Anda di halaman 1dari 18

PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN THAILAND

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah PHTN


Dosen Pengampu: Cholida Hanum M.H.

Disusun oleh :
Muhammad Rieva Okta B 33030210012
Lidya Wati 33030210070
Avita 33030210138

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang "
Perbandingan Indonesia Dengan Thailand".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik


dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

C. Tujuan dan Kegunaan.......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

A. Perbandingan politik dan kondisi ekonomi di Indonesia dan di


Thailand ................................................................................................. 4

B. Prinsip Umum Dalam Perbandingan Komisi Yudisial di Indonesia


dengan Judicial Commission di Thailand .......................................... 6

C. Sistem Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand.. 8

D. Analisis Perbandingan Dan Persamaan Hukum Perkawinan


Islam Di Indonesia Dan Thailand ................................................. 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 13

A. Kesimpulan.......................................................................................... 13

B. Saran .................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam Hukum Tata Negara dikenal adanya Perbandingan
hukum, dengan memakai metode Comparative (perbandingan) yakni
membandingkan dua obyek penyelidikan atau lebih yaitu persamaan dan
perbedaan yang memperlihatkan hakekat sebenarnya dari kedua obyek-
obyek tersebut yang di bandingkan.

Salah satu mitra kerja sama Indonesia di bidang pertahanan


adalah Kerajaan Thailand. Kerajaan Thailand merupakan salah satu dari
negara di kawasan Asia Tenggara. Hubungan Indonesia dan Thailand
sudah terjalin sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Hubungan
diplomatik antara Indonesia dan Thailand terjalin sejak 7 Maret
1950.Kerja sama kedua negara berlangsung di berbagai bidang seperti
ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan
pertahanan.

Meskipun kedua negara tersebut tidak terikat oleh perjanjian apa


pun, khususnya di bidang pertahanan, namun hubungan dan kerja sama
di bidang ini tetap baik.Hal ini terlihat dari seringnya kunjungan dan
pertukaran antar pimpinan militer kedua negara, serta pertukaran pelajar
sebanyak orang yang dilakukan sebagai bagian dari pelatihan sekolah
instruktur.

Thailand adalah salah satu negara di Asia Tenggara, merupakan


negara yang termasuk negara yang mayoritas penduduknya beragama
Budha. Negara Thailand adalah sebuah negeri yang pemerintahannya
terdiri dari tujuh puluh tujuh (77) propinsi, di mana mayoritas penduduk
Thailand adalah beragama Budha, sedangkan penduduk Thailand yang
beragama Islam hanya berjumlah 10% dari semua penduduk Thailand,
yang sebagian besar di lima propinsi Thailand Selatan yaitu: Patani, Yala,

1
Songkhla, Narathiwat, dan Satul. Propinsi tersebut yang dikenaldengan
sebutan masyarakat Islam Patani.1 Data sejarah menunjukkan bahwa di
Thailand Selatan pada masa lalu terdapat kerajaan yang makmur,
masyarakatnya sejahtera dan berpengaruh di Asia Tenggara. Kerajaan
tersebut adalah kerajaan Patani.2

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang ada dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Perbandingan politik dan kondisi ekonomi di Indonesia


dan di Thailand

2. Bagaimana Prinsip Umum Dalam Perbandingan Komisi Yudisial


di Indonesia dengan Judicial Commission di Thailand

3. Bagaimana Sistem Hukum Perkawinan Nasional di Indonesia Dan


Thailand

4. Bagaimana Analisis Perbandingan Dan Persamaan Hukum


Perkawinan Islam Di Indonesia Dan Thailand

C. Tujuan dan Kegunaan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, penyusunan penelitian ini
mempunyai beberapa tujuan yaitu:

1. Untuk menjelaskan bagaimana Perbandingan politik dan kondisi


ekonomi di Indonesia dan di Thailand
2. Untuk menjelaskan bagaimana Prinsip Umum Dalam
Perbandingan Komisi Yudisial di Indonesia dengan Judicial
Commission di Thailand

1
Surin Pitsuwan, Islam di Muang Thai, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 65.
2
Saiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3S, 1993), h.
325

2
3. Untuk menjelaskan bagaimana Sistem Hukum Perkawinan
Nasional di Indonesia Dan Thailand
4. Untuk menjelaskan bagaimana analisis perbandingan dan
persamaan hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbandingan politik dan kondisi ekonomi di Indonesia dan di Thailand


Perbandingan politik dan kondisi ekonomi di Indonesia dan Thailand
dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor tertentu seperti kebijakan
pemerintah, stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan faktor-faktor
global lainnya. Secara umum, Indonesia adalah negara demokrasi yang
lebih besar dengan populasi yang lebih besar, sementara Thailand memiliki
sejarah politik yang kompleks, termasuk beberapa kudeta militer.

Dalam hal kondisi ekonomi, keduanya merupakan anggota ASEAN


dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat dalam beberapa tahun
terakhir. Namun, Indonesia memiliki ekonomi yang lebih besar dan lebih
beragam, sementara Thailand cenderung memiliki industri pariwisata yang
kuat. Selain itu, faktor seperti kebijakan perdagangan, investasi, dan
stabilitas politik juga mempengaruhi perbandingan tersebut.

1. Politik dan ekonomi Indonesia


1) Politik
• Indonesia adalah negara demokrasi yang mengadopsi sistem presidensial.

• Negara ini memiliki parlemen yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat


(DPR) yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

• Presiden adalah kepala negara dan pemerintah, yang dipilih melalui


pemilihan umum.

• Sejak reformasi pada tahun 1998, Indonesia telah menjalani pemilihan


umum yang relatif bebas dan adil.

2) Ekonomi
• Ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara dan salah satu
yang terbesar di dunia.

4
• Sektor ekonomi utama termasuk pertanian, industri, dan jasa.

• Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk sumber daya


tambang, minyak, dan gas alam.

• Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan investasi dan


pertumbuhan ekonomi melalui reformasi struktural.3

2. Politik dan ekonomi Thailand


1) Politik
• Thailand telah mengalami fluktuasi antara pemerintahan militer dan
pemerintahan sipil.

• Negara ini mengadopsi sistem monarki konstitusional dengan parlemen


bikameral.

• Dalam beberapa dekade terakhir, Thailand telah mengalami beberapa


kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan sipil.

• Meskipun terdapat pemilihan umum, pemerintah militer telah memainkan


peran yang signifikan dalam politik Thailand.

2) Ekonomi
• Thailand memiliki ekonomi yang beragam, dengan sektor utama termasuk
pariwisata, manufaktur, dan pertanian.

• Negara ini merupakan tujuan wisata populer di Asia Tenggara, yang


menyumbang signifikan terhadap pendapatan negara.

• Manufaktur, terutama industri otomotif dan elektronik, juga merupakan


sektor penting dalam ekonomi Thailand.

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia, 18 Maret 2024 ( 15.50)

5
• Sektor pertanian juga berperan penting dalam menyediakan lapangan kerja
dan memasok kebutuhan pangan domestik.4

B. Prinsip Umum Dalam Perbandingan Komisi Yudisial di Indonesia dengan


Judicial Commission di Thailand
Dilihat dari sistem ketatanegaraan, maka bentuk Negara antara
Indonesia dengan Thailand adalah dua Negara yang memiliki bentuk
Negara berbeda, Indonesia adalah Negara Republik, sementara Thailad
bentuk negaranya adalah monarki konstitusional, namun antara Komisis
Yudisial Indonesia dengan Judicial Commission di Thailand, kedua
lembaga ini memiliki kedudukan yang sama yaitu kedudukannya berada
didalam kekuasaan kehakiman, dan sama-sama tidak memiliki kewenangan
yudikatif. Tetapi tentu ada perbedaan antara Komisi Yudisial dengan
Judicial Commission,tugas dan kewenangan Komisi Yudisial berada pada
Bab IX pasal 24B UUD RI 1945 dan kemudian diperjelas pada beberapa
Undang-undang lainnya seperti UUNo 22 tahun 2004, UU No 18 tahun
2011. Sementara itu Judicial Commission di Thailand, dasar hukum yang
mengaturnya padaChapter X Contitution Of the Kingdom Of Thailand,
tepatnya pada pasal 222 sampai pasal 224.

Tugas utama Komisi Yudisia adalahmenjaga dan mempertahankan


kebebasanhakim (Yudisial Independent), agar supayaselalu obyektif
didalam memeriksa danmemutus perkara. Kejelasan bangunan hukumKY
dalam struktur ketata negaraan terutamadalam kekuasaan kehakiman,dapat
dikaji dari ketentuan pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yangberbunyi “ komisi
yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatanhakim
agung dan mempunyai wewenang laindalam rangka menjaga dan
menegakkankehormatan, keluhuran martabat serta prilakuhakim”.5Merujuk
pada konstitusi keberadaanKY secara struktural setara dan/atau sederajat

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Thailand, 18 Maret 2024 ( 19.30)
5
Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir konstitusi Sebagai Aspek Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, tahun 2011, hal; 82.

6
dengan Mahkamah Agung dan MahkamahKonstitusi.Akan tetapi secara
fungsional peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga
kekuasaan kehakiman(Judiciary).6Secara oprasional ketentuan pasal 24B
ayat (1) UUd 1945 tersebut dijabarkandalam pasal 13 Undang-undang
Nomor 22tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Undang- undang ini
mengatur wewenang dan tugas komisi Yudisial, yaitu mengusulkan
vpengangkatan Hakim Agung dan wewenanglain dalam rangka menjaga
dan menegakkankehormatan, keluhuran martabat serta prilakuhakim.

Sedangkan, mekanisme pengawasanhakim Mahkamah Konstitusi


pasca putusanMK No. 1.2/PUU-XII/2014, ialah berlakunyakembali
mekanisme pengawasan sebagaimanadiatur dalam UU No 8 Tahun
2011 tentangMK. Atas dasar ketentuan Undang-Undangberlaku surut
yaitu Undang-Undang sebelumnaberlaku kembali, sebagai akibat
hukumterhadap putusan MK No. 1.2/PUU-XII/2004judicial review atas
UU No. 4 Tahun 2014tentang MK yang mengatakan dibatalkannya
Undang-Undang tersebut. Berbeda dengan mekanisme pengawasan
MKHK dari presfektif normatif dalam UU No.8 tahun 2011 tentang
MK menyebutkan Bahwa, majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi
adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi Untuk
memantau, memeriksa dan merekomendasikan tindakan terhadap Hakim
Konstitusi, yang didiga melanggar Kode etik dan pedoman prilaku
hakim. Dalam UU ini tidak menyebutkan Komisi Yudisial
dipembentukan majelis kehormatan tersebut.

Dewan etik yang banyak diberikan keleluasaan untuk


mengawasi menjadi peran vital dalam pengawasan terhadap hakim
konstitusi, sedangkan keanggotaannya hanya terdiri dari satu orang
mantan Hakim Konstitusi, guru besar dalam bidang hukum dan tokoh
masyarakat. Juga mempunyai wewenang pembentukan MKHK kepada

6
Jimly Ashidiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Konpress,
Jakarta. 2006. Hlm. 65.

7
Mahkamah Konstitusi, maka secara otomatis tidak akan terjadi
persidangan terhadap hakim terduga atau terlapor yang melakukan
pelanggaran atas laporan dari masyarakat atau instansi. Walaupun
Mahkamah Konstitusi sudah memasukan komisi yudisial sebagai
anggota pengawasan dilihat dari posisi keberadaan KY dalam MK
berbeda dengan model mekanisme pengawasaan ekstren Mahkamah
Agung yang menempatkan posisi KY secara mandiri dan diberi
keleluasaan wewenang dalam melakukan pengawasan.

Dengan tidak dilibatkannya komisi yudisial dalam keanggotaan


dewan etik yang mempunyai peran sangat strategis dalam pengawasan,
di tatanan kekuasaan kehakiman dan dalam halini KY hanya menjadi
anggota dalam majelis kehormatan, sedangkan majlis kehormatan itu
sendiri bersifat ad hoc dan dibentuk atas usulan dewan etik maka
menurut penulis hal ialah langkah mundurdan merupakan suatu hal
yang kurang terbuka dalam pengawasaan ditubuh lembaga Mahkamah
Konstitusi. Aspek partisipatoris dan kontrol dalam langkah mekanisme
pengawasan Mahkamah Konstitusi masi belum menempatkan lembaga
komisi yudisial dalam tugas mengemban amanah dan tentu saja ini
tidak seperti yang tertuang dalam pasal 24B Undang-Undang Dasar
1945 menyatakan KY bersifat mandiri, dan mempunyai
wewenangmenjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta prilaku hakim. Mengingat mekanisme pengawasan harus dilakukan
secara terpadu, yaitu denganpendekatan kelembagaan (institutional
approach) terutama dalam hal kontrol ekstren.

C. Sistem Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand


1. Sistem Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Perkawinan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tersebut tidak hanya sebagai ikatan perdata tetapi juga
merupakan ‘Perikatan Keagamaan’. Hal ini dilihat dari tujuan
perkawinan yang dikemukakan dalam pasal 1, bahwa perkawinan itu

8
bertujuan “untuk membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.7 Bentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal itu berdasarkan ajaran agama
yang di anut masyarakat Indonesia, bahwa perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga
perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir lahir/jasmani, tetapi
unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Untuk itu
suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.

Sahnya perkawinan menurut perundangan diatur dalam pasal 2


(1) yang menyatakan, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu”.17
Dewasa ini berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan
warna negara dan berbagai daerah yaitu sebagai berikut:
a. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku
Hukum Agama yang telah diresepeier dalam Hukum Adat (pasal
134 ayat (2) IS).
b. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku Hukum Adat
c. Bagi orang Indonesia yang beragama Kristen berlaku Huwelijke
Ordonantie (Kristen Indonesia S. 1933 No. 74).
d. Bagi orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia
keturunan Cina berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dengan sedikit perubahan.
e. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warga negara Indonesia
keturunan Timur Asing tersebut berlaku Hukum Adat mereka.

7
Undang-Undang Perkawinan RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1.

9
f. Bagi orang-orang Eropa dan warga Indonesia keturunan Eropa yang
disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.8
2. Sistem Hukum Perkawinan Nasional di Thailand
Secara agama, pencatatan perkawinan harus di Majlis Agama
Islam (สลำม) atau di masjid, bukan di Pengadilan negeri. Setelah acara
perkawinan di Majlis Agama Islam (MAI) , barulah dicatatkan kembali
di pengadilan negeri. Oleh karena itu, jika terjadi suatu permasalahan
misalnya ingin bercerai yang berhak memutuskan adalah majlis Agama
islam bukan pengadilan negeri, dan perceraian tersebut langsung
diputuskan oleh imam-imam di masjid masing-masing. Akan tetapi,
jika permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh imam di Majlis
Agama, maka masalah tersebut dapat diajukan ke Dato’ Yuthitham
atau tok qodhi (Hakim di MAI).

Hukum perkawinan yang berlaku di Thailand dalam กฏหมำยแพ่ง


(Hukum Perdata). Thailand mengatur urusan perkawinan dalam Buku
ke 5 dari The Civil and Commercial Code yang terdiri dari 163 pasal.
Undang-undang ini terdiri dari bab Perkawinan yang mengatur tentang
pertunangan, syarat-syarat perkawinan, hubungan suami dan isteri, harta
suami dan isteri, batalnya perkawinan, dan berakhirnya perkawinan.
Sedangkan Bab orang tua dan anak mengatur tentang asal-usul anak,
hak dan kewajiban orang tua dan anak, perwalian dan adopsi.21
Hukum perkawinan ini berlaku bagi masyarakat Thailand. Setiap
perkawinan yang dilegalkan, berdasarkan peraturan tersebut, setidaknya
harus memenuhi persyaratan sebagaimana berikut: (1) Orang yang akan
melakukan perkawinan harus berusia minimal 17 tahun dan harus
didampingi oleh orang tua atau wali legal. Jika berusia di bawah usia
legal atau di bawah usia 17 tahun, harus mendapatkan persetujuan

8
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam ( Suatu Analisis Dari Undang-undang No. 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), (Jakarta: PT. Bumi Aksara 2002, h. 55.

10
pengadilan untuk melakukan pendaftaran perkawinan. Sementara
mereka yang berusia di atas 20 tahun dapat melakukan pendaftaran
atas nama mereka sendiri, (2) Orang tersebut tidak boleh memiliki
cacat mental, (3) Orang tersebut tidak boleh dari asal keturunan yang
sama, (4) Orang tersebut tidak boleh terdaftar telah menikah dengan
orang lain, (5) Orang tua adopsi tidak boleh menikahi anak adopsinya,
(6) Seorang janda boleh menikah lagi jika ia telah melewati minimal
310 hari tepat setelah ia menjadi janda secara resmi. Kecuali ketika
ia melahirkan anak dari perkawinan sebelumnya, (7) Pengadilan dapat
membenarkan pendaftaran perkawinan untuk pria dan wanita di bawah
usia 17 tahun.9

D. Analisis Perbandingan Dan Persamaan Hukum Perkawinan Islam Di


Indonesia Dan Thailand
1. Aspek Dasar Hukum
Hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand adalah
aturan hukum yang berbentuk dalam undang-undang. Kedua-duanya
memiliki aturan tertentu tentang pemberlakuan hukum perkawinan Islam
bagi masyarakat yang beragama Islam yakni di Indonesia yang diatur
dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan KHI hukum
materil umat Islam bagi para hakim dalam menyelesaikan kasus
perkawinan. Adapun di Thailand mempunyai aturan-aturan yang
mengatur tentang hukum Islam khusus pada hukum perkawinan dan
hukum kewarisan yakni pada Undang-undang tentang Penerapan
Hukum Islam di Provinsi Pattani, Narathiwat, Yala, dan Satun BE
2489 (1946) dan adanya Aturan Hukum Islam tentang Hukum
Perkawinan dan Hukum Kewarisan sebagai sumber hukum bagi Dato’
Yuthitham memfatwakan kasus-kasus perkawinan.

2. Aspek Kedudukan Hukum Islam di Mata Negara

9
Nur Triyono, “Isu Perkawinan Minoritas di Thailand”, dalam Jurnal Hukum dan Syariah no. 1, Vol
8, 2016.

11
Berhubungan dengan mendefinisikan perkawinan yang sah di
dalam undang-undang perkawinan di Indonesia dan Thailand ada
Persamaan yaitu:
a. Perkawinan yang sah di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang
Perkawinann dalam Pasal 2 Undang-undnag Nomor 1 Tahun 1974
yang berbunyi:
b. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agama dan kepercayaannya itu.
c. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

3. Aspek Perlaksanaan Hukum Perkawinan Islam


Secara umum, hukum perkawinan Islam pada dasarnya tetap
berlaku di hampir atau bahkan seluruh dunia Islam. Baik dunia Islam
yang mengatur hukum perkawinannya dalam bentuk undang-undang
maupun yang belum (tidak) mengatur hukum perkawinannya dalam
bentuk undang-undang. Negara Islam atau negara berpenduduk muslim
yang telah mengundangkan hukum perkawinan Islam itu ada yang
menyatukan (menggabungkan) hukum perkawinan dengan undang-
undang kewarisan, ada pula yang memisahkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan tersendiri.10

10
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 193.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perbandingan politik dan kondisi ekonomi di Indonesia dan Thailand
dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor tertentu seperti kebijakan
pemerintah, stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan faktor-faktor global
lainnya.

Pengaturan tentang Komisi Yudisial di indonesia lebih terperinci dan


jelas karena adanya pengaturan turunan, namun setelah lahirnya putusan MK
tersebut secara nyata telah mengamputasi kewenangan yang dimiliki oleh
komisi yudisial. Dan dengan hal demikian Judicial Commission di Thailand
yang tidak memiliki aturan turunan sehingga aturan hukumnya terlihat lebih
tegas.

Sistem Hukum Perkawinan nasional di Indonesia merupakan


perkawinan yang berdasarkan pada hukum agama, sehingga keabsahannya
juga didasarkan kepada hukum agama-agama di Indonesia sesuai Pasal 2
(1) UU Perkawinan. Sedangkan sistem hukum perkawinan di Thailand
terjadi pemahamanan bebas tentang hukum Perkawinan, sehingga
perkawinan sipil menjadi satu-satunya model perkawinan, meskipun masih
terdapat masyarakat yang merayakan perkawinan agama, namun keabsahan
perkawinan terletak pada pencatatan sipil.

Latar belakangi Pemberlakuan Hukum Perkawinan Islam di


Indonesia adalah karena kebutuhan masyarakat yang sejak zaman kerajaan
Islam (sebelum Indonesia di jajah Belanda) sejak zaman kerajaan Islam
telah memiliki pengadilan agama dengan berbagai nama yaitu Pengailan
Penghulu, Mahkamah Syariah dan Pengadilan Surambi. Setelah merdeka,
pemerintah RI telah membentuk sejumlah peraturan tentang Pengadilan
Agama.

13
B. Saran
Pembahasan mengenai prosedur memberikan informasi mengenai
perbedaan antara negara Indonesia dengan negara Thailand dan mengenai
perbandingan komisi yudisial di indonesia dengan judicial commission di
thailand akan tetapi penulis menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, kami harap pembaca dapat memberikan masukan
kepada penulis untuk perkembangan makalah yang lebih baik dan juga penulis
berharap pembaca tidak hanya berhenti pada referensi yang telah tersaji didalam
makalah akan tetapi bisa mencari lebih banyak lagi referensi dari sumber yang
lain

Bagi para pemuda yang belum menikah, alangkah baiknya untuk


belajar memahami pada teori maupun prakteknya. Oleh karena prosedur
pernikahan ini adalah prosedur yang berhubungan antara individual dengan
individual, maka dalam pelaksanaannya harus sesuaikan dengan prosedur
masing-masing.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, 2006, Perkembangandan Konsolidasi Lembaga Negara


PascaReformasi, Konpress, Jakarta. h. 65

Surin Pitsuwan, Islam di Muang Thai, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 65.

Saiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,


(Jakarta: LP3S, 1993), h. 325

Syahuri, Taufiqurrohman, 2011, Tafsir konstitusi Sebagai Aspek Hukum, Kencana


Prenada Media Group, Jakarta. h. 82

Undang-Undang Perkawinan RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1.

Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam ( Suatu Analisis Dari


Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam),
(Jakarta: PT. Bumi Aksara 2002, h. 55.

Nur Triyono, “Isu Perkawinan Minoritas di Thailand”, dalam Jurnal Hukum


dan Syariah no. 1, Vol 8, 2016.

Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 2005), h. 193

https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia, 18 Maret 2024 ( 15.50)

https://id.wikipedia.org/wiki/Thailand, 18 Maret 2024 ( 19.30)

15

Anda mungkin juga menyukai