Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGANTAR LOGIKA "DEFINISI"

Dosen pengampu: Zulkifli Reza Fahmi,MS.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

Raihan Hanifan Kabbani _ 221310014

Uswatun Hasanah _ 221310013

Istiqomah _221310020

AFI 2 A

JURUSAN AQIQAH FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN TAHUN


2023

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwr.wb
Puja dan pujisyukur kamipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah,dan inayah-Nyakepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah
yang berjudul“DEFINISI ”ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar logika Makalah ini berisi
kantentangan hal yang berkaitan dengan penjelasan "DEFINISI " Kami menyadari
bahwamakalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna,oleh karena itu kritik
dan saran sangat saya harapkan dari semua pihak yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telahmembantu kami dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala
usaha kita,amin.
Wassalamualaikum wr.wb.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………….

BAB I ................................................................................................................

1. Latar belakang ..........................................................................................

2. Rumusan Masalah .....................................................................................

3.Tujuan penulisan .........................................................................................

4. Manfaat penulisan.......................................................................................

BAB II...............................................................................................................

1. Pengertian Definisi ...................................................................................

2. Macam -macam definisi.............................................................................

BAB III ....................................................................................................................

1. Kesimpulan................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

BAB II

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Sebagai ilmu pengetahuan, logika disebut juga dengan logica scientia atau ilmu logika
yang mempelajari pengetahuan, pemahaman, dan kecakapan dalam berpikir secara
tepat, lurus, benar, dan teratur. Kata logis yang sering dipergunakan juga bisa diartikan
sebagai hal yang masuk akal. Dalam buku pengantar logika dasar disebutkan, istilah
logos terkadang mengacu kepada mitos, yaitu hal yang tersembunyi atau hal-hal yang
tidak diketahui.
Melakukan penalaran yang benar atau seseorang disebut dengan karakter
berpikir nalar terlihat dari pemikirannya yang logis dan analitis. Logika digunakan
sebagai metode atau teknik untuk meneliti ketepatan penalaran. Logika mengarah
pada hal yang masuk akal dari cara berfikir, cara hidup, maupun cara bersikap.
Dilihat secara etimologis, kata logika berasal dari Bahasa Yunani yaitu logike
sebagai kata sifat dan logos sebagai kata benda yang berarti pertimbangan akal
pemikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan menggunakan bahasa. Secara
sederhana, perkataan merupakan buah dari pemikiran manusia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang di sebut Definisi?
2. Apa macam - macam Definisi
1.3. Tujuan penulisan
1. Mengetahui & memahami Definisi
2. Mengetahui apa saja macam-macam Definisi
1.4. Manfaat Penulisan
1. Sumber informasi bagi pembaca
2.Menambah wawasan untuk penulis & pembaca

BAB III
PEMBAHASAN

1. MU’ARRIF (DEFINISI) DAN PEMBAGIANNYA


Mu’arrif adalah sesuatu yang dengan mengetahuinya, menjadi sebab mengetahui
perkara yang didefinisikan (mu’arrif). Mu’arrif juga dikenal dengan sebutan ta’rif dan
qaul syarih.
Contoh :
(Manusia adalah hewan yang berfikir)
Ungkapan “hewan yang berfikir” disebut mu’arrif atau ta’rif, karena dengan
mengetahui hal ini, menjadi sebab kita memahami manusia.
Mu’arrif (definisi) diklasifisikan menjadi 3 macam :
a. Had (definisi esensial)
b. Rasm (definisi eksidental)
c. Lafdzi (definisi nominalis)
A. Had (definisi esensial)
Had secara etimologi artinya mencagah. Karena ta’rif model had ini mencegah
masuknya selain perkara yang di ta’rif.
Ta’rif had ada dua macam :
1. Had tam (sempurna), adalah mendefinisikan sesuatu dengan menggunakan jenis
qarib dan fashl qarib. Dalam hal ini disyaratkan jenis qarib didahulukan dari fashl qarib.
Karena apabila jenis qarib diakhirkan dari fashl qarib, maka tergolong had naqish (tidak
diakhirkan dari fashl qarib, maka tergolong had naqish (tidak sempurna).
Contoh :(Manusia adalah hewan yang berfikir)

2. Had naqish (tidak sempurna), adalah mendefinisikan sesuatu dengan menggunakan


fashl qarib saja, atau fashl qarib Bersama dengan jenis ba’id. Disebut dengan naqis,
karena ada Sebagian perkara yang keluar dari had, dimana hal ini dianggap merupakan
salah satu cacat dalam sebuah had.
Contoh penggunaan fashl qarib saja :
(Manusia adalah sesuatu yang berfikir)
Contoh penggunaan fashl qarib Bersama dengan jenis ba’id :
(Manusia adalah materi yang berfikir)
Dua ta’rif tersebut secara substansi bersifat umum, karena mencangkup dzat malaikat,
namun dalam hal ini malaikat bukanlah golongan manusia. Sehingga ta’rif diatas tidak
mampu mencegah keluarnya dzat malaikat.
Termasuk had naqish adalah definisi menggunakan fashl ba’id Bersama fashl qarib.
Contoh : (Manusia adalah materi yang berfikir)

B . Rasm (definisi aksidental)


Rasm secara etimologi memiliki arti bekas atau pengaruh (atsar ). Karena dalam
ta'rif model rasm, terdapat khash yang merupakan pengaruh dan petuajuk hakikat.
Ta'rif rasm ada d:ua macam :
1. Rasm tam (sempurna)
Adalah mendefinisikan sesuatu menggunakan jenis qarib dan khash
yang bersifat umum (syamilah) dan melekat (lazimah). Dalam hal
ini disyaratkan jenis qarib didahulukan dari khash . Karena apabila
jenis qarib diakhirkan dari khash , maka tergolong rasm naqish (tidak
sempurna)
Contoh :( manusia adalah hewan yang bisa tertawa)

2. Rasm naqis (tidak sempurna)


Adalah mendefinisikan sesuatu menggunakan khash saja atau
Khash bersama dengan jenis ba'id.
Conioh penggunaan khash saja :
(Marusia adalah sesuatu yang bertakwa) .
Contoh penggunaan khash bersama jenis ba'id:
( Manusia adalah materi yang bisa tertawa)

C. Lafdzi (definisi nominalis)


Ta'rif lafdzi adalah mendefinisikan sebuah lafadz menggunakan lafadz lain yang
semakna dan menurut pendengar (Sami ) dianggap lebih dikenal (masrihur).
Contoh :
1.( gandum adalah gandum). Diucapkan dalam konteks,pendengar lebih mengenal
kata :
2 . Griya adalah rumah
3. Bahtera adalah lautan. Dlsb

Catatan: ta'rif f yang hanya menggunakan


Fashl atau khash tanpa disertai laladz lain , adalah menurut pendapat ulama yang
memperbolehkan pendefinisian sesuatu menggunakan lafadz mufrad (kata tunggal).
Versi lain, sebagaimana Imam Az-Zarkasyi, mengatakan bahwa mendefinisikan sesuatu
dengan lafadz mufrad menurut Ashah tidak diperbolehkan.

Skema Mu'arif :

SYARAT-SYARAT TA'RIF
Suatu ta'rif definisi bisa dinilai benar dan diterima apabila memenuhi bebera
persyaratan sebagai beriku!
1,. Ta'rif harus muttharid mun'akis
Artinya, setiap kali mu'arif (definisi) di temukan maka mu'arraf (perkara yang
didefinisikan) juga ditemukan, sehingga mampu menolak masuknya individu lain di luar
cakupan individu-individu perkara yang di ta'rif-i (didefinisikan). Hai ini disebut dengan
mani' (protektif). Dan sebaliknya. setiap kali mu'arraf (perkara yang didefinisikan)
ditemukan maka mu'arif (definisi ) juga ditemukan ,sehingga mampu mengakomodir
satuan individu-individu yang masuk dalam cakupan ta'rif-nya. Hal ini disebut dengan
jami' (universal).
Dengan kata lain suatu ta'rif tidak bersifat lebih umum atau lebih khusu dibandingkan
sesuatu yang di ta'rif-i
Contoh ta'rif yang lebih umum:
( Manusia adalah hewan peng-indra)
Ta'rif ini tidak memenuhi syarat, karena tidak mampu menolak masuknya individu
hewan peng-indra selain manusia, seperti kuda, onta dan lain sebagainya.
Contoh ta’rif yang lebih khusus :
( Manusia adalah hewan yang dapat menulis )
Contoh lain:
Gula adalah benda yang rasanya manis hasil pengolahan tebu. Ta’rif ini tidak memenuhi
syaarat, karena tidak mampu mengakomodir gula kelapa, gula aren dan gula lainnya
yang tidak terbuat dari tebu.

2 . Ta'rif harus dhahir (jelas) tidak boleh akhfa (lebih samar)


Artinya , ta'rif harus mudah difahami oleh pendengar (dhahir) dan bukan sesuatu yang
maksudnya lebih samar dibandingkan perkara yang di-ta'rif-i
Contoh :
(api adalah materi yang menyerupai ruh)
Ta'rif ini tidak memenuhi syarat karena ruh dinilai lebih samar dibandingkan api, karena
ruh banyak diperdebatkan. Sehingga yang terjadi, ta'rif bukan memberikan penjelasan,
namun justru menambah ketidakjelasan bagi pendengar.

3. Ta'rif tidak boleh musawi (setingkat kesamarannya).


Artinya ta'rif tidak boleh menggunakan sesuatu yang tingkat kesamarannya sama
dengan perkara yang di ta'rif-i
Contoh :
( Benda bergerak adalah benda yang tidak diam)
Ta'rif tidak memenuhi syarat dan tidak bisa diterima karena tidak adanya
pemahaman tambahan melebihi dari sesuatu yang dita'rif-i.

4. Ta'rif tidak boleh berbentuk majaz


Artinya, ta'rif tidak diperbolehkan menggunakan lafadz berbentuk majaz ,tanpa disertai
qarinah (bukti-indikator) yang memalingkan dari makna asal (tidak menghendak makna
asal).
Contoh : ( orang bodoh adalah keledai).
Ta'rif ini tidak dibenarkan, karena pembuatan majaz tanpa disertai qainah. Sebaliknya,
apabila menyertakan qarinah di dalamnya, maka bisa dibenarkan.
Contoh: (orang bodoh adalah keledai yang menulis)
5. Ta'rif (definisi) tidak boleh terkait dengan sesuatu yang dapat Di ketahui melalui
perantara perkara yang didefinisikan (mu'aruf ) Artinya, dalam ta'rf tidak boleh masuk
sebuah perkara yang hanya dapat diketahui dengan perantaran mu'arraf. Baik melalui
satu tahap atau beberapa tahap. Hal ini tidak dibenarkan karena akan menyebabkan
daur (siklus tak berujung) yang tidak bisa diterima akal.
Contoh melalui sah: tahap : matahari adalah bintang siang)
Ta'rif ini tidak dibenarkan, kerena dalam ta'rif terdapat kata "siang" dimana untuk
mengetahui makna "siang" membutuhkan kata matahari' yang statusnya dalam contoh
di alas adalah mu'araf (didefinisikan). Dengan bukti kata'matahari' tercartum dalam
definisi'siang', yakni;
( siang adalah waktu antara terbit dan tenggelamnya matahari)
Contoh melalui beberapa tahap :
• Dua adalah bilangan pertama yang bisa dibagi dua sama rata) .
• Dua hal yang sama rata adalah dua perkara yang salah satunya tidak
lebih banyak dari yang lain).
• Dua perkara adalah dua)

6. Ta'rif tidak boleh menggunakan lafadz musytarak (persekutuan)


Artinya, ta'rif tidak boleh menggunakan kata yang memiliki makna lebih dari satu,
kecuali disertai qarinah ( bukti -indikator) yang menielaskan makna yang dikehendaki.
Contoh: (Matahari adalah "ain ") .
Kata' ain' memiliki banyak arti, seperti mata, sumber air, matahari, dan emas. Hal ini
tidak diperbolehkan, kecuali dibarengi dengan qarinah yang mengarahkan pada salah
satu makna di antara beberapa makna tersebut.
Contoh qarinrh adalah sebagaimna ketika ucapan di atas dibarengi dengar isyarat
menunjuk ke arah matahari.

7. Ta'rif berbentuk rasm tidak boleh menyertakan suatu hukum


Artinya dalam rangkaian ta'rif berbentuk rasm tidak diperbolehkan mencantumkan
hukum. Karena penghukuman atas sebuah perkata merupakan bagian (cabangan) dari
pen-tnslawur-an perkara tersebut.
contoh : ( fa'il adalah isim ymg di baca rafa)
Hal ini tidak di perbolehkan manakala hukum dijadikan salah satu juz penyusun rasm .
Namun apabila hukum diletakkan di luar rasm, maka diperbolehkan. Contoh : ( Tarkib
hal adalah sifat tidak pokok dan terbaca nashab , yang menjelaskan keadaan shahibul
hal ). Dalam contoh ini, Imam lbnu Malik meletakkan hukum berupa kata-kata 'terbaca
nashab' di luar rasm. Karena definisi hal menurut beliau adalah 'sifat tidak pokok yang
menjelaskan keadaan shahibul hal', dan kata-kat a' terbaca nashab asal mulanya
bertempat di akhir.

8. Tidak boleh memasukkan lafadz; (atau) dalam ta'rif had , dan boleh
dalam ta'rif rasm.
Artinya memasukkan laladz ;1 yang memiliki makna taqsim (membagi) dan tahyir
(membuat pilihan) ke dalam bagian dari ta'rif Had tidak diperbolehkan. Namun hal ini
diperbolehkan dalam ta'rif rasm ,
Contoh dalam ta'rif had :
•( manusia adalah hewan berakal atau berpikir) .
• manusia adalah hewan yang bisa tertawa atau menangis)
Sedangkan ;AU yang memiliki makna syak (ragu-ragu) dan ibham( menyamarkan)
secara mutlak tidak di perbolehkan masuk pada ta'rif maupun rasm.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mu’arrif adalah sesuatu yang dengan mengetahuinya, menjadi sebab mengetahui
perkara yang didefinisikan (mu’arrif). Mu’arrif juga dikenal dengan sebutan ta’rif dan
qaul syarih.
Macam-macam Mu’arif :
1. Had
Had secara etimologi artinya mencagah. Karena ta’rif model had ini mencegah
masuknya selain perkara yang di ta’rif.
2. Rasm
Rasm secara etimologi memiliki arti bekas atau pengaruh (atsar ). Karena dalam ta'rif
model rasm, terdapat khash yang merupakan pengaruh dan petuajuk hakikat.
3. Lafdzi
Ta'rif lafdzi adalah mendefinisikan sebuah lafadz menggunakan lafadz lain yang
semakna dan menurut pendengar (Sami ) dianggap lebih
dikenal (masrihur).
DAFTAR ISI
Mahrus, K.A. (2012). Sulsam Al-Munawaraq. Kajian dan pembelajaran Iu lmu Mantiq.
Kediri:Santri salaf press

Anda mungkin juga menyukai