Anda di halaman 1dari 3

01.01.2-T2-4.

Ruang Kolaborasi - Nilai Luhur


Sosial Budaya sebagai Tuntunan
Nama Anggota Kelompok:

1. Alfianti Fitria Fahmawati (2398015071)


2. Inayati Rahmi (2398015050)
3. Indana Zulfa (2398015096)
4. Intan Qori'ah Aprilia (2398015024)
5. Mantaaba Zukhruf Nabilunnuha (2398015119)
6. Tiar Mentari Sianturi (2398015020)
7. Tri Dwan Istiqomah (2398015068)

Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang sejalan dengan
pemikiran KHD?

Beberapa kekuatan konteks sosio-kultural yang sejalan dengan pemikiran KHD dapat mencakup.

a) Budaya Gotong Royong: Nilai gotong royong sangat kuat dalam kehidupan sosial budaya di
banyak daerah di Indonesia. Pemikiran KHD yang menekankan pentingnya pembelajaran
kolektif dan kebersamaan sejalan dengan nilai-nilai gotong royong, di mana peserta didik
diajak untuk bekerja sama dan saling membantu, menciptakan lingkungan belajar yang
harmonis.
b) Pendidikan Karakter: Konsep pendidikan karakter yang diusung oleh KHD melibatkan
pembentukan karakter peserta didik. Nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, dan tanggung
jawab merupakan fondasi yang sejalan dengan nilai-nilai luhur budaya di berbagai daerah,
yang sering kali menekankan pentingnya moral dan etika.
c) Kearifan Lokal: Pemikiran KHD menekankan penghormatan terhadap kearifan lokal dan
tradisi. Di banyak daerah, terdapat nilai-nilai luhur yang turun-temurun dan memiliki
kekayaan budaya tersendiri. Memahami dan menghargai kearifan lokal menjadi bagian
integral dari pendidikan yang berlandaskan pemikiran KHD.

Salah satu bukti nyata kekuatan sosio kultural dapat di lihat dari adanya kesenian rakyat, berikut
kesenian rakyat di beberapa daerah

a) Kesenian rakyat jawa timur

Reog Ponorogo (hewan & dewa), Gandrung (kisah asmara), Remo (kegagahan). Jaranan (kisah
pewayangan), Topeng Malangan (karakter). Ludruk (drama komedi), Karapan Sapi (pacuan sapi).
Keroncong & Gamelan.

b) Kesenian rakyat Jawa Tengah:

Gambyong (anggun), Bedhaya & Serimpi (keraton), Jathilan (kisah pewayangan). Wayang Kulit (kisah
pewayangan).Keroncong, Gamelan, Tari Lengger, Topeng.

c) Kesenian rakyat Medan: Perpaduan budaya Melayu, Batak, Tionghoa, India, & Arab!

Serampang Dua Belas (romantis), Gondang Sembilan (adat Batak), Topeng (karakter), Kejuaraan
(akrobatik).Tari Piring (gemulai),
Musik: Gendang Melayu, Tamborin, Sarunai, Gong.

d) Kesenian rakyat Banjar, Kalsel: Istana & Rakyat berpadu!

Baksa Kambang (anggun), Baksa Panah (gagah), Bakuntau (persaingan), Seru: Mamanda (komedi),
Madihin (pesan & cinta), Bakuntau (silat).

Musik: Panting (bambu), dan Gamelan Banjar (perpaduan Jawa & Melayu).

2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur


kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai
individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah
Anda?

a) Integrasi Materi Pembelajaran: Mengintegrasikan materi pembelajaran dengan kearifan lokal


dan tradisi setempat. Memberikan contoh dan kasus-kasus pembelajaran yang relevan
dengan konteks budaya daerah dapat meningkatkan pemahaman dan keterlibatan peserta
didik.
b) Pendekatan Pembelajaran Aktif: Menerapkan pendekatan pembelajaran yang aktif dan
berbasis pengalaman, di mana peserta didik dapat terlibat langsung dalam kegiatan yang
mencerminkan nilai-nilai budaya setempat. Misalnya, melibatkan mereka dalam proyek-
proyek kelompok seni budaya yang mendukung keberlanjutan kebudayaan lokal.
c) Mengundang Pemangku Kepentingan Lokal Melibatkan tokoh masyarakat, budayawan, atau
pemangku kepentingan lokal sebagai pembicara tamu atau fasilitator dalam kegiatan
pembelajaran, namun jika dirasa memberatkan bisa juga dengan membawa elemen atau
ornamen berupa barang untuk memberikan bentuk nyata praktik di masyarakat semisal
ketika materi tari membawakan pakaian adat yang sesuai dengan tari yang dibawakan. Hal ini
dapat memperkaya pengalaman belajar peserta didik dan memperkuat koneksi antara
pembelajaran di sekolah dengan kehidupan sehari-hari.

3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau
sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat
diterapkan.

Menurut saya, salah satu pemikiran KHD yang sangat relevan untuk diterapkan adalah
prinsip "Tut Wuri Handayani". Prinsip ini menekankan agar guru memberi teladan dan
inspirasi bagi murid-muridnya. "Tut Wuri Handayani" merupakan ajaran Ki Hadjar Dewantara
yang menekankan pada peran guru sebagai panutan yang memberikan bimbingan dan
membimbing siswa. Dalam mengaitkan konsep "Tut Wuri Handayani" dengan kekuatan lokal
sosial budaya di daerah masing-masing, serta dapat mempertimbangkan beberapa hal
berikut:

Penerapan Konsep "Tut Wuri Handayani" dalam Konteks Lokal:


a) Pengembangan Hubungan yang Erat Antara Guru dan Siswa:

Mendorong pengembangan hubungan yang erat antara guru dan siswa. Ini dapat mencakup
pembinaan secara personal, mendengarkan permasalahan siswa, dan memberikan dukungan
bagi perkembangan pribadi dan akademis mereka.
b) Mengintegrasikan Kearifan Lokal dalam Pengajaran:

Mengintegrasikan nilai-nilai dan kearifan lokal dalam proses pengajaran. Guru dapat
menggunakan contoh-contoh dan studi kasus yang relevan dengan kehidupan sehari-hari
siswa, membangun koneksi antara pembelajaran di kelas dengan realitas lokal.

c) Mengajarkan Etika dan Moral Lokal:

Menekankan pada pengajaran etika dan moral yang sesuai dengan nilai-nilai lokal. Hal ini
bisa mencakup pengembangan karakter, integritas, dan rasa tanggung jawab yang dihargai
dalam konteks budaya setempat.

d) Penggunaan Metode Pembelajaran aktif:

Menerapkan metode pembelajaran yang menggugah partisipasi siswa. Guru dapat


mengadopsi pendekatan yang melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran,
memberikan mereka kesempatan untuk berbicara, berdiskusi, dan berbagi pandangan
mereka.
e) Mendorong Kreativitas dan Inovasi:

Memberikan ruang untuk kreativitas dan inovasi siswa. Guru dapat memberikan tugas atau
proyek yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan ide-ide mereka sendiri, sejalan dengan nilai-nilai lokal yang mendorong
keberanian dan inovasi.

f) Melibatkan Orang Tua dan Komunitas:

Membangun keterlibatan orang tua dan komunitas dalam pendidikan. Guru dapat
mengadakan pertemuan dengan orang tua untuk berkomunikasi tentang perkembangan
siswa dan mendengarkan masukan dari komunitas dalam perencanaan kegiatan sekolah.

Untuk menerapkan prinsip ini, guru dapat:

a) Memberi contoh sikap dan perilaku yang baik kepada siswa, misalnya datang tepat
waktu, berpakaian rapi, bertutur kata santun, dll.
b) Mengaitkan materi pelajaran dengan nilai-nilai luhur budaya Jawa seperti tepo seliro,
tenggang rasa, dan hormat pada orang tua/guru.
c) Menggunakan metode bercerita untuk menyampaikan nasihat atau pesan moral
kepada siswa.
d) Membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sopan, santun) di kelas dan sekolah.
Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan guru dapat memberikan teladan akhlak dan budi
pekerti luhur bagi peserta didik. Ini akan menebalkan karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai
budaya setempat.

Anda mungkin juga menyukai