Anda di halaman 1dari 37

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Kurikulum

Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan

praktik pendidikan, serta bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan

yang dianutnya. John Dewey (dalam Achasius Kaber,1988:13) berpendapat

bahwa “Kurikulum sesungguhnya tidak lain dari pengalaman anak yang

direkonstruksikan terus menerus menjadi sejumlah pengetahuan atau bidang studi

yang tujuannya tidak lain dari pertumbuhan”. Mohammad Adnan (1994:85), juga

menyatakan bahwa “Kurikulum adalah suatu rancangan program pendidikan yang

berisi serangkaian pengalaman belajar”.

Kurikulum merupakan perencanaan sekaligus program yang harus

dilaksanakan dalam kegiatan satuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kuhl dan Mechanty (dalam Harris, Roger et al, 1995:119) yang mengatakan

bahwa “Kurikulum adalah usaha untuk mengkomunikasikan prisip-prinsip pokok

dan ciri-ciri sebuah program pendidikan dalam sebuah wujud yang dapat

dimengerti, terbuka untuk kritik demi perbaikan dan dapat diterjemahkan secara

efektif untuk dipraktikkan”.

Kurikulum juga dapat dimaknai sebagai suatu dokumen atau rencana

tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik

melalui suatu pengalaman belajar ( http://www.depdiknas.go.id//)

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam

satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis

itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta

didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Aspek lain dari makna kurikulum

adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah

pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan

dalam dokumen tertulis tentang kurikulum. Pengalaman belajar peserta didik

tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan

oleh pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan pendidik/ guru ini

dinamakan Rencana Pembelajaran/ Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini

memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu jika

pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar

yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.

Dari pendapat di atas terdapat beberapa hal yang dapat disarikan mengenai

pengertian kurikulum yaitu: (1) kurikulum merupakan suatu produk, artinya

menunjukkan dokumen hasil perencanaan, pengembangan serta konstruksi dari

bahan yang diajarkan guru dan dipelajari oleh siswa, (2) kurikulum sebagai

program, yaitu meliputi semua peristiwa yang direncanakan untuk mencapai

tujuan pendidikan, (3) kurikulum sebagai kegiatan belajar artinya mementingkan

proses pembelajaran dan bagaimana hasilnya, (4) kurikulum sebagai pengalaman

belajar yaitu merupakan hal yang sungguh-sungguh dilakukan yang melibatkan

semua indera yang dimiliki oleh anak.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui proses

pendidikan. Salah satu proses itu adalah penyempurnaan kurikulum yang

disesuaikan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Dalam kaitannya

dengan pencapaian tujuan maka pendidikan harus diupayakan dapat berjalan

dengan optimal. Seperti diungkapkan di atas bahwa ”Kurikulum pada dasarnya

merupakan sekumpulan pengalaman dalam pembelajaran yang diperoleh

pembelajar di bawah sebuah lingkungan pendidikan dengan tujuan untuk

mencapai sebuah konsekuensi pendidikan”. (Harris,Roger et al, 1995:119).

Konskuensi pendidikan yang dimaksud sebagai pengembangan aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik.

Sejalan dengan pendapat di atas saat ini dikembangkan kurikulum berbasis

kompetensi yang merupakan konsep kurikulum dengan penekanan pada

pengembangan kemampuan melakukan (kompeten) tugas-tugas standar

performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa

penguasaan seperangkat kompetensi tertentu (Mulyasa, 2002:27).

Menurut Nurhadi (2004:16), mengungkapkan bahwa ”Kurikulum Berbasis

Kompetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan

hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,

dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum

sekolah”.

Pengertian kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan,

nilai- nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi

dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikailkna

dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.

Dalam kaitannya dengan standar kompetensi bahan kajian Sastra


Indonesia tingkat sekolah dasar, siswa harus memiliki kompetensi menulis secara
efektif dan efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks serta
berapresiasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan menulis hasil
sastra (Depdiknas,2003:4).

Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi siswa diharapkan dapat mencapai

standar kompetensi yang telah direncanakan melalui indikator-indikator yang

dirumuskan oleh guru. Perumusan indikator ini harus mengacu pada tiga kawasan

pendidikan yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Salah satu conoh

rumusan indikator adalah menulis puisi anak dengan tema tertentu. Indikator ini

dapat dibuat dari yang mudah sukar, sehingga siswa mempunyai kompetensi

seperti yang telah direncanakan. Muatan yang terdapat dalam Kurikulum Berbasis

Kompetensi adalah standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan

indikator.

Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan,

keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam

mempelajari suatu mata pelajaran, cakupan standar kompetensi, standar isi

(content standard) dan standar penampilan (performance standart)

(http://www.depdiknas.go.id).

Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah

pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat

diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

atau materi pembelajaran, yaitu materi pokok suatu bahan kajian yang dapat

berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilan, serta konteks keilmuan suatu mata

pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-

kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk

menilai ketuntasan belajar (http://www.puskur.go.id).

Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya

adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem

penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan

program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan,

bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. Jenis tagihan adalah berbagai tagihan,

seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk

instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk

pilihan ganda atau soal uraian.

Sedangkan orientasi Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah (1) hasil dan

dampak yang diharapkan muncul pada diri siswa melalui serangkaian pengalaman

belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai

dengan kebutuhannya (Depdiknas, 2002:1).

Adapun ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi adalah :

1. Menekankan pada ketercapaian ketuntasan kompetensi siswa baik secara

individual maupun klasikal.

2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

3. Penggunaan variasi metode dalam pembelajaran.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar yang lain yang

dapat memenuhi syarat edukatif.

5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar serta mengupayakan

ketuntasan kompetensi (Depdiknas, 2002:2-3).

Selain memahami makna dan isi kurikulum, dalam pembelajaran sastra

diperlukan pemahaman terhadap hakikat pembelajaran sastra maupun hakikat

pembelajaran satra itu sendiri. Bagaimana strategi pembelajran sastra agar

berhasil, pemilihan materi serta pedekatan yang sesuai dengan pembelajaran

sastra. Tanpa memahami hakikat pembelajaran sastra niscaya pembelajaran sasra

tidak akan berhasil seperti yang diinginkan.

2. Hakikat Pembelajaran Sastra

a. Pengertian Pembelajaran Sastra

Sebelum guru melaksanakan pembelajaran sastra sangatlah perlu seorang

guru mengetahui serta memahami hakikat pembelajaran sastra. Tanpa mengetahui

seluk beluk pembelajaran sastra niscaya pembelajaran baik mulai dari penyusunan

rencana program pembelajaran sampai pada pelaksanaan serta hasil pembelajaran

tidak akan tercapai seperti yang diharapkan. Pembelajaran sastra pada dasarnya

pembelajaran yang menonjolkan sikap dengan melibatkan emosi para peserta

didik maupun pengajarnya sehingga dalam proses pembelajaran diharapkan dapat

muncul sikap-sikap yang menunjukkan rasa senang, sedih, was- was, bahagia

dan lain sebaginya karena proses pembelajaran dapat berlangsung dengan

melibatkan emosi siswa.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Untuk dapat melibatkan emosi siswa serta guru maka pemahaman

terhadap sastra itu sendiri tidak dapat diabaikan. Karakteristik pembelajaran sastra

berbeda dengan pembelajaran mata pelajaran yang lain. Keterlibatan emosi yang

tinggi yang dapat menimbulkan rasa senang, haru, bahagia, sedih, kecewa dan lain

sebagainya inilah yang memerlukan pelatihan-pelatihan serta pembiasaan-

pembiasaan. Tanpa adanya pembiasaan, misalnya membaca karya sastra, maka

emosi siswa tidak dapat muncul, sehingga keterlibatan antara pembaca karya

sastra dengan karya sastra itu sendiri tidak akan terjadi. Jika hal ini terjadi maka

proses apresiasi sastra jauh dari harapan.

Agar guru memahami hakikat pembelajaran sastra maka dalam penelitian

ini akan ditampilkan tentang: 1) hakikat sastra, 2) perlunya sastra diajarkan di

sekolah dasar, 3) Jenis sastra yang diajarkan di sekolah sekolah dasar, 4) Strategi

pembelajaran sastra di sekolah dasar.

1) Hakikat Karya Sastra

Sastra merupakan karya imajinatif yang merupakan manifestasi dari

kehidupan yang nyata dalam lingkungan tertentu dan merupakan bentuk

pengungkapan dengan bahasa yang artistik (Atar Semi, 1990: 8). Karya sastra

dapat dibedakan menjadi puisi, prosa dan drama. Puisi dapat dibedakan menjadi

puisi lama dan baru. Prosa dapat dibedakan menjadi cerpen, roman, novel,

cerbung dan lain sebagainya .

Masih menurut Atar Semi (1990:8) mengatakan bahwa “Hakikat karya

sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah

manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya”.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Dengan demikian, karya sastra sebagai karya kreatif harus mampu melahirkan

kreasi yang indah. Sastra dapat juga sebagai wadah penampung ide-ide kreatif

sastrawan tentang kehidupan manusia.

Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan

hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan manusia

pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas.

Artinya baik cara pengungkapan maupun bahasa yang dipergunakan untuk

mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau gagasan adalah khas sastra, khas

dalam pengertian lain dari yang lain (Burhan Nurgiantoro,2005:2-3).

Batasan di atas menunjukkan bahwa sastra mempunyai peranan yang

penting bagi kehidupan manusia, terutama kehidupan batin. Segala sesuatu yang

menyangkut kehidupan manusia yang sederhana maupun yang kompleks dapat

diungkapkan lewat karya sastra.

Karya sastra merupakan hasil salah satu cabang kebudayaan, yaitu kesenian.

Seperti hasil kesenian pada umumnya, karya sastra mengandung unsur keindahan

yang menimbulkan rasa senang, bahagia, nikmat, haru, sedih, dan lain sebagainya

sebagai rasa naluri manusia. Karya sastra sebagai cabang dari seni juga dapat

menyegarkan perasaan dan jiwa penikmatnya. Sastra adalah budaya bangsa

dengan media bahasa. Karya sastra dalam segala bentuknya baik itu puisi, prosa,

maupun drama merupakan curahan perasaan, filsafat, ide, serta pandangan

pengarangnya. Sastra mengandung pesan yang disampaikan untuk para

pembacanya melalui isi karya itu.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Karya sastra diciptakan melalui proses daya imajinatif dan kreatifitas yang

tinggi. Karya sastra juga mengemukakan kehidupan manusia lewat bahasa. Karya

sastra sebagai dunia dalam kata adalah dunia imajinasi. Karya sastra tidak

menyajikan fakta konkret tentang kehidupan yang dapat dilacak kebenarannya

karena hakikat karya sastra terletak pada imajinasi, pada fiksi (Wellek-

Warren,1956:14).

Walaupun karya sastra mengungkapkan tentang sisi kehidupan manusia

tetapi tetap pada batas daya imajinasi pengarang. Kejadian yang ada dalam karya

sastra mungkin telah, sedang, ataupun akan terjadi dalam kehidupan yang

sesungguhnya karena daya imajinasi pengarang dalam penciptaan karya sastra tak

terbatas. Pengarang dapat bereksplorasi ke dunia khayal yang sangat luas.

Dengan latar belakang penciptaan yang didasari pada sisi kehidupan

manusia maka karya sastra dapat digunakan sebagai misi kehidupan melalui tema

serta amanat-amanat yang disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya,

sehingga dengan membaca karya sastra dapat mengambil pelajaran tentang

kehidupan manusia. Adapun misi sastra yang pertama adalah sebagai alat untuk

menggerakkan pikiran pembaca kepada kenyataan sehingga dapat mengambil

suatu keputusan terhadap masalah yang dihadapinya. Misi kedua adalah

menempatkan nilai kemanusiaan pada tempat yang sewajarnya dipertahankan dan

disebarluaskan, di tengah-tengah kemajuan sain dan teknologi yang tidak dapat

dielakkan. Jadi sastra diharapkan dapat menjadi penyeimbang dalam kehadiran

sain dan teknologi. Misi ketiga adalah untuk meneruskan tradisi suatu bangsa

kepada masyarakat sezamannya dan kepada masyarakat yang akan datang


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

terutama cara berpikir, kepercayaan, kebiasaan, pengalaman sejarah, rasa

keindahan, bahasa, serta bentuk-bentuk kebudayaan ( Atar Semi,1990:20-21).

Sastra dapat memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan.

Sastra menurut Lukens (2003:9) menawarkan dua hal utama yaitu kesenangan dan

pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberi hiburan,

hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita-cerita yang menarik,

yang penuh fantasi sehingga pembaca dapat bersimpati terhadap karya sastra.

Sastra mengajak pembaca untuk berimajinasi, berfantasi, membawa pembaca

keluar dari alur kehidupan yang penuh daya suspence daya yang menarik hati

pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya, “mempermainkan emosi

pembaca sehingga larut ke dalam alur cerita, dan kesemuanya itu dikemas

dengan bahasa yang tak kalah menarik.

Lukens (2003:4) juga menegaskan bahwa “Tujuan memberikan hiburan,

tujuan menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa

atau pun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra”. Apa pun aspek

kandungan yang ditawarkan di dalam sebuah teks sastra tujuan memberi hiburan

dan menyenangkan pembaca harus tidak dipinggirkan. Hal inilah yang menjadi

daya tarik utama bagi pembaca usia anak-anak maupun dewasa.

Dalam perkembangannya hasil sastra meliputi berbagai macam bentuknya

antara lain: prosa, puisi, dan drama. Sub prosa meliputi dongeng, mythe, sage,

legenda dan hasil karya sastra baru yang lain. Sub-sub ini dalam pengajarannya

ditampilkan secara implisit.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

Sedangkan puisi dapat dibedakan menjadi puisi lama ataupun baru. Puisi

lama meliputi pantun, syair, gurindam, talibun sedangkan puisi baru dapat diawali

dengan soneta dan puisi bebas lainnya. Drama disampaikan melalui percakapan

yang akhirnya berlanjut pada drama pendek .

Pada pembelajaran di tingkat sekolah dasar kesemua bentuk sastra itu

diajarkan walaupun dengan bentuk penyampaian dan materi yang sederhana.

Bentuk-bentuk sastra itu menawarkan model kehidupan manusia yang

diimajinasikan oleh pengarang, dibangun dengan berbagai unsur instrinsiknya,

seperti latar, alur, tema dan lain sebagainya maupun dengan sentuhan unsur

ekstrinsiknya. Dengan memahami unsur instrinsiknya baik itu tema, maupun

pesan yang ada dalam karya sastra itu pembaca seolah dihadapkan pada

kehidupan nyata yang mungkin dapat terjadi pada dirinya ataupun orang lain

sehingga dapat mengambil hikmah atau bahkan mengambil manfaat atas pelajaran

yang secara tidak langsung dapat dipetik.

2) Perlunya Sastra Diajarkan di Sekolah Dasar

Mengapa sastra perlu diajarkan di sekolah dasar. Pertanyaan ini sering

muncul tetapi tidak ada jawaban yang secara pasti dapat dijadikan jawaban atas

pertanyaan itu. Dalam kurikulum berbasis kompetensi Bahasa Indonesia Sekolah

Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah disebutkan tentang beberapa standar kompetensi

yang harus dikuasai oleh siswa. Salah satu standar kompetensi adalah sebagai

berikut:

Mendengarkan
Mampu berdaya tahan dalam berkonsentrasi mendengarkan sampai dengan
tiga puluh menit, dan mampu menyerap gagasan pokok berita, petunjuk,
pengumuman, perintah, bunyi atau suara, bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

penjelasan laporan, ceramah, khotbah, pidato, pembicaraan nara sumber, dialog


serta percakapan yang didengar dengan memberikan respon secara tepat serta
mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra
berupa dongeng, cerita anak- anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak,syair
lagu, pantun dan menonton drama anak ( Depdiknas,2001: 11).

Dari nukilan di atas ternyata pada dasarnya pengajaran sastra telah

tercakup dalam kurikulum tetapi mengapa selama ini anak-anak kurang begitu

suka terhadap sastra? Mereka tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan

isi hatinya atau pengalamannya lewat puisi atau cerita yang lain.

Pada hakikatnya sastrawan-sastrawan itu dengan karya sastranya

bermaksud mengkomunikasikan perwujudan pengalaman keindahan kepada

khalayak. Sambutan terhadap komunikasi itu dalam bentuk kegiatan apresiasi

sastra, merupakan sambutan terhadap maksud sastrawan, yang dilandasi itikad

baik.

Karya sastra merupakan buah kreatifitas sastrawannya. Dengan demikian

siswa melakukan apresiasi berarti melacak jejak kreatifitas pengarang. Kalau

sastrawan melakukan kreatifitas ekspresif, maka siswa selaku apresiator

melakukan kreatifitas reseptif sebagai jenjang ke arah kreatifitas ekspresif.

Apakah perolehan seorang apresiator dari kegiatan apresiasi sastra?

Pertama ia menemukan kebijakan, kebajikan dan keindahan. Kedua ia

menemukan diri dalam kualitas yang meningkat. Ketiga ia menjadi semakin

mampu memahami orang lain atau dengan kata lain ia semakin alturis, dan

keempat komunikasi dirinya dengan kelompok kreatif dalam masyarakat menjadi

terselenggara, terjadi proses pemerataan temuan.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

Stewig (1980:18-20) menegaskan bahwa “Salah satu alasan mengapa anak

diberi buku bacaan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan”. Sastra

mampu memberikan kesenangan dan kenikmatan. Selain itu, bacaan sastra juga

mampu menstimulasi imajinasi anak, mampu membawa ke pemahaman terhadap

diri sendiri dan orang lain itu belum tentu sama dengan kita. Jadi Stewig juga

mengungkapkan peran sastra bagi anak adalah bahwa di samping memberikan

kesenangan juga memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap kehidupan ini.

Sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan. Sastra

juga menawarkan berbagai bentuk motivasi manusia untuk berbuat sesuatu yang

dapat mengundang pembaca untuk mengidentifikasikannya. Apalagi jika pembaca

itu adalah anak-anak yang fantasinya baru berkembang dan dapat menerima

segala macam cerita terlepas dari cerita itu masuk akal atau tidak (Burhan,

2005:4). Selain hal yang disebutkan di atas masih banyak lagi bermacam

kandungan yang ditawarkan dan dapat diperoleh lewat bacaan sastra karena sastra

bukan merupakan tulisan biasa melainkan mengandung keindahan dan daya

fantasi serta kreatifitas dan imajinasi yang tinggi. Kandungan isi yang dapat

memberikan pemahaman tentang kehidupan secara lebih baik itu diungkapkan

dalam bahasa yang menarik. Oleh karena itu Lukens (2003:9) menawarkan

batasan sastra sebagai sebuah kebenaran yang signifikan yang diekspresikan ke

dalam unsur- unsur yang layak dan bahasa yang mengesankan.

3) Jenis Sastra yang Diajarkan di Sekolah Dasar.

Dalam kurikulum baik kurikulum 1994 maupun kurikulum 2004 telah

disebutkan bahwa jenis sastra yang diajarkan di sekolah dasar meliputi prosa,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

puisi, dan drama. Prosa meliputi cerita pengalaman, cerkan, dongeng, legende,

mythos, dan fabel. Sedangkan puisi meliputi pantun, syair, dan puisi sederhana.

Adapun drama diawali dengan percakapan di kelas rendah yang berlanjut dengan

drama pendek di kelas tinggi.

Seperti tercantum dalam salah satu kompetensi dasar yang ada dalam

kurikulum berbasis kompetensi atau kurukulum 2004 sebagai berikut:

1. Mendengarkan dongeng dan menceritakan kembali isi dongeng


2. Mendeklamasikan puisi anak atau syair lagu
3. Memerankan tokoh dongeng
4. Bermain peran yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari
5. Memerankan watak (karakter tertentu)
6. Membaca puisi
7. Mendeklamasikan pantun

Dengan peta standar kompetensi seperti di atas jelaslah bahwa

pembelajaran sastra di sekolah dasar terbagi dalam pembelajaran puisi, prosa dan

drama. Ketentuan untuk pembelajaran puisi, prosa, dan drama itu haruslah

disesuaikan dengan keadaan siswa, usia siswa. Bagaimanapun pemahaman usia

anak dengan orang dewasa terhadap pembelajaran sastra berlainan. Berikut ini

akan diuraikan satu persatu tentang pengertian macam- macam sastra yang

diajarkan di sekolah dasar meliputi puisi, prosa, dan drama.

Puisi merupakan salah satu bentuk kesusasteraan yang menggunakan

pengulangan suara sebagai ciri khasnya (Slamet Mulyana dalam Herman Waluyo,

1987: 23).

Pengulangan kata itu menghasilkan ritme, rima, dan musikalitas. Batasan

di atas hanya berkutat pada masalah struktur fisiknya saja. Batasan yang

berdasarkan struktur fisik saja juga dikemukakan oleh Reeves dengan mengatakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

bahwa ”Puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat”

Sedangkan Coleridge (dalam Herman Waluyo,1987:23). mengatakan bahwa

”Bahasa puisi adalah bahasa pilihan, yakni bahasa yang benar-benar diseleksi

penentuannya secara ketat oleh penyair”. Karena bahasanya harus bahasa pilihan,

maka gagasan yang dicetuskan harus diseleksi dan dipilih yang terbagus pula.

Menurut Herbert Spencer menyatakan bahwa ”Puisi merupakan bentuk

pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek

keindahan” (Clive Sansom,1960:5). Sedangkan Samuel mengatakan bahwa

”Puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang

berpangkal pada emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian”

(Tarigan,1984:5). Selanjutnya Thomas Carlyle menyatakan bahwa ”Puisi

merupakan rekaman dari saat- saat yang paling baik dan paling menyenangkan”

(Blair & Chandler dalam Herman Waluyo,1987:23).

Pengertian puisi di atas masing- masing mewakili tentang bentuk fisik dan

bentuk batin puisi. Marjorie Boulton menyebut kedua unsur pembentuk puisi

dengan bentuk fisik (physical form) dan bentuk mental (mental form) (Majorie

Boulton,1979:17,129). Bentuk fisik dan bentuk mental itu menjadi satu dan

menyatu raga.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah karya sastra

yang mengungkapkan suasana batin, pengalaman hidup, pandangan hidup serta

ideologi pengarang yang tertuang dalam baris- baris dan bait dengan

menggunakan bahasa yang indah dan ditunjang oleh rima dan ritme yang padu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Prosa adalah karangan yang bebas, tidak terikat oleh rima dan ritma. Prosa

berasal dari kata ‘orate provosa’yang berarti uraian langsung, cerita langsung, atau

karya sastra yang menggunakan bahasa terurai. Dikatakan menggunakan bahasa

terurai karena prosa berbeda dengan puisi yang menggunakan bahasa padat, dan

berbeda dengan bahasa drama (menggunakan bahasa dialog)

Kata fiksi berasal dari bahasa latin fictio berarti membentuk, membuat,

atau mengadakan. Dalam bahasa Indonesia, kata fiksi berarti dikhayalkan atau

diimajinasikan. Dalam cerita yang ditampilkan adalah hasil imajinasi dari

pengarang.

Jenis prosa ada dua yaitu prosa fiksi dan prosa non fiksi. Dalam penelitian

ini yang akan dibahas adalah prosa fiksi. Prosa fiksi adalah jenis prosa yang

dihasilkan dari proses imajinasi. Prosa yang dihasilkan dari khayalan dan

imajinasi pengarangnya. Pengarang dapat mengolah imajinasinya untuk

mendapatkan karya yang indah namun dapat memberikan gambaran kehidupan

yang nyata. Karena pada dasarnya sastra adalah gambaran kehidupan hasil

pengolahan imajinasi pengarang (Herman Waluyo,2006:1).

Dengan gaya penceritaan yang indah dan menyentuh pengarang hadir

dengan karyanya yang memunculkan tema-tema serta pesan yang dapat diambil

hikmahnya dari para pembaca atau penikmat sastra.

Prosa fiksi untuk pembelajaran di sekolah dasar masih dibagi lagi menjadi

mithe, legende, fable, maupun dongeng. Pembagian ini didasarkan pada usia anak

serta kemampuan anak untuk memahami karya sastra. Berikut ini akan diuraikan

pengertian dari fabel, mithe, legende,dan dongeng.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

Fabel adalah cerita binatang yang maksudkan sebagai personifikasi

karakter manusia. Binatang-binatang yang dijadikan tokoh dapat berbicara,

bersikap dan berperilaku sebagaimana manusia. Pada umumnya fabel,

penceritaannnya tidak panjang dan benar-benar mengandung ajaran moral, dan

pesan moral itu secara nyata biasanya ditempatkan pada bagian akhir cerita..

Tujuan penyampaian dan atau ajaran moral inilah yang menjadi fokus penceritaan

dan sekaligus yang menyebabkan hadirnya fabel di tengah masyarakat (Burhan

,2005:22).

Mitos adalah cerita masa lampau. Mitos dapat dipahami sebagai cerita

yang berkaitan dengan dewa-dewa atau tentang kehidupan supranatural yang lain,

yang sering mengandung pendewaan manusia atau manusia keturunan dewa

(Fang,1982:13).

Legende ada kemiripan dengan mitos, bahkan sering tumpang tindih

untuk membedakan keduanya. Keduanya sama, jelas merupakan sastra tradisional.

Kedua-duanya selalu menampilkan hal-hal yang berada diluar kemampuan

manusia. Hal yang membedakan antara legende dan mitos adalah bahwa mitos

sering dikaitkan dengan dewa-dewa, kekuatan supranatural di luar kekuatan

manusia. Namun legende walaupun sama-sama menghadirkan tokoh-tokoh yang

hebat, legende tidak mengaitkan tokoh-tokoh itu dengan atau sebagai dewa atau

yang berkekuatan supranatural, melainkan dengan tokoh, peristiwa, atau tempat-

tempat yang mempunyai kebenaran sejarah (Lukens, 2003:27).


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Legende dapat dibedakan menjadi legende tokoh seperti cerita Jaka

Tingkir, legende tempat misalnya Rawa Pening, serta legende peristiwa misalnya

Kisah Malin Kundang di Sumatera Barat.

Pembelajaran sastra selain prosa dan puisi yang harus dikuasai oleh siswa

sekolah dasar sesuai dengan yang tercantum dalam kurikulum adalah drama.

Adapun pengertian drama adalah tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di

atas pentas (Herman Waluyo, 2003:1). Melihat drama penonton seolah melihat

kejadian yang sesungguhnya di masyarakat. Dengan melihat drama penonton

merasa konflik yang ada dalam drama sesuai dengan konflik batin yang ada pada

dirinya. Drama di sekolah dasar biasanya diawali dengan percakapan sederhana.

Percakapan ini berkembang menjadi drama sederhana sesuai dengan

perkembangan siswa.

4) Strategi Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar .

Strategi pembelajaran merupakan pilihan arah yang ditempuh untuk

mencapai tujuan pengajaran, dan dalam prosesnya disampaikan pengetahuan dan

pengalaman belajar demi tercapainya tujuan pelajaran itu .

Dari sudut bahan sastranya dapat dikemukakan konsep-konsep sebagai

berikut :

a. Pada pemahaman tematis ditempuh dari jenjang aspek formal ke aspek

tematis.

b. Pada perilaku apresiasi ditempuh dari jenjang apresiasi reseptif ke apresisi

ekspresif .

Dari pendekatan metodis perlu diperhatikan tiga hal yaitu:


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

a. Pemilihan bahan pengajaran perlu memperhatikan kuantitas, proporsi dan

Kegunaan.

b. Tata urut bahan pengajaran perlu memperhatikan pendekatan ilmiah

(dari aspek formal ke aspek tematis), pendekatan apresiatif (dari apresiasi

reseptif ke apresiasi ekspresif ).

c. Penyajian bahan pengajaran sastra haruslah berawal dari kerja baca, baik

pada pengajar atau pun pada siswa ( Miller : 1980 :79-84).

Dengan demikian penyajian yang baik harus didahului oleh persiapan yang

matang dan penugasan yang jelas.

Selanjutnya baiklah diperhatikan petunjuk-petunjuk untuk memilih strategi dari

berbagai sudut pandang berikut :

a. dari sudut siswa: perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat serta gaya

belajar mereka .

b. dari sudut guru: perlu sesuai dengan perorangan guru yang bersangkutan .

c. dari sudut bahan: bahan konsep sesuai dengan ceramah, bahan

keterampilan sesuai dengan bahan peragaan dan praktek .

d. persediaan waktu: untuk apresiasi umumnya memerlukan waktu di luar

jam sekolah .

e. sumber belajar: perlu tersedia pada sumber belajar bila diperlukan .

f. tujuan pelajaran: perlu dipastikan bahwa tujuan pelajaran dapat dicapai

g. khusus untuk pengajaran apresiasi puisi ada beberapa strategi / metoda

pengajaran puisi yang dikemukakan oleh B.P Situmorang sebagai berikut:

1). Guru memilih dan meneliti puisi yang akan dibawakan dimuka kelas
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

sesuai dengan tingkat kesukarannya dan sesuai dengan kematangan jiwa


siswa .
2) Merencanakan dan mempersiapkan segala yang berhubungan dengan
puisi itu .
3) Menyuruh siswa membaca dalam hati dan mengamati puisi itu serta
menentukan batas-batas sintaksisnya .
4) Mencatat kata- kata sukar jika perlu ada penjelasan .
5) Guru menerangkan arti kata- kata sukar .
6) Guru menyuruh membaca puisi itu dengan irama yang baik sesuai dengan
suasan ( mood) puisi itu .
7) Guru menjelaskan kapan puisi itu diciptakan, dari angkatan mana, sedikit
riwayat hidup pencipta, pandangannya serta keyakinannya .
8) Siswa mengusahakan mengenal nama-nama dan tempat yang mungkin
terdapat dalam puisi itu .
9) Siswa disuruh mencari hakikat dan metoda puisi itu dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut :
10).Siswa menceritakan kembali maksud puisi itu dengan kata- katanya
sendiri.
11). Siswa mengemukakan letak nilai estetik dari puisi itu .

Untuk mengatasi kekurangan waktu karena bahan ajar yang banyak dapat
diatasi dengan menambah unit pelajaran dalam buku teks pelajaran bahasa
Indonesia sebagai bahan pengayaan yang dapat ditugaskan kepada siswa di rumah

3. Perencanaan Pembelajaran

Sebelum guru melaksanakan pembelajaran terlebih dahulu harus membuat

perencanaan pembelajaran. Pembelajaran harus direncanakan dan dibuat agar

dapat melibatkan siswa dalam proses penampilan kebermaknaan. Untuk

melaksanakan pembelajaran sastra, guru harus membuat persiapan dengan penuh

pertimbangan. Soemanto (dalam Suryosubroto, 1997:28) menegaskan bahwa

“Selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar juga berguna

sebagai pegangan bagi guru sendiri”. Dengan perencanaan maka pelaksanaan

pengajaran menjadi baik dan efektif yaitu murid harus dijadikan pedoman setiap

kali membuat pengajaran.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

Persiapan untuk pembelajaran apresiasi sastra merupakan usaha

mempersiapkan diri guru dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan

pembelajaran (Abdurrahman dan Ermanto 1998:15). Untuk itulah materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, buku sumber, sarana, evaluasi, haruslah

dipersiapkan sebaiknya oleh guru sesuai dengan tuntutan tujuan dan keadaan

siswa. Lebih jauh lagi, pembelajaran apresiasi sastra harus dipersiapkan untuk

selama satu semester sehingga masalah waktu, buku sumber dapat ditanggulangi

dan dipersiapkan secara matang. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran

apresiasi sastra paling utama terletak pada guru sastra. Dalam pembelajaran

apresiasi sastra, guru harus berusaha agar kegiatan belajar mengajar tetap hidup,

menghindari kemonotonan, menimbulkan unsur kejutan, ketakjuban dan

kesenangan dari karya sastra yang diajarkan.

Setelah guru memahami dan mengadakan perencanaan pembelajaran

sesuai dengan kurikulum maka guru dapat melaksanakan pembelajaran. Ada

beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan pembelajaran mulai

dari menetapkan tujuan, menyiapkan bahan ajar atau materi, sampai dengan

melakukan evaluasi untuk mengetahui sampai dimana pelaksanaan pembelajaran

dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

4. Pelaksanaan Pembelajaran Sastra

Dalam pelaksanaan pembelajaran, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

menjadi hal yang sangat esensial sebab KBM merupakan proses aktif bagi siswa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu”

terhadap pengetahuan dan pada akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu.

Prinsip dasar KBM adalah memberdayakan semua potensi yang dimiliki

siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap

fakta/ konsep/ prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat

dalam kemampuannya untuk berpikir logis, kritis, dan kreatif

(Yulaewati,2004:104)

Sebagai contoh dalam pembelajaran bahasa. Ada tiga aspek yang perlu

dikembangkan dalam pembelajaran bahasa yaitu: (1) Pengetahuan kosa kata

yang berguna untuk mengarahkan kemampuan siswa dalam membaca,

menafsirkan, dan memahami isi bacaan. Belajar bahasa tidak cukup hanya

membunyikan tulisan dalam bacaan, yang penting adalah meningkatkan

kemampuan menangkap arti. Hal ini mengajak siswa untuk berpikir kreatif. Aspek

kedua dalam belajar bahasa adalah menggunakan ingatan jangka pendek dan

jangka panjang. Kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan cara guru membantu

siswa menunjukkan srategi membaca yang tepat, sehingga siswa dilatih untuk

berpikir logis. Pemahaman bacaan sebagai aspek ketiga dalam pembelajaran

bahasa, dikembangkan dengan cara melatih kompetensi siswa untuk memusatkan

perhatian pada inti bacaan. Kompetensi ini perlu dilatih agar siswa memiliki

kompetensi memutuskan hal penting dalam bacaan, mengumpulkan informasi

yang memadai dari bahan bacaan, menyimpulkan isi bacaan, membuat

pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan bacaan, memahami bacaan. Dengan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

melatih kompetensi di atas maka siswa diharapkan mampu untuk berpikir logis,

kritis, dan kreatif.

Prinsip dasar KBM lainnya yaitu: berpusat pada siswa, mengembangkan

kreativitas siswa, menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang,

mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai, menyediakan

pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat.

Prinsip KBM di atas akan mencapai hasil yang maksimal dengan

memadukan berbagai metode dan teknik yang memungkinkan semua indera

digunakan sesuai dengan karakteristrik dan fungsinya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran sastra guru harus paham tentang hakikat

pembelajaran serta tujuan pembelajaran sastra. Dengan memahami hakikat serta

tujuan pembelajaran sastra maka guru dapat memilih materi, metoda, pendekatan

yang sesuai sehingga proses apresiasi sastra maupun hasil pembelajaran akan

memuaskan.

a. Tujuan Pembelajaran sastra

Setiap pembelajaran tentu mempunyai tujuan yang akan dicapai. Lebih

dari itu, kegiatan pendidikan dan pengajaran terikat dan diarahkan untuk mencapai

tujuan (Sudjana, 1991: 56). Begitu pula dalam pembelajaran sastra. Untuk

mencapai tujuan pembelajaran terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan

kepada siswa. Nilai- nilai itulah yang akan mewarnai setiap tindakan siswa

sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang tingkah laku

(performace) siswa yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan

pelajaran yang kita ajarkan (Roestiyah,1989:44).

b. Materi Pembelajaran Sastra

Memilih materi pembelajaran adalah langkah guru selanjutnya dalam

kegiatan belajar mengajar setelah menentukan tujuan pembelajaran atau indikator.

Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kompetensi dasar, minat,

usia siswa sehingga pembelajaran akan lebih menarik dan bermakna.

Berkaitan dengan pemilihan materi ajar di atas ada beberapa hal yang

harus dipertimbangkan. Menurut Atar Semi (1990:190) hal-hal pertimbangan itu

adalah: (a) pengalaman belajar siswa, (b) perbedaan intelektual siswa, latar

belakang budaya, (c) kemudahan mendapatkan dan menggunakannya, (d) jumlah

dan macam tujuan. Sedangkan pemilihan materi ajar sastra haruslah disesuaikan

juga dengan perkembangan jiwa siswa di sekolah dasar. Menurut B Rahmanto

(1998: 30). memberikan rambu-rambu pentahapan sebagai berikut :

Tahap pengkhayal (8 sampai dengan 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum diisi hal-hal yang nyata, tetapi masih

penuh dengan imajinasi dan berbagai hal fantasi kanak-kanak .

Tahap Romantik ( 10 sampai dengan 12 tahun)

Pada tahap ini anak-anak telah meninggalkan fantasi dan imajinasi kanak-

kanaknya. Anak-anak mulai mempunyai pandangan realistis walaupun masih

sangat sederhana. Pada tahap ini anak-anak telah menyenangi cerita tentang

kepahlawanan, petualangan bahkan kejahatan.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

Tahap realistik ( 13 sampai dengan 16 tahun )

Pada tahap ini anak-anak telah benar-benar terlepas dari dunia fantasinya

dan mereka telah beralih pada dunia yang nyata. Mereka terus berusaha

mengetahui dan meneliti setiap fakta-fakta yang terjadi.

Tahap generalisasi ( 16 tahun ke atas )

Pada tahap ini anak tidak hanya berminat pada hal-hal yang praktis tetapi

juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis

suatu fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama

fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafati untuk

menentukan keputusan-keputusan moral .

Dari pentahapan di atas jelas bahwa anak usia sekolah dasar sebagian

besar terdapat pada tahap penghayal dan tahap romantis. Materi-materi yang

disajikan harus sesuai dengan hal-hal yang bersifat imajinatif dan romantis. Fabel,

legenda, sage, mithe, puisi yang sederhana baik diajarkan untuk siswa sekolah

dasar.

c. Media Pembelajaran Sastra

Dalam kegiatan belajar mengajar kehadiran media pembelajaran sangat

diperlukan, sebab dengan kehadiran media pembelajaran kegiatan belajar

mengajar dapat berlangsung dengan lancar, menarik dan tidak menimbulkan

pengertian yang ambigu. Pengertian yang abstrak dapat ditunjukkan dengan lebih

konkret melalui media dan alat peraga. Kehadiran media pembelajaran dapat

membantu siswa lebih mudah mencerna bahan/materi pelajaran yang disampaikan

oleh guru. Alat bantu atau media itu dapat berupa apa saja yang dapat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

memperjelas materi yang disampaikan oleh guru. Seperti dijelaskan oleh

Djamariah dan Aswan Zain (2002: 136-137) bahwa “Media adalah alat bantu apa

saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guru mencapai tujuan

pembelajaran secara luas media di sini dapat berupa manusia, benda, maupun

peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan

keterampilan”.

Jelaslah bahwa kehadiran media dalam kegiatan belajar mengajar sangat

besar artinya. Apa lagi bagi siswa sekolah dasar yang belum menerima hal-hal

yang bersifat abstrak.

Dalam menggunakan media guru hendaklah memperhatikan beberapa

prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai tujuan yang

diharapkan. Menurut Sudjana (1991:104) mengemukan prinsip-prinsip

penggunaan media sebagai berikut: (1) menentukan jenis media dengan tepat,

artinya sebaiknya guru memilih terlebih dahulu manakah yang sesuai dengan

tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan. (2) Menetapkan atau

memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan apakah

penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik,

(3) Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode pengajaran harus

disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu, dan sarana yang ada, (4)

Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat, dan situasi mana

media dipergunakan waktu mengajar. Jadi tidak setiap saat atau selama proses

pembelajaran guru terus menerus memperlihatkan media.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media harus

sesuai dengan tujuan pembelajaran, kematangan dan kemampuan anak didik,

metode, bahan, waktu, dan sarana yang ada dan sesuai dengan kebutuhan.

Dengan kata lain ketepatgunaan media harus dipertimbangkan dalam mencapai

tujuan pembelajaran.

d. Metode Pembelajaran Sastra

Metode dapat diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan Syaiful Bahri (dalam Djamariah dan Aswan Zain ,2002:53).

Sejalan dengan pendapat di atas Anthony (dalam Darmiyati Zuchdi,1997:29)

mengemukakan bahwa metode merupakan rencana pengajaran yang mencakup

pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan

diajarkan, serta memungkinkan pengadaan remidi dan pengembangannya.

Untuk menetapkan metode ini guru harus memperhatikan beberapa faktor

yaitu: (a) anak didik, (b) tujuan yang ingin dicapai, (c) situasi, (d) fasilitas, (e)

guru. Winarno Surakhmat (dalam Djamariah dan Aswan Zain, 2002: 53-54).

Pemilihan metode harus disesuaikan dengan siswa sebab siswa merupakan faktor

penting dalam pembelajaran. Usia siswa, tingkat kematangan, jumlah siswa dalam

kelas sangat menentukan berhasil tidaknya penggunaan metode.

e. Pendekatan Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra yang tepat dapat disampaikan dengan menggunakan

pendekatan apresiasi sastra. Apresiasi sastra itu sendiri berarti sebagai suatu

kegiatan penilaian terhadap kualitas sesuatu dan memberi penghargaan yang tepat

tarhadapnya ( http://www.infoplease.com/dictionary apresiation .html).


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Menurut Yus Rusyana (1982:7) apresiasi berarti pengenalan nilai pada

bidang-bidang pengenalan nilai pada bidang nilai-nilai yang lebih tinggi. Orang

yang telah memiliki apresiasi tidak sekedar yakin bahwa sesuatu itu dikehendaki

sebagai perhitungan akalnya, tetapi benar-benar menghasrat sesuatu, dan

menjawab sikap yang penuh kegairahan terhadapnya. Hal senada dengan pendapat

Boen S Oemaryati (1991:57) yang menjelaskan apresiasi mengandung arti

tanggapan sensitif terhadap sesuatu atau pemahaman sensitif terhadap sesuatu.

Ada tiga aspek apresiasi yaitu aspek kognitif, emosi dan evaluasi. Kognitif

adalah kemampuan memahami teori dan prinsip-prinsip sebuah karya sastra

(http://www.malang.ac.id/ jurnal/lain/jpk/index.htm). Dengan demikian kegiatan

apresiasi terhadap sesuatu itu akan membentuk pengalaman baru yang berkenaan

dengan hal atau suatu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari misalnya: membaca

karya sastra.

Emosi adalah kemampuan memiliki nilai-nilai keindahan karya sastra.

Indikasi untuk mengukur aspek kognitif emotif yang dapat digunakan adalah

siswa dapat menemutunjukkan keindahan karya sastra, siswa dapat

menemutunjukkan cara penulisan latar belakang, siswa dapat menemutunjukkan

indah tidaknya pemakaian ungkapan dalam karya sastra.

Pembelajaran sastra menekankan pada sastra sebagai salah satu bentuk

karya seni yang dapat diapresiasi. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran sastra

haruslah dititkberatkan pada kegiatan pembelajaran yang bersifat apresiatif.

Pembelajaran yang bersifat apresiatif menuntut guru untuk mampu merancang


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

semua komponen pembelajaran sastra mulai dari rancangan pembelajaran sampai

dengan evaluasi yang bersifat apresiatif.

Siswa dapat melakukan kegiatan apresiatif misalnya dengan

mendengarkan pembacaan puisi, pantun, dongeng, cerpen, drama dan lain

sebagainya. Di samping itu juga dapat membaca puisi, pantun, dan mementaskan

drama. Menulis puisi yang sesuai dengan usia anak, menulis cerita pendek

tentang pengalamannya, atau menulis percakapan merupakan kegiatan yang

termasuk apresiatif.

Berdasarkan pada uraian di atas jelaslah bahwa pendekatan yang sesuai

dengan pembelajaran sastra adalah pendekatan apresiasi yaitu pendekatan yang

mengajak siswa terlibat langsung dalam menggauli karya sastra sehingga dapat

menciptakan karya-karya sastra yang penuh dengan keindahan.

f. Evaluasi Pembelajaran Sastra

Edwin Wandt dan Gerald W. Brown mengatakan bahwa “Istilah evaluasi

menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu tindakan atau proses untuk

menentukan nilai dari sesuatu” (dalam Sudiyono,1996:1). Sejalan dengan

pendapat di atas A.J Romiszowski (1981 :366) mengatakan bahwa “Melakukan

evaluasi adalah kegiatan untuk mencoba menilai aktifitas tertentu atau suatu hasil

dari sistem yang ada”.

Senada dengan pendapat di atas mengatakan bahwa evaluasi adalah

rangkaian kegiatan yang sangat menentukan untuk melihat keberhasilan

pembelajaran. Evaluasi mempunyai kaitan erat dengan tujuan yang ditetapkan.

Tujuan yang ingin dicapai sangat menentukan pemilihan bentuk evaluasinya.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Mansur, dkk (1987:12) menegaskan “Evaluasi bertujuan untuk mengetahui

keberhasilan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan”. Sedangkan Prayitno

(1989:123) mengungkapkan pula bahwa “Evaluasi yang dilakukan guru

mempengaruhi motivasi siswa. Banyak siswa yang meningkat gairah belajarnya

karena ia tahu bahwa akan ada penilaian dan ingin mendapatkan hasil yang baik”.

Sudijono (1998: 2) mengemukakan “Evaluasi pendidikan merupakan proses atau

kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan

yang telah ditetapkan.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan

yang dilakukan guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang telah

direncanakan dan dilaksanakan dapat dicapai.

Evaluasi diharapkan dapat memberi umpan balik bagi guru untuk

meninjau ulang atau melanjutkan pembelajaran, serta hendaknya evaluasi dapat

menjabarkan kurikulum melalui materi pembelajaran yang disampaikan. Selain itu

dapat juga diketahui tingkat kesiapan guru dalam pembelajaran, tingkat ketepatan

menggunakan metode, tingkat ketepatan menggunakan media, serta ketepatan

pendekatan yang digunakan (http://www.malang.ac.id/jurnal/lain/jpk/index.htm).

Evaluasi sangat penting diadakan karena melalui evaluasi dapat diketahui

keberhasilan seseorang dalam pembelajaran dan dari hasil yang diperoleh akan

dapat membuat seseorang lebih termotivasi untuk belajar. Evaluasi pembelajaran

apresiasi sastra tentu harus dapat mengukur tujuan pembelajaran apresiasi sastra

yakni apresiasi siswa terhadap sastra bukan pengetahuan siswa tentang sastra.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Untuk itu perlu dilihat bentuk evaluasi apresiasi sastra.

Dalam kegiatan evaluasi pembelajaran sastra dikembangkan penilaian

berbasis kelas yang merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi tentang

proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru yang bersangkutan

sehingga penilaian tersebut akan “mengukur apa yang hendak diukur” dari siswa.

Penilaian berbasis kelas lebih menitikberatkan pada penilaian sebagai alat

pembelajaran, bukan tujuan pembelajaran. Proses penilaian dikembalikan pada

konsep awal yaitu mengukur apa yang seharusnya diukur (Nurhadi,2004:164).

Penilaian berbasis kelas juga dirumuskan sebagai pengumpulan informasi

secara lebih asli dan autentik (Yulaelawati,2004:95). Hal ini penting dilakukan

karena penilaian pada akhir pembelajaran belum dapat memberikan informasi

menyeluruh tentang kemampuan peserta didik secara utuh. Untuk menilai

kemampuan yang telah dipelajari siswa secara akurat dan autentik, penilaian

perlu mengukur sekumpulan kemampuan peserta didik, termasuk kecakapan

hidupnya.

Kecakapan hidup ini mencakup keterampilan personal (personal skills),

keterampilan sosial (social skills), keterampilan akademik (academic skills), dan

keterampilan vokasional (vocational skills). Kurikulum mengembangkan

kecakapan hidup melalui pembudayaan membaca, menulis, dan berhitung; sikap

dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif serta kompetitif ( Yulaewati, 2004:96).

Penilaian berbasis kelas pada dasarnya tidak membandingkan kemampuan

siswa dengan siswa yang lain dalam satu kelas dengan urutan tertentu melainkan

membandingkan adanya perubahan kemampuan siswa sebelum pembelajaran


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

dengan kemampuan siswa setelah melakukan pembelajaran. Perubahan ini

mencakup kemampuan pengetahuannya, keterampilan, sikap serta nilai yang

dapat ditunjukkan dalam pemecahan masalah kehidupan sehari- hari.

Salah satu prinsip penilaian berbasis kelas yaitu, penilaian dilakukan oleh

guru dan siswa. Hal ini perlu dilakukan bersama karena hanya guru yang

bersangkutan yang paling tahu tingkat pencapaian belajar siswa yang diampunya.

Selain itu siswa yang telah diberitahu oleh guru tentang bentuk/cara penilaiannya

akan berusaha meningkatkan prestasinya sesuai dengan kemampuannya.

Prinsip penilaian berbasis kelas lainnya yaitu: tidak terpisahkan dari KBM,

menggunakan acuan patokan, menggunakan berbagai cara penilaian (tes dan non

tes), mencerminkan kompetensi siswa secara komprehensif, berorientasi pada

kompetensi, valid, adil, terbuka, berkesinambungan, bermakna, dan mendidik

(Permen 23 tahun 2006).

Adapun arah penilaian berbasis kelas adalah untuk menelusuri agar proses

pembelajaran tetap sesuai dengan rencana, mengecek kelemahan-kelemahan siswa

selama proses pembelajaran berlangsung, mencari dan menemukan hal-hal yang

menyebabkan kelemahan dan kesalahan selama proses pembelajaran serta

menyimpulkan apakah siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau

belum. Dengan adanya arah penilaian seperti di atas sehingga sumber data

penilaian tidak hanya melalui satu sumber melainkan dapat dikumpulkan dari

berbagai sumber, seperti porofolio (kumpulan kerja siswa), produk (hasil karya),
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

proyek (penugasan), performance (unjuk kerja), dan paper and pen (tes tertulis),

oleh karena iu penilaian berbasis kelas ini merupakan penilaian yang

terintegrasikan dalam pembelajaran.

Setelah melakukan serangkaian penilaian yang sesuai dengan prinsip-prinsip di

atas, maka orang tua siswa akan menerima laporannya secara komunikatif dengan

menitikberatkan pada kompetensi yang telah dicapai oleh anaknya di sekolah.

5. Faktor Penunjang Pembelajaran Sastra

Dalam pelaksanaan pembelajaran sastra agar dapat mencapai hasil yang

diinginkan maka harus ada faktor-faktor penunjang yang dapat membantu

kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran sastra dapat dilakukan dalam kelas maupun di luar jam

pelajaran. Jika kegiatan ini dapat diatur dengan baik maka dapat dipastikan

pembelajaran sastra dapat membuahkan hasil yang memuaskan. Kegiatan

mengikuti berbagai macam lomba yang berkaitan dengan apresiasi sastra,

misalnya pembacaan puisi, lomba mading dan lain sebagainya dapat memperkaya

siswa dalam kaitannya dengan ekspresi dan apresiasi terhadap karya sastra.

Selain faktor di atas agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik

diperlukan adanya faktor- faktor yang dapat meningkatkan daya kreatifitas siswa

maupun apresiatif siswa. Faktor-faktor penunjang yang ada di sekolah misalnya

perpustakaan, laboratorium bahasa, majalah dinding dan buku pedoman

pembelajaran sastra bagi guru. Keberadaan perpustakaan sekolah sangat penting


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

dalam menunjang keberhasilan pembelajaran bahasa dan sastra (Jamaludin,2003:

126). Pengadaan buku sastra bagi siswa adalah amat penting sebagai buku

sumber pengajaran sastra, tetapi yang selalu menjadi kendala dalam pengajaran

sastra selama ini di sekolah adalah karena kurang tersedianya buku-buku sastra di

perpustakaan sekolah. Sementara itu, guru juga kurang tahu bagaimana

mendapatkan buku-buku sastra tersebut. Rosidi (1997:19-25) menyatakan”

Selama ini yang menjadi persoalan ialah tidak semua sekolah memiliki

perpustakaan, padahal penyediaan bahan bacaan yang praktis dan efisien adalah

berupa perpustakaan”. Karena itu, perlu kiranya usaha guru untuk menghimpun

buku-buku sastra yang diperlukannya.

B. Penelitian Lain yang Relevan

Beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini antara

lain :

1. Pelaksanaan Pengajaran Sastra Indonesia di SMU Muhammadiyah Se

Surakarta Tahun 2002 yang dilakukan oleh Main Sufani. Penelitian tersebut

memusatkan pada masalah dan tujuan penelitian untuk memperoleh

deskripsi tentang (1) pemahaman guru tentang konsep asumsi pembelajaran

sastra Indonesia dalam kurikulum, (2) realitas pembelajaran sastra Indonesia

di SMA yang tahap prosesnya pelaksanaan di evaluasi, (3) tanggapan siswa

terhadap pelaksanaan pengajaran sastra Indonesia di sekolah.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

2. Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah Dasar ( Studi kasus di SD Gayam 01

Sukoharjo) tahun 2005 yang dilakukan oleh Agus Sutarto. Penelitian

tersebut memusatkan permasalahannya pada pembelajaran sastra dan

bertujuan untuk mendeskripsikan (1) pemahaman guru terhadap kurikulum

1994, (2) pengemasan tujuan pembelajaran, (3) pengemasan bahan

pembelajaran, (4) pengemasan metoda, (5) pengemasan evaluasi .

Dibanding dua penelitian di atas penelitan tentang pembelajaran sastra

Sekolah Dasar ini terdapat dua perbedaan yaitu: lokasi penelitian di SD

Negeri Serengan I serta pemfokusan penelitian pada keseluruhan proses

pembelajaran mulai perencanaan sampai dengan evalusi. Untuk itu tujuan

penelitian difokuskan pada pendeskripsian, yaitu: Mendeskripsikan

pemahaman guru terhadap kurikulum sebagai modal untuk melaksanakan

pembelajaran yang meliputi pemilihan materi, metode, alat peraga, sumber

belajar, serta teknik penilaian. (2) Mendeskripsikan pelaksanaan

pembelajaran sastra yang meliputi puisi, prosa dan drama di Sekolah (3)

Mendeskripsikan faktor penunjang pembelajaran sastra Indonesia.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori yang telah diuraikan di depan alur berpikir pada

penelitian ini dapat diterangkan sebagai berikut:

Sebelum guru melakukan pembelajaran maka seorang guru harus

memahami kurikulum dan mampu menjabarkan menjadi indikator-indikator yang

digunakan sebagai patokan dalam pembelajaran. Agar pembelajaran sastra


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

dapat berhasil seorang guru juga harus memahami hakikat sastra, mengetahui

strategi apa yang digunakan dalam pembelajaran sehingga sastra dapat menarik

minat siswa untuk mempelajari dan menyukainya.

Dengan memahami kurikulum, memahami hakikat sastra diharapkan guru

akan dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Guru dapat memilih

strategi, memilih bahan ajar serta memilih metode dan pendekatan yang sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Di samping itu faktor penunjang

pembelajaran antara lain tersedianya buku-buku bacaan, mading, keikutsertaan

dalam lomba-lomba dan sebagainya akan sangat membantu guru dalam mencapai

keberhasilan pembelajaran sastra di sekolah dasar. Dari uraian alur berpikir di

atas dapat jelaskan dengan kerangka skema sebagai berikut:

Komponen pelaksanaan
pembelajaran sastra
1. Tujuan pembelajaran
Pemaham sastra
an guru 2. Materi Pembelajaran Kemam-
terhadap sastra puan
kurikulum 3. Metode pembelajaran KBM berapresi
,dan sastra asi
hakikat 4. Media pembelajaran
sastra sastra
sassastra 5. Evaluasi
pembelajaran sastra

Faktor Penunjang
lain pembelajaran sastra

Gambar 1. alur kerangka berpikir


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

Anda mungkin juga menyukai