Dosen Pengampu:
Bagas Sujatmiko, S.Kom.I., M.I.Kom.
Disusun Oleh:
Rudy Dwi Kusuma (04)
Mohammad Priyanto (06)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas izin Allah swt akhirnya kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah ini sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai mahasiswa terhadap tugas yang
diberikan oleh dosen mata kuliah Dasar Dasar Jurnalistik. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh
pengikut beliau hingga akhir zaman. Aamiin.
Makalah ini berjudul JENIS MEDIA MASSA, PENGELOMPOKAN
JURNALISTIK kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena
terbatasnya ilmu dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
sifatnya membangun amat kami hargai dan perlukan demi sempurnanya susunan makalah
yang sederhana ini.
Dalam kesempatan ini kami sebagai penulis juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan makalah ini
terutama kepada Bapak Bagas Sujatmiko, S.Kom.I., M.I.Kom. selaku dosen mata kuliah
Dasar Dasar Jurnalistik yang telah tulus ikhlas mengajarkan saya ilmu pengetahuan,
memberikan bimbingan dan saran-sarannya.
Terakhir kami sebagai penyusun makalah ini berharap, semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis sendiri terutamanya dan bagi pembaca lainnya. Aamiin
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar------------------------------------------------------------ii
Daftar Isi--------------------------------------------------------------------iii
BAB I PENDAHULUAN-------------------------------------------------1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN-----------------------------------------------------------3
A. Pengertian Hukum Dakwah 3
B. Hukum Dakwah dalam Al Qur’an dan Hadits 4
C. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Ilmu Keislaman 8
D. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Komunikasi 9
BAB III PENUTUP-----------------------------------------------------------------11
A. Kesimpulan 11
DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------------------------13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa atau Pers adalah istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang
sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Media massa adalah sarana komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
informasi, berita, hiburan, dan pesan-pesan lainnya kepada khalayak yang luas, baik
dalam bentuk cetak (seperti surat kabar dan majalah), elektronik (seperti televisi, radio,
dan bioskop), maupun daring (melalui internet dan platform media sosial). Media massa
memiliki cakupan yang luas dan memengaruhi opini publik serta perilaku masyarakat.
Media massa memiliki peran penting dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat. Tidak dapat disangkal, informasi merupakan salah satu kebutuhan publik, dan
media massa merupakan sarana bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Media massa didefenisikan sebagai media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal
pula.1
Dengan media massa, informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diakses pada
waktu yang tepat. Selain itu, media massa memungkinkan individu untuk berbagi
peristiwa yang terjadi di sekitar mereka kepada orang lain. Dengan demikian, orang-orang
dari berbagai daerah dapat saling bertukar informasi tentang peristiwa-peristiwa terbaru
melalui media massa.
.B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis media massa?
C. Tujuan Pembahasan
1
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi. (Jakarta: Kencana, 2006).
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis Media Massa
Jenis media massa merujuk pada berbagai bentuk atau platform komunikasi yang
digunakan untuk menyebarkan informasi kepada khalayak secara massal. Setiap jenis
media massa memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta peran yang
berbeda dalam menyebarkan informasi dan memengaruhi opini public. Sebagai sarana
komunikasi massa, Media massa dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Media Massa Elektronik
Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melewati suara gambar dan
suara dengan menggunakan teknologi elektro. Seperti Televisi, Radio dan Bioskop.
Pada umumnya perkembangan media elektronik khususnya televisi lebih pesat
bila dibandingkan dengan media cetak, namun pada dasarnya kedua media tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keduanya sangat dibutuhkan
sebagai sarana komunikasi massa yang tepat.
Melalui media massa elektronik, informasi dan hiburan dapat disampaikan
kepada khalayak dengan cepat dan efektif. Media massa elektronik memungkinkan
pembuat konten untuk menggunakan teknologi canggih dalam produksi dan
penyiaran konten, serta mencapai audiens yang lebih luas dalam waktu yang relatif
singkat.
2. Media Massa Cetak
Jenis media massa yang menggunakan tulisan sebagai sarana komunikasi.
seperti surat kabar, majalah, tabloid, dan sejenisnya.
Media massa cetak telah menjadi salah satu sumber informasi yang penting
bagi masyarakat selama berabad-abad. Meskipun pesatnya perkembangan
teknologi digital telah mengubah lanskap media secara keseluruhan, media massa
cetak tetap memainkan peran penting dalam menyediakan konten yang tercetak
dan mudah diakses bagi pembaca di seluruh dunia.
3. Media Massa Online
Jenis media massa yang sarana komunikasinya melalui internet seperti situs
web, blog, dan platform media sosial. Media Online memungkinkan interaksi
antara pembuat konten dan audiens, Media massa online memiliki keunggulan
dalam hal aksesibilitas, interaktivitas, dan kecepatan distribusi informasi.
Pengguna dapat mengakses konten secara instan dari mana saja dan kapan saja
v
melalui perangkat seperti komputer, smartphone, atau tablet. Selain itu, media
massa online .
Sebelum munculnya media massa elektronik dan Online, media massa cetak telah ada
dan berkembang dengan berbagai bentuk seperti surat kabar, majalah, tabloid, buku, dan
sejenisnya. Secara umum, media cetak maupun media elektronik keduanya mempunyai
fungsi yang sama, yaitu menyiarkan informasi, mendidik, menghibur, dan mempenggaruhi.
Menyiarkan informasi merupakan tugas utama media massa, sebab masyarakat membeli
media tersebut karena memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di dunia ini.
selain itu media massa juga menyajikan pesan-pesan yang mengandung pengetahuan
dengan tujuan mendidik.2
B. Pengelompokan Jurnalistik
Hukum Dakwah dalam Al Qur’an
Hukum Dakwah adalah aturan-aturan yang memuat Tentang kewajiban dan tata-cara
dakwah Sesuai dengan hukum Islam. Ditinjau dari segi fiqh hukum itu sendiri terdiri dari
beberapa pembagian yaitu: Hukum akli, hukum syar’i dan hukum ‘adi. 3 Berikut mengenai
pembagiannya :
1. Hukum Akli. Hukum akli adalah hukum yang berkaitan dan dapat dipahami
melalui pendekatan pikiran. Berkaitan dengan ini ada tiga bentuk hukum fikli
yaitu:
1) Wajib Akli, yaitu hal-hal yang mesti/wajib dipikirkan/diputuskan melalui
pendekatan akal
2) Harus Akli, yaitu hal-hal yang lebih baik memutuskan atau menetapkan
sesuatu
melalui pendekatan akal
3) Mustahil Akli, yaitu hal-hal yang tidak mungkin menggunakan akal dalam
memutuskan atau menetapkan sesuatu.
2. Hukum Syar’i. Yaitu seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang
tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta Mengikat untuk
semua
umat yang Beragama Islam. Hukum Syar’i dibagi dua yaitu hukum taklifi dan
hukum wadh’i.
2
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori Dan Praktek. (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1999).
3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu: 1997).
vi
Pertama, hukum taklifi adalah Titah (perintah Allah) langsung mengenai
perbuatan orang mukallaf. Hukum ini terbagi pula menjadi enam bagian yaitu:
1) Tuntutan mengerjakan secara pasti ditetapkan melalui dalil yang qath’i atau
pasti, disebut fardu,
2) Bila dalil yang menetapkannya bersifat tidak pasti (zhanni), hukumnya disebut
wajib,
3) Tuntutan untuk memperbuat secara tidak pasti dengan arti perbuatan itu
dituntut untuk dilaksanakan terhadap yang melaksanakan, berhak mendapat
ganjaran akan kepatuhannya, tetapi bila tuntutan itu ditinggalkan tidak apa-apa,
tuntutan ini disebut nadb atau mandub,
4) Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti dengan arti yang dituntut harus
meninggalkannya. Tuntutan dalam Bentuk ini disebut tahrim, sedangkan
perbuatan yang dilarang secara pasti itu disebut haram,
5) Tuntutan untuk meninggalkan atau larangan secara tidak pasti dengan arti
masih mungkin ia tidak meninggalkan larangan itu. Orang yang meninggalkan
larangan berarti ia telah mematuhi yang melarang. Karenanya ia patut
mendapat ganjaran pahala. tuntutan seperti ini diusebut dengan makruh,
6) Titah Allah yang memberikan kemungkinan untuk memilih antara mengerjakan
atau meninggalkan. Tuntutan ini disebut dengan mubah.
Kedua, hukum wadh’i adalah ketentuan yang ditetapkan oleh pembuat hukum
yang berkaitan dengan hukum taklifi atau merupakan hasil dari pelaksanaan
hukum taklifi. Menurut Amir Syarifuddin, hukum wadh’i dapat dibagi menjadi
tujuh bagian:
1. Hukum Asbab: Ketika pembuat hukum menetapkan sesuatu sebagai sebab
terjadinya hukum taklifi.
2. Hukum Syarat: Ketika pembuat hukum menetapkan sesuatu sebagai syarat
adanya hukum taklifi.
3. Mani’: Ketika pembuat hukum menetapkan sesuatu sebagai penghalang
terjadinya hukum taklifi.
4. Shah: Akibat hukum dari suatu perbuatan taklifi yang telah memenuhi sebab-
sebabnya, syarat-syarat yang ditetapkan, dan terhindar dari segala penghalang,
sehingga berlaku.
5. Batal: Akibat dari suatu perbuatan taklifi yang tidak memenuhi sebab atau
syarat, atau terdapat penghalang, sehingga tidak berlaku.
vii
6. Azimah: Pelaksanaan hukum taklifi berdasarkan dalil umum tanpa
mempertimbangkan keadaan individu yang melaksanakannya.
7. Rukshah: Pelaksanaan hukum taklifi berdasarkan dalil khusus yang merupakan
pengecualian dari aturan umum karena keadaan tertentu.
3. Hukum ‘Adi, adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau pembuat hukum
untuk mengatur kemaslahatan masyarakat dalam suatu negara atau wilayah yang
lebih luas. Contoh-contoh hukum dalam bentuk ini termasuk Undang-undang
Dasar, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan peraturan-
peraturan lainnya.
Berdasarkan ayat Al-Qur'an, para ulama sepakat bahwa secara umum, hukum dakwah
adalah wajib. Namun, perdebatan terjadi mengenai apakah kewajiban itu harus ditanggung
oleh individu Muslim atau hanya oleh sebagian dari mereka secara kolektif. Perbedaan
pendapat mengenai hukum berdakwah disebabkan oleh variasi dalam pemahaman terhadap
dalil-dalil nakli, juga dipengaruhi oleh perbedaan kondisi setiap individu Muslim dalam hal
pengetahuan dan keterampilan. Ayat yang menjadi inti dari perbedaan pendapat tersebut
adalah Surah Ali-Imran ayat 104.
ٰۤل
َو ْلَتُك ْن ِّم ْنُك ْم ُاَّم ٌة َّيْدُع ْو َن ِاَلى اْلَخ ْيِر َو َيْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِۗر َو ُاو ِٕىَك
ُهُم اْلُم ْفِلُحْو َن
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar . merekalah
orang-orang yang beruntung”.
Di dalam tafsir Jamaluddin al-Qasimi dinyatakan pada Surat Ali-Imran ayat 104
memberikan alasan tentang wajib untuk menyeru kepada makruf dan mencegah dari yang
mungkar, dan mewajibkan kepadamu sebagaimana ditetapkan dalam al-Qur’an Dan
sunnah.4
4
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir Al-Qasimi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978).
viii
“Barangsiapa diantara kamu melihat Kemungkaran, maka hendaklah ia mencegah
dengan tangan (kekerasan atau kekuasaan), Jika ia tidak sanggup dengan demikian (sebab
tidak memiliki kekuatan dan Kekuasaan), maka dengan lidahnya, dan jika Tidak mampu
(dengan lidahnya) yang demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR. Muslim).5
Ada tiga metode dakwah yang disebutkan dalam hadis tersebut. Pertama,
menggunakan tindakan fisik atau kekuasaan yang dimiliki seseorang, di mana mereka
menggunakan jabatan atau wewenang mereka untuk menghentikan kemungkaran. Kedua,
melalui penggunaan lisan atau bicara dengan jujur kepada orang-orang yang melakukan
kemungkaran, dengan syarat bahwa orang tersebut memiliki keberanian dan kekuatan
mental dalam menghadapi tindakan pencegahan kemungkaran. Ketiga, melalui hati, yang
merupakan langkah terakhir dalam menasihati orang lain. Ini adalah selemah lemah
keadaan seseorang, di mana setidaknya berkewajiban menolak kemungkaran dalam
hatinya, bahkan jika imannya lemah, karena itu menjadi batas minimal dalam melawan
kemungkaran. Penolakan dalam hati merupakan pertahanan terakhir dalam upaya
mencegah kemungkaran.
Hadis di atas juga ditegaskan oleh Hadis lainnya, bahwa Khuzaifah RA. Nabi SAW.
Bersabda :
“Demi zat yang menguasai diriku, Haruslah kamu menegakkan kepada kebaikan dan
haruslah kamu mencegah perbuatan yang mungkar, atau Allah akan menurunkan siksa
kepadamu, kemudian kamu berdo'a kepada-Nya dimana Allah tidak akan mengabulkan
permohonanmu” (HR. Tirmidzi).
Hadits di atas tidak menjelaskan hukum dakwah secara jelas, akan tetapi Suruhan
untuk mengerjakan dakwah jelas dikatakan. Hal ini juga membuktikan bahwa hukum
dakwah itu sangat berkaitan sekali dengan kondisi dan keadaan Seseorang.
Dengan demikian, berdasarkan bebrapa hadis di atas tersebut, terdapat dua jenis
hukum dakwah, yaitu hukum secara umum dan hukum secara khusus. Hukum secara
umum menetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan dakwah dianggap sebagai kewajiban
yang dikenal sebagai fardu kifayah. Hal ini karena tidak semua orang memiliki potensi
atau kemampuan untuk menjadi muballigh dan melaksanakan dakwah dengan efektif.
Sementara itu, hukum secara khusus merujuk pada penentuan hukum yang diberlakukan
kepada individu yang keluar dari kewajiban fardu kifayah. Hal ini disesuaikan dengan
tingkat kemampuan atau ketidakmampuan individu tersebut.
6
Sulisyanto, Pengertian Filsafah Dakwah, ( Jakarta: Yogyakarta, 2003).
7
Aziz, Muhammad Ali, Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Kencana, 2009).
x
Dengan demikian, ilmu dakwah tidak dapat dipisahkan dari berbagai ilmu keislaman
lainnya, karena merupakan sarana utama untuk menyebarkan, mengajarkan, dan
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dakwah adalah kegiatan yang mengajak orang untuk beriman dan taat kepada Allah
sesuai ajaran Islam, sering dikaitkan dengan ilmu dan agama Islam. Pendakwah membimbing
xii
orang kembali ke jalan yang benar. Meskipun pandangan tentang kewajiban dakwah berbeda,
disimpulkan bahwa dakwah adalah kewajiban bersama bagi yang memiliki kemampuan, dan
juga individu untuk mencari ilmu agar bisa berdakwah.
Hukum Dakwah adalah aturan-aturan yang mengatur kewajiban dan tata cara dakwah
sesuai dengan hukum Islam. Dalam konteks fiqh, hukum dakwah terbagi menjadi tiga jenis:
hukum akli, hukum syar'i, dan hukum 'adi.
Hukum Akli: Ini merupakan hukum yang dapat dipahami melalui pendekatan akal. Terdiri
dari:
Wajib Akli: Hal-hal yang harus diputuskan melalui akal.
Harus Akli: Hal-hal yang lebih baik diputuskan melalui akal.
Mustahil Akli: Hal-hal yang tidak mungkin diputuskan melalui akal.
Hukum Syar'i: Ini adalah seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang
tingkah laku manusia yang mengikat umat Islam. Terdiri dari hukum taklifi dan hukum wadh'i
Hukum Taklifi terdiri dari enam bagian, antara lain fardu, wajib, nadb, tahrim,
makruh, dan mubah.
Hukum Wadh'i terdiri dari tujuh bagian, seperti hukum asbab, hukum syarat, mani',
shah, batal, azimah, dan rukhsah.
Hukum 'Adi: Ini adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau pembuat hukum
untuk mengatur kemaslahatan masyarakat dalam suatu negara atau wilayah yang lebih luas,
seperti undang-undang dasar, undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan presiden.
Para ulama sepakat bahwa secara umum, hukum dakwah adalah wajib berdasarkan
ayat Al-Qur'an. Namun, terjadi perdebatan apakah kewajiban tersebut harus ditanggung oleh
individu Muslim atau secara kolektif. Perbedaan pendapat ini dipengaruhi oleh pemahaman
terhadap dalil-dalil nakli dan kondisi setiap individu Muslim dalam hal pengetahuan dan
keterampilan.
Dalam hadis, terdapat perintah untuk melakukan dakwah melalui tiga metode:
tindakan fisik, penggunaan lisan, dan penolakan dalam hati terhadap kemungkaran. Dakwah
sangat bergantung pada kondisi dan keadaan individu.
Jenis hukum dakwah terbagi menjadi dua: hukum secara umum dan hukum secara
khusus. Hukum secara umum menetapkan bahwa pelaksanaan dakwah adalah kewajiban
fardu kifayah, karena tidak semua orang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya secara
efektif. Sedangkan hukum secara khusus menentukan hukum yang diberlakukan kepada
individu yang keluar dari kewajiban fardu kifayah, disesuaikan dengan kemampuan individu
tersebut.
xiii
hubungan antara ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu keislaman adalah sebagai berikut:
Ilmu Tafsir: Memahami isi Al-Qur'an melalui ilmu tafsir membantu para da'i dalam
menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat dengan lebih baik.
Ilmu Fiqh (Syariah): Ilmu fiqh digunakan untuk menjelaskan hukum-hukum syariah
yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dan tata cara beribadah kepada umat.
Ilmu Tauhid: Ilmu dakwah membantu dalam menyebarkan pemahaman dan keimanan
kepada konsep tauhid kepada umat, menekankan pentingnya keimanan kepada Allah.
Ilmu Al-Quran dan Hadis: Ilmu dakwah menggunakan Al-Quran dan Hadis sebagai
sumber utama untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat, dan para da'i
harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang keduanya.
Ilmu Akhlaq: Dakwah memberikan penekanan pada pentingnya akhlak yang mulia
dalam kehidupan sehari-hari, dan para da'i bertugas untuk menginspirasi umat dalam
meningkatkan akhlak mereka sesuai dengan ajaran Islam.
lmu Tarbiyah: Dakwah juga melibatkan pendidikan dan pembinaan umat agar menjadi
individu yang lebih baik dan taat kepada ajaran Islam, termasuk pengajaran nilai-nilai
moral dan pembentukan karakter yang kuat.
hubungan antara ilmu dakwah dan ilmu komunikasi:
Penggunaan Media dan Teknik Komunikasi: Ilmu komunikasi memberikan
pemahaman tentang media dan teknik komunikasi yang efektif dalam menyampaikan
pesan dakwah.
Pemahaman Audiens: Ilmu komunikasi membantu dalam memahami karakteristik
audiens atau target penerima pesan dakwah agar pesan dapat diterima dengan lebih
baik.
Pengembangan Keterampilan Berkomunikasi: Ilmu komunikasi membantu dalam
mengembangkan keterampilan berkomunikasi bagi para da'i dalam menyampaikan
pesan dakwah.
Penggunaan Bahasa dan Gaya Komunikasi: Ilmu komunikasi memberikan wawasan
tentang penggunaan bahasa yang tepat dan gaya komunikasi yang efektif dalam
konteks dakwah.
Pengaruh dan Perubahan Sosial: Ilmu komunikasi mempelajari pengaruh komunikasi
dalam membentuk sikap, nilai, dan perilaku individu serta masyarakat secara
keseluruhan, yang relevan dalam konteks dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
xiv
Aziz, Muhammad Ali. 2009, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media
Jakarta
M. Fathan al-Haq, Al-Faqir. 2007, Da’wah Tak Sekedar Kata, Bandung: Bina Biadi press
Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Abduh. Tafsir Al-Manar Jilid IV, Bairut: Dâr al-Fikr
Syarifuddin, Amir. 1997, Ushul Fiqh Jilid 1, Ciputat: Logos Wacana Ilmu
xv