Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FUNGSI LINEAR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Matematika Ekonomi

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH

KELOMPOK

AISYAH 34230

ANESA IRAWATI 3423050

NIKEN 34230

RAHMAD DANIL

DINDA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH KELAS B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SCEJH M. DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI
TP. 2024
KATA PENGANTAR

Dalam studi matematika ekonomi, fungsi linear memiliki peran yang sangat penting dalam
menganalisis dan memodelkan berbagai fenomena ekonomi yang kompleks. Makalah ini
bertujuan untuk menyajikan konsep dasar dan penerapan fungsi linear dalam konteks ekonomi,
mulai dari analisis permintaan dan penawaran hingga pengambilan keputusan bisnis. Dengan
memahami prinsip-prinsip dasar dan aplikasi praktis fungsi linear, diharapkan pembaca akan
dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang interaksi antara matematika dan ekonomi.
Selamat membaca.

Semoga kata pengantar ini memberikan gambaran yang jelas tentang isi dan tujuan
makalah tentang fungsi linear dalam matematika ekonomi. Jika Anda membutuhkan penyesuaian
atau ingin menambahkan sesuatu, silakan beritahu saya.

Bukittinggi, April 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metodologi Studi Hadis dan Musthalah Hadis merupakan dua konsep penting
dalam ilmu hadis yang memainkan peran sentral dalam memahami dan mengkritisi teks-
teks hadis dalam tradisi Islam. Metodologi Studi Hadis mencakup pendekatan analitis
terhadap koleksi hadis, termasuk metode- metode penelitian yang digunakan untuk
memverifikasi otentisitas dan keandalan hadis-hadis tersebut. Sementara Musthalah Hadis
membahas tentang kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang digunakan dalam penelitian dan
penilaian hadis- hadis tersebut.

Pemahaman tentang Metodologi Studi Hadis sangat penting dalam menangani


tantangan kritis terhadap hadis-hadis, seperti penyebaran hadis palsu atau hadis yang
diragukan keasliannya. Dengan menggunakan pendekatan analitis yang cermat, para ahli
hadis dapat mengidentifikasi sanad (rantai perawi) dan matan (teks) hadis, serta menilai
keandalannya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti keabsahan perawi dan
kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam yang lebih luas.

Sementara itu, Musthalah Hadis memberikan kerangka kerja yang sistematis untuk
menganalisis dan menilai hadis-hadis berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah yang telah
ditetapkan. Ini melibatkan pemahaman tentang terminologi hadis, struktur hadis, serta
berbagai jenis kelemahan dan kekuatan yang mungkin dimiliki oleh suatu hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apayang dimaksud dengan studi hadist dan musthalah hadist?
2. Bagaimana metode memahami studi hadist dan musthalah hadist?
3. Sebutkan metode yang dilakukan para ahli?

C. Tujuan Rumusan
1. Menjelaskan pengertian dari studi hadist dan musthalah hadist
2. Menjelaskan metode dalam memehami studi hadist dan studi hadist
3. Menyebutkan metode yang dilakukan para ahli

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Bentuk Umum Fungsi Linear
Bentuk umum fungsi linear adalah: f(x) = ax + b , dengan a, b \in R dan a
Sifat-sifat fungsi linear f(x) = ax + b sebagai berikut.

). Grafiknya berupa garis lurus. 1

2). Grafiknya memotong sumbu i titik (- b/a, 0) X di dan memotong sumbu Y


di titik (0, b)

3). a disebut gradien dengan a = tan alpha a adalah sudut yang dibentuk oleh
garis lurus terhadap sumbu X positif.

Fungsi linier disebut juga fungsi polinom berderajat satu.Secara etimologis


hadis merupakan kata benda (isim) yang berasal dari kata al- Tahdis yang berarti
pembicaraan. Kata hadis mempunyai banyak arti, yaitu:

a. "Jadid" (baru), bukan "qadim" (lama). Dalam hal ini qadim berarti kitab Allah,
sedangkan jadid yang dimaksud adalah hadits Nabi SAW.
b. "Khabar", artinya berita, adalah sesuatu yang diucapkan dan disebarkan dari satu
orang ke orang lain. Dari makna terakhir inilah diambil kata "hadits Rasulullah"
yang bentuk jamaknya adalah "hadis".1 Allah juga menggunakan kata hadits
dengan arti khabar dalam firman-Nya:

Artinya: "Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang


sepertinya jika mereka orang benar" (QS.52:34).

1
Drs. Munzier Suparta, MA. Ilmu Hadis (Jakarta, 2002) hal. 1
5
Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi perbedaan
antara pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli hadits ada yang
memberikan pengertian hadis secara terbatas (sempit) dan ada yang memberikan
pengertian secara luas. Pengertian hadis secara terbatas diantaranya sebagaimana yang
diberikan oleh Mahmud Tahhan adalah:

‫ما أضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة‬

Artinya: "Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau
perbuatan atau persetujuan atau sifat"
Ulama hadis yang lain memberikan pengertian hadis sebagai berikut:

‫اقواله صلى الله عليه وسلم وافعاله واحوله‬

Artinya: "Segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan dan segala


keadaanya." Sedang menurut ahli ushul, hadits adalah:

‫اقواله صلى الله عليه وسلم وافعاله وتقاريره مما يتعلق به حكم بنا‬

Artinya: "Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir nabi SAW
yang bersangkut paut dengan hukum"
Sedangkan menurut istilah (terminology), para ahli memberikan definisi
(ta'rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Seperti
pengertian Hadits menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan
oleh ahli hadis.

Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah:

‫اقوال النبي صلى طال عليه وسلم وافع اله واحواله‬

Artinya: "Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya."

Yang dimaksud dengan "hal ihwal" ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW. yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya.2

2
Drs. Munzier Suparta, MA. op.cit.,hal.2
5
Ada juga yang memberikan pengertian lain:

‫م الضيف إلى النبي صلى للفع عالي أو سولو في ق الو الصرافة‬

Artinya: "Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa


perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau.
Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan
pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang
lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis
marfu') saja. Melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis
mauquf), dan tabi'in (hadis maqta'), sebagaimana disebutkan oleh Al-Tirmisi:

‫أن البع العين فاليوي عليهم صلى ال عليه وسلم بل جاء بالموقوف وهو ما أضيف إلى‬

‫الصحابي والحق طووع اللطيفيت اب عی‬

Artinya: "Bahwasanya hadis itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu', yaitu
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., melainkan bisa juga untuk sesuatu
yang mauquf, yaitu yang disandarkan kepada tabi'in.
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah:

‫أقواله وأفعاله وتوري راته التى تتبت الى الحكام وتور رها‬

Artinya: "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang


berkaitan dengan hukum syara' dan ketetapannya".
Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun
ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentua-ketentuan Allah yang
disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti ahli
ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang
dikatakan hadis adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang
diemban oleh Muhammad SAW, sebagai Rasulullah. Inipun, menurut mereka harus
berupa ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan
kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan
kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadis.
Dengan demikian, pengertian hadis menurut ahli ushul lebih sempit disbanding
dengan hadis menurut ahli hadis.
5
2. Pengertian Musthalah Hadist
Ilmu mustholah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya
dapat diketahui keadaan sanand dan matan dari segi diterima dan ditolaknya. Secara
etimologi ilmu ini berarti hal-hal yang terkaitan dengan istilah-istilah atau
pembahasan hadits. Secara lebih spesifik, ilmu mustholah hadits atau ilmu hadits
ada dua macam yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits
riwayah adalah membahas tentang cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan
atau pembukuan hadits Nabi SAW. Sedangkan ilmu hadits dirayah adalah ilmu
yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya.

Menurut sebagian ulama, yang pertama kali mencetus sebagian pembahasan


ilmu musthalah hadits adalam Imam Ali Ibnu Al-mudini yang merespon permintaan
Imam Bukhori, Imam Muslim, Tirmidzi, dan beberapa ulama yang hidup di abad
ketiga hijriyah. Setelah itu Imam Tarmidzi menyebarluaskan ilmu ini dan
mengumpulkannya dalam kitab al-jami".

Ilmu hadits kemudian populer dengan ilmu musthalah hadits adalah salah stu
cabang disiplin ilmu yang semula disusun oleh Abu Muhammad ar-Rama al-
Hurmuzi, walaupun norma-norma umumnya telah timbuk sejak adanya usaha
pengumpulan dan penyeleksian hadits oleh masing-masing penulis hadits.

B. Metode Memahami Studi Hadist dan Musthalah Hadist


1. Pengertian Metode Pemahaman Hadis

Segala sesuatu butuh cara untuk mengetahui maksud tertentu, begitupula dengan
hadis Nabi, butuh metode pemahaman agar hadis itu mampu diketahui, dimengerti, di
pahami, kemudian diamalkan. Di dalam kamus bahasa Indonesia, metode adalah cara
yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud (dalam ilmu
pengetahuan tersebut); cara kerja yang teratur dan bersistem untuk dapat melaksanakan
suatu kegiatan dengan mudah guna mencapai maksud yang ditentukan.3 Metodologi juga
berasal dari kata 'method' yang berarti cara atau tekhnik, metode juga diartikan sebagai

3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h.952.
5
cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai tujuan sesuai
yang dikehendaki.4

Pemahaman berasal dari kata paham yang berarti pengertian, pendapat atau
pikiran, aliran atau haluan pandangan, mengerti benar atau tahu benar, pandai dan
mengerti benar (tentang suatu hal). Sementara pemahaman adalah proses, cara perbuatan
memahami atau memahamkan. Jadi, metode pemahaman hadis adalah cara yang ditempuh
sesorang untuk memahami hadis. Metodologi pemahaman hadis dalam buku yang ditulis
oleh Arifuddin Ahmad bahwa metodologi pemahaman diartikan tekhnik interpretasi,
dimana dibagi menjadi interpretasi tekstual, interpretasi konteksual dan interpretasi inter
tesktual.

2. Prinsip prinsip Metodologi Memahami Hadis

Memahami hadis tidak semudah dengan membalikkan telapak tangan, sehingga


ulama melakukan kajian secara serius mengenai bagaimana cara untuk memahami hadis.
Dari itu para ulama memberikan beberapa prinsip umum sebagaimana tulisan dari Abdul
Mustaqim5 dalam memahami hadis Nabi saw.:

a. Prinsip jangan terburu buru menolak hadis yang dianggap bertentangan dengan akal,
sebelum melakukan penelitian yang mendalam.
b. Prinsip memahami hadis secara tematik (maudhu'i) sehingga memperoleh gambaran
utuh mengenai tema yang dikaji Ali Mustafa Y aqub menyatakan hadis saling
menafsirkan karena sumbernya adalah Raasulullah dan untuk memahaminya harus
dengan melihat riwayat yang lain.
c. Prinsip bertumpu pada analisis kebahasaan, mempertimbangkan struktur teks dan
konteks.
d. Prinsip membedakan Antara ketentuan hadis yang bersifat legal formal dengan aspek
yang bersifat ideal moral (baca: sesatu yang hendak dituju), membedakan sarana dan
tujuan.
e. Prinsip bagaimana membedakan hadis yang bersifat lokal kultural, temporal dan
universal.
4
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis (Makassar: Alauddin
University Press, 2012), h. 3.
5
Dosen Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa LSQ (Lingkar Studi al-Qur'an) al-Rohman Bantul Yogyakarta.
5
f. Mempertimbangkan kedudukan Nabi saw. apakah beliau sebagai manusia biasą, nabi
atau rasul, hakim, panglima perang, ayah dan lain sebagainya. Sehingga pengkaji dan
peneliti hadis harus cermat menangkap makna yang terkandung dibalik teks tersebut.
g. Meneliti dengan seksama tentang kesahihan hadis, baik sanad dan matan, serta
berusaha memahami segala aspek yang terkait dengan metode pemahaman hadis.
h. Memastikan bahwa teks hadis tersebut tidak bertentangan dengan nash yang lebih
kuat.
i. Menginterkoneksikan dengan teori teori sains modern untuk memperoleh kejelasan
makna tentang isyarat isyarat ilmiah yang terkadung dalam hadis hadist sains.6

Beberapa poin mengenai prinsip prinsip memahami hadis Nabi tersebut


bukanlah merupakan hal yang final, boleh dikembangkan pada hal yang lebih luas
sesuai dengan kebutuhan memahami hadis Nabi.

3. Teknik Interpretasi

Tekhnik interpretasi dapat diartikan sebagai metode atau cara menafsirkan


sesuatu, di mana pada tulisan ini adalah tekhnik interpretasi terhadap Hadis.

a. Interpretasi Tekstual

Interpretasi tekstual adalah pemahaman terhadap matan hadis berdasarkan


teksnya semata. Teknik interpretasi ini cenderung mengabaikan latar belakang
peristiwa hadis (asbab al wurud).7 Dasar penggunaan teknik ini adalah setiap ucapan
dan perilaku Nabi saw. tidak terlepas dari konteks kewahyuan bahwa segala sesuatu
yang disandarkan kepada Rasulullah adalah wahyu. Sebagaimana dalam QS al
Najm/53: 3 - 4 yang berbunyi,

)4( ‫) ِإْن ُهَو ِإاَّل َو ْح ٌي ُيوَح ى‬3( ‫َو َم ا َيْنِط ُق َع ِن اْلَهَو ى‬

Artinya: dan tiadalah yang diucapkan itu (al Qur'an) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang di wahyukan (kepadanya).
8

Karena itu, apa yang dinyatakan secara eksplisit sebagai hadis Nabi
seharusnya dipahami seperti apa adanya kecuali dijumpai kesulitan, maka harus
ditakwilkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam teknik interpretasi ini adalah bentuk
6
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma'anil Hadis: Paradigma Interkoneksi berbagai teori dan metode memahami hadis
nabi (Cet. II: Bantul Yogyakarta; Idea Press Yogyakarta, 2016), h. 33-36.
7
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis h. 19.
8
Kementrian Agama RI., Mushaf al-Qur'an dan Terjemah (Bandung: Insan Kamil, 2009), h.526.
5
bentuk lafal, susunan kalimat, frase dan klausa, gaya bahasa, kejelasan lafal, petunjuk
(dalalah), makna kandungan lafal baik bersifat hakiki maupun majazi. 9 " Pendekatan
yang digunakan untuk teknik interpretasi ini adalah pendekatan linguistik, teologi
normatif dan teologis (kaidah kaidah ushul fiqh).10 Contoh pengaplikasian interpretasi
ini adalah bentuk matan hadis yang berupa jawami al kalim, yakni sebagai berikut.

Artinya: Telah bercerita kepada kami Sadaqah bin al Fadl, telah


mengabarkan kepada kami Ibn 'Uyainah dari 'Amr dia mendengar Jabir bin Abdullah
ra. berkata; Nabi saw. bersabda: "Perang adalah siasat".
Pemahaman terhadap petunjuk hadis tersebut sejalan dengan bunyi teksnya
yakni setiap perang pastilah memakai siasat. Ketentuan yang demikian itu, berlaku
universal sebab tidak terikat oleh tempat dan waktu tertentu. Perang yang dilakukan
dengan cara dan alat apa saja pastilah memerlukan siasat. Perang tanpa siasat sama
dengan menyatakan takluk kepada lawan tanpa syarat. 11

b. Interpretasi Kontekstual

Interpretasi kontekstual adalah pemahaman terhadap matan hadis dengan


memperhatikan asbab al wurud yang dihubungkan dengan konteks kekinian.12 Dasar
penggunaan tehnik ini adalah Nabi Muhammad saw. adalah teladan terbaik, uswatun
hasanah, sebagaimana dinyatakan dalam QS al Ahzab/33: 21 yang berbunyi,

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفي َر ُسوِل ِهَّللا ُأْس َو ٌة َحَس َنًة ِلَم ْن َك اَن َيْر ُجو َهَّللا َو اْلَيْو َم اآْل ِخَر َو َذ َك َر َهَّللا َك ِثيًرا‬

Artinya: Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan yang banyak mengingat Allah. 13
Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt dengan membawa misi kerahmatan bagi
seluruh alam, sebagaimana dinyatakan dalam QS al Anbiya'/21: 107 yang berbunyi,

‫َو َم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َر ْح َم ًة ِلْلَع اَلِم يَن‬

Artinya: Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk


(menjadi) rahmat bagi seluruh alam.14

9
Ambo Asse, Studi Hadis Maudhu'i (Suatu Kajian Metodologi Holistik) (Cet. I; Makassar: Alauddin
University Press 2013), h. 138.
10
Arifuddin Ahmed, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis, h. 20.
11
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma'ani al-Hadits tentang Ajaran
Islam yang Universal, Temporal dan Lokal (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 11.
12
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis, h. 113.
13
Kementrian Agama RI., Mushaf al-Qur'an dan Terjemah, h. 420.
14
Kementrian Agama RI., Mushaf al-Qur'an dan Terjemah, h. 331.
5
Kedua ayat di atas masing masing menegaskan bahwa segala sesuatu yang
telah diperankan oleh Rasulullah saw. adalah patut untuk diteladani dan merupakan
bagian dari perwujudan misi kerahmatannya. Oleh karena itu, semua pemahaman
terhadap hadis hadis beliau yang menyalahi kedudukannya sebagai uswah hasanah
atau misi kerahmatannya perlu ditinjau kembali. Dalam konteks inilah, maka
pemahaman terhadap hadis Nabi memerlukan pertimbangan konteksnya, baik di saat
hadis tersebut diwurudkan maupun tatkala hadis hadis itu akan diamalkan. Ini berarti
bahwa hadis Nabi merupakan bukti kepatutan beliau menjadi teladan terbaik dan
bukti kerahmatan misi yang dibawa oleh beliau, sekalipun beberapa di antaranya
dianggap bertentangan dengan kemajuan zaman.15

Hal yang perlu diperhatikan dalam teknik interpretasi ini adalah peristiwa
peristiwa yang terkait dengan wurud hadis (asbab al wurud), kondisi yang dialami dan
dihadapi oleh Rasulullah saw pada saat beliau mengucapkan hadis itu atau pada saat
beliau melakukan suatu amalan yang disaksikan oleh para sahabat atau memang
bersama sama dengan para sahabatnya. Pendekatan yang dapat digunakan dalam
teknik interpretasi ini adalah pendekatan historis, sosiologis, filosofis yang bersifat
interdisipliner. Contoh pengaplikasian interpretasi ini adalah sebagai berikut.

‫ واللفظ َأِلِبي َبْك ٍر َو اْبِن ُنَم ْيٍر‬،‫ َوُمَحَّم ُد ْبُن اْلُم َثَّنى‬، ‫ َوُمَحَّم ُد ْبُن َع ْبِد ِهللا بن ُنَم ْيٍر‬،‫َح َّد َثَنا َأُبو َبْك ِر ْبُن َأِبي َشْيَبَة‬
،‫ َع ْن َأِبيِه‬،‫ َع ِن اْبِن ُبَر ْيَدَة‬،‫ َع ْن ُم حارب بن دثاٍر‬،‫ َع ْن َأِبي ِس َناٍن َو ُهَو ِض رار بن ُم َّرَة‬، ‫ َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن ُفَض ْيٍل‬:‫َقاُلوا‬
‫ ونهيُتُك ْم َع ْن ُلُحوِم اَأْلَص اِح ي َفْو َق‬،‫ «َنَهْيُتُك ْم َع ْن ِزَياَرِة اْلُقُبوِر َفُز وُروَها‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا صَّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َقاَل‬
‫ َو اَل َتْش َر ُبوا ُم ْس ِك ًرا‬،‫ َفاْش َر ُبوا في األسقية ُك لَها‬،‫ َو َنَهْيُتُك ْم َعن الَّنبيد إال في سقاء‬، ‫»َثاَل ٍث َفَأْمِس ُك وا َم ا َبَدا َلُك ْم‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan
Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Muhammad bin al Musanna sedangkan
lafaznya milik Abu Bakar dan Ibn Numair-mereka berkata, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Fudail dari Abu Sinan-la adalah Dirar bin Murrah dari
Muharib bin Disar dari Ibn Buraidah dari bapaknya ia berkata Rasulullah saw.
bersabda: "Dulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang
berziarahlah. Dulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging hewan kurban
lebih dari tiga hari, maka sekarang simpanlah selama jelas bagimu manfaatnya.
Dulu aku melarang kalian tentang nabiz selain di tempat minum, maka sekarang
minumlah dengan menggunakan segala jenis tempat minum dan jangan meminum
minuman yang memabukkan."

15
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis, h. 114.
5
Berdasarkan redaksi hadis yang digunakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis
di atas dapat dipahami bahwa sebelum menyatakan sabdanya tersebut, beliau pernah
melarang perbuatan tersebut. 16

Ziarah kubur pada awal Islam dilarang karena pemeluk Islam masih lemah,
masih berbaur dengan amalan jahiliyah yang dikhawatirkan dapat menyebabkan
perbuatan syirik. Namun, setelah Islam kuat dan umat Islam sudah dapat
membedakan mana perbuatan yang mengarah kepada syirik mana yang mengarah
untuk beribadah kepada Allah, maka justru ziarah kubur diperintahkan karena dapat
mengingatkan pelakunya tentang hari kematian dan hari akhirat.17

Jika mencermati konteks yang melatarbelakangi wurudnya hadis di atas maka


dapat dinyatakan bahwa perintah dan larangan ziarah kubur tetap berlaku bila
dikhawatirkan pelakunya dapat berbuat kemusyrikan jika melakukan ziarah kubur.18

c. Interpretasi Intertekstual

Interpretasi intertekstual adalah pemahaman terhadap matan hadis dengan


memperhatikan sistematika matan hadis bersangkutan atau hadis lain yang semakna
atau ayat ayat al Qur'an yang terkait.19 Ambo Asse menamai teknik interpretasi ini
dengan interpretasi antarteks.20 Teknik interpretasi ini disebut juga teknik munasabah.

Dasar penggunaan teknik ini adalah penegasan bahwa hadis Nabi adalah
perilaku terhadap Nabi yang merupakan satu kesatuan dengan hadis lain atau ayat
ayat al Qur'an. Bukankah hadis Nabi berfungsi sebagai bayan terhadap ayat ayat al
Qur'an.21 Allah swt berfirman dalam QS al Nahl/16: 44 yang berbunyi,

.... ‫َو َأْنَز ْلَنا ِإَلْيَك الِّذْك َر ِلُتَبِّيَن ِللَّناِس َم ا ُنِّز َل ِإَلْيِه ْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُروَن‬

Artinya... Dan Kami turunkan kepadamu al Qur'an agar kamu menerangkan


kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.22

Ayat ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw. diberi tugas sebagai orang yang
memiliki kewenangan untuk menjelaskan ayat ayat al- qur'an. penjelasan Beliau
16
Arifuddin Ahmed, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis, h. 160.
17
Ibid, h. 161.
18
Ibid, h. 161.
19
Ibid, h. 85.
20
Ambo Asse, Studi Hadis Maudhu'i (Suatu Kajian Metodologi Holistik), h. 138.
21
Arifuddin Ahmad, op.cit, h. 85.
22
Kementrian Agama RI., Mushaf al-Qur'an dan Terjemah, h. 272.
5
itulah yang kemudian disebut sebagai hadis Nabi. Dengan demikian, pemahaman
terhadap hadis seharusnya tidak memisahkan atau mengabaikan petunjuk al Qur'an
yang terkait dengannya. 23

Di samping itu, Nabi sebagai utusan Allah menyampaikan hadis secara


bertahap sehingga memungkinkan suatu hadis dengan hadis yang lain dalam satu
tema, berbeda dan tampak bertentangan. Dengan memahami hadis dengan interteks
atau antarteks, diharapkan syarahan hadis dapat mengungkapkan kandungan yang
lebih komprehensip dan sesuai dengan misi kerasulan beliau.24

Hal yang perlu diperhatikan dalam teknik interpretasi ini adalah hubungan
antara teks teks hadis yang lain, baik yang berada dalam satu makna atau tema yang
sama dengan melihat keragaman lafalnya Dan yang perlu diperhatikan adalah
hubungan antara teks teks hadis yang dikaji dengan ayat ayat al Qur'an sebagai
sumber ajaran dan sumber hukum Islam, terutama yang berkaitan dengan hubungan
fungsional antara hadis dengan al Qur'an.25

Contoh pengaplikasian interpretasi interteks atau antarteks ini adalah bayan


taqrir di mana hadis berfungsi memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al
Qur'an.

، ‫ َع ِن اْبِن ُع َم َر‬، ‫ َع ْن ِع ْك ِر َم ة بن َخ اِلٍد‬، ‫ َأْخ َبَر َنا َح نظلة بن أبي ُس ْفَياَن‬: ‫ َقاَل‬،‫َح َّد َثَنا ُع َبْيُد ِهَّللا ْبُن ُم وَس ى‬
‫ شهادة أن ال إله إال َهَّللا َو َأَّن‬:‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا صَّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلم " ُبِني اإلسالُم َعلى َخ ْم ٍس‬:‫َرِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا قال‬
‫ُمَحَّم ًدا َر ُسوُل ِهَّللا‬

‫ وصوم رمضان‬،‫ والحج‬،‫ وإيتاء الزكاة‬،‫وإقام الصالة‬26

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Musa, dia berkata
telah. mengabarkan kepada kami Hanzalah bin Abu Sufyan dari Ikrimah bin Khalid
dari Ibn "Umar berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Islam dibangun atas lima
pondasi, yaitu persaksian tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa
Ramadan".
Dengan demikian, jika memperhatikan keserasian makna di dalam hadis,
maka dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan adalah umumnya calon penghuni
surga adalah al fuqara dalam pengertian mereka yang menggantungkan hidupnya

23
Arifuddin Ahmad, op.cit, h. 85
24
30 Ibid, h. 86.
25
Ambo Asse, Studi Hadis Maudhu'i (Suatu Kajian Metodologi Holistik), h. 138.
26
Al-Bukhari, al-Jami al-Sahih, Juz 1, h. 11.
5
kepada Allah swt. dan umumnya calon penghuni neraka adalah al nisa dalam
pengertian mereka yang menggantungkan hidupnya pada syahwat seksualnya.27

Selain tekhnik interpretasi teksual, interpretasi kontekstual dan interpretasi


intertekstual, Ali Mustafa Yaqub menambahkan metode memahami hadis Nabi salah
satu metodenya tidak terlepas dari metode al Tafsir al Maudhu'i (Tafsir Tematik) pada
ilmu tafsir dalam memahami ayat ayat al-Qur'an. Dalam memahami hadis, perlu
menyeleksi terlebih dahulu hadis hadis sahih dan da'if lalu menggunakan langkah
langkah sebagai berikut:

1) Mengumpulkan semua riwayat dalam tema yang sama.


2) Mengkritisi riwayat riwayat tersebut, dengan menyeleksi yang mana sahih dan
da'if.
3) Mengambil riwayat yang sahih lalu meninggalkan yang tidak sahih, mengambil
hadis yang ma'mul (berlaku) dan meninggalkan hadis yang tidak berlaku,
misalnya hadis yang telah di nasakh.
4) Mengambbil teks hadis yang maknanya jelas, lalu menyeleksi dari teks teks yang
petunjuk maknanya tidak jelas
5) Menafsirkan teks teks hadis yang tidak jelas petunjuk maknanya dengan teks teks
hadis yang jelas maknanya, berdasarkan kaidah "lafas yang jelas dapat
menafsirkan afas yang tidak jelas28

C. Metode yang dilakukan Para Ahli


1. Imam Bukhari
Imam Bukhari, atau nama lengkapnya Muhammad bin Ismail al-Bukhari, dikenal
sebagai salah satu dari para ahli hadis yang paling terkenal dalam sejarah Islam.
Metode yang digunakan oleh Imam Bukhari dalam memahami studi hadis sangatlah
komprehensif dan cermat, sehingga karyanya, "Sahih al-Bukhari," dianggap sebagai
salah satu kitab hadis paling otentik setelah Al-Qur'an. Berikut adalah gambaran
lengkap mengenai metode yang digunakan oleh Imam Bukhari:

27
A rifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma'ani al-Hadis, h. 88.
28
Ali Mustafa Yanuh Cara Benar Memahami Hadis h 135-136
5
a. Sumber-sumber Utama: Imam Bukhari melakukan penelitian yang cermat terhadap
sumber-sumber hadis, seperti riwayat para perawi dan sanad (rantai perawi). la
memastikan bahwa setiap hadis yang disertakan dalam karyanya memiliki sanad
yang sahih dan dapat dipercaya secara ilmiah.
b. Kriteria Pemilihan Hadis: Imam Bukhari menggunakan kriteria yang ketat dalam
memilih hadis-hadis yang akan dimasukkan ke dalam kitabnya. Salah satu kriteria
utamanya adalah kesahihan sanad (isnad) dan kesesuaian matan (teks) dengan Al-
Qur'an dan hadis-hadis yang sudah terbukti keabsahannya.
c. Pelacakan Sanad: Imam Bukhari secara teliti melacak rantai perawi hadis hingga
ke sumber aslinya. la memeriksa keandalan setiap perawi hadis dengan
mempelajari riwayat hidup, karakter, dan kejujuran mereka.
d. Memeriksa Kesesuaian Dengan Al-Qur'an: Imam Bukhari memastikan bahwa
setiap hadis yang dia sertakan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, yang
merupakan sumber utama ajaran Islam. Jika ada hadis yang tidak sesuai, Imam
Bukhari menolaknya.
e. Memeriksa Konsistensi: Imam Bukhari memeriksa konsistensi setiap hadis dengan
ajaran Islam secara keseluruhan serta dengan hadis-hadis lain yang telah dipastikan
keabsahannya.
f. Memeriksa Kehandalan Perawi: Imam Bukhari sangat memperhatikan kejujuran,
keadilan, dan integritas moral setiap perawi hadis. la hanya menerima hadis dari
perawi yang dianggapnya dapat dipercaya secara moral dan intelektual.29
g. Menghindari Hadis yang Dha'if: Imam Bukhari secara khusus menghindari hadis-
hadis yang dianggap lemah (dha'if) atau memiliki cacat dalam sanad atau
matannya.

29
Ibn Hajar al-Asqalani, "Fath al-Bari," sebuah komentar terkenal atas "Sahih al-Bukhari".
5
2. Imam Muslim
Imam Muslim, atau Muslim bin al-Hajjaj al-Qushayri al-Naysaburi, adalah
seorang ulama hadis yang terkenal karena karyanya yang monumental, "Sahih
Muslim". Dalam memahami studi hadis, Imam Muslim mengikuti metode yang
cermat dan teliti. Berikut adalah gambaran lengkap tentang metode yang digunakan
oleh Imam Muslim:

Metode Imam Muslim dalam Memahami Studi Hadis:

a. Sumber-sumber Utama: Imam Muslim melakukan penelitian yang teliti terhadap


sumber-sumber hadis, termasuk sanad (rantai perawi) dan matan (teks hadis). la
mengumpulkan hadis-hadis dari perawi-perawi yang terpercaya dan teks hadis
yang sahih.
b. Kriteria Pemilihan Hadis: Imam Muslim menggunakan kriteria yang ketat dalam
memilih hadis-hadis yang akan dimasukkan ke dalam "Sahih Muslim". Kriteria
tersebut meliputi kesahihan sanad dan matan hadis, serta kesesuaian dengan
prinsip- prinsip Islam yang telah mapan.
c. Pelacakan Sanad: Imam Muslim secara cermat melacak rantai perawi hadis
hingga ke sumber aslinya. la memeriksa keandalan setiap perawi hadis dengan
memeriksa riwayat hidup, karakter, dan kejujuran mereka.
d. Kesesuaian dengan Al-Qur'an: Imam Muslim memastikan bahwa setiap hadis
yang dimuat dalam "Sahih Muslim" tidak bertentangan dengan Al- Qur'an, yang
merupakan sumber utama ajaran Islam. Jika ada hadis yang bertentangan, Imam
Muslim menolaknya.
e. Konsistensi: Imam Muslim memeriksa konsistensi setiap hadis dengan ajaran
Islam secara keseluruhan serta dengan hadis-hadis lain yang telah dipastikan
keabsahannya. Ia memastikan bahwa hadis-hadis yang dipilihnya tidak saling
bertentangan.
f. Kehandalan Perawi: Imam Muslim sangat memperhatikan kejujuran, keadilan,
dan integritas moral setiap perawi hadis. la hanya menerima hadis dari perawi
yang dianggapnya dapat dipercaya secara moral dan intelektual.
g. Pemilihan Teks Hadis: Imam Muslim memilih teks hadis yang paling otentik dan
paling sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. la memastikan bahwa teks hadis yang
6
dimasukkannya dalam "Sahih Muslim" memiliki kejelasan dan kejelasan yang
memadai.30
3. Imam Abu Dawd

Sebagai salah satu dari enam imam besar dalam studi hadis, Imam Abu Dawud
(nama lengkap: Abu Dawud Sulayman bin al-Ash'ath al-Azdi as-Sijistani) dikenal
karena karyanya yang terkenal, "Sunan Abu Dawud". Dalam karyanya yang
monumental ini, Imam Abu Dawud menerapkan metode yang teliti dan hati- hati
dalam memilih serta memverifikasi hadis-hadis yang termuat di dalamnya. Berikut
adalah penjelasan lengkap mengenai metode yang digunakan oleh Imam Abu Dawud
dalam memahami studi hadis:

a. Penelitian Sanad (Rantai Perawi): Imam Abu Dawud melakukan penelitian


menyeluruh terhadap sanad (rantai perawi) dari setiap hadis yang dia sertakan
dalam "Sunan Abu Dawud". la mengidentifikasi setiap perawi hadis dan
memverifikasi keandalan serta kredibilitas mereka.
b. Kriteria Pemilihan Hadis: Imam Abu Dawud menggunakan kriteria yang ketat
dalam memilih hadis-hadis yang akan dimasukkan ke dalam karyanya. Kriteria
tersebut mencakup kesahihan sanad dan matan hadis, kesesuaian dengan prinsip-
prinsip Islam, serta relevansi dengan topik yang dibahas.
c. Kesesuaian dengan Al-Qur'an dan Sunnah: Imam Abu Dawud memastikan bahwa
setiap hadis yang disertakan dalam "Sunan Abu Dawud" tidak bertentangan
dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. la menolak hadis-hadis yang
menimbulkan keraguan atau pertentangan dengan ajaran Islam yang sudah mapan.
d. Verifikasi Kembali Hadis: Imam Abu Dawud tidak hanya mengandalkan laporan
perawi secara mentah-mentah, tetapi juga melakukan verifikasi ulang terhadap
setiap hadis. la mencari versi hadis yang paling otentik dan dapat dipercaya, serta
memastikan konsistensi antara berbagai riwayat hadis
e. Kehati-hatian dalam Memilih Teks Hadis: Imam Abu Dawud memilih teks hadis
dengan cermat, memastikan bahwa teks yang disertakan dalam "Sunan Abu
Dawud" jelas, lengkap, dan tidak terdistorsi. la menjaga agar teks hadis tetap
sesuai dengan makna aslinya tanpa penambahan atau pengurangan yang tidak
diperlukan.

30
Imam Muslim, "Sahih Muslim," karya utama yang mengandung koleksi hadis yang dipilih dengan teliti.
6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan
maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentua-ketentuan Allah
yang disyariatkan kepada manusia.
2. Ilmu mustholah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanand dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
3. Metode pemahaman hadis adalah cara yang ditempuh seseorang untuk memahami atau
menafsirkan hadis Nabi saw.
4. Interpretasi tekstual adalah metode pemahaman hadis nabi yang berdasarkan teks
semata
5. Interpretasi kontekstual adalah metode memahami hadis berdasarkan latar belakang
munculnya hadis (asbab al wurud) yang dikaitkan dengan masa kekinian.
6. interpretasi intertekstual atau antarteks adalah metode memahami hadis dengan
sistematika matan hadis bersangkutan atau hadis lain yang semakna atau ayat ayat al-
Qur'an yang terkait.
B. Saran
Demikianlah materi tentang Metodologi Studi hadist dan musthalah hadist.
Bagi pembaca agar dapat menjadikan makalah ini tidak hanya di baca saja dan
alangkah baiknya dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan studi al-qur’an
dan tafsir .

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Muhammad bin Isma'il Abu Abdillah. al Jami al Sahih. Juz 4. Cet. I; t.tt: Dar Tuq al
Najjah, 1422 H.

Al-Naisaburi, Muslim bin al Hajjaj Abu al Hasan al Qusyiri, Sahih Muslim Juz 2

Beirut: Dar Ihya' al Turas al 'Arabi, t.th.

Al-Salih, Subhi. 'Ulumal Hadis wa Mustalah. Beirut: Dar al Ilm al Malayin, 1977.

Al-Zuhaili, Wahbah. Al Qur'an al Karim wa Bunyatuhu al Tasyri 'iyyah wa khasa 'isuhu al


Khadariyyah. Beirut: Dar al Fikr, 1993.

Asse, Ambo. Studi Hadis Maudhu'i (Suatu Kajian Metodologi Holistik). Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press, 2013.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma'ani al Hadits tentang
Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Kementrian Agama RI. Mushaf al Qur'an dan Terjemah. Bandung: Insan Kamil, 2009.

Mustafa Yaqub, Ali, Cara Benar Memahami Hadis, Pejaten Barat Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016.

Anda mungkin juga menyukai