Anda di halaman 1dari 5

Nama : Luh Ade Geina Anastya

NIM : 042301676
Prodi : D3 Perpajakan

TUGAS 1
HUKUM PAJAK
1. Cara pembayaran pajak penghasilan tergantung pada aturan perpajakan yang berlaku
di suatu negara. Pada umumnya, pembayaran pajak penghasilan mengikuti prinsip
bahwa pajak harus dibayarkan berdasarkan penghasilan yang diterima oleh wajib
pajak dalam periode pajak tertentu. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam
proses pembayaran pajak penghasilan :
 Identifikasi Wajib Pajak :
Pemerintah mengidentifikasi individu atau entitas yang memiliki kewajiban
untuk membayar pajak penghasilan. Ini dapat mencakup penduduk dan
perusahaan yang memperoleh pendapatan yang kena pajak.
 Penentuan Periode Pajak :
Setiap negara memiliki periode pajak yang berbeda, misalnya, tahunan atau
bulanan. Pajak penghasilan biasanya dikenakan pada penghasilan yang
diperoleh selama periode pajak tersebut.
 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak :
Wajib pajak harus menghitung total penghasilan kena pajak mereka selama
periode pajak. Penghasilan ini dapat berasal dari berbagai sumber seperti gaji,
bisnis, investasi, atau keuntungan modal.
 Pengurangan dan Keringanan Pajak :
Beberapa negara memberikan pengurangan dan keringanan pajak yang dapat
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. Ini termasuk potongan pajak,
kredit pajak, dan insentif lainnya.
 Penentuan Tarif Pajak :
Tarif pajak penghasilan biasanya berdasarkan tingkat penghasilan. Semakin
tinggi penghasilan, semakin tinggi tarif pajaknya. Tarif ini dapat bervariasi
antara penghasilan individu dan bisnis.
 Pelaporan Pajak :
Wajib pajak harus melaporkan penghasilan mereka dan jumlah pajak yang
harus dibayar kepada otoritas pajak, biasanya melalui formulir pajak yang
disediakan.
 Pembayaran Pajak :
Setelah perhitungan pajak dilakukan, wajib pajak harus membayar jumlah
pajak yang sesuai dengan otoritas pajak. Pembayaran pajak biasanya dapat
dilakukan melalui transfer bank, cek, atau secara elektronik.
 Fristriksi Wajib Pajak :
Otoritas pajak dapat memberikan tenggat waktu untuk pembayaran pajak,
misalnya, secara bulanan, kuartalan, atau tahunan. Wajib pajak diharapkan
untuk membayar pajak sesuai dengan jadwal tersebut.
 Audit dan Penegakan :
Otoritas pajak memiliki hak untuk memeriksa dan memeriksa laporan pajak
yang diajukan oleh wajib pajak untuk memastikan kepatuhan dengan hukum
perpajakan. Pelanggaran dapat mengakibatkan sanksi perpajakan.

2. CV. DIGITAL PRINTING harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk


menghindari tindakan sita dan lelang dari kantor pajak terhadap utang pajaknya.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh CV. DIGITAL PRINTING
untuk menghindari tindakan tersebut :
a) Komersialisasi Aktiva atau Aset lainnya : CV. DIGITAL PRINTING dapat
menjual atau mengkomersialisasi aset atau harta yang dimilikinya untuk
mengumpulkan dana yang diperlukan untuk melunasi utang pajak. Hal ini
mungkin termasuk menjual mesin cetak digital yang telah disita oleh KPP
Pratama Tangerang Timur.
b) Negosiasi Pembayaran : CV. DIGITAL PRINTING dapat mencoba
bernegosiasi dengan otoritas pajak untuk mengatur rencana pembayaran atau
perundingan pembayaran tunggakan pajak. Otoritas pajak dalam banyak kasus
bersedia untuk bekerja sama dengan wajib pajak yang bersedia membayar
utang pajaknya.
c) Mengajukan Banding atau Peninjauan Kembali : Jika CV. DIGITAL
PRINTING merasa bahwa perhitungan pajak atau tindakan otoritas pajak tidak
sesuai, mereka dapat mengajukan banding atau permohonan peninjauan
kembali terhadap Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan. Ini dapat
memberikan kesempatan untuk mengoreksi atau mengurangi jumlah utang
pajak.
d) Kepatuhan Pajak Masa Depan : Untuk menghindari tindakan serupa di masa
depan, CV. DIGITAL PRINTING harus memastikan bahwa mereka mematuhi
peraturan perpajakan dengan benar. Ini mencakup penyusunan dan penyerahan
laporan pajak secara tepat waktu, serta pembayaran pajak sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan.
e) Konsultasikan dengan Profesional Pajak : CV. DIGITAL PRINTING dapat
mengonsultasikan kasus mereka dengan seorang profesional pajak atau
penasehat pajak yang berpengalaman. Mereka dapat memberikan panduan dan
strategi yang lebih spesifik untuk mengatasi situasi tertentu.
Apabila terjadi kasus yang berbeda yang membuat berakhirnya utang pajak lainnya,
faktor-faktor yang mungkin memengaruhi berakhirnya utang pajak meliputi :
a) Pembayaran Utang Pajak : Utang pajak akan berakhir jika wajib pajak
membayar jumlah pajak yang seharusnya sesuai dengan Surat Ketetapan
Pajak.
b) Preskripsi : Terkadang, utang pajak dapat menjadi kadaluwarsa (preskripsi)
jika otoritas pajak tidak melakukan tindakan penagihan dalam batas waktu
yang telah ditentukan oleh hukum perpajakan.
c) Kebangkrutan : Jika wajib pajak mengajukan kebangkrutan, utang pajak
mereka mungkin diberhentikan atau diatur ulang sebagai bagian dari proses
kebangkrutan.
d) Pemberian Amnesti Pajak : Dalam beberapa kasus, pemerintah dapat
memberikan amnesti pajak yang memungkinkan wajib pajak untuk melunasi
utang pajak dengan persyaratan yang lebih menguntungkan.

3. Dalam sistem hukum, konsep "lex specialist" merujuk pada hukum yang bersifat lebih
khusus atau spesifik yang mengatur aspek tertentu dalam hukum, dan hukum pajak
adalah salah satu contohnya. Hubungan hukum pajak dengan hukum lain sebagai "lex
specialist" dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Keterkaitan Dengan Hukum Umum : Hukum pajak merupakan bagian dari
hukum yang lebih luas. Hukum pajak memiliki hubungan khusus dengan
hukum umum atau hukum sipil, karena hukum pajak menciptakan kewajiban
pajak dan mengatur cara perhitungan dan pembayaran pajak.
b. Spesifik dalam Peraturan : Hukum pajak memiliki ketentuan yang sangat
spesifik untuk mengatur aspek perpajakan, termasuk peraturan tentang jenis-
jenis pajak, tarif pajak, keringanan pajak, laporan pajak, dan penagihan pajak.
Ini adalah aspek yang sangat spesifik dalam hukum yang tidak ditemukan
dalam hukum umum.
c. Otonomi dan Regulasi : Pada banyak sistem hukum, hukum pajak sering
diatur secara terpisah dan memiliki otonomi dalam regulasi. Otoritas pajak,
seperti lembaga pajak, sering memiliki kewenangan dan prosedur yang
berbeda dari pengadilan umum atau sistem peradilan lainnya.
d. Kedudukan Wajib Pajak : Wajib pajak adalah subjek hukum pajak, dan hukum
pajak mengatur hak dan kewajiban khusus bagi wajib pajak. Ini mencakup
kewajiban untuk melaporkan penghasilan, membayar pajak tepat waktu, dan
mengikuti peraturan perpajakan.
e. Pengaturan Khusus untuk Penegakan Hukum : Hukum pajak juga mencakup
ketentuan yang mengatur penegakan hukum perpajakan, termasuk audit,
pemeriksaan, dan tindakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak mematuhi
peraturan perpajakan.
Dalam prakteknya, hukum pajak seringkali merupakan lex specialist yang mengatur
aspek perpajakan secara terpisah dari hukum umum atau hukum lainnya. Ini
disebabkan oleh kompleksitas peraturan perpajakan dan perlunya hukum pajak yang
spesifik untuk memastikan penerimaan pajak yang efisien. Namun, hukum pajak juga
harus selaras dengan prinsip-prinsip hukum yang lebih umum, seperti prinsip
keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak asasi manusia. Oleh karena itu,
hukum pajak memiliki hubungan khusus dengan hukum lain dalam sistem hukum
secara keseluruhan.

4. Sistem pemungutan pajak berdasarkan "self-assessment system" adalah suatu sistem


perpajakan di mana wajib pajak memiliki tanggung jawab untuk menghitung,
melaporkan, dan membayar pajak yang mereka hutang kepada otoritas pajak tanpa
adanya audit atau penilaian pajak oleh pihak otoritas pajak terlebih dahulu. Dalam
konteks perpajakan Indonesia, sistem ini memiliki beberapa karakteristik khusus :
a) Pendekatan Kepercayaan : Self-assessment system didasarkan pada
kepercayaan bahwa wajib pajak akan memenuhi kewajibannya untuk
menghitung, melaporkan, dan membayar pajak secara jujur dan akurat.
b) Kewajiban Pelaporan : Wajib pajak diharapkan untuk melaporkan penghasilan
dan kewajiban perpajakan mereka sendiri kepada Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) pada waktu dan dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
perpajakan.
c) Pembayaran Pajak : Wajib pajak juga harus membayar pajak yang terutang
sesuai dengan laporan mereka pada waktu yang telah ditentukan oleh
peraturan perpajakan.
d) Pemeriksaan Pajak : Meskipun wajib pajak memiliki kewajiban untuk self-
assessment, DJP masih memiliki hak untuk melakukan pemeriksaan dan audit
pajak untuk memverifikasi kebenaran dan keakuratan laporan pajak wajib
pajak.
e) Sanksi Pajak : Jika ditemukan bahwa wajib pajak telah memberikan informasi
yang tidak benar atau menghindari membayar pajak yang seharusnya, DJP
dapat memberlakukan sanksi dan denda sesuai dengan peraturan perpajakan.
Ketentuan hukum yang mengatur self-assessment system di Indonesia antara lain
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), yang telah mengalami beberapa perubahan. Saat ini,
undang-undang yang mengatur self-assessment system antara lain adalah :
a) Undang – Undang No 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) : KUP adalah undang-undang dasar yang mengatur tata
cara perpajakan di Indonesia. Bab II KUP secara khusus mengatur tentang
self-assessment system. Ini mencakup kewajiban wajib pajak untuk
melaporkan, menghitung, dan membayar pajak serta kewajiban DJP untuk
melakukan pemeriksaan pajak.
b) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) : PMK dikeluarkan oleh Menteri
Keuangan dan mengatur rincian pelaksanaan KUP. PMK mengatur hal-hal
seperti tata cara pelaporan pajak, penggunaan formulir pajak, tarif pajak, dan
hal-hal teknis lainnya.
c) Peraturan Direkrut Jendral Pajak (Perdirjen) : Perdirjen dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dan lebih khusus lagi mengatur pedoman teknis,
prosedur, dan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan KUP dan self-
assessment system.

Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/3-asas-hukum--ilex-superior-i--ilex-specialis-
i--dan-ilex-posterior-i-beserta-contohnya-cl6806/
BMP EKSI4202

Anda mungkin juga menyukai