KELAS 9E
OLEH:
(9E-17)
4. Latar (Waktu)
5. Latar (Suasana)
6. Alur
Alur yang digunakan ada dua alur yaitu Alur Mundur karena
menjelaskan dengan menggambarkan jalan cerita secara tidak urut.
8. Amanat
Pada cerpen ini, terdapat amanat dan pesan moral dalam suatu cerita
yaitu, keluarga adalah harta yang paling berharga dan yang harus menjadi
prioritas. Karena keluarga yang membantu anda di masa kesulitan atau
masa kesenangan serta hendaklah selalu menjaga emosi dan sayang
terhadap keluarga. Sehingga keadaan keluarga bisa tenteram dan bebas
dari ketidakrukunan.
HASIL CERPEN:
Aku membayangkan waktu itu sambil menatap foto kami waktu itu
sambil menatap foto kami waktu liburan dua tahun yang lalu di Pantai
Parangtritis. “Siti ! Ayo Turun ! Mama sudah menyiapkan sarapan ini !”
teriak Mama dari lantai dasar. Aku segera menaruh foto itu di laci meja
belajarku dan segera turun untuk sarapan. “Wah, sarapan apa ma?” tanya
ku dengan senyum kecil. “ Kesukaanmu nih, telur buaya dan nasi padang,”
jawab Mamaku sambil terus memasak. “Asyikk...,” kataku lalu menarik kursi
dan segera duduk. “Makan ya Ma,” lanjutku sambil mengambil telur buaya
yang sudah di masak dan menggigitnya.
Aku sudah terbiasa melihat Papaku yang selalu kasar terhadap Mama,
Aku segera turun dari kursiku dan membantu Mama yang berlutut
membereskan pecahan gelas di lantai. Jujur saja, aku terlalu miris untuk
melihat Mamaku yang setiap harinya dan sudah bertahun-tahun disakiti oleh
Papa. Tapi aku tahu Mama sangat sayang dengan Papa sehingga tidak mau
berpisah dengannya.
“Ma, sudah tidak usah dipikirkan. Hari ini kan hari Sabtu, pergi ke Mall
yuk supaya mama terhibur” ajakku untuk menghibur Mama. “ Ya sudah kalo
begitu. Kamu naik ya lalu segera ganti baju. Mama bereskan serpihan-
serpihan gelas ini dulu sebentar.” Jawab mama sambil tersenyum. Aku
kembali tersenyum.
Setelah selesai mengganti baju, aku segera turun ke ruang tamu dan
duduk di sofa sambil bermain flappy bird pada handphone selagi menunggu
Mama. Tidak lama kemudian, mama turun dari kamar. “Ayo Siti, ambil kunci
mobil,” kata Mama lalu keluar rumah. Aku hanya mengikutinya sambil
membawa kunci mobil mama. Mama segera masuk ke dalam mobil. Aku
membukakan pagar dan kami segera berangkat ke mall.
Waktu berjalan dengan cepat. Dengan konflik yang selalu ada setiap
harinya. Aku kembali bersekolah seperti anak-naka SMP lainnya. Selesai
sekolah, aku segera pulang kerumah dan mengerjakan PR hingga sore. PR
matematika dan fisika. Sungguh banyak sekali. Tiba-tiba ada suara teriakan
dari bawah, “DIAM KAMU!”. Teriakan itu jelas terdengar ditelingaku. Aku
yang awalnya serius mengerjakan PR, segera keluar kamar dan turun
kebawah. Aku melihat mama sedang diancam Papa. Papa memegang
sebuah gelas kaca yang dipecahnya disebelah tangannya. Aku yang melihat
situasi itu langsung spontan berlari kearah dapur. “STOP WOI” pas sekali.
Saat aku sampai di depan Mama, saat itu juga pecahan gelas menusuk
mataku. “ADUH, ADUH, ADUH !” teriakku kesakitan. Papa yang awalnya
sangat emosi langsung seketika mengkhawatirkanku. Begitu juga dengan
Mama yang langsung memegang tubuhku. Saat itu juga mataku terpejam
dan yang aku lihat hanya gelap.
“Siti, Siti bangun dong sayang…” suara yang tidak asing tepat
disebelah kananku dan memegang tanganku. Rambutnya yang panjang
mengenai tanganku. “Mama?” tanyaku dengan pelan. “Siti ? Kamu sudah
sadar ?” Papa yang tadinya bersandar di dinding rumah sakit mendatangiku.
“Maafin Papa ya Siti…Papa benar-benar minta maaf. Papa selalu tidak bisa
mengontrol emosi Papa. Papa janji tidak bakal mengulangi hal ini. Papa akan
selalu berusaha jadi yang terbaik buat kalian. Sekali lagi, Papa minta maaf
ya sayang,” kata Papa panjang lebar. “Mama, Papa minta maaf juga ya
sama Mama sudah jahat selama bertahun-tahun ini. Mau bagaimana pun,
papa tetap kepala keluarga. Jadi susah senang, Papa harus berusaha
mencari nafkah. Harusnya Papa tidak cepat marah kalau lagi banyak
masalah di kantor. Sekali lagi papa minta maaf ya” lanjut papa. Aku
tersenyum lebar. Mama juga tersenyum. “Mataku hanya tinggal satu ?”
tanyaku. Mama mengangguk sedih. Tapi aku kembali tersenyum. Jangan
sedih Ma…sudahlah…baru satu mata saja, aku masih bisa melihat kok”
kataku. Papa memeluk Mama dan aku. Aku sangat senang.