Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL MILITER

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewaganegaraan

Dosen Pengampu : Dr. Nano Nurdiansah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 5
Rd. Siti Anisa Robiatul Adawiyah ( 1232100073 )
Rifa Baidha Syahla (1232100055)
Siti Aneu Pratiwi Citra Lestari (1232100071)

JURUSAN/SEMESTER/KELAS :

Pendidikan Islam Anak Usia Dini /1/B

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2023
HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER

A. Pengertian, bentuk, dan sistem pemerintahan


Istilah militer dipahami dalam kaitannya dengan angkatan bersenjata. Secara
spesifik, istilah “sipil” di Indonesia merujuk pada seluruh masyarakat, sedangkan
istilah “militer” mengacu pada Tentara Nasional Indonesia, organisasi angkatan
bersenjata yang bertugas menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia Karena warga negara berarti masyarakat, dan militer sebenarnya adalah
bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, di Indonesia, sebelum dipengaruhi oleh
cara pandang Barat, TNI dianggap sebagai bagian integral dari masyarakat
Indonesia. Padahal, Tentara Nasional Indonesia adalah semua orang yang bertugas
sebagai angkatan bersenjata untuk membela negara.

Junta militer berarti pemerintahan yang mengutamakan kecepatan


pengambilan keputusan, dimana keputusan diambil oleh pimpinan tertinggi,
sedangkan pihak lain memandang keputusan tersebut sebagai perintah yang harus
dipatuhi – sebagai hasil dari rantai komando militer. Undang-undang junta dibuat
oleh pimpinan puncak tanpa perlu mengajukan rancangan undang-undang ke
parlemen

Pemerintahan militer lebih mengacu pada gaya kepemimpinan suatu


organisasi/lembaga/negara. Adanya hubungan yang erat antara kepemimpinan itu
sendiri dengan individu dan kelompok karena adanya kesamaan kepentingan,
hubungan ini ditandai dengan perilaku yang diarahkan dan dibimbing oleh orang
tersebut. Diutarakan Ninik Widiyanti, gaya kepemimpinan junta ini memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:

Dalam pemerintahan militer, sistem komando yang biasa digunakan di


ketentaraan digunakan untuk memobilisasi bawahannya. Tindakan selalu
bergantung pada pangkat dan jabatannya. Ia suka bersikap terlalu formal. Ia
menuntut disiplin yang tegas dan tegas dari bawahannya. Ia menyukai ritual.
Berbagai situasi, tidak menerima kritikan dari bawahan dan lain sebagai nya

i
Jenderal Wiranto berpendapat ada tiga perkembangan ekstrim yang harus
dicegah dalam hubungan militer-sipil Indonesia, yaitu: pertama, military
overreach, yaitu militer menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat seperti
pada masa Orde Baru; kedua, kontrol subjektif oleh pejabat sipil, yakni demokrasi
terbimbing dan kontrol subjektif terhadap militer oleh pemerintahan sipil di era
demokrasi parlementer; ketiga, pemisahan personel dari ABRI. Dikotomi militer-
sipil bukanlah persoalan baru dalam sejarah Indonesia. Jika selama ini ABRI
terkesan tidak suka dan selalu menghindari adanya dikotomi militer-sipil
Indonesia, maka sikap tersebut tidak terlepas dari interpretasi diri ABRI dalam
konteks sejarah Indonesia. ABRI juga rawan curiga terhadap para intelektual,
seniman, aktivis LSM, dan intelektual lainnya yang selalu antusias membicarakan
hubungan sipil-militer dan selalu mengangkat isu demokratisasi, kebebasan
berekspresi, dan hak asasi manusia.

Namun hal ini menyebabkan semakin kaburnya penafsiran mengenai batas-


batas antara bidang politik dan peperangan, serta tanggung jawab sipil dan militer.
Perang dan politik ibarat dua sisi mata uang. Perang adalah jalan lain dari politik.
Hal inilah yang terjadi pada masa awal berdirinya Indonesia.

Sejak awal berdirinya, ABRI tidak pernah mempertanyakan presiden sipil atau
mendukung munculnya pemimpin militer. Dalam sejarahnya, Panglima Sudirman
memberikan contoh dalam membentuk sikap TNI dalam mengakui pemerintahan
di tangan sipil. Untuk itu Panglima Sudirman membuktikan bahwa sekembalinya
ke Yogyakarta dari medan perjuangan gerilya, TNI masih mengakui bahwa
kekuasaan tertinggi ada di tangan Presiden Sukarno, yang merupakan satu hal
yang kita (militer dan sipil) perlunya Patut direnungkan bahwa tentara Indonesia
telah berkembang menjadi tentara yang profesional.

Penting bagi personel militer dan warga sipil untuk mengakui fakta bahwa
militer Indonesia telah bertransformasi menjadi organisasi profesional. Dunia
militer telah berkembang menjadi dunia profesional yang tidak hanya menghargai
rasa patriotisme tetapi juga keahlian dalam sains, teknologi, dan pengetahuan
khusus yang diperoleh melalui pendidikan. Namun, perubahan tersebut tidak
berarti bahwa peran politik militer tidak relevan. Menurut pandangan saya, fungsi

ii
politik TNI harus dibatasi pada peran fundamentalnya dalam pertahanan dan
keamanan negara, dan hal ini kini dapat didefinisikan sebagai kewajiban
profesional. Kedudukan ini dapat dibatasi pada level “kebijakan” di tingkat pusat
dan tidak perlu diimplementasikan dalam bentuk kerja seperti yang terjadi pada
masa Orde Baru. Oleh karena itu, militer tidak boleh dilihat sebagai institusi yang
memulai karir politik atau memperoleh keuntungan ekonomi.

Agar seorang perwira militer dapat menduduki jabatan bupati, gubernur,


menteri, atau bahkan presiden, ia diharuskan melepas jaket hijau bergaris.

Sebagai individu non-militer, sikap politiknya tidak terikat pada ajaran doktrin
dwifungsi. Sebaliknya, keyakinan politik mereka dianggap sebagai hak mendasar
yang diberikan kepada semua warga negara. Selain itu, peran TNI dalam menjaga
keamanan dan pertahanan menuntut anggotanya menjunjung tinggi kode moral
dan rasa tanggung jawab atas tindakannya.

Untuk merumuskan sikapnya, TNI harus senantiasa berpegang teguh pada


prinsip-prinsip yang terkandung dalam Panca Sila dan Sapta Marga, serta Sumpah
Prajurit. Intinya, TNI harus tetap peka terhadap beragam aspirasi yang muncul di
masyarakat.

Untuk mencapai ketahanan nasional Indonesia dan meningkatkan daya saing


bangsa, proses tersebut di atas harus dilakukan secara konsisten dan sabar, dengan
tetap menjunjung tinggi hasil yang dicapai. Untuk melakukan hal tersebut
diperlukan tekad yang teguh. Pada gilirannya, hal ini akan mengarah pada
hubungan sipil-militer yang menjadi faktor positif dalam mencapai tujuan
tersebut.

Hubungan Sipil Militer di Indonesia memiliki sejarah perjalanan yang


panjang, berbagai perbedaan pandangan mewarnai dan kerap terjadi antara pihak
sipil dan pihak militer dalam menentukan keberlangsungan hidup NKRI, dalam
upaya mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Keterpaduan antara sipil dan militer
dengan membangun kepercayaan dan saling memahami. Tujuan penelitian ini
berusaha mendiskripsikan harmonisasi serta kerjasama hubungan Sipil Militer
secara bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan

iii
mengedepankan peran dan fungsi masing-masing. Metodologi yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan metode studi
pustaka (library research) dari buku-buku, jurnal, dokumen, media
internet/website, serta literatur-literatur terkait dengan permasalahan yang pada
akhirnya dapat menjawab pertanyaan dari penelitian. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa HSM harus diatur dan dikelola mengacu kepada kaidah-
kaidah keilmuan, karena HSM merupakan kunci yang sangat penting dalam
menjaga kestabilan dan keberlangsungan hidup dan matinya suatu negara.
Komponen-komponen bangsa dapat menempatkan kepentingan bangsa dan negara
melebihi kepentingan pribadi dan golongan menjadi hal yang perlu diperhatikan
dalam menciptakan keutuhan dan keberlangsungan suatu negara dan bangsa

B. Sejarah Hubungan Sipil Militer


Dikotomi HSM di Indonesia sudah terjadi sejak awal diproklamirkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Perbedaan yang
dominan terjadi terkait kebijakan atau keputusan pemerintah sipil yang selalu
mengambil jalur diplomasi politik dalam menghadapi pihak penjajah Jepang maupun
Belanda yang nyata-nyata hanya ingin menguasai kembali bumi nusantara.
Setelah Jepang mendeklarasikan kalah perang pasca peristiwa dijatuhkannya bom
atom di kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Alasan pihak sipil
menggunakan jalur diplomasi dalam rangka mempertahankan kemerdekaan
adalah untuk mencegah korban perang yang lebih banyak.

Bentuk diplomasi menyelesaian konflik antara Indonesia dengan Belanda yaitu


dengan melakukan perundingan seperti Perundingan Renvilledan Linggarjati. Menurut
pihak militer jalur perundingan yang dilakukan oleh pihak sipil dianggap gagal, selalu
berakhir dan menghasilkan kesepakatan yang sangat merugikan bagi bangsa
Indonesia,diantara kesepakatan perjanjian Renville yang merugikan itu adalah
semakin sempitnya wilayah RI dan bentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat
(RIS). Selain itu perjanjian yang dihasilkan juga selalu dikhianati dan dilanggar
oleh pihak Belanda itu sendiri, dan kondisi ini menyebabkan pihak militer/TNI
menjadi ragu-ragu dalam melaksanakan strategi perang menghadapi Belanda.
Pihak militer/TNI ingin mengusir Belanda dariIndonesia dengan
strategiberperang yang dinyakini strategiyang paling efektif dan terbaik, seperti yang
telah dilakukannya pada perang merebut kemerdekaan RI dan tren ini juga telah

iv
dilakukan oleh sebagian negara di dunia sebagai cara yang efektif dalam
mempertahankan kemerdekaannya.Puncak kekecewaan dan ketidakpercayaan pimpinan
militer kepada pemerintah sipil kala itu, ditunjukkan ketika Panglima Besar
Sudirman diperintahkan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan serangan kepada
Belanda sebagai konsekuensi Perjanjian Renville dan Linggarjati, namun Panglima
menolak dan tetap akan melaksanakan perang gerilya melawan Belanda. Pada
kenyataannya Panglima Besar Sudirman dapat membuktikan pendapatnya kepada
pemerintah sipil dengan keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 merebut kota
Yogyakarta dari tangan Belanda selama 6 jam, yang sangat mempengaruhi dan
mengintervensi keberadaan Belanda di Indonesia oleh dunia Internasional.

Peristiwa lain yang dapat dilihat pada tanggal 17 Oktober 1952 yaitu peristiwa
yang menarik dalam kancah sejarah HSMdi Indonesia, dimana pihak militer
mengarahkan meriam ke Istana Presiden dan berhadapan langsung dengan Presiden
dan menuntut agar parlemen untuk dibubarkan.

Hal ini terjadi karena pihak militer beranggapan bahwa pertama,


kabinet merencanakan untuk memperkecil jumlah militer dengan memberhentikan
80.000 dari 200.000 personel dengan alasan usia lanjut, kedua, adanya keinginan
Kolonel Supeno untuk menurunkan Jenderal A.H Nasution dari jabatannya selaku
KASAD karena tidak setuju untuk memprofesionalkan Angkatan Darat melalui
suratnya yang disampaikan ke parlemen. Melihat peristiwa ini tentunya
mengingatkan kita bahwa perbedaan sudut pandang antara sipil dengan militer dapat
berpotensi terjadinya kehancuran suatu negara.Pada perkembang selanjutan era 1950
sampai dengan 1960 di Indonesia terjadi sistem pemerintahan parlementer dan
kepolitikan yang liberal telah menyebabkan tingginya derajat instabilitas politik.
Kabinet silih berganti, memunculkan berbagai kepentingan kelompok di dalamya.

Politisi sipil saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya sehingga stabilitas
pemerintahan tak kunjung tercapai. Diselenggarakannya pemilu tahun 1955 justru
semakin menguatkan persepsi dari kalangan militer yang melihat bahwa telah
terjadi instabilitas politik. Sementara itu, ketidakpuasaan dari tindak tanduk
kalangan elite telah menimbulkan pemberontakan di daerah-daerah yang dilatarbelakangi
oleh berbagai motivasi, seperti PRRI, DI/TII, dan Permesta. Kondisi ini menyebabkan
mau tak mau TNI turun tangan untuk mengatasi pemberontakan yang terjadi dalam
rangka menciptakan stabilitas keamanan nasional.Kondisi ini sering terjadi di
Indonesia pada awal masa kemerdekaan. Peran tentara saat itu sangatlah besar dan

v
terkadang tidak ada kontrol sipil atas operasi-operasi yang dilakukan. Tentara
sering kali melakukan perlawanan terhadap agresi asing ataupun gerakan
pemberontakan atas inisiatif sendiri, tanpa komando Presiden. Dari berbagai
peristiwa yang terjadi dimana pihak militer selalu berkontribusi positf dan memberikan
solusi penyelesaian dari setiap permasalahan yang terjadi, sehingga menciptakan
stabilitas nasional yang terkendali. Tetapi dilain sisi kondisi ini menimbulkan
perasaan bahwa pihak militer merasa pihak paling berjasa dalam mengatasi setiap
ancaman bangsa.Dominasi ini kemudian berlanjut pada era Orde Baru, namun dengan
model supremasi yang berbeda. Berlakunya doktrin Dwifungsi ABRItelah menjadikan
kekuatan militer benar-benar mendominasi aspek-aspek kehidupan masyarakat
Indonesia, sehingga memunculkan apa yang dikatakan bahwa relasisipil militer yang
otoritaria telah terjadi, yang lebih disebabkan karena belum kuatnya kontrol sipil
atas militer, sehingga keberadaan pemerintahan sipil sering diabaikan dan yang
semakin membawa pihak militer senmakin jumawa.

Diawali dengan adanya pemberontakan G 30 S/PKI yang secara cepat dapat diatasi
oleh ABRI dan rakyat, kemudian diperburuk lagi dengan adanya krisis politik
yang tidak menentu akibat Presiden Sukarno enggan untuk menyelesaikan kasus G
30 S/PKI. Krisis ekonomi menjadi semakin parah, masyarakat menjadi tidak
puas sehingga akhirnya munculnya Tiga Tuntutan Rakyat(TRITURA). Peristiwa
G30S/PKI memunculkan kembali ide Dwifungsi ABRI yang pernah digagas oleh
Jenderal A.H. Nasution pada HUT Akademi Militer Nasional di Magelang
pada 13 Nopember 1958, dimana ABRI berperan juga di luar pertahanan dan
keamanan. Ide yang dikemukakan ini lebih dikenal dengan “Konsepsi Jalan
Tengah ABRI”. Dwifungsi ABRI sebenarnya adalah sebuah konsep yang baik
dalam perannya menjaga stabilitas politik dan keamanan di Indonesia, sebuah
konsep dasar militer dalam menjalankan peran sosial politik yang
memberikan peluang terhadap peranan terbatas bagi TNI di dalam pemerintahan sipil.
Pada masa ini peran militer sangat didominasi oleh peran sosial politiknya daripada
peran yang sebenarnya yaitu sebagai alat pertahanan keamanan.

Sebagai kekuatan sosial politik ABRI penugaskaryaan dalam lembaga/instansi


diluar jajaran ABRI sebagai bagian dari pelaksana Dwi Fungsi ABRI. Selain itu
kiprahnya di dunia politik ditandai dengan Keterlibatan ABRI, tidak saja ada pada
sektor eksekutif tetapi juga sektor legistatif melalui partai Golongan Karya.
Sekalipun militer bukan kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilihan

vi
umum, namun mereka memiliki wakil dalam jumlah besar dalam DPR dan MPR
melalui Fraksi Karya ABRI. Tujuan dari penugasan itu adalah untuk pengamanan
politik ideologis terutama pada saat awal pemerintahan orde baru dan menyukseskan
pembangunan nasional. Setelah 32 tahun supremasi militer berkuasa melalui
Dwifungsinya dijalankan menjadikan HSM di Indonesia menjadikan dikotomi
atau trauma yang berkepanjangan bagi pihak sipil, yang sangat terasa sampai
dengan saat ini, dan kondisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi
keberlangsungan HSM suatu negara dalam mencapai tujuan nasionalnya.

C. Karakteristik Hubungan Pemerintahan Sipil Militer


Dewasa ini banyak pakaian replika militer yang beredar secara luas di masyarakat.
Tak hanya pakaian, berbagai atribut militer yang seharusnya tidak dimiliki oleh
masyarakat sipil juga kerap kali digunakan oleh masyarakat sipil. Sering nampak stiker
militer, jaket, pakaian doreng, hingga baret yang mudah dijumpai di berbagai kalangan
masyarakat Surabaya. Pakaian militer yang dulunya eksklusif milik angkatan bersenjata
resmi menjadi dengan mudah dimiliki oleh berbagai kalangan masyarakat. Kemunculan
atribut militer otentik dari berbagai faktor. Faktor yang pertama ialah masuknya kegiatan
airsoft di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya komunitas hobi ini, maka
kebutuhan untuk memiliki atribut militer otentik semakin besar.

Pakaian militer tersebut memiliki berbagai fungsi, dan karena cukup fleksibel pakaian
tersebut dapat digunakan dalam berbagai aktivitas serta populer di berbagai kalangan,
baik kalangan biker, pendaki gunung maupun airsoft sendiri. Faktor lainnya dapat berupa
berkembangnya media sosial sebagai alat untuk mempopulerkan fashion dan kegiatan
yang bersangkutan kepada masyarakat umum. Tak hanya itu, pengaruh media terhadap
masyarakat terutama dalam rupa drama Korea juga mempopulerkan penggunaan atribut
militer otentik seperti drama Descendants of the Sun yang menampilkan seragam varian
Desert MARPAT. Sering terlihat masyarakat terutama pecinta kegiatan ini menggunakan
atribut militer dalam kegiatan sehari-hari mereka, baik seragam lengkap atau hanya
sebagian saja. Penggunaan hal yang berbau militer tersebut bervariasi, mulai dari pakaian
hingga atribut lengkap sampai dengan kaos atau celana saja. Tak hanya itu, sering halnya
para penggelut hobi ini menunjukkan identitas diri mereka dengan berbagai hal yang
berhubungan dengan militer, mulai dari pakaian, stiker klub yang ditempelkan di
kendaraan pribadi, hingga cara berbicara dan berperilaku. Kemunculan atribut militer di
berbagai kalangan masyarakat Surabaya merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti
karena banyaknya masyarakat sipil yang seharusnya tidak memiliki hubungan dengan

vii
organisasi militer namun menggunakan atribut militer dalam aktivitas mereka. Tak hanya
itu, mereka bahkan mengekspresikan diri mereka dengan menggunakan atribut militer
yang berbeda dengan masyarakat Surabaya pada umumnya dalam kegiatan sehari-hari.
Peneliti ingin mengungkapkan antusiasme masyarakat dalam mengekspresikan identitas
diri mereka menggunakan berbagai cara berpakaian yang dipakai sebagai alat komunikasi
visual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa penggelut
hobi diatas berusaha menunjukan eksistensi diri dan mempertontonkan karakteristik
militer berbagai cara diluar kegiatan airsoft.

Secara umum, kontrol sipil subjektif menekankan integrasi militer dalam sistem
sosial dan politik di suatu negara. Apabila di masa perang, (personil) militer diambil dari
sipil yang kemudian membentuk milisi (militia). Sementara di masa damai, mereka
(milisi) akan kembali ke masyarakat dan bekerja sesuai kapasitas dan kemampuan
masing-masing. Sebaliknya, kontrol sipil objektif menekankan diferensiasi (pemisahan/
pembedaan) yang jelas antara ranah militer dan ranah sosial- politik. Dalam kontrol sipil
objektif, militer diharapkan berkembang menjadi organisasi “profesional”, dengan
parameter-parameter seperti: 1) mampu memiliki spesialisasi dan kompetensi yang
berkaitan dengan konflik/perang -seperti menggunakan senjata, melumpuhkan lawan dll;
2) bisa menjauhi ranah politik dengan cara menghindari segala bentuk dan jenis aktivitas
politik; 3) personilnya menghindari spesialisasi pada bidang-bidang teknis dan karir yang
tidak terkait dengan organisasi militer -seperti pertanian, perkebunan, pertambangan dll;
serta 4) organisasinya bersedia mematuhi pemimpin politik yang sah dan/atau otoritas
tunggal yang diakui, -seperti Presiden. Lebih lanjut, Huntington (1957) juga menjelaskan
kontrol sipil objektif akan optimal apabila militer juga bersedia untuk: 1) dipisahkan dari
struktur sosial dan politik di dalam masyarakat; 2) ditugaskan di sektor pertahanan; 3)
berpegang teguh pada nilai-nilai “tradisional” mereka, tanpa terpengaruh nilai-nilai dan
ideologi yang berkembang di masyarakat; dan; 4) mengelola organisasinya dengan
otonom dan independen.

Kontrol sipil pragmatis menolak argumen-argumen di atas. Alasannya, perubahan


sosial yang terjadi di masyarakat secara konstan akan memaksa organisasi (termasuk
militer) untuk bersikap pragmatis dengan beradaptasi/berkompromi terhadap perubahan
tersebut (Janowitz, 1971:418). Pragmatisme yang dimaksud Travis dapat ditinjau dari 4
aspek, yaitu: praktik, pluralistik, partisipatif dan provisional. Secara praktis, kontrol sipil
atas militer harus diterjemahkan fleksibel, tergantung pada karakteristik konflik/perang,
dan konteks lingkungan strategis (Hirshci, 2017). Fleksibilitas ini didukung realitas

viii
bahwa militer berada di tengah lingkungan sosial dan politik yang plural-demokratis.
Oleh karena itu militer pun, baik secara institusi dan individu (personil, perwira dan
purnawirawannya) bisa berperan dalam politik. Perlu digarisbawahi, Travis (2017:10)
menekankan peran ini terbatas dalam proses perumusan kebijakan publik, terutama yang
berkaitan dengan ranah pertahanan dan keamanan nasional Berada di lingkungan plural-
demokratis, militer juga dituntut untuk mampu bersikap terbuka (open-minded) dengan
aktif bersinergi dan berkolaborasi bersama aktor-aktor politik lain. Baik pemimpin
politik, institusi-institusi pemerintahan lain, ormas sipil, bahkan militer dari negara lain.
Tujuannya semata-mata untuk mempertahankan negara dan menjaga stabilitas global
(Travis, 2017: pp. 7). Walaupun demikian, militer pun harus mampu menjaga
karakteristik dan keunikannya dibandingkan institusi lain. Seperti disiplin, kode etik,
kapasitas di bidang operasi perang dan non-perang dan lain-lain (Travis, 2017, pp. 8).

Terakhir, Travis (2017: 14-15) menjelaskan implikasi dari kontrol sipil pragmatis
setidaknya ada 4, yaitu: 1) membantu pemimpin politik dalam merespon perkembangan
konflik/perang yang makin kompleks; 2) membangkitkan kemauan nasional (national
will), satu elemen yang disebut Janowitz (1971) dan Clausewitz (1989), yang secara
esensial menentukan ditengah kondisi konflik/perang; 3) mengingat esensi dari kontrol
sipil pragmatis adalah integrasi militer di ranah politik, maka upaya
pemisahan/pembedaan dianggap menganggu HSM dan berdampak pada berkurangnya
kekuatan nasional (national power) di suatu negara. Artinya, memaksakan kontrol sipil
objektif pun hanya akan membatasi efektivitas militer dalam menjalankan tugasnya; dan
4) kontrol sipil pragmatis tidak ditujukan untuk mengurangi tensi HSM karena tensi
dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalam HSM dan justru dilihat sebagai kekuatan
pendorong komunikasi produktif -mis. dialog, diskusi dll antara sipil dengan militer.

Secara praktis, artikel ini menawarkan penjelasan alternatif atas kondisi HSM di
Indonesia saat ini. Lalu dalam konteks akademis, artikel ini bisa dilihat sebagai kritik atas
teori kontrol sipil pragmatis, dengan studi kasus yang diambil adalah HSM di masa
pemerintahan Joko Widodo (periode pertama dan periode dua berjalan). Selain itu, artikel
ini juga berkontribusi dalam perdebatan akademis antara Dr. Donald Travis (2017) dan
Popescu (2018) dalam jurnal Armed Forces and Society.

Menurut penulis implementasi kontrol sipil pragmatis di masa pemerintahan Joko


Widodo tercermin dari 3 kasus, yaitu: keterlibatan purnawirawan TNI/Polri dalam politik
partisan dan kampanye politik, pengisian jabatan publik oleh purnawirawan TNI/Polri,
dan berkembangnya militerisme masyarakat sipil. Dalam pembahasan, penulis

ix
menggunakan metode kualitatif dengan pertimbangan bahwa tujuan utama artikel ini
adalah memahami implementasi kontrol sipil pragmatis di Indonesia. Dengan mengambil
3 kasus, diharapkan artikel ini dapat menjelaskan seperti apa implementasi kontrol sipil
pragmatis di Indonesia dan apa saja kritik yang muncul terhadapnya, didasarkan pada gap
antara kondisi ideal dengan realita di lapangan. Adapun pengumpulan data menekankan
pada studi pustaka dari sumber- sumber data sekunder seperti buku-buku teks, jurnal-
jurnal yang pembahasannya relevan dengan kata kunci penulisan, konten-konten teks dan
audiovisual dari website-website berita yang kredibel. Termasuk observasi penulis saat
melihat perkembangan hubungan sipil militer di Indonesia.

D. Hubungan Antara Sipil dengan Militer


Pada hakikatnya hubungan sipil-militer didefinisikan secara longgar sebagai interaksi
dan hubungan timbal balik antara angkatan bersenjata dengan berbagai segmen dalam
masyarakat dimana militer tersebut berfungsi.Andrew J. Rodhes dalam tulisannya
“Chilean Civil-Military Relations” mengatakan hubungan sipil-militer adalah
pemerintahan sipil sebagai agen masyarakat yang harus mengontrol militer sehingga
pemahaman terhadap demokrasi harus lebih luas.
1. Sementara menurut Michael C. Desch, para analis politik yang mempelajari
hubungan sipil-militer sering tidak mencapai kata sepakat mengenai kriteria apa yang
harus digunakan untuk menandai apakah hubungan itu “baik” atau “buruk”. Beberapa
analis mengatakan bahwa hubungan sipil-militer yang baik akan ada jika militer
berada dalam bidang profesionalnya secara ketat dan hubungan itu buruk manakala
militer berada di luar bidangnya. Dalam kasus yang ekstrim, negara yang mengalami
kudeta – militer merebut kekuasaan secara langsung akan dikatakan bahwa negara itu
memiliki hubungan sipil-militer terburuk. Analis lainnya menyarankan untuk melihat
apakah sistem yang ada menghasilkan pilihan kebijakan yang masuk akal di bidang
militer. Sehingga, cara terbaik untuk mengukur hubungan sipil- militer adalah
memeriksa bagaimana pemimpin sipil dan militer menangani perbedaan kebijakan
antar mereka sendiri: hubungan sipil-militer yang terbaik akan ditemukan di negara di
mana otoritas sipil mampu memenangkan perselisihan kebijakan dengan militer
tersebut.

2. Sedangkan, Samuel Huntingtonmengajukan 2 metode yang dia sebut dengan


Objective civilian control dan subjective civilian control yang dipakai untuk melihat
bagaimana hubungan sipil-militer di suatu negara berlangsung.Objective civilian
control adalah memaksimalkan profesionalisme militer.Lebih tepatnya adalah
pembagian kekuasaan politik diantara militer dan kelompok-kelompok sipil untuk
menciptakan situasi yang kondusif bagi munculnya sikap dan perilaku profesional di
antara para anggota korps perwira.Menurutnya metode ini yang paling mungkin
menghasilkan hubungan sipil yang sehat.Lagi pula, orientasi militer kepada ancaman
eksternal mengurangi kecenderungan mereka untuk mencampuri politik domestik,
karena orientasi ini tergantung pada masa perang total.Dalam keadaan seperti itu
pemimpin sipil memiliki kapasitas yang besar untuk menyediakan sumber daya yang
diperlukan bagi kebebasan peperangan. Singkatnya, fokus eksternalakan melahirkan

x
pola yang optimal bagi hubungan sipil-militer, dimana pemimpin sipil dapat
mempercayai kepatuhan militer. Model hubungan sipil-militer yang menggunakan
kontrol obyektif saat ini dipakai oleh negara-negara yang menganut paham
demokrasi.

3. Proses subordinasi militer membawa pemerintahan sipil berhadapan dengan


kepentingan lembaga militer itu sendiri. Militer akan tetap mempertahankan
kepentingannya tersebut ketika berhadapan dengan kebijakan militer pemerintahan
sipil jika dianggap tidak menguntungkan bagi lembaga tersebut, yang kemungkinan
membawa militer untuk melakukan intervensi dalam politik. Eric
Nordlinger4mengatakan bahwa motif terbesar militer untuk melakukan intervensi
adalah mempertahankan kepentingan organisasinya (corporate interests). Corporate
interests mengacu pada anggaran yang cukup, otonomi organisasi/lembaga,
mempertahankan tanggungjawabnya dalam menghadapi gangguan dari kelompok-
kelompok kepentingan yang menjadi lawannya, dan keberlangsungan institusinya.
Ketika corporate interestsnya diancam oleh pihak-pihak dari luar militer, seperti
politisi sipil ikut campur dalam promosi kepangkatan perwira, militer cenderung
bereaksi dan intervensi dalam politik untuk mempertahankan corporate interestnya.
Pada tahun 1973 terjadi kudeta oleh militer yang menggulingkan Pemerintahan
Allende.Kudeta disebabkan oleh karena kondisi ekonomi Chile makin memburuk pada
masa Allende dan pinjaman luar negeri merupakan masalah yang makin pelik. Politik
luar negeri Chile yang makin condong ke Uni Soviet dan Eropa Timur serta Kuba
mengecewakan pihak-pihak yang non- sosialis. Di dalam negeri tidak hanya terjadi
polarisasi politik, bahkan terjadi fragmentasi politik antar-partai yang menyulitkan sistem
pengambilan keputusan nasional. Meningkatnya kekerasan di dalam negeri dan krisis
ekonomi juga menjadi penyebab turunnya legitimasi pemerintahan Allende.
Kudeta oleh militer terjadi setelah Mahkamah Agung Chile mengirimkan surat protes
terbuka kepada pemerintahan Allende atas penolakan terhadap keputusan pengadilan
untuk mengembalikan kepemilikan yang diambil oleh pemerintah (nasionalisasi
perusahaan). Kongres mengeluarkan sebuah keputusan yang menuduh pemerintah yang
“biasa” melanggar konstitusi dan hukum yang berlaku, sehingga pada tanggal 11
september 1973, angkatan darat (AD), angkatan laut (AL), angkatan udara (AU) dan
kepolisian (carabineros) menyingkirkan Salvador Allende dalam waktu sehari. Istana
presiden dibom yang mengakibatkan kematian Salvador Allende.
Penurunan Allende dari kekuasaan juga melibatkan CIA Amerika Serikat
(meskipun kudeta tersebut dilakukan oleh orang-orang Chile) yang menurut hasil
investigasi Senat AS bahwa antara tahun 1971-1973 CIA mengalirkan dana sekitar US$ 8
juta untuk mendukung media untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah,
memberikan kepada kelompok ekstrimis untuk melakukan penyerangan dan
menyebarkan propaganda anti Allende di kalangan militer.6Untuk ketiga kalinya dalam
sejarah Chile, kudeta militer terjadi lagi setelah sebelumnya terjadi pada tahun 1924 dan
1932.
b. Kepentingan Lembaga Militer Chile (Corporate Interest)
Bengt Abrahamson menyatakan bahwa angkatan bersenjata sama seperti
organisasi lainnya yang memiliki tujuan yang ingin dicapai terutama pada
keberlangsungan lembaga tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Amos

xi
Perlmutterbahwa tujuan utama militer melakukan intervensi dalam politik berhubungan
dengan orientasi dan peran lembaganya. Institusi militer berusaha keras mengontrol
lembaganya secara internal dan melindunginya dari campur tangan pihak luar sehingga
militer akanmelakukan intervensi jika peran manajemenbirokrasinya yang dikontrol
secara internal tersebut terancam.
Pada intinya, angkatan bersenjata sebagai institusi memiliki kepentingan sendiri.
Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan kemampuan koersifnya (paksaan),
menghadapi musuh dari luar negara dan jika perlu musuh domestik juga.Untuk itu,
militer memelihara standar lembaganya dan mengontrol sendiri anggaran, peralatan,
disiplin dan persatuannya. Dalam hal ini, sikap pemerintah sipil terhadap corporate
interests militer merupakan kunci utama dalam hubungan sipil-militer. Sikap pemerintah
tersebut bisa merusak atau meningkatkan subordinasi militer. Kebijakan pemerintah
terhadap militer dapat menguntungkan kepentingan institusi militer dengan memberikan
insentif.Hal ini merupakan bujukan untuk mempengaruhi militer secara positif yang bisa
terdiri atas kebijakan baru, perangkat hukum dan program-program untuk militer. Ada 4
hal yang merupakan corporate interests militer, yaitu :
1. Profesionalisme: prajurit merupakan bagian dari organisasi yang kompleks yang tidak
hanya membentuk aturan dan prosedur bagi manajemeninternalnya tapi juga
memiliki standar yang berbeda tentang promosi dalam lembaga militer. Dalam hal
ini, tujuan utama dari setiap anggota militer adalah mencapai karir tertinggi. Jika
mengikuti jalur karir yang telah ada maka mereka akan mencapai posisi yang lebih
tinggi dalam beberapa tahun. Untuk itu, mempertahankan otonomiinternalnya
merupakan tujuan fundamental militer. Mencampuri otonomi militer sekecil apapun
itu dianggap sebagai serangan terhadap integritas profesi. Intervensi sipil ke dalam
lembaga militer dapat memberikan dampak yang negatif dan meningkatkan
perpecahan di antara anggota militer. Tingkat ancaman semakin tinggi jika konflik
dengan sipil mempengaruhi integritas profesi militer dan melanggar aturan-aturan
yang telah ada. Misalnya, promosi prajurit berdasarkan kriteria politik. Dalam hal ini,
mempertahankan integritas merupakan syarat bagi pengembangan profesi.

2. Motif Ekonomi : Misi militer dan modernisasi lembaga merupakan hal-hal yang
sangat penting bagi perkembangan institusi. Oleh karena itu, ketika anggaran atau
upah personil militer dipotong maka dianggap sebagai ancaman oleh militer dan
membatasi prospek karirpersonil. Hal tersebut juga dapat meningkatkan tingkat
ancaman. Sebaliknya, jika budget ditingkatkan maka dianggap sebagai dukungan
terhadap militer.

3. Doktrin : Orientasi profesi militer yang sangat jelas adalah doktrin. Doktrin tersebut
mempengaruhi sikap atau tingkah laku militer yang mana menetapkan hal-hal yang
harus dikerjakan dan prosedur pelaksanaannya. Untuk itu, sifat doktrin militer dapat
mempengaruhi model atau bentuk kontrol sipil. Sebagai contoh, budaya militer yang
terdiri atas asumsi, ide, dan kepercayaan (belief) yang menentukan bagaimana militer
harus beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya dan mengatur internal
organisasinya, dimana hal-hal tersebut dapat menciptakan kondisi intervensi militer
ke dalam politik atau tidak. Misi militer juga merupakan prinsip strategis yang
berasal dari doktrin militer dan memberikan pengaruh besar terhadap hubungan sipil-
militer suatu negara. Misi militer berkaitan dengan ancaman militer dan non-militer
dan berhubungan dengan asal ancaman yaitu dari luar dan dalam negara.

xii
4. Hak Prerogatif : konsep ini mencakup pada semua bidang dimana militer sebagai
institusi menganggap dirinya memiliki hak istimewa, formal maupun informal, untuk
mengontrol secara efektif lembaga internalnya, memainkan peran yang lebih dari
sekedar militer yaituaparatur negara, atau bahkan untuk membangun hubungan antara
negara dengan politik atau masyarakat sipilnya, jika ini terjadi berarti tidak tercipta
sebuah supremasi sipil. Loyalitas militer menguat jika orientasi general pemerintah
terhadap angkatan bersenjata tidak berpengaruh pada kepentingan korporasinya.
Keempat hal tersebut di atas juga menjadi bagian dari corporate interests militer Chile
pasca Pinochet yang menjadi alat tawar militer yang menghambat penegakan supremasi
sipil di Chile. Dalam tabel berikut ada beberapa kepentingan militer Chile yang sangat
penting bagi lembaga tersebut untuk tetap dipertahankan.
c. Hubungan Sipil-Militer Era Patricio Aylwin (1990-1994)
Dari penelitian yang penulis adakan diketahui bahwa supremasi sipil seringkali menemui
hambatan ketika kebijakan militer pemerintahan sipil Chile terutama ketika Patricio
Aylwin memerintah (1990-1994).Hal ini disebabkan oleh terjadi benturan kepentingan
diantara keduanya.Aylwin yang menerapkan strategi non-cooperation (strategi yang tidak
mengikutsertakan militer dalam proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
hubungan sipil-militer dan kebijakan pertahanan). Dalam hal ini, pemerintah berusaha
mensubordinasi militer dengan tidak meminta pendapat dari militer sendiri. Sipil
menuntut peran militer yang professional dan supremasi sipil atas militer.Sasarannya
adalah membatasi pengaruh militer dalam area-area sipil dalam kebijakan militernya
mendapatkan perlawanan dari pihak militer). Dua peristiwayaituEjercicio de Enlace dan
Boinazo adalah sikap perlawanan terhadap kebijakan pemerintahan Aylwin untuk
melakukan investigasi terhadap anak Augusto Pinochet yang dikenal dengan kasus cek
dimana keuntungan putra Pinochet yang diterima dari penjualan senjata ke Kroasia dalam
bentuk cek. Sebelum peristiwa Ejercicio de Enlace, Pinochet mengutus ketua
penasihatnya, Jenderal Jorge Ballerino untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan,
Patricio Rojas dalam rangka membicarakan masalah tersebut. Pertemuan itu hanya
berlangsung singkat dan langsung ke sasaran pembicaraan. Ballerino diminta untuk
menyampaikan kepada Pinochet untuk mundur dari jabatannya dan hal itu
ditolak.Akibatnya, Pinochet meminta seluruh personil AD untuk kembali ke barak
bersiap-siap untuk berperang (Ejercicio de Enlace). Penyelesaiannya, Jose Antonio Viera-
Gallo (Presiden house of deputies) setuju untuk tidak mencantumkan keterlibatan
Pinochet dan tidak mengetahui setiap aktivitasilegalnya dalam laporan final Komisi
Rettig (disebut Komisi Rettig diambil dari nama pimpinannya, Raul Rettig). Komisi ini
dibentuk untuk melakukan investigasi terhadap pelanggaran HAM pada masa Rezim
Pinochet. Kasus ini kemudian dibicarakan dalam dewan keamanan negara yang akan
memutuskan tuntutan yang tepat bagi Pinochet.
Investigasi tersebut ditanggapi oleh Direktur Akademi Perang Chile, Kolonel
Juan Emilio Cheyre membuat pernyataan kepada publik bahwa militer sebagai lembaga
dan Jenderal Augusto Pinochet Ugarte tidak bisa dipisahkan dan tetap setia pada
kepemimpinannya serta menyampaikan jika ejercicio de enlace tersebut akan diakhiri jika
tidak ada lagi sikap atau tindakan yang memberi pengaruh terhadap lembaga militer
karena kalau itu terjadi maka mereka mengancam untuk mengganggu keamanan nasional.

xiii
Peristiwa Boinazo(baret) muncul, tepatnya pada tanggal 28 Mei 1993 dimana 42
jenderal senior AD mengenakan seragam perang melakukan pertemuan di AD yang
bangunannya berada di seberangan istana presiden. Setelah itu, AD mengumumkanstate
of alert atau negara dalam siaga dan 5 (lima) hari berikutnya seluruh perwira berada di
barak dengan memakai seragam perang. Penyebab hal ini adalah kasus cek lagi yang
sedang dalam investigasi yang melibatkan anak Pinochet.Pada tanggal 24 April 1993,
Dewan Pertahanan Negara memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan.
Sementara pemerintah dan AD sepakat untuk mengurangi publikasi kasus ini tetapi pada
tanggal 28 Mei 1993, suratkabar nasional La Nacion mengumumkan keputusan tersebut
sebagai berita utama dan AD memandang hal ini sebagai awal kampanye politik melawan
Pinochet. Selama dalam pemecahan kasus ini, AD mengajukan permintaan yaitu kasus ini
tidak menjadi hal besar, pemerintah menunda lebih dari 100 keputusan administratif yang
berada di departemen pertahanan, pemecahan konflik di dalam perusahaan AD (Famae),
menutup kasus HAM yang melibatkan AD yang masih tertunda di pengadilan, menunda
amandemen konstitusi dan meminta menteri pertahanan untuk mundur dari jabatannya.
Pemerintah menerima sebagian dari permintaan tersebut. Kasus cek dipindahkan
ke pengadilan lain untuk mengurangi publikasi, menyetujui penundaan undang-undang
administratif di atas, membentuk komisi untuk menyelesaikan persoalan dalam Famae
tapi pemerintah menolak permintaan AD agar menteri pertahanan mengundurkan diri.
Dalam hal ini corporate interests militer tentang penyatuan Pinochet dan militer
terganggu oleh kebijakan pemerintah tentang investigasi tersebut d. Hubungan Sipil-
Militer Era Eduardo Frei (1994-2000) Ketika Eduardo Frei menjadi presiden, diterapkan
strategi engagement yang cenderung mengikutkan militer dalam pembuatan kebijakan.
Pemerintah sipil percaya bahwa kerjasama adalah cara terbaik untuk mencapai
subordinasi, dimana pemerintah sipil memasukkan opini militer dalam proses pembuatan
kebijakan. Dalam hal ini, di beberapa sektor menempatkan peran baru bagi militer
(strategi peningkatan partisipasi), sementara di sektor lain menginginkan profesionalisme
yang tinggi dari militer. Dalam kedua hal ini, pemerintah berusaha untuk
mengembangkan kapabilitas sipil untuk berhubungan dengan isu-isu strategis dan
kebijakan pertahanan. Besarnya keistimewaan militer yang tercantum dalam konstitusi
negara meyebabkan kedudukan militer begitu kuat dalam politik.
Badan Keamanan Nasional (COSENA) salah satu lembaga yang
mengikutsertakan militer dalam menentukan kondisi darurat negara yang biasanya hanya
ditetapkan oleh presiden.Pada masa Frei, meskipun berusaha untuk menghindari konflik
dengan militer namun ketika Manuel Contreras dan Pedro Espinoza dijatuhkan hukuman
oleh pengadilan karena terbukti melakukan pembunuhan terhadap Orlando Leterier,
mantan duta besar untuk Amerika Serikat pada zaman Allende.Keduanya dilindungi oleh
AD dan AL yang kemudian meminta untuk penjara istimewa dan diawasi langsung oleh
AD. Karena alasan sakit maka AD meminta penundaan penahanan terhadap Espinoza dan
negosiasi untuk menahan keduanya berlangsung rumit. Untuk itu, Frei kemudian
mengeluarkan pernyataan bahwa segala investigasi yang berkaitan dengan kasus cek
diakhiri dengan harapan bahwa militer pun menghentikan demonstrasi seribu perwira
yang mendukung Espinoza, untuk itu, Pinochet melakukan pertemuan dengan para
perwira tersebut dan mengatakan bahwa ketegangan telah berakhir. Dalam hal ini,
pemerintahan sipil masih belum mampu memenangkan kebijakan atas militer dan
cenderung mendapat tekanan dari militer yang mempertahankan kepentingannya. Pada
masa Frei, jabatan Pinochet sebagai panglima AD telah berakhir dan penggantinya
Jenderal Ricardo Izurieta, memiliki sikap yang berbeda dengan Pinochet yang

xiv
menganggap bahwa pelanggaran HAM merusak citra militer dan harus dicari
permasalahannya. Hasilnya, pada tahun 2000 dibuatlah dialog yang mempertemukan
militer dan sipil yang dikenal Mesa de Dialogo dan militer akan memberikan informasi
tentang korban HAM pada masa Rezim Pinochet.12 e. Hubungan Sipil-Militer Era
Ricardo Lagos (2000-2006).
Pada masa Ricardo Lagos, pemerintahan sipil tidak lagi mencampuri lembaga
tersebut.Meskipun isu Pinochet masih mewarnai hubungan sipil- militer di Chile pada
masa Lagos.Secara pribadi, Lagos mempunyai hubungan yang baik dengan Jenderal
Izurieta dan Jenderal Juan Emilio Cheyre (panglima AD yang menggantikan
Pinochet).Namun, kedua jenderal tersebut cenderung tidak lagi melakukan perlawanan
terhadap pemerintah bahkan Cheyre mengatakan bahwa ke depannya ingin membangun
lembaga militer (AD) yang profesional dan tidak ada lagi pelanggaran HAM seperti
dahulu. Pada masa Lagos pula tercapai amandemen terhadap konstitusi tahun 2005 yang
mengembalikan wewenang presiden untuk mengangkat dan memberhentikan anggota
militer, Badan Keamanan Nasional (COSENA) menjadi penasihat keamanan presiden
dan tidak lagi menentukan keadaan darurat serta peran militer tidak lagi sebagai
pengawas institusi negara. Pada tahun 2002, Departemen Pertahanan membuat White
Paper of defense yang di dalamnya merumuskan misi dan peran militer.Kedua hal
tersebut dipengaruhi oleh definisi ancaman, dimana ancaman datang dari luar negara
mempengaruhi keamanan dalam negeri dan menjadi urusan kepolisian dalam hal ini
sementara militer lebih fokus pada keamanan eksternal yang mengganggu wilayah
kedaulatan negara.Untuk mendukung profesionalisme militer pemerintah Lagos pun
mendukung pembangunan industri militer untuk lebih mengoptimalkan keahlian militer
dalam bidangnya.Pembelian peralatan militer gencar dilakukan untuk menggantikan
peralatan yang telah usang dan militer pun aktif dalam pergaulan internasional khususnya
ke ikutsertaan sebagai pasukan perdamaian PBB di wilayah konflik.

xv
xvi
.

xvii
xviii
.

xix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pendirian Dinsti Umayyah..............................................................................4

B. Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah..............................................................6

C. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah...............................................................7

D. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah...............................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................14

A. KESIMPULAN.............................................................................................14

B. SARAN..........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

xx
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berakhirnya pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib berujung
pada lahirnya dinasti, atau kekuasaan kerajaan. Model kepemimpinan
sebelumnya (Khalifah Ali) yang tetap menerapkan model keteladanan
Nabi Muhammad SAW yaitu pemilihan khalifah melalui proses
musyawarah, tampak berbeda memasuki model kepemimpinan dinasti-
dinasti yang berkembang kemudian. Bentuk pemerintahan dinasti atau
kerajaan yang cenderung turun temurun, hanya untuk mempertahankan
kekuasaan, hadirnya unsur otoriter, kekuasaan absolut, kekerasan,
diplomasi yang dibumbui tipu daya, dan hilangnya teladan profetik
yang perlu diperhatikan dalam mendefinisikan pemimpin adalah
gambaran umum. dinasti setelah khulafaur rasyiddin. Dinasti Umayyah
merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibnu
Abi Sufyan.

Setelah wafat nya Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan Islam


dipegang oleh Abu Bakar as-Sidiq dan Bani Umayyah merasa golongan
mereka lebih rendah dibandingkan Ansar dan Muhajirin. Mereka harus
menunjukkan perjuangannya membela Islam untuk mendapatkan kelas
yang sama. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, mereka dikirim
ke Suriah untuk berperang melawan Bizantium. Yazid bin Abu Sufyan
diangkat menjadi gubernur di sana atas jasanya. Pada masa
pemerintahan Usman bin Affan, Muawiyah bin Abu Sufyan diangkat
menjadi gubernur Syam menggantikan saudaranya. Selain itu, Bani
Umayyah menjadi penguasa di sana.

Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib menjadi awal kehancuran


umat Islam karena Muawiyah bin Abu Sufyan tidak menyukai
kebijaksanaan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam menangani kasus
pembunuhan Usman bin Affan. Perselisihan antara Ali bin Abi Thalib

1
dan pihak Muawiyah tidak berhenti sampai disitu saja, namun
perselisihan itu memuncak pada perang Shiffin. Adanya Tahkim atau
arbitrase dalam perang ini, namun peristiwa ini melahirkan kelompok
yang disebut kelompok Khawarij. Golongan ini adalah golongan yang
kecewa dengan kasus Tahkim Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib juga dibunuh oleh salah satu faksi Khawarij
pada tahun 661 M. Meninggalnya Ali bin Abi Thalib mendorong
Muawiyah mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah baru di
Damaskus, Suriah. Namun, putra Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, tak
mau mengakuinya. Hal ini menimbulkan konflik antar umat Islam.
Akhirnya Hasan bin Ali membuat perjanjian damai dengan Muawiyah
bin Abu Sufyan. Peristiwa ini dikenal dengan nama Yaumul Jama'ah
dan terjadi pada tahun 41 atau 661 Masehi.

Perjanjian tersebut mampu menyatukan umat Islam dalam


kepemimpinan politik yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan.
Di sisi lain, perjanjian tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa
Islam yang absolut. Dinasti Umayyah memerintah selama hampir satu
abad, atau 90 tahun, dengan 14 khalifah.

B. Rumusan Masalah
1. Pendirian Dinasti Umayyah

2. Pola Pemerintah Dinasti Umayyah

3. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah

4. Peradaban Islam Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana Berdirinya Dinasti Umayyah

2
2. Mempelajari Bagaimana Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah

3. Mengetahui Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah

4. Mempelajari Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendirian Dinasti Umayyah


Proses terbentuknya Kekhalifahan Bani Umayyah dimulai ketika
Khalifah Utsman bin Affan terbunuh oleh pedang Humra bin Sudan
pada tahun 35 H/656 M.

Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh


masyarakat Madinah dan pendukung dari Kuffah ditentang oleh
sekelompok orang yang merasa di rugikan. Misalnya, Muwiyah bin Abi
Sufyan yang menjabat gubernur Damaskus di Syiria dan Marwan bin
Hakam yang menjabat sekretaris pada masa khalifah Utsman bin Affan.

Penolakan Muawiyah bin


Abi Sufyan dan sekutunya
terhadap Ali bin Abi
Thalib
menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara

3
kedua belah pihak yang
berujung pada
pertempuran di Shiffin dan
dikenal dengan perang
Sifin, Pertempuran ini
terjadi di antara dua
kubu yaitu, Muawiyah bin
Abu Sufyan (sepupu dari
Usman bin Affan) dan Ali
bin Abi Talib
di tebing Sungai Furat
yang kini terletak di Syria
(Syam) pada 1 Shafar
tahun 37H/657 M
Muawiyah tidak
menginginkan adanya
4
pengangkatan
kepemimpinan umat Islam
yang baru.
Wafatnya khalifah Ali bin
Abi Thalib pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 H/661
M, karena
terbunuh oleh tusukan
pedang beracun saat
sedang beribadah di
masjid Kufah, oleh
kelompok khawarij yaitu
Abdurrahman bin
Muljam, menimbulkan
dampak politis yang

5
cukup berat bagi
kekuatan umat Islam
khususnya para pengikut
setia Ali (Syi’ah).
Penolakan Muawiyah bin
Abi Sufyan dan sekutunya
terhadap Ali bin Abi
Thalib
menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara
kedua belah pihak yang
berujung pada
pertempuran di Shiffin dan
dikenal dengan perang
Sifin, Pertempuran ini
terjadi di antara dua
6
kubu yaitu, Muawiyah bin
Abu Sufyan (sepupu dari
Usman bin Affan) dan Ali
bin Abi Talib
di tebing Sungai Furat
yang kini terletak di Syria
(Syam) pada 1 Shafar
tahun 37H/657 M
Muawiyah tidak
menginginkan adanya
pengangkatan
kepemimpinan umat Islam
yang baru.
Wafatnya khalifah Ali bin
Abi Thalib pada tanggal 21

7
Ramadhan tahun 40 H/661
M, karena
terbunuh oleh tusukan
pedang beracun saat
sedang beribadah di
masjid Kufah, oleh
kelompok khawarij yaitu
Abdurrahman bin
Muljam, menimbulkan
dampak politis yang
cukup berat bagi
kekuatan umat Islam
khususnya para pengikut
setia Ali (Syi’ah).
Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan sekutunya terhadap Ali
bin Abi Thalibmenimbulkan konflik yang berkepanjangan antara kedua
belah pihak yang berujung padapertempuran di Shiffin dan dikenal
dengan perang Sifin, Pertempuran ini terjadi di antara duakubu yaitu,

8
Muawiyah bin Abu Sufyan (sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin
Abi Talibdi tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada
1 Shafar tahun 37H/657 MMuawiyah tidak menginginkan adanya
pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang baru

Wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib pada tanggal 21 Ramadhan


tahun 40 H/661 M, karenaterbunuh oleh tusukan pedang beracun
saat sedang beribadah di masjid Kufah, oleh kelompok khawarij
yaitu Abdurrahman bin Muljam, menimbulkan dampak politis
yangcukup berat bagi kekuatan umat Islam khususnya para
pengikut setia Ali (Syi’ah). Olehkarena itu, tidak lama berselang umat
Islam dan para pengikut Ali bin Abi Thalib melakukansumpah setia
(bai’at) atas diri Hasan bin Ali untuk di angkat menjadi khalifah
pengganti Alibin Abi Thalib. Proses penggugatan itu dilakukan
dihadapan banyak orang. Mereka yangmelakukan sumpah setia ini
(bai’at) ada sekitar 40.000 orang jumlah yang tidak sedikit untukukuran
pada saat itu

Orang yang pertama kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin
Sa’ad, kemudiandiikuti oleh umat Islam pendukung setia Ali bin Abi
Thalib. Pengangkatan Hasan bin Ali dihadapan orang banyak
tersebut ternyata tetap saja tidak mendapat pengangkatan dari

Muawiyah bin Abi Sufyan dan para pendukungnya. Dimana pada


saat itu Muawiyyah yangmenjabat sebagai gubernur Damaskus juga
menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini disebabkan karena
Muawiyah sendiri sudah sejak lama mempunyai ambisi
untukmenduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam. Namun Al-
Hasan sosok yang jujur danlemah secara politik. Ia sama sekali tidak
ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia lebihmemilih
mementingkan persatuan umat. Hal ini dimanfaatkan oleh
muawiyah untukmempengaruhi massa untuk tidak melakukan bai’at
terhadap hasan Bin ali. Sehingga banyakterjadi permasalahan politik,
termasuk pemberontakan – pemberontakan yang didalangi

9
olehMuawiyah bin Abi Sufyan. Oleh karena itu, ia melakukan
kesepakatan damai dengankelompok Muawiyah dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan RabiulAwwal tahun 41
H/661.

Tahun kesepakatan
damai antara Hasan dan
Muawiyah disebut Aam
Jama’ah karena
kaum muslimn sepakat
untuk memilih satu
pemimpin saja, yaitu
Muawiyah ibn Abu
Sufyan.
Meskipun Muawiyah tidak
mendapatkan pengakuan
secara resmi dari warga
kota Bashrah,

10
usaha ini tidak henti-
hentinya dilakukan oleh
Muawiyah sampai
akhirnya secara defacto
dan
dejure jabatan tertinggi
umat Islam berada di
tangan Muawiyah bin Abi
Sufyan. Dengan
demikian berdirilah dinasti
baru yaitu Dinasti Bani
Umayyah (661-750 M).
Tahun kesepakatan damai antara Hasan dan Muawiyah
disebut Aam Jama’ah karenakaum muslimn sepakat untuk memilih
satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu Sufyan.Meskipun
Muawiyah tidak mendapatkan pengakuan secara resmi dari warga kota
Bashrah,usaha ini tidak henti-hentinya dilakukan oleh Muawiyah
sampai akhirnya secara defacto dandejure jabatan tertinggi umat Islam
berada di tangan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dengandemikian berdirilah
dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M).

11
1. Pendiri Dinasti Umayyah
Pendiri Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan
atau Muawiyah I,Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab dan Utsman bin AffanMuawiyah lahir lahir empat tahun
menjelang Rasulullah SAW menjalankandakwah di kota
Makkah. Riwayat lain menyebutkan dia lahir dua tahun
sebelumdiutusnya Muhammad SAW menjadi Nabi.

Beberapa riwayat menyatakan bahwa Muawiyah memeluk Islam


bersamaayahnya, Abu Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti
Utbah tatkala terjadi Fathu Makkah. Namun riwayat lain
menyebutkan, Muawiyah masuk Islam pada peristiwa Umrah Qadha’
tetapi menyembunyikan keislamannya sampai peritistiwa Fathu Makkah

Di masa Rasulullah SAW,


dia diangkat sebagai salah
seorang pencatat wahyu
setelah bermusyawarah
dengan Malaikat Jibril.
Ambillah dia sebagai
penulis wahyu
karena dia jujur,” kata
Jibril. Pada masa
12
Khulafaur Rasyidin,
Muawiyah diangkat
menjadi
salah seorang panglima
perang di bawah komando
utama Abu Ubaidah bin
Jarrah
Di masa Rasulullah SAW,
dia diangkat sebagai salah
seorang pencatat wahyu
setelah bermusyawarah
dengan Malaikat Jibril.
Ambillah dia sebagai
penulis wahyu
karena dia jujur,” kata
Jibril. Pada masa
13
Khulafaur Rasyidin,
Muawiyah diangkat
menjadi
salah seorang panglima
perang di bawah komando
utama Abu Ubaidah bin
Jarrah
Di masa Rasulullah SAW,
dia diangkat sebagai salah
seorang pencatat wahyu
setelah bermusyawarah
dengan Malaikat Jibril.
Ambillah dia sebagai
penulis wahyu
karena dia jujur,” kata
Jibril. Pada masa
14
Khulafaur Rasyidin,
Muawiyah diangkat
menjadi
salah seorang panglima
perang di bawah komando
utama Abu Ubaidah bin
Jarrah
Di masa Rasulullah SAW, dia diangkat sebagai salah seorang
pencatat wahyusetelah bermusyawarah dengan Malaikat Jibril.
Ambillah dia sebagai penulis wahyukarena dia jujur,” kata Jibril.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Muawiyah diangkat menjadisalah
seorang panglima perang di bawah komando utama Abu Ubaidah bin
Jarrah

Kaum Muslimin berhasil menaklukkan Palestina, Syria


(Suriah), dan Mesir dari tangan Imperium Romawi Timur.
Berbagai kemenangan ini terjadi pada masa pemerintahanUmar
bin Al-Khathab.Ketika Utsman bin Affan menjabat sebagai
khalifah menggantikan Umar, Muawiyah diangkat sebagai
gubernur untuk wilayah Syria dan Palestina yangberkedudukan
di Damaskus menggantikan Gubernur Abu Ubaidah bin Jarrah.Pada
masa pemerintahan Ali, terjadi beberapa konflik antara kaum Muslimin.
Diantaranya Perang Shiffin. Perang yang terjadi antara Ali dan
Muawiyah ini berakhirdengan perdamaian

Ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh, kaum Muslimin


sempat mengangkatputranya, Hasan bin Ali. Namun melihat keadaan

15
yang tidak menentu, setelah tiga bulan, akhirnya Hasan mengundurkan
diri dan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyahbin Abi
Sufyan.

Serah terima jabatan itu berlangsung di kota Kufah. Tahun inilah


yang dalamsejarah dikenal dengan Amul Jama’ah (Tahun Kesatuan).
Dengan demikian, Muawiyahresmi menjadi khalifah. Beberapa
kalangan ada yang menyebut Muawiyah denganjulukan yang jauh
dari akhlak islami. Padahal walau bagaimanapun dia tetap
sahabatRasulullah, yang telah banyak memberikan sumbangan untuk
Islam. Dia ikut di berbagaipeperangan, baik di masa Rasuullah atau
Khulafaur Rasyidin Mengenai tudingan yang menjelekkannya, tidak
semuanya bisa diterima begitu saja. Bahkan beberapa kebijakanyang
oleh sebagian sahabat dianggap ‘menyimpang’ masih bisa dimaklumi.
Kendati punada, hal itu wajar mengingat ia adalah manusia biasa yang
kadang khilaf atau dipengaruhiorang-orang sekitarnya. Semua itu
tidak mengurangi keutamaannya sebagai sahabat,bahkan masih
terbilang keluarga dekat Rasulullah SAW.

Muslimin berhasil
menaklukkan Palestina,
Syria (Suriah), dan
Mesir dari tangan
Imperium Romawi
Timur. Berbagai
16
kemenangan ini terjadi
pada masa pemerintahan
Umar bin Al-Khathab.
Ketika Utsman bin
Affan menjabat sebagai
khalifah menggantikan
Umar,
Muawiyah diangkat
sebagai gubernur untuk
wilayah Syria dan
Palestina yang
berkedudukan di
Damaskus menggantikan
Gubernur Abu Ubaidah bin
Jarrah.

17
Pada masa pemerintahan
Ali, terjadi beberapa
konflik antara kaum
Muslimin. Di
antaranya Perang Shiffin.
Perang yang terjadi
antara Ali dan
Muawiyah ini berakhir
dengan perdamaian.
Keti
Di masa Rasulullah SAW, dia diangkat sebagai salah seorang pencatat
wahyusetelah bermusyawarah dengan Malaikat Jibril. Ambillah dia
sebagai penulis wahyukarena dia jujur,” kata Jibril. Pada masa Khulafaur
Rasyidin, Muawiyah diangkat menjadisalah seorang panglima perang di bawah

Muslimin
komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah. Kaum

berhasil menaklukkan
Palestina, Syria (Suriah),
dan Mesir dari tangan

18
Imperium Romawi
Timur. Berbagai
kemenangan ini terjadi
pada masa pemerintahan
Umar bin Al-Khathab
2. Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah

Setelah pada tanggal 20 ramadhan 40 H Ali ditikam oleh


Ibnu Muljam, salah satupengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai
khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasanbin Ali) selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementarapengaruh
muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai.
Perjanjian itudapat mempersatukan umat Islam kembali dalam
suatu kepemimpinan politik, di bawahMuawiyah bin Abi
Sufiyan.

Di sisi lain perjanjian itu membuat Mu’awiyah menjadi


penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal
dalam sejarahsebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian
telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan
Bani Umayah dalam sejarah politik islam

Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra


dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Sebagai
keturunan Abd Manaf, Muawiyahmempunyai hubungan kekerabatan
dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada haripenaklukan kota
Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika
ituMuawiyyah berusia 23 tahun

19
Mu'awiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertanggung
jawab atas perubahansistem. Keberhasilan kepemimpinannya dari yang
bersifat demokratis dengan cara pemilihankepada yang bersifat
keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafan
didamaskus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat
pemerintahan dari madinah keDamaskus menandai era baru

Daulah Bani Umayyah


mempunyai peranan
penting dalam
perkembangan masyarakat
di
bidang politik, ekonomi
dan sosial. Hal ini
didukung oleh pengalaman
politik Mu’awiyah
sebagai bapak pendiri
daulah tersebut yang telah
mampu mengendalikan
situasi dan menepis
20
berbagai anggapan
miring tentang
pemerintahannya.
Muawiyah bin Abu
Sufyan adalah
seorang politisi handal
dimana pengalaman
politiknya sebagai
gubernur syam pada masa
khalifah Utsman bin Affan
cukup mengantar dirinya
mampu mengambil alih
kekuasaan dari
genggaman keluarga Ali
bin Abi Thalib
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam
perkembangan masyarakat dibidang politik, ekonomi dan sosial. Hal ini

21
didukung oleh pengalaman politik Mu’awiyahsebagai bapak pendiri
daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan
menepisberbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.
Muawiyah bin Abu Sufyan adalahseorang politisi handal dimana
pengalaman politiknya sebagai gubernur syam pada masakhalifah
Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih
kekuasaan darigenggaman keluarga Ali bin Abi Thalib

Pada masa Dinasti Politik Umayyah telah mengalami kemajuan dan


perubahan sehinggalebih teratur dibandingkan dengan masa
sebelumnya, terutama dalam hal khilafah(kepemimpian), dalam bentuk
Al-Kitabah (sekertariat negara), Al-Hijabah (ajudan),organisasi
keuangan, organisasi kehakiman dan organisasi tata usaha negara

3. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah

terbentuknya Dinasti Umayah merupakan gambaran awal bahwa


umat Islam ketika itutelah kembali mendapatkan identitasnya sebagai
negara yang berdaulat, juga merupakan faseketiga kekuasaan Islam
yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661-750
Masehi).Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam
dari masa sebelumnya (masaNabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga
perubahan-perubahan lain dibidang sosial politik,keagamaan,
intelektual dan peradapan

Pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus melambangkan


zaman imperium barudengan menggesernya untuk selama-lamanya
dari pusat Arabia, yakni Madinah yangmerupakan pusat agama dan
politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilahdaulat
Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan
pemerintahansentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali,


dilanjutkan kembali olehdinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tuniasia

22
dapat ditaklukan. Disebelah timur, Muawiyahdapat menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan
lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Binzantium,
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah
kemudian dilakukan oleh khalifah Abd al-Malik. Ia mengirimtentara
menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Markhand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan dapatmenguasai Balukhistan, Sind
dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid


Ibnu Abdul Malik.Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman,
kemakmuran, dan kesejahteraan. UmatIslam merasa hidup bahagia pada
masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahunitu
ditempatkan suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah
barat daya, BenuaEropa, yaitu pada tahun 711 Masehi. Setelah Al-jazair
dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariqbin ziyad, pemimpin pasukan
Islam menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan
benua Eropa, dan mendapat disuatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq) Tentara Spanyol dapat ditaklukkan.
Dengan demikian Spanyol menjadi target ekspansiselanjutnya. Ibukota
Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai. Menyusul kota-kota
lainseperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol
yang baru setelah jatuhnyaKordova. Pada saat itu, pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan
dari rakyat setempat sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis


melalui pegununganPiranee. Serangan ini dipimpin oleh
Abdurahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulaimenyerang
Bordeau Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun dalam
peperangan diluar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol.

23
Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di laut
tengah juga jatuh ke tangan Islampada zaman Bani Umayyah ini.

4. Peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah

Meluasnya wilayah kekuasaan islam dan berdirinya bangunan-bangunan


sebagai pusat dakwah islam, kemajuan ini pada masa ini meliputi bidang:

1. Politik kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah
adalah terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power)
dengan kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah
dalam bidang politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama

2. Pemerintahan

a. Perubahan Sistem Pemerintahan bentuk pemerintahan Muawiyah berubah


dari Demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat
anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota. Kebijakan ini dipengaruhi oleh
tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan Bizantium.
b. Administrasi pemerintahan Setidaknya ada empat diwan
(departemen/kementrian) yang berdiri pada Daulah BaniUmayyah, yaitu:

1). Diwan Rasail (urusan administrasi dan surat)Departemen ini


mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai
wilayah
2). Diwan Kharraj (urusan keuangan)Departemen ini mengurus tentang
perpajakan. Gikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab
langsung kepada Khalifah.
3). Diwan Jund (urusan kemiliteran) Departemen ini mengurus tentang
ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan departemen
peperangan.
4). Diwan Khatam (urusan dokumentasi) Departemen ini disebut juga
departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada
sebuah register kemudian disegel dan dikirim keberbagai wilayah.

24
5). Diwan Qadli Lembaga kehakiman dikepalai ketua hakim (Qathil
Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan pekara dengan ijtihad
(sungguh sungguh) dan dasar hukum berdasarkan Al Qur-an dan Sunnah
Nabi.

3. Lambang Negara

Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara dimana


sebelumnya pada masa Khulafa Rassyidin belum ada. Bendera ini menjadi ciri
khas Daulah Bani Umayyah.

4. Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan

Pada pemerintahan Abd Malik, Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi


administrasi pemerintahan.

5. Militer

a. Undang-undang Wajib Militer

Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat
undang-undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal
dari orang arab.

b. Futuhat/Ekspansi (Perluasan Daerah)

Perluasan ke Asia kecil dilakukan Muawiyah dengan ekspansi ke


imperium Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan Kreta pada
tahun 54 H. Setelah 7 tahun, Yazid berhasil menaklukkan kota
Konstantinopel. Perluasan ke Asia Timur, Muawiyah menaklukkan
daerah Khurasan-Oxus dan Afganistan-Kabul pada tahun 674 M. Pada
zaman Abd Malik, daerah Balkh. Bukhara, Khawarizan, Ferghana,
Samarkand dan sebagian india (Balukhistan, Sind, Punjab dan Multan).
Perluasan ke Afrika Utara, dikuasainya daerah Tripoli, Fazzan, Sudan,
Mesir (670 M). Perluasan kebarat pada zamn Walid mampu menaklukan
Jazair dan Maroko (89 H). Thariq bin Ziyad (92 H) sampai di Giblaltar

25
(Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol dikuasai, Cordova terpilih menjadi
ibu kota propinsi Wilayah Islam di Spanyol.

6. Ekonomi

A. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah

Sumber uang masuk pada zaman Daulah Ban Umayyah sebagiannya


diambil dari Dharaib (kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara).
Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama
yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa. Namun pada masa
Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi, sedangkan
jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim
memeluk agama Islam.

B. Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap


pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan
bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian

Setelah Bani Umayyah berhasil menaklukan berbagai wilayah jalur perdagangan


jadi semakin lancar. Ibu kota Basrah di Teluk Persi pun menjadi pelabuhan
dagang yang ramai dan makmur begitu pula kota eden Adapun pengeluaran
pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:

a. Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha Negara

b. Pembangunan pertanian termasuk irigasi

c. Biaya orang hukuman dan tawanan perang

d. Perlengkapan perang

7. Mata Uang

Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur.
Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa
Umar bin Khattab sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.

26
8. Sosial Kemasyarakatan

a. Panti Sosial Penyandang Cacat

Ketika Walid naik tahta, ia menyediakan pelayanan khusus. Orang cacat diberi
gaji, orang buta diberikan penuntun, orang lumpuh disediakan perawat, la juga
mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat
sesuai dengan persyaratan standar kesehatan.

b. Arab dan Mawali

Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang

kekuasaan daripada Muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali

Awalnya Mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan.

9. Pendidikan

Daulah Bani Umayyah tidak terlalu memperhatikan bidang pendidikan karena


mereka fokus dalam bidang politik. Meski demikian Daulah Bani Umayyah
memberikan kebebasan pada pengembangan ilmu agama Islam sastra dan filsafat.
Daulah menyediakan tempat-tempat pendidikan antara lain:

a. Kuttab

Kuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal


Alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam

b. Masjid

Pendidikan di masjid merupakan lanjutan dari kuttab. Pendidikan di masjid terdiri


dari dua tingkat pertama, tingkat menengah di didik oleh guru formal dan ketua
tingkat tinggi yang di didik oleh ulama dalam bidangnya.

c. Arabisasi

Gerakan penerjemah ke dalam Bahasa arab (Arabisasi Buku) pada masa Marwan
sangat dilakukan .ia memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa yunani ,syiria,sansekerta, dan Bahasa lainnya ke dalam Bahasa arab.

27
d. Baitul Hikmah

Baitul Hikmah merupakan Gedung pusat kajian dan perpustakaan.

10. Kesenian

a. Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas


kesusterasaan dan juga tempat berdiskusi mengenai urusan politik.
Majelis ini hanya ditunjukan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.
b. Arsitektur
Pada masa walid dibangum sebuah masjid agung yang terkenal dengan
sebutan Masjid Damaskus ,Kubah as-sakhra di Yerussalem di bangun
oleh Abdul Malik (691) merupakan bangunan masjid pertama kali di
tutup dengan kubah.
Pada abad VII wild ibnu Abdul Malik juga membangun masjid agung di
syiria berdasarkan nama penguasa Dinasti Umayyah.

28
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abi Sufyan bin
Harb bin Umayyah pada tahun 661 M. dan memerintah selama kurang
lebih 90 tahun dengan Damaskus sebagai ibu kotanya. Muawiyah naik ke
tampuk kekuasaan setelah mengadakan perjanjian dengan Madain dan
Hasan bin Ali
Keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahannya mencakup
hampir semua bidang seperti pembangunan masjid dan bangunan
perkotaan yang sangat maju dan modern. Tidak hanya ilmu agama, ilmu
pengetahuan umum juga berkembang pesat.
Luasnya wilayahnya meliputi tiga benua yakni Asia Tengah, Eropa, dan
Afrika Utara. Selain itu, pos-pos juga dibuat untuk menyediakan kuda
yang sempurna di jalan, untuk mengendalikan angkatan bersenjata, untuk
menggantikan mata uang Bizantium dan Persia dengan mencetak mata
uang terpisah menggunakan kata dan huruf Arab pada tahun 659.

29
Pengenalan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam, rumah
penyandang cacat, jalan raya, pabrik, gedung pemerintahan dan masjid
agung.

Faktor-faktor penyebab runtuhnya Daulah Bani Umayyah 1) Pergantian khalifah


dari sistem musyawarah menjadi sistem kerajaan:

1). Pergantian khalifah dari system musyawarah menjadi system kerjaan.

2) Konflik-konflik politik dan pertentangan antar suku yang memuncak.

3) Pemerintahin yang korp, boros dan bermewah-mewahan di kalangan istana.

4) Lemahnya para khalifah dalam memimpin pemerintahan sehingga kurang


memperhatikan kesejahteraan rakyat

B. SARAN
Berdasarkan pembahasan yang kami sampaikan, kami berharap
semua pihak dapat memahami dan mempelajari lebih dalam mengenai
materi Bani Umayyah.

30
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah bin Abu Sufyan

https://an-nur.ac.id/faktor-penyebab-terjadinya-kemajuan-islam-pada-periode-
klasik

Ely Zainudin, Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah, Jepara,


Universitas IslamNahdlatul Ulama, 2015.http://wawai.id/syiar/islam-masa-
dinasti-bani-umayah

31
32

Anda mungkin juga menyukai