Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM BIOKIMIA KUANTITATIF

PENENTUAN KADAR KASEIN

Oleh :
Nama : ASEP YAYAN KULYANI
NIM : D1A080359

Partner :

1. Riana W NIM : D1A080380


2. Irma NIM :
3. Fadiah Subroto NIM : D1A080376

LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2010
PENENTUAN KADAR KASEIN

BAB I. PRINSIP DAN TUJUAN

1.1. Prinsip Percobaan


Berdasarkan reaksi antara gugus asam dari protein/kasein dengan suatu
basa kuat, dan diidentifikasikan oleh terbentuknya suatu perubahan fisik
berupa warna.
Gugus asam dari protein/kasein dititrasi dengan pentiter basa,
dikarenakan protein/kasein memiliki sifat zwiter ion, maka gugus
basa/amino direaksikan/dinetralisir dengan suatu pereaksi.

1.2. Tujuan Percobaan


1. Dapat melakukan titrasi suatu protein dalam hal ini casein dalam sampel
susu;
2. Dapat memahami sifat-sifat dari protein/kasein agar dapat dilakukan cara
penentuan kandungannya dalam suatu sampel;
3. Dapat mengetahui dan memahami cara menentukan kadar/kandungan
suatu protein/kasein dalam suatu sampel;
4. Dapat menentukan kadar/kandungan suatu protein dalam hal ini kasein
dalam suatu sampel dengan cara titrasi;

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein
Protein ialah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat
bervariasi,. Protein terbentuk dari ikatan antarmolekul asam amino (disebut ikatan
peptida). Protein merupakan salah satu senyawa penyusun sel hidup, yang
terdapat dalam semua jaringan hidup baik tumbuhan,manusia, dan hewan.
Molekul protein terdiri dari unsur rkarbon (50-55%), hydrogen (7%), oksigen
(23%) dan nitrogen (16%), beberapa protein mengandung unsur lain, seperti besi
terdapat dalam haemoglobin, iodium terdapat dalam thriroglobulin dan fosfor
terdapat dalam kasein. Contoh ikatan peptide pada protein.

Oleh karena sel merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang
terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan
pertumbuhan tubuh. Protein yang diperoleh dari hewan disebut protein hewani,
sedangkan yang diperoleh dari tumbuhan disebut protein nabati. Di samping
massa molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda
pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, misalnya protein dalam putih telur.
Tetapi ada juga yang sukar larut dalam air, misalnya rambut dan kuku. Protein
tersusun atas banyak asam amino yang disatukan oleh ikatan peptida. Asam amino
ini merupakan turunan asam karboksilat, yaitu dengan mensubstitusi sebuah atom
hydrogen dengan gugus amino. Struktur asam amino secara umum sebagai
berikut.

2.2 Penggolongan Protein


Berdasarkan strukturnya, protein dapat dibedakan menjadi dua golongan
besar, yaitu
1) Protein sederhana
Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-
molekul asam amino. Protein sederhana dibedakan menjadi dua, yaitu protein
serat dan protein globular. Protein serat mempunyai bentuk molekul panjang
dan mempunyai sifat tidak larut dalam air serta sukar diuraikan enzim. Contoh
protein serat adalah keratin sutera alam dan kolagen. Sedangkan protein
globular berbentuk bulat dan pada umumnya dapat larut dalam air, larutan
asam atau basa, serta etanol. Beberapa jenis protein globular diantaranya
adalah albumin, globumin, histon, dan protamina.
2) Protein gabungan
Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa bukan
protein. Bagian yang bukan protein ini disebut gugus prostetik. Jenis protein
gabungan antara lain mukoprotein, lipoprotein, dan nukleoprotein. Muko
protein adalah gabungan antara protein dan karbohidrat yang terdapat dalam
bagian putih telur, serum darah, dan urine wanita hamil. Lipoprotein adalah
gabungan antara protein yang larut dalam air dengan lipid. Protein ini terdapat
dalam serum darah, otak, dan jaringan syaraf. Nukleoprotein terdiri atas
protein yang bergabung dengan asam nukleat.

2.3 Struktur dan Bentuk Protein


a. Struktur protein
Struktur dasar protein dibedakan menjadi empat tingkat, yaitu :
1) Struktur primer
Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam
molekul protein.
2) Struktur sekunder
Struktur sekunder terdiri atas dua jenis, yaitu struktur heliks dan struktur
lembaran berlipat. Jika ikatan hydrogen terbentuk antara gugus-gugus yang
terdapat dalam satu rantai peptida, maka terbentuk struktur heliks. Jika ikatan
hidrogen terbentuk antara dua rantai polipeptida atau lebih, maka terbentuk
struktur lembaran berlipat.
3) Struktur tersier
Struktur tersier menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk
lipatan atau gulungan untuk membentuk struktur yang lebih kompleks.
Struktur ini dimantapkan oleh adanya beberapa ikatan antara gugus R pada
molekul asam amino yang membentuk protein.
4) Struktur kuartener
Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein.
Struktur rantai peptida pada protein
Berdasarkan bentuknya, protein terdiri dari :
1) Berupa susunan rantai polipeptida dalam suatu lembaran yang panjang.
Berfungsi pertahanan luar. Contohnya pada lapisan kulit luar, rambut,
bulu, kuku, dan tanduk. Fungsi lain adalah untuk penyangga kekuatan dan
pemberi bentuk, contohnya pada tulang, urat dan lapisan kulit sebelah
dalam.
2) Protein globular
Berupa rantai polipeptida yang berlipat dengan rapat, sehingga menjadi
bentuk bulat atau globular yang kompak. Contohnya adalah enzim,
protein, dalam darah, antibodi, hormon, komponen membran dan
ribosom.

2.4 Sifat-sifat Protein


Protein mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.
1) Ionisasi
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion
yang mempunyai muatan positif dan negatif. Ionisasi protein digambarkan
sebagai berikut:

 H+
Protein + 
 + +
protein –
kation zwitter ion

+ 
protein –  H+ + protein –

zwitter ion anion

Protein mempunyai titik isolistrik. Titik isolistrik mempunyai arti


penting karena berhubungan erat dengan sifat fisik dan sifat kimia. Pada pH di
atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik
isolistrik protein bermuatan positif.
2) Denaturasi
Denaturasi merupakan perubahan konformasi alamiah menjadi suatu
konformasi yang tidak menentu. Proses denaturasi ini dapat berlangsung
secara reversibel maupun tidak. Pada umumnya penggumpalan protein
didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung baik pada titik isolistrik
protein tersebut. Denaturasi dapat terjadi karena pengaruh pH, gerakan
mekanik, adanya alkohol, aseton, eter, dan detergen.
3) Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang timbul oleh adanya gesekan antara
molekul-molekul di dalam zat cair yang mengalir. Larutan protein dalam air
mempunyai viskositas atau kekentalan yang relatif lebih besar daripada
viskositas air sebagai pelarutnya. Viskositas larutan protein tergantung pada
jenis protein, bentuk molekul, kemolaran , dan suhu larutan.

2.5 Kasein

Kasein (dari bahasa Latin caseus "keju") adalah yang dominan


phosphoprotein (αS1, αS2, β, κ) yang menyumbang hampir 80% dari protein
dalam sapi susu dan keju. Pembekuan susu protease bekerja pada bagian yang
larut dari caseins, K-kasein, sehingga yang berasal yang tidak stabil micellar
menyatakan bahwa hasil dalam pembentukan bekuan.. Ketika digumpalkan
dengan chymosin, kadang-kadang disebut kasein paracasein. Chymosin (EC
3.4.23.4) merupakan sebuah protease aspartat yang secara khusus hydrolyzes
ikatan peptida dalam Phe105-κ-Met106 dari kasein dan dianggap sebagai yang
protease paling efisien untuk pembuatan keju industri. British terminologi, di
sisi lain, menggunakan istilah caseinogen untuk protein tak terkoagulasi dan
kasein untuk digumpalkan protein. Sebagaimana yang ada dalam susu, itu
adalah garam dari kalsium.. Kasein tidak digumpalkan oleh panas. Hal ini
dipicu oleh asam dan oleh Rennet enzim, sebuah proteolitik enzim biasanya
diperoleh dari perut anak sapi. enzim tripsin dapat menghidrolisis dari sebuah
fosfat yang mengandung peptone.
Kasein terdiri dari jumlah yang cukup tinggi dari prolin peptida, yang
tidak berinteraksi. Juga tidak ada jembatan disulfida. Sebagai hasilnya, relatif
tidak memiliki struktur tersier. Karena hal ini, tidak bisa mengubah sifat
sesuatu benda. Relatif hidrofobik, sehingga kurang larut dalam air. Hal ini
ditemukan dalam susu sebagai suspensi partikel yang disebut kasein micelles
yang menunjukkan beberapa kemiripan dengan tipe surfaktan micellae dalam
arti bahwa hidrofilik berada di bagian permukaan. Para caseins di micelles
disatukan oleh kalsium ion dan interaksi hidrofobik. Ada beberapa model
yang menjelaskan konformasi khusus kasein dalam micelles. Satu dari
mereka mengusulkan bahwa inti micellar dibentuk oleh beberapa submicelles,
pinggiran terdiri dari microvellosities dari κ-kasein. Lain model menunjukkan
bahwa inti dibentuk oleh kasein-fibril saling terkait. Akhirnya, model terbaru
mengusulkan hubungan ganda antara caseins untuk gelling berlangsung.
Semua 3 model mempertimbangkan micelles sebagai partikel koloid dibentuk
oleh agregat kasein terbungkus dalam kasein larut κ-molekul.
Para titik isoelektrik kasein adalah dari 4.6. Karena susu pH 6.6, kasein
memiliki muatan negatif dalam susu.. Dimurnikan protein yang tidak larut air..
Sementara itu juga larut dalam larutan garam netral, itu mudah encer
dispersible dalam basa dan garam solusi seperti sodium oxalate dan sodium
asetat.

2.5.1 Struktur Kasein

Model permukaan molekuler K-kasein.

Caseins adalah keluarga phosphoproteins (αS1, αS2, β, κ) menjelaskan


bahwa hampir 80% dari protein susu sapi dan yang membentuk agregat larut
karena kasein κ-molekul yang menstabilkan struktur micellar. Ada beberapa
model yang menjelaskan konformasi khusus kasein dalam micelles. Satu dari
mereka mengusulkan bahwa inti micellar dibentuk oleh beberapa submicelles,
pinggiran terdiri dari microvellosities dari κ-kasein. Model lain menunjukkan
bahwa inti dibentuk oleh kasein-fibril saling terkait. Akhirnya, model terbaru
mengusulkan hubungan ganda antara caseins untuk gelling berlangsung.
Semua 3 model mempertimbangkan micelles sebagai partikel koloid dibentuk
oleh agregat kasein terbungkus dalam kasein larut κ-molekul. Protease
pembekuan susu bekerja pada bagian yang larut, κ-kasein, sehingga micellar
yang berasal dari negara yang tidak stabil yang menyebabkan pembentukan
bekuan.

2.5.2 Susu Pembekuan

Chymosin (EC 3.4.23.4) merupakan sebuah protease aspartat yang


secara khusus hydrolyzes ikatan peptida dalam Phe105-κ-Met106 dari kasein
dan dianggap sebagai yang paling efisien untuk protease cheesemaking
industri. Namun, ada protease pembekuan susu dapat memotong ikatan-ikatan
peptida lainnya dalam rantai κ-kasein, seperti endothiapepsin dihasilkan oleh
Endothia parasitica. Ada juga beberapa protease pembekuan susu itu, mampu
membelah Met106 yang Phe105-ikatan dalam molekul κ-kasein, juga
memotong ikatan-ikatan peptida lainnya caseins lain, seperti yang dihasilkan
oleh Cynara cardunculus, atau bahkan sapi chymosin. Hal ini memungkinkan
pembuatan keju yang berbeda dengan berbagai rheological dan sifat
organoleptik.
Proses pembekuan Susu terdiri dari 3 fase utama):
1. Degradasi enzimatik κ-kasein
2. Micellar flokulasi
3. Pembentukan gel

Setiap langkah berikut yang berbeda kinetik pola, langkah membatasi


pembekuan susu menjadi tingkat degradasi κ-kasein. Pola kinetik langkah
kedua dari proses pembekuan susu dipengaruhi oleh sifat koperasi micellar
flokulas, sedangkan rheological properti dari gel terbentuk tergantung pada
jenis tindakan dari protease, jenis susu, dan pola-pola kasein proteolisis.
Keseluruhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda, seperti pH atau
temperature.

Michaelis-Menten saturation curve. Michaelis-Menten kurva saturasi.

Cara konvensional kuantifikasi tertentu milk clotting enzim


menggunakan susu sebagai substrat dan menentukan waktu berlalu sebelum
munculnya gumpalan susu. Namun, susu pembekuan dapat dilakukan tanpa
partisipasi dari enzim karena variasi dalam faktor-faktor fisika, seperti pH
rendah atau suhu tinggi. Akibatnya, ini dapat mengakibatkan hasil yang
membingungkan dan irreproducible, terutama ketika enzim yang memiliki
aktivitas rendah. Pada saat yang sama, metode klasik tidak cukup spesifik,
dalam hal pengaturan yang tepat susu onset gelation, sedemikian rupa
sehingga penetapan unit enzimatik terlibat menjadi sulit dan tidak jelas..
Selanjutnya, meskipun telah dilaporkan bahwa hidrolisis kasein κ-khas berikut
Michaelis-Menten kinetika, sulit untuk menentukan dengan susu klasik alat tes
pembekuan. Untuk mengatasi hal ini, beberapa metode alternatif telah
diajukan, seperti penentuan diameter lingkaran dalam susu agar-gelified,
pengukuran colorimetric, atau penentuan tingkat degradasi kasein sebelumnya
diberi label dengan baik pelacak radioaktif atau fluorochrome senyawa,
Semua metode ini menggunakan kasein sebagai substrat untuk mengukur milk
clotting proteolitik.
BAB III. PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Cara Kerja


Sampel :
Susu kental diencerkan 1:2
Susu bubuk diencerkan 1:9

+ 20 ml Sampel

Suhu 40 derajat + 1,5 ml asam asetat 1 N

Aduk homogen, diamkan


selama 20 menit

+ 4,5 ml asam asetat 0,25 N

Aduk , diamkan
selama 1 jam

Dekantasi
corong+kertas saring

Endapan dicuci dengan


aquades + aquades sampai
voluem 20 ml

Kertas saring +endapan

+ 4 ml NaOH 0,1 M
larut

Didinginkan sampai
suhu 21-24 derajat

+ 3 tetes phenolptalein

+ 4 ml formaldehid 40%
(warna rose hilang)
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
(terbentuk kembali warna rose)

Catat hasilnya

3.2 Alat-alat yang digunakan


1. Penangas air; 5. Pipet tetes;
2. Stop Watch atau arloji; 6. Beaker Glass;
3. Kassa; 7. Buret;
4. corong 8. kertas saring
3.3 Bahan-bahan yang Digunakan
1. Sampel susu 5. Asam asetat 1 N
2. Asam asetat 0,25 N 6. Aquades
3. NaOH 0,1 M 7. Phenolptalein
4. Formaldehide 40%

BAB. IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Penentuan kadar kasein :
Volume NaOH 0,1 N
V1 = 11,6 ml
V2 = 12,0 ml
V3 = 11,2 ml
Volume rata-rata NaOH = 11,60 ml NaOH
kadar kasein adalah :
= volume rata-rata NaOH 0,1 N x 0,9 %

maka kadar kasein adalah :


= 11,6 ml x 0,9%
= 10,44%
Jadi kadar casein dalam sampel tersebut adalah 10,44%.

4.2 Pembahasan

Susu yang digunakan dalam sampel ini merupakan salah satu makanan
/minuman paling lengkap. Bermacam-macam jenis susu, baik dari manusia
maupun dari hewan mengandung vitamin, mineral, karbohidrat, lemak dan protein
(yang sebagian besarnya mengandung kasein). Untuk setiap jenis susu berbeda,
kandungan nutrisinyapun juga berbeda. Susu sapi berbeda dengan susu kambing
walaupun terdapat beberapa kesamaan dalam hal zat penyusunnya.
Kasein yang menyumbang hampir 80% dari protein dalam sapi susu dan
keju. Kasein tidak digumpalkan oleh panas (uncoagulated) Hal ini dipicu oleh
adanya asam dan oleh enzyme Rennet, sebuah proteolitik enzim biasanya
diperoleh dari perut anak sapi. enzim tripsin dapat menghidrolisis dari sebuah
fosfat yang mengandung peptone.
Kasein sebagai komponen utama protein pada susu. Mempunyai titik
isoelektrik pada pH 4,6 namun didalam susu memiliki pH 6,6 sehingga kasein
memiliki energi negatif dan larut sebagai garam. Jika asam yang ditambahkan,
energi negatif dari lapisan terluar kasein menjadi setara oleh proton golongan
Fosfat dan protein dengan ion kalsium seperti reaksi:
Ca-caseinate + 2H+ 
 casein + Ca2+
Kasein sebagai protein atau asam amino memiliki dua gugus yang berbeda
sifat kimia dan fisik, yaitu gugus amino yang bersifat alkalis/basa bermuatan
positif, dan gugus karboksilat yang bersifat asam bermuatan negatif, sehingga
kasein bermuatan ganda (zwitter ion) atau amfoter. Adanya ion zwitter ini
menyebabkan asam-asam amino memiliki polaritas/kepolaran yang tinggi,
sehingga larut dalam air, dan menyebabkan kasein tidak mudah menguap. Selain
itu karena kasein yang bersifat amfoter, menyebabkan dalam suatu medan listrik,
akan bergerak kearah katoda bila larutannya asam dan akan bergerak kea rah
anoda bila larutannya alkalis.
Akibat dari protein dalam hal ini kasein yang memiliki muatan ganda
(zwitter ion) menyebabkan kasein sulit untuk dititrasi dengan pentiter asam
maupun basa, karena akan mempengaruhi indicator yang digunakan dalam titrasi,
missal; dengan pentiter basa, dengan menggunakan indicator phenoleptalein akan
menyebabkan larutan berwarna merah muda sebelum titrasi dilakukan, hal ini
karena gugus amino yang bersifat basa menyebabkan larutan berwarna merah
muda. Untuk itu gugus amino perlu dinetralisir dengan cara menggunakan
pereaksi formaldehid, dan larutan berwarna akan hilang karena formaldehid diikat
oleh gugus amino. Sebelum proses tersebut kasein perlu dihomogenkan terlebih
dahulu dan ditambahkan asam asetat untuk menurunkan pH dari kasein sehingga
tercapai titik isoelektriknya sekitar pH 4,6.
Proses terakhir adalah mentitrasi kasein dengan pentiter basa NaOH 0,1 N,
dengan indicator phenoleptalein (pp), proses titrasi selesai setelah terbentuk
kembali warna merah muda dalam larutan kasein. Titrasi ini dilakukan sebanyak
3 kali (triplo), dengan rata-rata volume NaOH 0,1 N adalah 11,6 mL. Perhitungan
Kadar kasein ditentukan dengan cara : bahwa tiap mL NaOH 0,1 N yang keluar
sebanding dengan 0,9% kandungan kasein. Dari hasil ini, maka konsentrasi
kasein dalam larutan tersebut adalah 10,44 %.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini adalah :
 Keterbatasan waktu, karena titrasi penentuan kadar kasein berbeda dengan
titrasi-titrasi pada umumnya sehingga diperlukan waktu dan proses yang
cukup sehingga diperlukan waktu yang maksimal;
 Peralatan yang kurang presisinya atau keterbatasan peralatan;
 Ketidakefektifkan, dalam hal penuangan pereaksi terlalu cepat atau terlalu
lambat.
 berlebihnya zat pentitrasi yang diperlukan sehingga mempengaruhi
perhitungan konsentrasi kasein;
 kebocoran dari instrumen titrasi ini, yaitu: biasanya pada buret, hal ini
dimungkinkan terjadi pada kran buret.

BAB V. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan, yaitu : untuk
menentukan konsentrasi kasein dalam sampel, melalui rangkaian perlakuan yang
dilakukan selama proses, pemilihan sampel, preparasi, treatmen sampai titrasi
dapat disimpulkan beberapa point penting yang antara lain adalah:
1. Kasein merupakan protein, yang kandungannya mencapai 80% dalam
susu, baik susu hewan: kambing, sapi, manusia dan lain-lain disamping
protein lain yaitu laktalbumin dan laktoglobulin;
2. Kasein merupakan protein konyugasi karena mengandung senyawa lain
yang non protein yaitu gugus fosfat;
3. Kasein tidak dapat digumpalkan/dikoagulasi (uncoagulated) oleh panas,
hal disebabkan kasein mengandung enzim renin yang dapat menstabilkan
panas dan asam;
4. Karena kasein merupakan protein, maka kasein mempunyai sifat amfoter,
yaitu memiliki muatan ganda dalam senyawa tersebut. Namun asam
kasein dalam larutan agak asam karena keasamangugus  NH3 lebih kuat

daripada COO , akibat perbedaan dalam keasaman dan kebasaan ini


adalah bahwa suatu larutan berair kasein mengandung lebih banyak anion
asam amino daripada kation;
5. Kasein karena mempunyai sifat amfoter (bermuatan ganda). Sehingga
mempunyai titik isoelektrik pada pH 4,6 namun didalam susu memiliki
pH 6,6 sehingga kasein memiliki energi negatif dan larut sebagai garam,
titik isoelektrik kasein dicapai dengan cara penambahan asam asetat
kedalam larutan kasein, kesetimbangan asam-basa kasein n bergeser
sedemikian rupa sehingga muatan netto pada kasein menjadi nol, titik
isoelektrik terjadi dimana suatu asam tidak mengemban muatan netto;
6. Disebabkan keamfoteran kasein ini, maka sulit untuk menentukan
kandungan kasein secara titrasi langsung oleh suatu asam dan/ atau basa,
karena akan mempengaruhi penentuan titik akhir titrasi akibat indikator
yang tidak bekerja secara efektif, untuk itu dilakukan netralisir gugus
amino dengan cara ditambahkan pereaksi formaldehid;
7. Titrasi akhir dicapai dengan terjadinya perubahan warna pada larutan
menjadi berwarna merah muda sehingga titik akhir titrasi tercapai,
indikator yang digunakan adalah phenoleptalein;
8. Hasil akhir titrasi, yaitu rata-rata volume NaOH 0,1 yang diperlukan untuk
titrasi adalah 11,6 mL;
9. Konsentrasi kasein dalam larutan ditentukan dengan cara bahwa tiap mL
NaOH 0,1 N sebanding dengan 0,9% kandungan protein, maka
konsentrasi kasein adalah 10,44%.
DAFTAR PUSTAKA :

Fessenden dan Fessenden. 1994. Kimia Organik: Jilid 2. Alih Bahasa,AH


Pudjaatmaka. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Lehninger, Albert . 1990. Dasar-dasar Biokimia. Penerjemah Maggy


Thenawidjaja, cetakan kedua : Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Pine. Stanley H, dkk. 1988. Kimia Organik, Terbitan keempat. Bandung :ITB.

Wilbraham, Antony E & Michaeks Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan
Hayati, Penterjemah Suminar Achmadi. Bandung : Penerbit ITB.

Winarno, FG. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Sumber Internet :

http://en.wikipedia.org/wiki/k-kasein
http://en.wikipedia.org/wiki/kasein

Anda mungkin juga menyukai