Disusun Oleh:
Kelompok 5
Rd. Siti Anisa Robiatul Adawiyah ( 1232100073 )
Rifa Baidha Syahla (1232100055)
Siti Aneu Pratiwi Citra Lestari (1232100071)
JURUSAN/SEMESTER/KELAS :
BANDUNG
2023
HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER
i
Jenderal Wiranto berpendapat ada tiga perkembangan ekstrim yang harus
dicegah dalam hubungan militer-sipil Indonesia, yaitu: pertama, military
overreach, yaitu militer menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat seperti
pada masa Orde Baru; kedua, kontrol subjektif oleh pejabat sipil, yakni demokrasi
terbimbing dan kontrol subjektif terhadap militer oleh pemerintahan sipil di era
demokrasi parlementer; ketiga, pemisahan personel dari ABRI. Dikotomi militer-
sipil bukanlah persoalan baru dalam sejarah Indonesia. Jika selama ini ABRI
terkesan tidak suka dan selalu menghindari adanya dikotomi militer-sipil
Indonesia, maka sikap tersebut tidak terlepas dari interpretasi diri ABRI dalam
konteks sejarah Indonesia. ABRI juga rawan curiga terhadap para intelektual,
seniman, aktivis LSM, dan intelektual lainnya yang selalu antusias membicarakan
hubungan sipil-militer dan selalu mengangkat isu demokratisasi, kebebasan
berekspresi, dan hak asasi manusia.
Sejak awal berdirinya, ABRI tidak pernah mempertanyakan presiden sipil atau
mendukung munculnya pemimpin militer. Dalam sejarahnya, Panglima Sudirman
memberikan contoh dalam membentuk sikap TNI dalam mengakui pemerintahan
di tangan sipil. Untuk itu Panglima Sudirman membuktikan bahwa sekembalinya
ke Yogyakarta dari medan perjuangan gerilya, TNI masih mengakui bahwa
kekuasaan tertinggi ada di tangan Presiden Sukarno, yang merupakan satu hal
yang kita (militer dan sipil) perlunya Patut direnungkan bahwa tentara Indonesia
telah berkembang menjadi tentara yang profesional.
Penting bagi personel militer dan warga sipil untuk mengakui fakta bahwa
militer Indonesia telah bertransformasi menjadi organisasi profesional. Dunia
militer telah berkembang menjadi dunia profesional yang tidak hanya menghargai
rasa patriotisme tetapi juga keahlian dalam sains, teknologi, dan pengetahuan
khusus yang diperoleh melalui pendidikan. Namun, perubahan tersebut tidak
berarti bahwa peran politik militer tidak relevan. Menurut pandangan saya, fungsi
ii
politik TNI harus dibatasi pada peran fundamentalnya dalam pertahanan dan
keamanan negara, dan hal ini kini dapat didefinisikan sebagai kewajiban
profesional. Kedudukan ini dapat dibatasi pada level “kebijakan” di tingkat pusat
dan tidak perlu diimplementasikan dalam bentuk kerja seperti yang terjadi pada
masa Orde Baru. Oleh karena itu, militer tidak boleh dilihat sebagai institusi yang
memulai karir politik atau memperoleh keuntungan ekonomi.
Sebagai individu non-militer, sikap politiknya tidak terikat pada ajaran doktrin
dwifungsi. Sebaliknya, keyakinan politik mereka dianggap sebagai hak mendasar
yang diberikan kepada semua warga negara. Selain itu, peran TNI dalam menjaga
keamanan dan pertahanan menuntut anggotanya menjunjung tinggi kode moral
dan rasa tanggung jawab atas tindakannya.
iii
mengedepankan peran dan fungsi masing-masing. Metodologi yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan metode studi
pustaka (library research) dari buku-buku, jurnal, dokumen, media
internet/website, serta literatur-literatur terkait dengan permasalahan yang pada
akhirnya dapat menjawab pertanyaan dari penelitian. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa HSM harus diatur dan dikelola mengacu kepada kaidah-
kaidah keilmuan, karena HSM merupakan kunci yang sangat penting dalam
menjaga kestabilan dan keberlangsungan hidup dan matinya suatu negara.
Komponen-komponen bangsa dapat menempatkan kepentingan bangsa dan negara
melebihi kepentingan pribadi dan golongan menjadi hal yang perlu diperhatikan
dalam menciptakan keutuhan dan keberlangsungan suatu negara dan bangsa
iv
dilakukan oleh sebagian negara di dunia sebagai cara yang efektif dalam
mempertahankan kemerdekaannya.Puncak kekecewaan dan ketidakpercayaan pimpinan
militer kepada pemerintah sipil kala itu, ditunjukkan ketika Panglima Besar
Sudirman diperintahkan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan serangan kepada
Belanda sebagai konsekuensi Perjanjian Renville dan Linggarjati, namun Panglima
menolak dan tetap akan melaksanakan perang gerilya melawan Belanda. Pada
kenyataannya Panglima Besar Sudirman dapat membuktikan pendapatnya kepada
pemerintah sipil dengan keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 merebut kota
Yogyakarta dari tangan Belanda selama 6 jam, yang sangat mempengaruhi dan
mengintervensi keberadaan Belanda di Indonesia oleh dunia Internasional.
Peristiwa lain yang dapat dilihat pada tanggal 17 Oktober 1952 yaitu peristiwa
yang menarik dalam kancah sejarah HSMdi Indonesia, dimana pihak militer
mengarahkan meriam ke Istana Presiden dan berhadapan langsung dengan Presiden
dan menuntut agar parlemen untuk dibubarkan.
Politisi sipil saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya sehingga stabilitas
pemerintahan tak kunjung tercapai. Diselenggarakannya pemilu tahun 1955 justru
semakin menguatkan persepsi dari kalangan militer yang melihat bahwa telah
terjadi instabilitas politik. Sementara itu, ketidakpuasaan dari tindak tanduk
kalangan elite telah menimbulkan pemberontakan di daerah-daerah yang dilatarbelakangi
oleh berbagai motivasi, seperti PRRI, DI/TII, dan Permesta. Kondisi ini menyebabkan
mau tak mau TNI turun tangan untuk mengatasi pemberontakan yang terjadi dalam
rangka menciptakan stabilitas keamanan nasional.Kondisi ini sering terjadi di
Indonesia pada awal masa kemerdekaan. Peran tentara saat itu sangatlah besar dan
v
terkadang tidak ada kontrol sipil atas operasi-operasi yang dilakukan. Tentara
sering kali melakukan perlawanan terhadap agresi asing ataupun gerakan
pemberontakan atas inisiatif sendiri, tanpa komando Presiden. Dari berbagai
peristiwa yang terjadi dimana pihak militer selalu berkontribusi positf dan memberikan
solusi penyelesaian dari setiap permasalahan yang terjadi, sehingga menciptakan
stabilitas nasional yang terkendali. Tetapi dilain sisi kondisi ini menimbulkan
perasaan bahwa pihak militer merasa pihak paling berjasa dalam mengatasi setiap
ancaman bangsa.Dominasi ini kemudian berlanjut pada era Orde Baru, namun dengan
model supremasi yang berbeda. Berlakunya doktrin Dwifungsi ABRItelah menjadikan
kekuatan militer benar-benar mendominasi aspek-aspek kehidupan masyarakat
Indonesia, sehingga memunculkan apa yang dikatakan bahwa relasisipil militer yang
otoritaria telah terjadi, yang lebih disebabkan karena belum kuatnya kontrol sipil
atas militer, sehingga keberadaan pemerintahan sipil sering diabaikan dan yang
semakin membawa pihak militer senmakin jumawa.
Diawali dengan adanya pemberontakan G 30 S/PKI yang secara cepat dapat diatasi
oleh ABRI dan rakyat, kemudian diperburuk lagi dengan adanya krisis politik
yang tidak menentu akibat Presiden Sukarno enggan untuk menyelesaikan kasus G
30 S/PKI. Krisis ekonomi menjadi semakin parah, masyarakat menjadi tidak
puas sehingga akhirnya munculnya Tiga Tuntutan Rakyat(TRITURA). Peristiwa
G30S/PKI memunculkan kembali ide Dwifungsi ABRI yang pernah digagas oleh
Jenderal A.H. Nasution pada HUT Akademi Militer Nasional di Magelang
pada 13 Nopember 1958, dimana ABRI berperan juga di luar pertahanan dan
keamanan. Ide yang dikemukakan ini lebih dikenal dengan “Konsepsi Jalan
Tengah ABRI”. Dwifungsi ABRI sebenarnya adalah sebuah konsep yang baik
dalam perannya menjaga stabilitas politik dan keamanan di Indonesia, sebuah
konsep dasar militer dalam menjalankan peran sosial politik yang
memberikan peluang terhadap peranan terbatas bagi TNI di dalam pemerintahan sipil.
Pada masa ini peran militer sangat didominasi oleh peran sosial politiknya daripada
peran yang sebenarnya yaitu sebagai alat pertahanan keamanan.
vi
umum, namun mereka memiliki wakil dalam jumlah besar dalam DPR dan MPR
melalui Fraksi Karya ABRI. Tujuan dari penugasan itu adalah untuk pengamanan
politik ideologis terutama pada saat awal pemerintahan orde baru dan menyukseskan
pembangunan nasional. Setelah 32 tahun supremasi militer berkuasa melalui
Dwifungsinya dijalankan menjadikan HSM di Indonesia menjadikan dikotomi
atau trauma yang berkepanjangan bagi pihak sipil, yang sangat terasa sampai
dengan saat ini, dan kondisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi
keberlangsungan HSM suatu negara dalam mencapai tujuan nasionalnya.
Pakaian militer tersebut memiliki berbagai fungsi, dan karena cukup fleksibel pakaian
tersebut dapat digunakan dalam berbagai aktivitas serta populer di berbagai kalangan,
baik kalangan biker, pendaki gunung maupun airsoft sendiri. Faktor lainnya dapat berupa
berkembangnya media sosial sebagai alat untuk mempopulerkan fashion dan kegiatan
yang bersangkutan kepada masyarakat umum. Tak hanya itu, pengaruh media terhadap
masyarakat terutama dalam rupa drama Korea juga mempopulerkan penggunaan atribut
militer otentik seperti drama Descendants of the Sun yang menampilkan seragam varian
Desert MARPAT. Sering terlihat masyarakat terutama pecinta kegiatan ini menggunakan
atribut militer dalam kegiatan sehari-hari mereka, baik seragam lengkap atau hanya
sebagian saja. Penggunaan hal yang berbau militer tersebut bervariasi, mulai dari pakaian
hingga atribut lengkap sampai dengan kaos atau celana saja. Tak hanya itu, sering halnya
para penggelut hobi ini menunjukkan identitas diri mereka dengan berbagai hal yang
berhubungan dengan militer, mulai dari pakaian, stiker klub yang ditempelkan di
kendaraan pribadi, hingga cara berbicara dan berperilaku. Kemunculan atribut militer di
berbagai kalangan masyarakat Surabaya merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti
karena banyaknya masyarakat sipil yang seharusnya tidak memiliki hubungan dengan
vii
organisasi militer namun menggunakan atribut militer dalam aktivitas mereka. Tak hanya
itu, mereka bahkan mengekspresikan diri mereka dengan menggunakan atribut militer
yang berbeda dengan masyarakat Surabaya pada umumnya dalam kegiatan sehari-hari.
Peneliti ingin mengungkapkan antusiasme masyarakat dalam mengekspresikan identitas
diri mereka menggunakan berbagai cara berpakaian yang dipakai sebagai alat komunikasi
visual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa penggelut
hobi diatas berusaha menunjukan eksistensi diri dan mempertontonkan karakteristik
militer berbagai cara diluar kegiatan airsoft.
Secara umum, kontrol sipil subjektif menekankan integrasi militer dalam sistem
sosial dan politik di suatu negara. Apabila di masa perang, (personil) militer diambil dari
sipil yang kemudian membentuk milisi (militia). Sementara di masa damai, mereka
(milisi) akan kembali ke masyarakat dan bekerja sesuai kapasitas dan kemampuan
masing-masing. Sebaliknya, kontrol sipil objektif menekankan diferensiasi (pemisahan/
pembedaan) yang jelas antara ranah militer dan ranah sosial- politik. Dalam kontrol sipil
objektif, militer diharapkan berkembang menjadi organisasi “profesional”, dengan
parameter-parameter seperti: 1) mampu memiliki spesialisasi dan kompetensi yang
berkaitan dengan konflik/perang -seperti menggunakan senjata, melumpuhkan lawan dll;
2) bisa menjauhi ranah politik dengan cara menghindari segala bentuk dan jenis aktivitas
politik; 3) personilnya menghindari spesialisasi pada bidang-bidang teknis dan karir yang
tidak terkait dengan organisasi militer -seperti pertanian, perkebunan, pertambangan dll;
serta 4) organisasinya bersedia mematuhi pemimpin politik yang sah dan/atau otoritas
tunggal yang diakui, -seperti Presiden. Lebih lanjut, Huntington (1957) juga menjelaskan
kontrol sipil objektif akan optimal apabila militer juga bersedia untuk: 1) dipisahkan dari
struktur sosial dan politik di dalam masyarakat; 2) ditugaskan di sektor pertahanan; 3)
berpegang teguh pada nilai-nilai “tradisional” mereka, tanpa terpengaruh nilai-nilai dan
ideologi yang berkembang di masyarakat; dan; 4) mengelola organisasinya dengan
otonom dan independen.
viii
bahwa militer berada di tengah lingkungan sosial dan politik yang plural-demokratis.
Oleh karena itu militer pun, baik secara institusi dan individu (personil, perwira dan
purnawirawannya) bisa berperan dalam politik. Perlu digarisbawahi, Travis (2017:10)
menekankan peran ini terbatas dalam proses perumusan kebijakan publik, terutama yang
berkaitan dengan ranah pertahanan dan keamanan nasional Berada di lingkungan plural-
demokratis, militer juga dituntut untuk mampu bersikap terbuka (open-minded) dengan
aktif bersinergi dan berkolaborasi bersama aktor-aktor politik lain. Baik pemimpin
politik, institusi-institusi pemerintahan lain, ormas sipil, bahkan militer dari negara lain.
Tujuannya semata-mata untuk mempertahankan negara dan menjaga stabilitas global
(Travis, 2017: pp. 7). Walaupun demikian, militer pun harus mampu menjaga
karakteristik dan keunikannya dibandingkan institusi lain. Seperti disiplin, kode etik,
kapasitas di bidang operasi perang dan non-perang dan lain-lain (Travis, 2017, pp. 8).
Terakhir, Travis (2017: 14-15) menjelaskan implikasi dari kontrol sipil pragmatis
setidaknya ada 4, yaitu: 1) membantu pemimpin politik dalam merespon perkembangan
konflik/perang yang makin kompleks; 2) membangkitkan kemauan nasional (national
will), satu elemen yang disebut Janowitz (1971) dan Clausewitz (1989), yang secara
esensial menentukan ditengah kondisi konflik/perang; 3) mengingat esensi dari kontrol
sipil pragmatis adalah integrasi militer di ranah politik, maka upaya
pemisahan/pembedaan dianggap menganggu HSM dan berdampak pada berkurangnya
kekuatan nasional (national power) di suatu negara. Artinya, memaksakan kontrol sipil
objektif pun hanya akan membatasi efektivitas militer dalam menjalankan tugasnya; dan
4) kontrol sipil pragmatis tidak ditujukan untuk mengurangi tensi HSM karena tensi
dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalam HSM dan justru dilihat sebagai kekuatan
pendorong komunikasi produktif -mis. dialog, diskusi dll antara sipil dengan militer.
Secara praktis, artikel ini menawarkan penjelasan alternatif atas kondisi HSM di
Indonesia saat ini. Lalu dalam konteks akademis, artikel ini bisa dilihat sebagai kritik atas
teori kontrol sipil pragmatis, dengan studi kasus yang diambil adalah HSM di masa
pemerintahan Joko Widodo (periode pertama dan periode dua berjalan). Selain itu, artikel
ini juga berkontribusi dalam perdebatan akademis antara Dr. Donald Travis (2017) dan
Popescu (2018) dalam jurnal Armed Forces and Society.
ix
menggunakan metode kualitatif dengan pertimbangan bahwa tujuan utama artikel ini
adalah memahami implementasi kontrol sipil pragmatis di Indonesia. Dengan mengambil
3 kasus, diharapkan artikel ini dapat menjelaskan seperti apa implementasi kontrol sipil
pragmatis di Indonesia dan apa saja kritik yang muncul terhadapnya, didasarkan pada gap
antara kondisi ideal dengan realita di lapangan. Adapun pengumpulan data menekankan
pada studi pustaka dari sumber- sumber data sekunder seperti buku-buku teks, jurnal-
jurnal yang pembahasannya relevan dengan kata kunci penulisan, konten-konten teks dan
audiovisual dari website-website berita yang kredibel. Termasuk observasi penulis saat
melihat perkembangan hubungan sipil militer di Indonesia.
x
pola yang optimal bagi hubungan sipil-militer, dimana pemimpin sipil dapat
mempercayai kepatuhan militer. Model hubungan sipil-militer yang menggunakan
kontrol obyektif saat ini dipakai oleh negara-negara yang menganut paham
demokrasi.
xi
Perlmutterbahwa tujuan utama militer melakukan intervensi dalam politik berhubungan
dengan orientasi dan peran lembaganya. Institusi militer berusaha keras mengontrol
lembaganya secara internal dan melindunginya dari campur tangan pihak luar sehingga
militer akanmelakukan intervensi jika peran manajemenbirokrasinya yang dikontrol
secara internal tersebut terancam.
Pada intinya, angkatan bersenjata sebagai institusi memiliki kepentingan sendiri.
Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan kemampuan koersifnya (paksaan),
menghadapi musuh dari luar negara dan jika perlu musuh domestik juga.Untuk itu,
militer memelihara standar lembaganya dan mengontrol sendiri anggaran, peralatan,
disiplin dan persatuannya. Dalam hal ini, sikap pemerintah sipil terhadap corporate
interests militer merupakan kunci utama dalam hubungan sipil-militer. Sikap pemerintah
tersebut bisa merusak atau meningkatkan subordinasi militer. Kebijakan pemerintah
terhadap militer dapat menguntungkan kepentingan institusi militer dengan memberikan
insentif.Hal ini merupakan bujukan untuk mempengaruhi militer secara positif yang bisa
terdiri atas kebijakan baru, perangkat hukum dan program-program untuk militer. Ada 4
hal yang merupakan corporate interests militer, yaitu :
1. Profesionalisme: prajurit merupakan bagian dari organisasi yang kompleks yang tidak
hanya membentuk aturan dan prosedur bagi manajemeninternalnya tapi juga
memiliki standar yang berbeda tentang promosi dalam lembaga militer. Dalam hal
ini, tujuan utama dari setiap anggota militer adalah mencapai karir tertinggi. Jika
mengikuti jalur karir yang telah ada maka mereka akan mencapai posisi yang lebih
tinggi dalam beberapa tahun. Untuk itu, mempertahankan otonomiinternalnya
merupakan tujuan fundamental militer. Mencampuri otonomi militer sekecil apapun
itu dianggap sebagai serangan terhadap integritas profesi. Intervensi sipil ke dalam
lembaga militer dapat memberikan dampak yang negatif dan meningkatkan
perpecahan di antara anggota militer. Tingkat ancaman semakin tinggi jika konflik
dengan sipil mempengaruhi integritas profesi militer dan melanggar aturan-aturan
yang telah ada. Misalnya, promosi prajurit berdasarkan kriteria politik. Dalam hal ini,
mempertahankan integritas merupakan syarat bagi pengembangan profesi.
2. Motif Ekonomi : Misi militer dan modernisasi lembaga merupakan hal-hal yang
sangat penting bagi perkembangan institusi. Oleh karena itu, ketika anggaran atau
upah personil militer dipotong maka dianggap sebagai ancaman oleh militer dan
membatasi prospek karirpersonil. Hal tersebut juga dapat meningkatkan tingkat
ancaman. Sebaliknya, jika budget ditingkatkan maka dianggap sebagai dukungan
terhadap militer.
3. Doktrin : Orientasi profesi militer yang sangat jelas adalah doktrin. Doktrin tersebut
mempengaruhi sikap atau tingkah laku militer yang mana menetapkan hal-hal yang
harus dikerjakan dan prosedur pelaksanaannya. Untuk itu, sifat doktrin militer dapat
mempengaruhi model atau bentuk kontrol sipil. Sebagai contoh, budaya militer yang
terdiri atas asumsi, ide, dan kepercayaan (belief) yang menentukan bagaimana militer
harus beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya dan mengatur internal
organisasinya, dimana hal-hal tersebut dapat menciptakan kondisi intervensi militer
ke dalam politik atau tidak. Misi militer juga merupakan prinsip strategis yang
berasal dari doktrin militer dan memberikan pengaruh besar terhadap hubungan sipil-
militer suatu negara. Misi militer berkaitan dengan ancaman militer dan non-militer
dan berhubungan dengan asal ancaman yaitu dari luar dan dalam negara.
xii
4. Hak Prerogatif : konsep ini mencakup pada semua bidang dimana militer sebagai
institusi menganggap dirinya memiliki hak istimewa, formal maupun informal, untuk
mengontrol secara efektif lembaga internalnya, memainkan peran yang lebih dari
sekedar militer yaituaparatur negara, atau bahkan untuk membangun hubungan antara
negara dengan politik atau masyarakat sipilnya, jika ini terjadi berarti tidak tercipta
sebuah supremasi sipil. Loyalitas militer menguat jika orientasi general pemerintah
terhadap angkatan bersenjata tidak berpengaruh pada kepentingan korporasinya.
Keempat hal tersebut di atas juga menjadi bagian dari corporate interests militer Chile
pasca Pinochet yang menjadi alat tawar militer yang menghambat penegakan supremasi
sipil di Chile. Dalam tabel berikut ada beberapa kepentingan militer Chile yang sangat
penting bagi lembaga tersebut untuk tetap dipertahankan.
c. Hubungan Sipil-Militer Era Patricio Aylwin (1990-1994)
Dari penelitian yang penulis adakan diketahui bahwa supremasi sipil seringkali menemui
hambatan ketika kebijakan militer pemerintahan sipil Chile terutama ketika Patricio
Aylwin memerintah (1990-1994).Hal ini disebabkan oleh terjadi benturan kepentingan
diantara keduanya.Aylwin yang menerapkan strategi non-cooperation (strategi yang tidak
mengikutsertakan militer dalam proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
hubungan sipil-militer dan kebijakan pertahanan). Dalam hal ini, pemerintah berusaha
mensubordinasi militer dengan tidak meminta pendapat dari militer sendiri. Sipil
menuntut peran militer yang professional dan supremasi sipil atas militer.Sasarannya
adalah membatasi pengaruh militer dalam area-area sipil dalam kebijakan militernya
mendapatkan perlawanan dari pihak militer). Dua peristiwayaituEjercicio de Enlace dan
Boinazo adalah sikap perlawanan terhadap kebijakan pemerintahan Aylwin untuk
melakukan investigasi terhadap anak Augusto Pinochet yang dikenal dengan kasus cek
dimana keuntungan putra Pinochet yang diterima dari penjualan senjata ke Kroasia dalam
bentuk cek. Sebelum peristiwa Ejercicio de Enlace, Pinochet mengutus ketua
penasihatnya, Jenderal Jorge Ballerino untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan,
Patricio Rojas dalam rangka membicarakan masalah tersebut. Pertemuan itu hanya
berlangsung singkat dan langsung ke sasaran pembicaraan. Ballerino diminta untuk
menyampaikan kepada Pinochet untuk mundur dari jabatannya dan hal itu
ditolak.Akibatnya, Pinochet meminta seluruh personil AD untuk kembali ke barak
bersiap-siap untuk berperang (Ejercicio de Enlace). Penyelesaiannya, Jose Antonio Viera-
Gallo (Presiden house of deputies) setuju untuk tidak mencantumkan keterlibatan
Pinochet dan tidak mengetahui setiap aktivitasilegalnya dalam laporan final Komisi
Rettig (disebut Komisi Rettig diambil dari nama pimpinannya, Raul Rettig). Komisi ini
dibentuk untuk melakukan investigasi terhadap pelanggaran HAM pada masa Rezim
Pinochet. Kasus ini kemudian dibicarakan dalam dewan keamanan negara yang akan
memutuskan tuntutan yang tepat bagi Pinochet.
Investigasi tersebut ditanggapi oleh Direktur Akademi Perang Chile, Kolonel
Juan Emilio Cheyre membuat pernyataan kepada publik bahwa militer sebagai lembaga
dan Jenderal Augusto Pinochet Ugarte tidak bisa dipisahkan dan tetap setia pada
kepemimpinannya serta menyampaikan jika ejercicio de enlace tersebut akan diakhiri jika
tidak ada lagi sikap atau tindakan yang memberi pengaruh terhadap lembaga militer
karena kalau itu terjadi maka mereka mengancam untuk mengganggu keamanan nasional.
xiii
Peristiwa Boinazo(baret) muncul, tepatnya pada tanggal 28 Mei 1993 dimana 42
jenderal senior AD mengenakan seragam perang melakukan pertemuan di AD yang
bangunannya berada di seberangan istana presiden. Setelah itu, AD mengumumkanstate
of alert atau negara dalam siaga dan 5 (lima) hari berikutnya seluruh perwira berada di
barak dengan memakai seragam perang. Penyebab hal ini adalah kasus cek lagi yang
sedang dalam investigasi yang melibatkan anak Pinochet.Pada tanggal 24 April 1993,
Dewan Pertahanan Negara memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan.
Sementara pemerintah dan AD sepakat untuk mengurangi publikasi kasus ini tetapi pada
tanggal 28 Mei 1993, suratkabar nasional La Nacion mengumumkan keputusan tersebut
sebagai berita utama dan AD memandang hal ini sebagai awal kampanye politik melawan
Pinochet. Selama dalam pemecahan kasus ini, AD mengajukan permintaan yaitu kasus ini
tidak menjadi hal besar, pemerintah menunda lebih dari 100 keputusan administratif yang
berada di departemen pertahanan, pemecahan konflik di dalam perusahaan AD (Famae),
menutup kasus HAM yang melibatkan AD yang masih tertunda di pengadilan, menunda
amandemen konstitusi dan meminta menteri pertahanan untuk mundur dari jabatannya.
Pemerintah menerima sebagian dari permintaan tersebut. Kasus cek dipindahkan
ke pengadilan lain untuk mengurangi publikasi, menyetujui penundaan undang-undang
administratif di atas, membentuk komisi untuk menyelesaikan persoalan dalam Famae
tapi pemerintah menolak permintaan AD agar menteri pertahanan mengundurkan diri.
Dalam hal ini corporate interests militer tentang penyatuan Pinochet dan militer
terganggu oleh kebijakan pemerintah tentang investigasi tersebut d. Hubungan Sipil-
Militer Era Eduardo Frei (1994-2000) Ketika Eduardo Frei menjadi presiden, diterapkan
strategi engagement yang cenderung mengikutkan militer dalam pembuatan kebijakan.
Pemerintah sipil percaya bahwa kerjasama adalah cara terbaik untuk mencapai
subordinasi, dimana pemerintah sipil memasukkan opini militer dalam proses pembuatan
kebijakan. Dalam hal ini, di beberapa sektor menempatkan peran baru bagi militer
(strategi peningkatan partisipasi), sementara di sektor lain menginginkan profesionalisme
yang tinggi dari militer. Dalam kedua hal ini, pemerintah berusaha untuk
mengembangkan kapabilitas sipil untuk berhubungan dengan isu-isu strategis dan
kebijakan pertahanan. Besarnya keistimewaan militer yang tercantum dalam konstitusi
negara meyebabkan kedudukan militer begitu kuat dalam politik.
Badan Keamanan Nasional (COSENA) salah satu lembaga yang
mengikutsertakan militer dalam menentukan kondisi darurat negara yang biasanya hanya
ditetapkan oleh presiden.Pada masa Frei, meskipun berusaha untuk menghindari konflik
dengan militer namun ketika Manuel Contreras dan Pedro Espinoza dijatuhkan hukuman
oleh pengadilan karena terbukti melakukan pembunuhan terhadap Orlando Leterier,
mantan duta besar untuk Amerika Serikat pada zaman Allende.Keduanya dilindungi oleh
AD dan AL yang kemudian meminta untuk penjara istimewa dan diawasi langsung oleh
AD. Karena alasan sakit maka AD meminta penundaan penahanan terhadap Espinoza dan
negosiasi untuk menahan keduanya berlangsung rumit. Untuk itu, Frei kemudian
mengeluarkan pernyataan bahwa segala investigasi yang berkaitan dengan kasus cek
diakhiri dengan harapan bahwa militer pun menghentikan demonstrasi seribu perwira
yang mendukung Espinoza, untuk itu, Pinochet melakukan pertemuan dengan para
perwira tersebut dan mengatakan bahwa ketegangan telah berakhir. Dalam hal ini,
pemerintahan sipil masih belum mampu memenangkan kebijakan atas militer dan
cenderung mendapat tekanan dari militer yang mempertahankan kepentingannya. Pada
masa Frei, jabatan Pinochet sebagai panglima AD telah berakhir dan penggantinya
Jenderal Ricardo Izurieta, memiliki sikap yang berbeda dengan Pinochet yang
xiv
menganggap bahwa pelanggaran HAM merusak citra militer dan harus dicari
permasalahannya. Hasilnya, pada tahun 2000 dibuatlah dialog yang mempertemukan
militer dan sipil yang dikenal Mesa de Dialogo dan militer akan memberikan informasi
tentang korban HAM pada masa Rezim Pinochet.12 e. Hubungan Sipil-Militer Era
Ricardo Lagos (2000-2006).
Pada masa Ricardo Lagos, pemerintahan sipil tidak lagi mencampuri lembaga
tersebut.Meskipun isu Pinochet masih mewarnai hubungan sipil- militer di Chile pada
masa Lagos.Secara pribadi, Lagos mempunyai hubungan yang baik dengan Jenderal
Izurieta dan Jenderal Juan Emilio Cheyre (panglima AD yang menggantikan
Pinochet).Namun, kedua jenderal tersebut cenderung tidak lagi melakukan perlawanan
terhadap pemerintah bahkan Cheyre mengatakan bahwa ke depannya ingin membangun
lembaga militer (AD) yang profesional dan tidak ada lagi pelanggaran HAM seperti
dahulu. Pada masa Lagos pula tercapai amandemen terhadap konstitusi tahun 2005 yang
mengembalikan wewenang presiden untuk mengangkat dan memberhentikan anggota
militer, Badan Keamanan Nasional (COSENA) menjadi penasihat keamanan presiden
dan tidak lagi menentukan keadaan darurat serta peran militer tidak lagi sebagai
pengawas institusi negara. Pada tahun 2002, Departemen Pertahanan membuat White
Paper of defense yang di dalamnya merumuskan misi dan peran militer.Kedua hal
tersebut dipengaruhi oleh definisi ancaman, dimana ancaman datang dari luar negara
mempengaruhi keamanan dalam negeri dan menjadi urusan kepolisian dalam hal ini
sementara militer lebih fokus pada keamanan eksternal yang mengganggu wilayah
kedaulatan negara.Untuk mendukung profesionalisme militer pemerintah Lagos pun
mendukung pembangunan industri militer untuk lebih mengoptimalkan keahlian militer
dalam bidangnya.Pembelian peralatan militer gencar dilakukan untuk menggantikan
peralatan yang telah usang dan militer pun aktif dalam pergaulan internasional khususnya
ke ikutsertaan sebagai pasukan perdamaian PBB di wilayah konflik.
xv
xvi
.
xvii
xviii
.
xix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. KESIMPULAN.............................................................................................14
B. SARAN..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
xx
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan pihak Muawiyah tidak berhenti sampai disitu saja, namun
perselisihan itu memuncak pada perang Shiffin. Adanya Tahkim atau
arbitrase dalam perang ini, namun peristiwa ini melahirkan kelompok
yang disebut kelompok Khawarij. Golongan ini adalah golongan yang
kecewa dengan kasus Tahkim Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib juga dibunuh oleh salah satu faksi Khawarij
pada tahun 661 M. Meninggalnya Ali bin Abi Thalib mendorong
Muawiyah mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah baru di
Damaskus, Suriah. Namun, putra Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, tak
mau mengakuinya. Hal ini menimbulkan konflik antar umat Islam.
Akhirnya Hasan bin Ali membuat perjanjian damai dengan Muawiyah
bin Abu Sufyan. Peristiwa ini dikenal dengan nama Yaumul Jama'ah
dan terjadi pada tahun 41 atau 661 Masehi.
B. Rumusan Masalah
1. Pendirian Dinasti Umayyah
C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana Berdirinya Dinasti Umayyah
2
2. Mempelajari Bagaimana Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
3
kedua belah pihak yang
berujung pada
pertempuran di Shiffin dan
dikenal dengan perang
Sifin, Pertempuran ini
terjadi di antara dua
kubu yaitu, Muawiyah bin
Abu Sufyan (sepupu dari
Usman bin Affan) dan Ali
bin Abi Talib
di tebing Sungai Furat
yang kini terletak di Syria
(Syam) pada 1 Shafar
tahun 37H/657 M
Muawiyah tidak
menginginkan adanya
4
pengangkatan
kepemimpinan umat Islam
yang baru.
Wafatnya khalifah Ali bin
Abi Thalib pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 H/661
M, karena
terbunuh oleh tusukan
pedang beracun saat
sedang beribadah di
masjid Kufah, oleh
kelompok khawarij yaitu
Abdurrahman bin
Muljam, menimbulkan
dampak politis yang
5
cukup berat bagi
kekuatan umat Islam
khususnya para pengikut
setia Ali (Syi’ah).
Penolakan Muawiyah bin
Abi Sufyan dan sekutunya
terhadap Ali bin Abi
Thalib
menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara
kedua belah pihak yang
berujung pada
pertempuran di Shiffin dan
dikenal dengan perang
Sifin, Pertempuran ini
terjadi di antara dua
6
kubu yaitu, Muawiyah bin
Abu Sufyan (sepupu dari
Usman bin Affan) dan Ali
bin Abi Talib
di tebing Sungai Furat
yang kini terletak di Syria
(Syam) pada 1 Shafar
tahun 37H/657 M
Muawiyah tidak
menginginkan adanya
pengangkatan
kepemimpinan umat Islam
yang baru.
Wafatnya khalifah Ali bin
Abi Thalib pada tanggal 21
7
Ramadhan tahun 40 H/661
M, karena
terbunuh oleh tusukan
pedang beracun saat
sedang beribadah di
masjid Kufah, oleh
kelompok khawarij yaitu
Abdurrahman bin
Muljam, menimbulkan
dampak politis yang
cukup berat bagi
kekuatan umat Islam
khususnya para pengikut
setia Ali (Syi’ah).
Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan sekutunya terhadap Ali
bin Abi Thalibmenimbulkan konflik yang berkepanjangan antara kedua
belah pihak yang berujung padapertempuran di Shiffin dan dikenal
dengan perang Sifin, Pertempuran ini terjadi di antara duakubu yaitu,
8
Muawiyah bin Abu Sufyan (sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin
Abi Talibdi tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada
1 Shafar tahun 37H/657 MMuawiyah tidak menginginkan adanya
pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang baru
Orang yang pertama kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin
Sa’ad, kemudiandiikuti oleh umat Islam pendukung setia Ali bin Abi
Thalib. Pengangkatan Hasan bin Ali dihadapan orang banyak
tersebut ternyata tetap saja tidak mendapat pengangkatan dari
9
olehMuawiyah bin Abi Sufyan. Oleh karena itu, ia melakukan
kesepakatan damai dengankelompok Muawiyah dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan RabiulAwwal tahun 41
H/661.
Tahun kesepakatan
damai antara Hasan dan
Muawiyah disebut Aam
Jama’ah karena
kaum muslimn sepakat
untuk memilih satu
pemimpin saja, yaitu
Muawiyah ibn Abu
Sufyan.
Meskipun Muawiyah tidak
mendapatkan pengakuan
secara resmi dari warga
kota Bashrah,
10
usaha ini tidak henti-
hentinya dilakukan oleh
Muawiyah sampai
akhirnya secara defacto
dan
dejure jabatan tertinggi
umat Islam berada di
tangan Muawiyah bin Abi
Sufyan. Dengan
demikian berdirilah dinasti
baru yaitu Dinasti Bani
Umayyah (661-750 M).
Tahun kesepakatan damai antara Hasan dan Muawiyah
disebut Aam Jama’ah karenakaum muslimn sepakat untuk memilih
satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu Sufyan.Meskipun
Muawiyah tidak mendapatkan pengakuan secara resmi dari warga kota
Bashrah,usaha ini tidak henti-hentinya dilakukan oleh Muawiyah
sampai akhirnya secara defacto dandejure jabatan tertinggi umat Islam
berada di tangan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dengandemikian berdirilah
dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M).
11
1. Pendiri Dinasti Umayyah
Pendiri Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan
atau Muawiyah I,Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab dan Utsman bin AffanMuawiyah lahir lahir empat tahun
menjelang Rasulullah SAW menjalankandakwah di kota
Makkah. Riwayat lain menyebutkan dia lahir dua tahun
sebelumdiutusnya Muhammad SAW menjadi Nabi.
15
yang tidak menentu, setelah tiga bulan, akhirnya Hasan mengundurkan
diri dan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyahbin Abi
Sufyan.
Muslimin berhasil
menaklukkan Palestina,
Syria (Suriah), dan
Mesir dari tangan
Imperium Romawi
Timur. Berbagai
16
kemenangan ini terjadi
pada masa pemerintahan
Umar bin Al-Khathab.
Ketika Utsman bin
Affan menjabat sebagai
khalifah menggantikan
Umar,
Muawiyah diangkat
sebagai gubernur untuk
wilayah Syria dan
Palestina yang
berkedudukan di
Damaskus menggantikan
Gubernur Abu Ubaidah bin
Jarrah.
17
Pada masa pemerintahan
Ali, terjadi beberapa
konflik antara kaum
Muslimin. Di
antaranya Perang Shiffin.
Perang yang terjadi
antara Ali dan
Muawiyah ini berakhir
dengan perdamaian.
Keti
Di masa Rasulullah SAW, dia diangkat sebagai salah seorang pencatat
wahyusetelah bermusyawarah dengan Malaikat Jibril. Ambillah dia
sebagai penulis wahyukarena dia jujur,” kata Jibril. Pada masa Khulafaur
Rasyidin, Muawiyah diangkat menjadisalah seorang panglima perang di bawah
Muslimin
komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah. Kaum
berhasil menaklukkan
Palestina, Syria (Suriah),
dan Mesir dari tangan
18
Imperium Romawi
Timur. Berbagai
kemenangan ini terjadi
pada masa pemerintahan
Umar bin Al-Khathab
2. Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah
19
Mu'awiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertanggung
jawab atas perubahansistem. Keberhasilan kepemimpinannya dari yang
bersifat demokratis dengan cara pemilihankepada yang bersifat
keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafan
didamaskus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat
pemerintahan dari madinah keDamaskus menandai era baru
21
didukung oleh pengalaman politik Mu’awiyahsebagai bapak pendiri
daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan
menepisberbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.
Muawiyah bin Abu Sufyan adalahseorang politisi handal dimana
pengalaman politiknya sebagai gubernur syam pada masakhalifah
Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih
kekuasaan darigenggaman keluarga Ali bin Abi Thalib
22
dapat ditaklukan. Disebelah timur, Muawiyahdapat menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan
lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Binzantium,
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah
kemudian dilakukan oleh khalifah Abd al-Malik. Ia mengirimtentara
menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Markhand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan dapatmenguasai Balukhistan, Sind
dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
23
Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di laut
tengah juga jatuh ke tangan Islampada zaman Bani Umayyah ini.
1. Politik kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah
adalah terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power)
dengan kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah
dalam bidang politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama
2. Pemerintahan
24
5). Diwan Qadli Lembaga kehakiman dikepalai ketua hakim (Qathil
Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan pekara dengan ijtihad
(sungguh sungguh) dan dasar hukum berdasarkan Al Qur-an dan Sunnah
Nabi.
3. Lambang Negara
5. Militer
Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat
undang-undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal
dari orang arab.
25
(Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol dikuasai, Cordova terpilih menjadi
ibu kota propinsi Wilayah Islam di Spanyol.
6. Ekonomi
d. Perlengkapan perang
7. Mata Uang
Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur.
Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa
Umar bin Khattab sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.
26
8. Sosial Kemasyarakatan
Ketika Walid naik tahta, ia menyediakan pelayanan khusus. Orang cacat diberi
gaji, orang buta diberikan penuntun, orang lumpuh disediakan perawat, la juga
mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat
sesuai dengan persyaratan standar kesehatan.
Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang
kekuasaan daripada Muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali
9. Pendidikan
a. Kuttab
b. Masjid
c. Arabisasi
Gerakan penerjemah ke dalam Bahasa arab (Arabisasi Buku) pada masa Marwan
sangat dilakukan .ia memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa yunani ,syiria,sansekerta, dan Bahasa lainnya ke dalam Bahasa arab.
27
d. Baitul Hikmah
10. Kesenian
28
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abi Sufyan bin
Harb bin Umayyah pada tahun 661 M. dan memerintah selama kurang
lebih 90 tahun dengan Damaskus sebagai ibu kotanya. Muawiyah naik ke
tampuk kekuasaan setelah mengadakan perjanjian dengan Madain dan
Hasan bin Ali
Keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahannya mencakup
hampir semua bidang seperti pembangunan masjid dan bangunan
perkotaan yang sangat maju dan modern. Tidak hanya ilmu agama, ilmu
pengetahuan umum juga berkembang pesat.
Luasnya wilayahnya meliputi tiga benua yakni Asia Tengah, Eropa, dan
Afrika Utara. Selain itu, pos-pos juga dibuat untuk menyediakan kuda
yang sempurna di jalan, untuk mengendalikan angkatan bersenjata, untuk
menggantikan mata uang Bizantium dan Persia dengan mencetak mata
uang terpisah menggunakan kata dan huruf Arab pada tahun 659.
29
Pengenalan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam, rumah
penyandang cacat, jalan raya, pabrik, gedung pemerintahan dan masjid
agung.
B. SARAN
Berdasarkan pembahasan yang kami sampaikan, kami berharap
semua pihak dapat memahami dan mempelajari lebih dalam mengenai
materi Bani Umayyah.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/faktor-penyebab-terjadinya-kemajuan-islam-pada-periode-
klasik
31
32