanya Jidan.

3
“Maaf ya nak, Mama cuma bisa masak ini. Nanti kalau kita sudah ada uang Mama pasti
masakin telor untuk Jidan,” kata istriku mencoba merayu Jidan.

“Ma, kok Danil nangis terus dari tadi?,” tanya aku dengan perasaan khawatir.

"Susunya abis Pa.”

“Oh iya Pa, beras juga udah abis. Gas yang tadi aja dapet ngutang sama warung tetangga,”
tambah istriku dengan raut muka sedih.

“Iya, nanti aku cari kerja lagi,” sahutku.

Kutatap koleksi cupang jenis Halfmoon yang aku beli tahun lalu. Dia juga ikut puasa akibat
PHK pabrik.

***

Aku mengajak Arka untuk jalan-jalan sore, di pinggiran jalan tidak sengaja aku melihat got.
Dan aku teringat makanan ikan cupang selain pelet.

Dengan cepat aku mengajak Arka mengambil perlengkapan menangkap cacing. Mengambil
ember dan serok ikan.

Perlahan aku menyerok semua cacing yang ada di dalam got. Alhasil semua cacing got berhasil
aku tangkap.

Cacing-cacing yang aku dapat dari got adalah cacing sutera (Tubifex sp). Cacing sutera ini
merupakan organisme dasar yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang kusut.
Cacing ini memiliki kandungan protein sampai 57%. Sehingga, dapat memenuhi kebutuhan
gizi bagi ikan cupang.

“Wah, lumayan juga cacing-cacing ini.” celetukku.

“Emangnya buat apa sih Pa, cacing-cacing itu?,” tanya Arka dengan muka polosnya.

“Cacing-cacing ini mau Papa jadiin pakan buat ikan cupang kita.”

Setelah aku rasa cukup dengan cacing-cacing yang aku dapat, aku segera mengajak Arka
kembali ke rumah.

***

“Pa, beneran cacing-cacing ini mau dibuat pakan ikan?,” tanya istriku tak percaya.

4
“Iya Ma, kan harga pakan ikan mahal dan kalau mau beli juga kita gak ada duitnya. Jadi, Papa
berinisiatif buat pakan ikan sendiri.” jelasku.

“Terus gimana caranya Pa?”

“Pertama, bersihkan cacing sutera dari kotoran. Selanjutnya, cincang cacing sutera sampai
halus. Setelah itu, baru bisa diberikan ke ikan-ikan cupang.”

“Wah, ternyata gak begitu sulit ya Pa.”

***

“Wah, lahap banget makannya,” kataku sambil melihat ikan-ikan cupang budidayaku.

“Ma, jangan lupa ya, pesenan ikan cupang punya si Ari, Mayang, dan Dodi.”

Ari, Mayang, dan Dodi adalah beberapa pelanggan ikan cupangku.

“Iya Pa, udah Mama siapkan ikan-ikan cupangnya.”

“Papa pamit ke toko pakan ikan kita ya,” tambahku sembari berjalan keluar rumah.

“Iya Pa, hati-hati,” jawab istriku dengan lembut.

Karena banyaknya pesanan pakan ikan alami ini, aku harus membayar beberapa karyawan
untuk membantuku memenuhi pesanan pelanggan.

***

Tidakku sangka, aku yang pernah jatuh terpuruk, di-PHK akibat pandemi kini bisa
berpenghasilan jutaan rupiah bahkan memberikan peluang pekerjaan kepada orang-orang yang
terkena dampak pandemi.

-SELESAI-

5
BIODATA PENULIS

Risma Amalia, merupakan gadis yang lahir dan besar di pulau


Sumatera pada 13 September 17 tahun yang lalu.

Terlahir menjadi putri ragil dan saat ini sedang menimba ilmu di SMA
Negeri 1 Bangunrejo.

Menonton film animasi jepang, memasak, membaca novel, menulis, dan mendengarkan musik
adalah hobinya. Cita-citanya menjadi seorang penulis best seller dan dapat bermanfaat bagi
orang lain.

Saat ini duduk di bangku kelas 11 SMA dan telah mengukir prestasi
Beberapa prestasi yang telah didapat
- Juara 1 esai Ppkn nasional
- Juara 1 storytelling
- Juara 2 lomba cerpen nasional yang diadakan oleh Persatuan
Muslimah Indonesia (Salimah)
- 5 besar lomba cerpen yang diadakan oleh HIMASAKTA UNILA

Untuk bisa kenal lebih dekat bisa berteman melalui akun sosial medianya
Instagram : riseumaa_
Telegram : rismaonteg

Anda mungkin juga menyukai