Anda di halaman 1dari 5

BAB 2 JENIS JENIS KORUPSI

Jenis-Jenis Korupsi Menurut Para Ahli


Korupsi dapat terjadi di berbagai lapisan masyrakat. Seperti yang dinyatakan
oleh Poerba (dalam Arsyad, 2013: 22), bahwa klasifikasi Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN) yang terjadi dimasyarakat dibagi menjadi tiga,
korupsi kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas. Berikut penjelasan dari
ketifa klasifikasi tersebut.
 Kelas bawah merupakan KKN yang dilakukan secara kecil-kecilan, namun
dapat berdampak luas karena menyangkut ujung tombak dari pelaksanaan
birokrasi. KKN pada tingkat ini dilakukan untuk sekadar bertahan hidup.
Biasanya dilakukan dengan mempersulit pelayanan yang seharusnya dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah. Penyebab KKN semacam ini karena
minimnya gaji dan kurangnya sarana untuk fungsinya secara wajar.
 Kelas menengah merupakan KKN yang dilakukan oleh pegawai negeri dan
birokrasi dengan menggunakan kekuasaan dan wewenangnya. KKN pada
tingkat ini tidak hanya digunakan untuk sekadar bertahan hidup, tetapi juga
untuk mempertahankan posisi dan menambah kekayaan.
 Kelas atas merupakan KKN yang dilakukan oleh para penentu kebijakan,
yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan para konglomerat atau
para pelaku bisnis multinasional. Dilakukan dengan cara-cara yang sukar
terdeteksi karena biasanya dilakukan dengan mengakomodasikan hukum dan
perundang-undangan. Selain pergerakan finansial sebagai hasil keuntungan,
KKN tingkat ini juga telah memanfaatkan rekening bank internasional
sebagai sarana mobilitas dana hasil KKN
Jenis-jenis korupsi yang cukup dikenal lainnya adalah korupsi menurut Choeson
sebagaimana dikutip oleh Alkostar (2008: 74-75). Choeson juga membagi
perbuatan korupsi dalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
 Korupsi jenis halus, yaitu korupsi yang lazim disebut sebagai uang siluman,
uang jasa gelap, komisi gelap, pungutan liar, dan sebagainya. Tindak
kejahatan seperti ini boleh dikatakan tidak termasuk oleh sanksi hukum
positif.
 Korupsi jenis kasar, yaitu korupsi masih dapat dijerat hukum jika tertangkap
basah. Walaupun demikian masih saja dapat luput dari jeratan hukum karena
ada faktor “ada main”, yaitu faktor tahu sama tahu yang saling
menguntungkan.
 Korupsi bersifat administratif manipulatif, yaitu jenis korupsi yang lebih
sukar untuk diteliti. Seperti ongkos perjalanan dinas yang sebenarnya tidak
sepenuhnya digunakan, atau penggunaan biaya yang bersifat manipulasi
lainnya.
Berdasarkan tujuan seseorang melakukan korupsi, Kumorotomo membeda kan
korupsi menjadi dua, yaitu korupsi politis dan korupsi material. Berikut
pemaparan kedua jenis korupsi tersebut.
 Korupsi politis, yaitu penyelewengan kekuasaan yang mengarah ke per
mainan politis, nepotisme, klientelisme (sistem politik yang didasarkan pada
hubungan pribadi daripada manfaat pribadi), penyalahgunaan pemungutan
suara, dan sebagainya. Faktor pendorong korupsi jenis ini adalah nilai-nilai
perbedaan (different values), yaitu merasa bahwa dirinya berbeda dari lain.
Latar belakang psikologis tersebut di antaranya sebagai berikut.
 Keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain
 Keinginan untuk dituakan (dihormati).
 Keinginan dianggap sebagai pemimpin oleh banyak orang.
 Korupsi material, yaitu korupsi yang berbentuk manipulasi, penyuapan,
penggelapan, dan sebagainya. Faktor pendorong korupsi jenis ini
menyang kut nilai-nilai kesejahteraan (welfare values). Korupsi material
lebih didorong oleh keinginan sebagai berikut.
 Memperoleh kenyamanan hidup.
 Memperoleh kekayaan materi.
 Mendapat kemudahan dalam segala aspek.
 Sementara itu, Alatas sebagaimana dikutip Chaerudin, mengembangkan
jenis korupsi menjadi tujuh. Berikut rincian ketujuh jenis tersebut."
 Korupsi transaktif, yaitu jenis korupsi yang menunjukkan adanya kesepa
katan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima, yang meng
untungkan kedua belah pihak.
 Korupsi ekstorsif, yaitu korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak
yang disertai dengan ancaman, teror, dan penekanan terhadap
kepentingan orang orang yang dekat dengan pelaku korupsi.
 Korupsi insentif, yaitu korupsi yang dilakukan dengan cara memberikan
penawaran suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi
keuntungan masa depan.
 Korupsi nepotistik, yaitu jenis korupsi yang menyangkut penyalahgunaan
kekuasaan dan kewenangan untuk berbagai keuntungan bagi kepada
keluarga dekat.
 Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat men
dapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam
(insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
di rahasiakan.
 Korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan dengan cara memberikan
dukungan atau perlindungan.
 Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka memper
tahankan diri dari pemerasan. Pihak yang dirugikan terpaksa ikut terlibat
di dalammya atau membuat pihak tertentu terjebak atau bahkan menjadi
korban perbuatan korupsi.

Jenis-Jenis menurut UU Tipikor


Tindak Pidana korupsi dibagi menjadi 7 jns:
1. kerugian uang negara : seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan.
2. suap menyuap : uang sogok atau uang yang diberikan kepada pihak lain
untuk memperlancar tujuan tertentu.
3. penggelapan dalam jabatan : kasus penyelewengan atau korupsi yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara yang berkedok pada kedudukan dan
jabatan.
4. pemerasan : untuk memperkaya diri sendiri dengan merugikan orang lain
yaitu usaha pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman korupsi kekerasan
sehingga orang itu menyerahkan sesuatu atau mengadakan utang atau
menghapus piutang.
5. perbuatan curang : sikap ini dapat membuat seseorang menjadi serakah tamak
dan tidak mendudukan nasib orang lain sikap apatis ini memang tidak
berdampak nyata bagi si pelaku tetapi sangat jelas merugikan bagi konsumen.
6. benturan kepentingan dalam pengadaan : keikutsertaan seorang pegawai
negeri atau penyelenggara negara baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam pemborongan pengadaan atau persewaan sehingga mempengaruhi
terjadinya kerugian negara.
7. gratifikasi : kebiasaan atas kultur budaya Indonesia yaitu respon atas perilaku
pegawai publik yang menerima hadiah atas pelayanannya sebagai pegawai
publik tugas mereka adalah melayani publik bukan semata-mata hanya karena
menerima atau mendapatkan bonus.
UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor

Kasus Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan Korupsi dan contohnya.
Pada Pasal Terdapat Unsur-Unsur Maka tindak Pidana Contoh Kasus untuk
yang diterima pasal ini
Pasal 21 1. Setiap orang; Penjara maksimal 12 Merintangi proses
2. Dengan sengaja; (dua belas) tahun dan pemeriksaan
3. Mencegah, merintangi, denda maksimal perkara korupsi.
atau menggagalkan; Rp600.000.000,00
4. Secara langsung atau (enam ratus juta rupiah).
tidak langsung;
5. Penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang
terdakwa maupun para saksi
dalam perkara korupsi
Pasal 22 1. Tersangka; Penjara maksimal 12 Tersangka tidak
dikaitkan 2. Dengan sengaja; (dua belas) tahun dan memberikan
dengan 3. Tidak memberikan denda maksimal keterangan yang
Pasal 28 keterangan atau Rp600.000.000,00 sebenar-benarnya
memberikan keterangan (enam ratus juta rupiah). mengenai harta
palsu. kekayaannya
4. Tentang keterangan;
harta bendanya, harta benda
istri/suaminya, atau harta
benda setiap orang atau
korporasi yang diketahui
atau patut diduga
mempunyai hubungan
dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan
tersangka.
Pasal 22 1. Orang yang ditugaskan Penjara maksimal 12 Pihak Bank tidak
dikaitkan oleh Bank; (dua belas) tahun dan memberikan
Pasal 29 2. Dengan sengaja; denda maksimal keterangan rekening
3. Tidak memberikan atau Rp600.000.000,00 tersangka.
memberikan keterangan (enam ratus juta rupiah).
palsu tentang keadaan
keuangan tersangka atau
terdakwa
Pasal 22 1. Saksi atau ahli; Penjara maksimal 12 Saksi atau ahli tidak
dikaitkan 2. Dengan sengaja; (dua belas) tahun dan memberikan
Pasal 35 3. Tidak memberikan denda maksimal keterangan atau
keterangan atau Rp600.000.000,00 memberikan
memberikan keterangan (enam ratus juta rupiah). keterangan palsu
yang isinya palsu.
Pasal 22 1. Orang yang karena Penjara maksimal 12 Orang memegang
dikaitkan pekerjaan, harkat, martabat, (dua belas) tahun dan rahasia jabatan
Pasal 36 atau jabatannya yang denda maksimal tidak memberikan
diwajibkan menyimpan Rp600.000.000,00 keterangan atau
rahasia; (enam ratus juta rupiah). memberikan
2. Dengan sengaja; keterangan palsu.
3. Tidak memberikan
keterangan atau
memberikan keterangan
palsu

Pasal 24 1. Saksi: Penjara maksimal 3 Saksi membuka


dikaitkan 2. Menyebutkan nama atau (tiga) tahun dan denda identitas pelapor.
Pasal 31 alamat pelapor atau hal-hal maksimal
lain yang memungkinkan Rp150.000.000,00
diketahuinya identitas (seratus lima puluh juta
pelapor. rupiah).

Anda mungkin juga menyukai