Anda di halaman 1dari 6

KAIDAH FIQIH IBADAH MAHDAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maksim Hukum Islam

Dosen Pengampu:

Yusuf, M , HI

Disusun Oleh:

Deni Wantono 12204036

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2023
PENDAHULUAN

Ibadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Dan untuk


merealisasikan tujuan tersebut, diutuslah para rasul dan kitab-kitab diturunkan.
Orang yang betul-betul beriman kepada Allah Ta’ala tentu akan berlomba-lomba
dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Akan tetapi, karena ketidaktahuan tentang
pengertian atau jenis-jenis ibadah, sebagian mereka hanya fokus terhadap ibadah
tertentu saja, misalnya shalat, zakat, atau puasa. Padahal, jenis-jenis ibadah
sangatlah banyak. Luasnya cakupan ibadah dapat kita lihat dari definisi ibadah
yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu Ta’ala,

“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup semua yang Allah cintai dan Allah
ridhai, baik ucapan atau perbuatan, yang lahir (tampak, bisa dilihat) maupun
yang batin (tidak tampak, tidak bisa dilihat).” (Al-‘Ubudiyyah, hal. 44)

Para ulama menjelaskan bahwa secara garis besar, ibadah dapat dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.
Dalam tulisan singkat ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan perbedaan di
antara keduanya. Yang terkadang masih kita campuradukkan antara keduanya.

 Ibadah mahdhah

Adalah ibadah yang murni ibadah, ditunjukkan oleh tiga ciri berikut ini:

Pertama, ibadah mahdhah adalah amal dan ucapan yang merupakan jenis
ibadah sejak asal penetapannya dari dalil syariat. Artinya, perkataan atau ucapan
tersebut tidaklah bernilai kecuali ibadah. Dengan kata lain, tidak bisa bernilai
netral (bisa jadi ibadah atau bukan ibadah). Ibadah mahdhah juga ditunjukkan
dengan dalil-dalil yang menunjukkan terlarangnya ditujukan kepada selain Allah
Ta’ala, karena hal itu termasuk dalam kemusyrikan.

Kedua, ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan maksud pokok orang yang
mengerjakannya, yaitu dalam rangka meraih pahala di akhirat.

2
Ketiga, ibadah mahdhah hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu, tidak ada
jalan yang lainnya, termasuk melalui akal atau budaya.

Contoh sederhana ibadah mahdhah adalah shalat. Shalat adalah ibadah


mahdhah karena memang ada perintah (dalil) khusus dari syariat. Sehingga sejak
awal mulanya, shalat adalah aktivitas yang diperintahkan (ciri yang pertama).
Orang mengerjakan shalat, pastilah berharap pahala akhirat (ciri ke dua). Ciri
ketiga, ibadah shalat tidaklah mungkin kita ketahui selain melalui jalur wahyu.
Rincian berapa kali shalat, kapan saja, berapa raka’at, gerakan, bacaan, dan
seterusnya, hanya bisa kita ketahui melalui penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bukan hasil dari kreativitas dan olah pikiran kita sendiri.

 Ibadah ghairu mahdhah (‫)العبادت غير المحضة‬

Ibadah yang tidak murni ibadah memiliki pengertian yang berkebalikan dari
tiga ciri di atas. Sehingga ibadah ghairu mahdhah dicirikan dengan:

Pertama, ibadah (perkataan atau perbuatan) tersebut pada asalnya bukanlah


ibadah. Akan tetapi, berubah status menjadi ibadah karena melihat dan
menimbang niat pelakunya.

Kedua, maksud pokok perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi urusan


atau kebutuhan yang bersifat duniawi, bukan untuk meraih pahala di akhirat.

Ketiga, amal perbuatan tersebut bisa diketahui dan dikenal meskipun tidak
ada wahyu dari para rasul.

Contoh sederhana dari ibadah ghairu mahdhah adalah aktivitas makan.


Makan pada asalnya bukanlah ibadah khusus. Orang bebas mau makan kapan
saja, baik ketika lapar ataupun tidak lapar, dan dengan menu apa saja, kecuali
yang Allah Ta’ala haramkan. Bisa jadi orang makan karena lapar, atau hanya
sekedar ingin mencicipi makanan. Akan tetapi, aktivitas makan tersebut bisa
berpahala ketika pelakunya meniatkan agar memiliki kekuatan (tidak lemas) untuk
shalat atau berjalan menuju masjid. Ini adalah ciri pertama.

3
Berdasarkan ciri kedua, kita pun mengetahui bahwa maksud pokok ketika
orang makan adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok (primer) dalam hidupnya,
sehingga dia bisa menjaga keberlangsungan hidupnya. Selain itu, manusia tidak
membutuhkan wahyu untuk bisa mengetahui pentingnya makan dalam hidup ini,
ini ciri yang ketiga. Tanpa wahyu, orang sudah mencari makan.

Diatas tadi adalah contoh sederhana untuk memahamkan pengertian


ibadah ghairu mahdhah.

4
PEMBAHASAN

Kaidah-kaidah umum dalam fiqih :

1. Kaidah Pertama
‫اَأل ْص ُل ِفي الِعَباَد ِة الَتْو ِقْيف َو اِإل ْتَباع‬
“Hukum asal dalam ibadah adalah menunggu dan mengikuti tuntutan syariah”

Maksud dari kaidah diatas adalah tidak boleh seseorang beribadah kepada Allah
dengan suatu ibadah kecuali jika ada dalil dari syari’at yang menunjukkan ibadah
tersebut diperintahkan. Sehingga tidak boleh bagi kita membuat-buat suatu ibadah
baru dengan maksud beribadah pada Allah dengannya. Bisa jadi ibadah yang
direka-reka itu murni baru atau sudah ada tetapi dibuatlah tata cara yang baru
yang tidak dituntunkan dalam Islam, atau bisa jadi ibadah tersebut dikhususkan
pada waktu dan tempat tertentu. Ini semua tidak dituntunkan dan hal itu dilarang.
Itu artinya asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan.
“mendekatkan diri kepada Allah tidak mungkin kecuali dengan apa yang Allah
syariatkan. Ini adalah konsekuensi tauhid dan iman kepada Allah. Yaitu tauhid
ittiba’, yang merupakan salah syarat dari amalan agar bisa disebut amalan shalih.
Karena amalan itu tidak diterima kecuali memenuhi dua syarat: ikhlas dan
mutaba’ah (mengikuti tuntunan syariat)

‫ّٰل‬
‫َو َم ْن ُّيَش اِقِق الَّر ُسْو َل ِم ْۢن َبْع ِد َم ا َتَبَّيَن َلُه اْلُهٰد ى َو َيَّتِبْع َغْيَر َس ِبْيِل اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ُنَو ِّلٖه َم ا َتَو ى َو ُنْص ِلٖه‬
ࣖ‫َجَهَّنَۗم َو َس ۤا َء ْت َم ِص ْيًرا‬

Terjemah Kemenag 2002

5
115. Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang
telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-
buruk tempat kembali.

Diantara contoh penerapan dari qoidah diatas adalah sebagai berikut:

 Mengumandangkan adzan ketika hendak shalat sunnah dhuha. Ini tidak


diperbolehkan karena tidak mengikuti tuntunan syariat dalam hal sebab
pelaksanaannya dan juga waktunya.
 Mengerjakan shalat shubuh sebanyak 3 rakaat. Ini tidak diperbolehkan
karena tidak mengikuti tuntunan syariat dalam hal kadar bilangan raka’at.
 Berqurban di hari Idul Adha dengan ayam. Ini tidak diperbolehkan karena
tidak mengikuti tuntunan syariat dalam hal jenis.
 Berwudhu dengan dimulai dari muka dahulu. Ini tidak diperbolehkan karena
tidak mengikuti tuntunan syariat dalam hal tata cara.
 Menyembelih qurban sebelum shalat Id, atau membayar zakat fitri setelah
shalat Ied. Ini tidak diperbolehkan karena tidak mengikuti tuntunan syariat
dalam hal waktu.
 Berhaji bukan ke Mekkah. Ini tidak diperbolehkan karena tidak mengikuti
tuntunan syariat dalam hal tempat

Anda mungkin juga menyukai