Anda di halaman 1dari 17

BELAJAR

A. TIPE BELAJAR

▪Tipe Auditori

Banyak anak yang memiliki tipe belajar dengan mendengarkan. Oleh karena itu, banyak anak yang
mudah memahami dan mengingat hanya dari penjelasan guru.

Ciri-ciri:

Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar. Hal ini membuatnya piawai
dalam berbicara.

Senang membaca dengan mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir.

Menyukai dan mahir dalam seni musik karena kemampuannya yang dapat menirukan kembali nada,
perubahan, dan warna suara.

Sulit menyerap informasi dari bahan bacaan.

Konsentrasinya mudah terganggu dengan kebisingan hingga bisa membuatnya risih.

Di usianya yang masih muda, dia memiliki kesulitan menulis dan membaca.

Mudah mengingat nama daripada wajah orang.

Cara Belajar:

Setelah mendapatkan penjelasan, bertanyalah jika ada yang membingungkan. Jika perlu, rekam
penjelasan guru dan dengarkan berulang-ulang. Belajar sambil mendengarkan musik atau bersama
teman juga sangat membantu. Jika sedang membaca, bacalah dengan bersuara.

▪Tipe Visual

Tipe belajar ini adalah kebalikan dari sebelumnya. Tipe ini justru kesulitan memahami pelajaran dari
penjelasan guru saja.

Ciri-ciri:

Suka bicara cepat.

Mudah memahami bahan bacaan.

Menyukai seni gambar karena kesukaannya mempelajari sesuatu yang menggunakan warna dan bentuk-
bentuk.
Memiliki kemampuan perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik.

Suka kerapihan dan keteraturan yang terlihat jelas dari penampilannya.

Seringkali memberikan jawaban yang singkat karena kesulitannya memilih kata-kata yang tepat
walaupun dia tahu apa yang harus dikatakan.

Kesulitan mengingat perkataan dan sering meminta orang mengulangi kata-katanya.

Mudah terganggu dengan sesuatu yang bergerak. Hal ini membuat anak lebih mudah memahami video
dan suka menonton film.

Cara belajar:

Ketika belajar sendiri, berilah tanda pada definisi dan penjelasan penting lainnya dengan warna berbeda.
Jika perlu, gunakan flashcard untuk membantu hafalan Anda.

Ketika sedang di kelas, usahakan selalu berada di depan kelas agar Anda lebih fokus pada guru dan
papan tulis. Lalu, fokuskan pikiran pada penjelasan dan jika memungkinkan visualkan penjelasan guru
menjadi gambar bergerak.

Buatlah catatan dalam bentuk mind map. Hal ini memudahkan Anda menemukan keterhubungan antara
satu informasi dengan informasi lainnya.

▪Tipe Kinestetik

Tipe belajar ini adalah kebalikan dari sebelumnya. Tipe ini justru kesulitan memahami pelajaran dari
penjelasan guru saja.

Ciri-ciri:

Suka bicara cepat.

Mudah memahami bahan bacaan.

Menyukai seni gambar karena kesukaannya mempelajari sesuatu yang menggunakan warna dan bentuk-
bentuk.

Memiliki kemampuan perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik.

Suka kerapihan dan keteraturan yang terlihat jelas dari penampilannya.

Seringkali memberikan jawaban yang singkat karena kesulitannya memilih kata-kata yang tepat
walaupun dia tahu apa yang harus dikatakan.

Kesulitan mengingat perkataan dan sering meminta orang mengulangi kata-katanya.

Mudah terganggu dengan sesuatu yang bergerak. Hal ini membuat anak lebih mudah memahami.
Ketika belajar sendiri, berilah tanda pada definisi dan penjelasan penting lainnya dengan warna berbeda.
Jika perlu, gunakan flashcard untuk membantu hafalan Anda.

Ketika sedang di kelas, usahakan selalu berada di depan kelas agar Anda lebih fokus pada guru dan
papan tulis. Lalu, fokuskan pikiran pada penjelasan dan jika memungkinkan visualkan penjelasan guru
menjadi gambar bergerak.

Buatlah catatan dalam bentuk mind map. Hal ini memudahkan Anda menemukan keterhubungan antara
satu informasi dengan informasi lainnya.

Tipe belajar ini adalah kebalikan dari sebelumnya. Tipe ini justru kesulitan memahami pelajaran dari
penjelasan guru saja.

B. FASE BRLAJAR

Definisi Proses Belajar

Proses belajar adalah suatu aktifitas psikis ataupun mental yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan setumpuk perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Setiap jenis belajar
mengandung suatu proses belajar tersendiri yang memiliki kekhususan tersendiri, namun semua jenis
belajar ini meliputi suatu proses belajar yang menunjukkan gejala-gejala yang terdapat pada semua
proses belajar.

Pada proses pembelajaran, tahapan pembelajaran tidak bersifat permanen tetapi sangat ditentukan
oleh konten atau materi bahan pelajaran dan situasi kelas yang ingin diciptakan oleh guru.

Menurut bergaul.ID Secara psikologis, pada umumnya ada 8 fase dalam belajar, dan pada masing-
masing fase itu terjadi proses-proses.

Fase Motivasi

Timbulnya motivasi (dorongan belajar) dalam diri siswa

Dua jenis motivasi :

1. Motivasi Intrinsik

Dorongan yang timbul dalam diri siswa karena stimulus (rangsangan) dari dalam dirinya sendiri. Stimulus
itu antara lain minat, bakat, cita-cita, kepuasan melakukan sesuatu dengan berhasil. Allah berfirman
dalam memberikan motivasi kepada hambanya yang terdapat pada surat ali imron ayat 159

‫َفِبَم ا َر ۡح َم ٖة ِّم َن ٱِهَّلل ِلنَت َلُهۖۡم َو َلۡو ُك نَت َفًّظا َغ ِليَظ ٱۡل َقۡل ِب ٱَلنَفُّض وْا ِم ۡن َح ۡو ِلَۖك َفٱۡع ُف َع ۡن ُهۡم َو ٱۡس َتۡغ ِفۡر َلُهۡم َو َشاِوۡر ُهۡم ِفي ٱَأۡلۡم ِۖر َفِإَذ ا َعَزۡم َت َفَتَو َّكۡل‬
١٥٩ ‫َع َلى ٱِۚهَّلل ِإَّن ٱَهَّلل ُيِح ُّب ٱۡل ُم َتَو ِّك ِليَن‬
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya

2. Motivasi Ekstrinsik

Dorongan yang timbuk dalam diri siswa, karena stimulus dari luar, seperti penghargaan atas kinerja,
pujian, atau upah yang diberikan pihak lain. Kedua motivasi itu sangat penting dalam belajar, tetapi
motivasi intrinsik yang paling penting.

Fase Pemerhatian

Pemerhatian:

Pemerhatian (pemberian) perhatian pada materi pelajaran yang sedang (akan segera) disajikan. Ini
timbul dengan baik setelah ada motivasi.

Ada tiga proses yang terjadi:

1. Proses memperhatikan

2. Proses menanggapi (memasukkan kedalam persepsi)

3. Proses memahami.

Kuat-lemahnya proses-proses itu banyak bergantung pada cara penyajian materi sekolah, situasi belajar
pengajar, dan motivasi.

Fase Pemerolehan

Pemerolehan:

Proses memahami (memeroleh) arti materi sekolah, dan memasukkannya kedalam ingatan jangka
pendek (short-term memory), dan dari sana akan disimpan dalam ingatan jangka panjang(long-term
memory). Proses ini disebut juga pelambangan (encoding). Guru berperan penting dalam membuat
kuat-lemahnya proses ini.

Fase Penyimpanan

Apa yang sudah dipahami dan dimasukkan kedalam ingatan jangka pendek dimasukkan dalam ingatan
jangka panjang kemudian, dan disimpan disana dalam jangka waktu yang lama.

Apa sesungguhnya yang terjadi dalam ingatan jangka panjang tidak diketahui dengan jelas.
Yang pasti ialah bahwa kapasitas ingatan ini sangat besar.

Fase penyimpanan ini juga disampaikan oleh imam syafii dalam sebuah lantunan kata mutiara beliau
yang mana syarat memperoleh ilmu diantaranya adalah kecerdasan dan memiliki kapasitas yang luar
biasa

‫ َس ُأْنِبْيَك َع ْن َم ْج ُم ْو ِعَها ِبَبَياٍن‬# ‫َاَال َالَتَناُل اْلِع ْلَم ِاَّال ِبِس َّتٍة‬

‫ َو ِاْر َشاُد ُاْسَتاٍذ َو ُطْو ِل َز َم اٍن‬# ‫ُذ َكاٍء َوِح ْر ٍص َو اْص ِط َباٍر َو ُبْلَغ ٍة‬

Ingatlah….. tidak akan kalian mendapatkan ilmu yang manfaat kecuali dengan 6 syarat,yaitu :

▪cerdas

▪semangat

▪sabar

▪biaya

▪petunjuk ustadz/guru

▪waktu yang lama

Fase Pengingatan

Pengingatan:

Proses mengingat kembali apa yang telah dipelajari (disimpan dalam ingatan jangka panjang)

Pengingatan terjadi apabila ada tuntutan dari luar, misalnya, pertanyaan atau masalah yang dihadapi.
Guru berperan penting dalam meningkatkan kemampuan (Kecepatan dan ketepatan) siswa dalam
pengingatan. Proses yang terjadi dalam pengingatan disebut juga pelepasan lambang (decoding).

Fase Generalisasi

Generalisasi:

Proses mengingat dan mempergunakan apa yang telah dipelajari. Dari segi bahasa, pada fase ini siswa
dapat menyatakan apa yang telah dipelajarinya dengan kata – kata (bahasa) sendiri secara baik . Fase
inilah sesungguhnya tujuan akhir belajar. Kemampuan Generalisasi adalah indikator mutu pemahaman
siswa tentang materi pelajaran. Pada fase ini juga berkembang daya kritis dan berpikir mandiri.

Fase ini disebut juga transfer (pengetahuan sudah menjadi milik siswa).

Fase Kinerja
Ini adalah proses dimana siswa membuktikan pemahamannya tentang materi pelajaran melalui
perbuatan (kinerja), seperti jawabnya atas pertanyaan dalam ujian, atau sikapnya dalam menghadapi
masalah.

Fase Umpan Balik

Fase ini sesungguhnya sejalan dengan fase kinerja, karena dari kinerja diperoleh juga umpan balik.

Dalam fase ini siswa mengetahui tingkat pemahamanya tentang materi pelajaran dari kinerjanya sendiri,
dalam arti hasil yang diperoleh dari kinerja kerja itu, seperti nilai ujian, respon yang diberikan guru, dll.

Umpan balik berguna untuk peningkatan (perbaikan) mutu. Dari umpan balik dapat diketahui apa yang
harus diperbaiki.

Urutan fase – fase diatas adalah yang umum (standar). Tetapi dapat juga terjadi bahwa urutan itu tidak
diikuti, misalnya langsung ke fase pemerhatian atau pemerolehan. Perubahan ini dapat terjadi terutama
karena situasi belajar mengajar yang dihadapi, termasuk cara – cara penyajian materi pelajaran oleh
guru. Tetapi bagaimanapun, fase – fase tersebut perlu diperhatikan. Menurut Jerome S. Brunner, salah
seorang penentang teori S-R Bond, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga fase, yaitu

1. Fase Informasi ( Tahap Penerimaan Materi )

Dalam fase informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai
materi yan sedang dipelajar. Diantara informasi yan diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri
sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperluas, dan memperdaln pengetahuan yang
sebelumnya telah dimiliki.

2. Fase Transformasi ( Tahap Pengubahan Materi )

Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu di analisis, diubah, atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-
hal yang lebih luas. Bagi siswa pemula, fase ini akan berlangsung lebih mudah apabila disertai dengan
bimbingan anda selaku guru yang diharapkan kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yan tepat
untuk melakukan pembeljaran materi pelajaran tertentu.

3. Fase Evaluasi

Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh manakah pengetahuan
( informasi yng telah di transformasikan tadi ) dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain
atau memecahkan masalah yang dihadapi.

Pada pembelajaran multimodel, tahapan pembelajaran tidak bersifat permanen tetapi sangat
ditentukan oleh konten/materi bahan pelajaran dan situasi kelas yang ingin diciptakan oleh guru.
Tahapan dalam proses belajar dengan pembelajaran multimodel sangat memungkinkan terjadinya
kombinasi tahapan antar model-model pembelajaran yang telah ada. Prinsip dalam penyusunan
tahapan pembelajaran adalah tujuan yang ingin dicapai, pengalaman belajar yang diharapkan,
partisipasi siswa dalam belajar, efektivitas dalam mengelola waktu. Namun demikian, salah satu bentuk
implementasi pembelajaran multimodel dapat dikemukakan dalam bentuk fase-fase pembelajaran,
sebagai berikut:

Fase I (motivasi dan perumusan tujuan)

Pada tahapan awal ini, guru sebagai fasilitator melakukan ice breaker dengan siswa, kemudian direfleksi
untuk memberikan motivasi atau membangkitkan semangat belajar siswa. setelah itu, guru
memfasilitasi siswa untuk merumuskan tujuan pembelajaran secara demokratis. Keterlibatan siswa
dalam merumuskan tujuan belajar, membangun rasa tanggung jawab dan hubungan emosional siswa
dengan aktivitas belajar.

Fase II (Penyajian data dan orientasi masalah)

Pada tahapan kedua ini, guru dapat menyajikan materi inti dari konten yang ingin dipahami, skill yang
akan dilatih, sikap yang akan ditunjukkan serta mengarahkan kegiatan yang akan dilakukan. Guru dan
siswa dapat saling berinteraksi dalam fase ini untuk selanjutnya, siswa memahami kegiatan yang harus
dilakukan dalam tahap belajar berikutnya. Pada tahap ini, juga dapat dilakukan pengelompokan siswa
secara berimbang dengan memperhatikan faktor efektivitas kegiatan dan kualitas interaksi.

Fase III (kajian masalah dan penyelesaiannya)

Pada tahapan ini siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah yang ada bersama baik
secara individual maupun kelompok yang telah ditentukan. Siswa dapat mengeksplorasi lingkungan,
literature, bereksperimen, berdiskusi dengan nara sumber atau sesama anggota kelompok. Dalam tahap
ini, guru dapat melakukan pendekatan kepada siswa secara individual atau kelompok untuk
pembimbingan untuk efektivitas dalam pencapaian tujuan. Guru juga dapat memberikan motivasi,
penguatan dan penghargaan sebagai bentuk perhatian yang dilakukan secara merata dan tepat guna
kepada siswa. Namun demikian, orientasi tetap pada tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan
masalah yang diberikan melalui proses kerja sama yang memberikan peran masing-masing secara
proporsional. Teori behavioral untuk pembelajaran menekankan pentingnya pengkondisian sebagai
upaya mengaitkan atau mengasosiasi stimuli serta peran konsekuensi perilaku dalam menghasilkan
perubahan dalam probabilitas perlaku (Santrock, 2007).

Fase IV (Komunikasi/Penyajian hasil

Pada tahap ini, guru memfasilitasi siswa mengkomunikasi pemahamannya dan atau menyajikan hasil
karyanya untuk dishare kepada anggota kelas/kelompok lain. Pada tahap ini, kelompok lain dapat
memberikan tanggapan dan penilaian terhadap materi yang disajikan sehingga terjadi interaksi dalam
proses pembelajaran. Intervensi guru dalam hal ini, dapat berperan dalam klarifikasi dan mengarahkan
untuk pembentukan kesimpulan. Dengan demikian, pengembangan akan informasi yang didapat akan
lebih beraneka ragam. Interaksi yang terjadi dapat memicu kreatifitas dan daya berpikir yang lebih luas,
sehingga dapat terbentuk asosiasi pengalaman sebagai stimulus untuk membentuk perilaku yang lebih
baik.
Fase V (Refleksi dan Penghargaan/reward)

Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap aktivitas yang telah
dilakukan dan memikirkan upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan aktivitas sehingga
menjadi lebih baik. Siswa dapat melakukan evaluasi terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan
guru dan sebaliknya, guru juga dapat memberikan feedback kepada siswa. Setelah itu, guru
menyampaikan penghargaan terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang ditunjukkan selama proses
interaksi serta hasil yang dicapai dari sebuah proses. Penghargaan dapat didukung oleh bukti rekaman
aktivitas atau penilaian yang dilakukan oleh guru ataupun oleh siswa sendiri. Penghargaan dapat
diberikan dalam bentuk pujian yang positif, sehingga dapat meningkatkan daya respon anak terhadap
stimulus. Pada tahap ini pula, guru dapat memberikan suplemen materi, sebagai pengayaan yang dapat
dipelajari siswa secara mandiri atau dengan bimbingan guru secara nonreguler.

Hal yang penting menjadi perhatian bagi guru dalam pembelajaran multimodel ini adalah pemeliharaan
motivasi siswa agar tetap fokus dalam proses belajar. Dalam hal ini, guru harus kreatif dalam memulai
proses belajar, jeli menciptakan kegiatan sela dalam setiap perpindahan fase atau pada setiap term
waktu tertentu, serta cerdas dalam mengakhiri setiap fase dan menutup proses pelajaran. Menurut
Given (2007), dalam sistem pembelajaran emosional, guru dituntut menciptakan iklim kelas yang
kondusif bagi keamanan emosional dan hubungan pribadi untuk siswa agar mereka dapat belajar secara
efektif. Guru yang memupuk sistem emosional berfungsi sebagai mentor bagi siswa dengan
menunjukkan antusiasme yang tulus terhadap anak didik, dengan membantu siswa menemukan hasrat
belajar, dengan membimbing mereka mewujudkan target pribadi yang masuk akal, dan mendukung
mereka dalam upaya untuk menjadi apapun yang mereka bisa capai. Oleh karena itu, pelajaran harus
menarik, menantang, relevan, berkaitan dengan apa sudah diketahui siswa, bisa dicapai, atau berada
dalam zona perkembangan proksimal siswa.

C. FAKTOR BELAJAR

Menurut Frandsen (Suryabrata, 1984: 257) belajar dipengaruhi oleh:

a. Adanya sifat ingin tahu yang ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

b. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju;

c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman;

d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan
koperasi maupun dengan kompetisi;

e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;

f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.


Maslow (Suryabrata, 1984: 258) mengemukakan motif-motif untuk belajar, yaitu:

a. Adanya kebutuhan fisik

b. Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran

c. Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain

d. Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat

e. Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri

Syah (1999: 132) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada tiga macam,
yaitu:

1. Faktor Internal Siswa

a. Aspek Pisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh
dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Perubahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan
semangat mental siswa itu sendiri.

Kondisi organ-organ khusus siswa, tingkat indera pendengar dan indera penglihat sangat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan khususnya yang disajikan di kelas.

Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga itu seyogyanya selaku guru yang
profesional harusnya bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin
(periodik) dari dinas-dinas kesehatan setempat. Kiat lain adalah dengan menempatkan mereka di
deretan bangku terdepan secara bijaksana tanpa harus menyampaikan kekurangan siswa tersebut di
depan kelas. Jangan sampai mempengaruhi mental anak tersebut.

Home Pendidikan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Beberapa Ahli

Berikut penjelasan mengenai pendapat beberapa ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
belajar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Beberapa Ahli

Menurut Frandsen (Suryabrata, 1984: 257) belajar dipengaruhi oleh:

a. Adanya sifat ingin tahu yang ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

b. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju;

c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman;

d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan
koperasi maupun dengan kompetisi;

e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;

f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

Maslow (Suryabrata, 1984: 258) mengemukakan motif-motif untuk belajar, yaitu:

a. Adanya kebutuhan fisik

b. Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran

c. Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain

d. Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat

e. Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri

Syah (1999: 132) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada tiga macam,
yaitu:

1. Faktor Internal Siswa

a. Aspek Pisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh
dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Perubahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan
semangat mental siswa itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus siswa, tingkat indera pendengar dan indera penglihat sangat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan khususnya yang disajikan di kelas.

Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga itu seyogyanya selaku guru yang
profesional harusnya bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin
(periodik) dari dinas-dinas kesehatan setempat. Kiat lain adalah dengan menempatkan mereka di
deretan bangku terdepan secara bijaksana tanpa harus menyampaikan kekurangan siswa tersebut di
depan kelas. Jangan sampai mempengaruhi mental anak tersebut.

b. Aspek Psikologis

Intelegensi Siswa

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tepat.

J.P Chaplin ( Mujib, 2002: 318) merumuskan tiga defenisi kecerdasan, yaitu: 1) Kemampuan menghadapi
dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, 2) kemampuan menggunakan
konsep abstrak secara efektif, yang meliputi empat unsur seperti memahami, berpendapat, mengontrol
dan mengkritik, 3) kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.

Tingkat kecerdasan atau IQ siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi
tingkat IQ seseorang maka semakin besar peluangnya meraih sukses, begitupun sebaliknya. Di antara
siswa-siswa yang mayoritas berinteligensi normal mungkin terdapat anak yang tergolong gifted child
atau talented child, yakni anak yang cerdas dan anak yang sangat berbakat.

Sebagai seorang guru yang profesional harus mampu membaca kondisi Inteligensi anak didiknya. Agar
tidak terjadi kesenjangan dalam belajar. Anak yang cerdas juga tidak terhalang oleh temannya yang
lamban dalam berfikir.

Sikap Siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dsb baik secara positif maupun
Untuk mengantisipasi sikap negatif siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif
terhadap dirinya sendiri terhadap mata pelajaran yang menjadi tugasnya. Dengan meyakini manfaat
bidang studi tertentu, siswa akan merasa membutuhkannya, dan dari perasaan butuh itulah diharapkan
muncul sikap positif terhadap bidang studi tersebut sekaligus terhadap guru yang mengajarkannya.

Bakat Siswa
Secara umum, bakat adalah kemamuan potensional yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Dalam perkembangan selanjutnya bakat kemudian diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya
pendidikan dan latihan. Sehubungan dengan itu, bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
prestasi belajr bidang-bidang studi tertentu. Olehnya itu sangat tidak bijaksana orang tua yang
memaksakan anaknya untuk memilih jurusan-jurusan keahlian kehendaknya tanpa mengetahui lebih
dulu bakat yang dimiliki oleh anaknya. Ini akan berdampak buruk terhadap kinerja akademik atau
prestasi belajarnya.

Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar lain, oleh karena
itu, dalam belajar seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan yang dimiliki.
Keterampilan personal yag secara khas dimiliki oleh pembelajar. Pembelajar akan berkembang
seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang ada padanya.

Minat

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran Sains akan
memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan itu
akhirnya siswa lebih giat dan akhirnya mendapatkan prestasi yang baik. Guru dalam hal ini seyogyanya
membangkitkan minat yang dimiliki oleh anak didiknya.

Motivasi Siswa Motivasi adalah keadaan internal seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
sesuatu. Motivasi terbagi atas dua macam, yaitu: 1) Motivasi Intrinsik; 2) Motivasi Ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah hal dan keadan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar. Motivasi ekstrinsik adalah hal yang datang dari luar individu siswa yang juga
mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.

Dorongan mencapai prestasi dan dorongan mengenai pengetahuan dan keterampilan untuk masa
depan, umpamanya memberikan pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan
dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru.

Brown (Imran, 1996: 30) mengemukakan ciri-ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar adalah 1)
tertarik pada guru, tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh, 2) tertarik pada mata pelajaran yang
diajarkan, 3) mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru,
4) ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, 5) ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain, 6)
tindakan, kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri, 7) mengingat pelajaran dan mempelajarinya
kembali dan selalu terkontrol oleh lingkungannya.

Sardiman (Imran, 1996: 31) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah
tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja terus menerus dalam waktu lama, ulet menghadapi
kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat
yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak
bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan
pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini, senang mencari dan memecahkan masalah.

2. Faktor Eksternal Siswa

Lingkungan Sosial

a. Keluarga

b. Guru

c. Masyarakat

d. Teman

Lingkungan Non sosial

a. Rumah

b. Sekolah

c. Peralatan

d. Alam

D. GAYA BELAJAR

7 Gaya Belajar yang Penting Kamu Ketahui

salah satu langkah untuk mengetahui bagaimana cara belajar efektif adalah dengan mengenal gaya
belajar yang sesuai untuk kita. Berikut adalah 7 gaya belajar yang perlu kita ketahui:Gaya belajar visual
ditandai dengan preferensi kamu untuk belajar dengan menggunakan gambar, grafik, warna, imajinasi
visual, dan spasial. Nah, kalau kamu memiliki pemahaman di hal-hal tersebut berarti kamu tipe orang
dengan gaya belajar visual. Misalnya saja kamu punya sense yang baik saat membaca peta atau
mengikuti instruksi sesuai dengan gambar.

Jika kamu merasa nyaman belajar dengan gaya ini, maka media belajar yang cocok adalah
mengembangkan mindmap, menggunakan flashcard bergambar, atau melalui video. Mulailah membuat
catatan dengan warna yang menarik dan beberapa contoh gambar, agar kamu bisa melatih kreativitas
dan belajar dengan efektif. Atau, kamu bisa berlangganan ruangbelajar yang menyajikan video belajar,
dan rangkuman dalam bentuk infografis menarik. Cocok deh, untuk kamu dengan gaya belajar visual!
Gaya belajar visual ditandai dengan preferensi kamu untuk belajar dengan menggunakan gambar, grafik,
warna, imajinasi visual, dan spasial. Nah, kalau kamu memiliki pemahaman di hal-hal tersebut berarti
kamu tipe orang dengan gaya belajar visual. Misalnya saja kamu punya sense yang baik saat membaca
peta atau mengikuti instruksi sesuai dengan gambar.
Jika kamu merasa nyaman belajar dengan gaya ini, maka media belajar yang cocok adalah
mengembangkan mindmap, menggunakan flashcard bergambar, atau melalui video. Mulailah membuat
catatan dengan warna yang menarik dan beberapa contoh gambar, agar kamu bisa melatih kreativitas
dan belajar dengan efektif. Atau, kamu bisa berlangganan ruangbelajar yang menyajikan video belajar,
dan rangkuman dalam bentuk infografis menarik. Cocok deh, untuk kamu dengan gaya belajar

2. Aural (auditory)

Gaya belajar auditory ditandai dengan kemudahan dalam memproses informasi dengan baik dari
berbagai sumber suara, seperti penjelasan guru, pidato, rekaman suara, dan lain-lain. Biasanya, orang
yang cocok dengan gaya belajar aural atau auditory ini lebih senang mendengarkan materi di kelas atau
duduk diam mendengarkan audio book. Orang dengan gaya belajar aural juga memiliki kecenderungan
untuk sukses di bidang musik, karena mempunyai sense yang baik terhadap nada dan ritme.

Jika kamu adalah pelajar aural, gunakanlah bantuan musik dalam aktivitas belajarmu. Manfaatkan juga
waktu di kelas untuk mendengarkan guru, rekam materi, dan dengan ulang materi tersebut. Kamu juga
bisa belajar dengan membuat musikalisasi materi pelajaran, agar kamu lebih mudah memahaminya.

3. Verbal (linguistic)

Gaya belajar verbal ditandai dengan preferensi untuk menggunakan kata-kata, baik dalam membaca
maupun menulis dalam memahami pelajaran. Pelajar verbal nyaman dengan banyak membaca,
berbicara, dan menulis saat belajar. Pelajar verbal juga cenderung menyukai permainan kata, puisi,
pantun, menemukan arti kata.

Jika kamu adalah pelajar verbal, cari berbagai cara untuk selalu mengaitkan materi pelajaran dengan
tulisan dan bacaan. Kamu dapat menggunakan teknik mnemonik, membuat buat akronim, dan tuangkan
dalam bentuk tulisan. Kamu juga bisa mengulang materi pelajaran dengan membacakannya secara
lantang, atau membuat permainan kata bersama teman-teman.

4. Physical (kinesthetic)

Nah, kalau gaya belajar kinestetik biasanya ditandai dengan cepatnya menerima dan mengolah
informasi dari hal-hal fisik. Misalnya saja sentuhan, kehadiran alat peraga, dan partisipasi diri sendiri
dalam proses belajar. Kamu cenderung merasa perlu untuk mengalami sesuatu secara langsung untuk
benar-benar memahami suatu hal. Kamu juga punya sense yang baik tentang tekstur atau bentuk.
Biasanya, anak dengan gaya belajar kinestetik menyukai kegiatan fisik seperti olahraga.

Agar lebih memahami pelajaran, kamu dapat membuat alat-alat peraga, misalnya saat belajar materi
katrol Fisika, bisa membuat alat peraga seperti alat timba sumur, agar paham bagaimana katrol itu
bekerja untuk mengurangi jumlah gaya yang digunakan untuk mengangkat

5. Logical (mathematical)
Biasanya kamu akan cepat menyadari suatu bentuk pola, dan melihat keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainnya yang biasanya tidak disadari banyak orang. Kamu juga bisa memahami sesuatu dengan
menyambungkan koneksi-koneksi dari berbagai detil dan menyusunnya dengan terorganisir, seperti
bermain puzzle. Pelajaran yang bersifat problem solving skill, sistematis, dan tidak perlu mengandalkan
hafalan adalah kunci utama bagi kamu. Setuju?

E. TEORI BELAJAR2.

a. Teori Behaviorisme

Behaviourisme adalah tentang belajar perilaku tertentu, dan memberitahu kita bahwa perilaku tersebut
dapat dimanipulasi melalui “operant conditioning” tanpa perlu memahami

Behaviorisme sangat bermanfaat dalam menjelaskan pelaksanaan pendidikan hanya sampai batas
tertentu. Tetapi para guru tidak bisa menganggap Behaviorisme ini sebagai hal yang tidak relevan untuk
digunakan. Kita tentu saja sering menggunakan nilai, ranking, kualifikasi, dan penghargaan sebagai
hadiah untuk memotivasi siswa agar tetap fokus belajar.

b. Teori Pembelajaran Asosiatif

Tokoh utama Pembelajaran asosiatif adalah Pavlov dan Thorndike, mereka memang banyak menyelidiki
proses belajar sebagai mekanisme fisiologis. Eksperimen terkenal dengan sebutan “Anjing Pavlov”
memberi tahu kita bahwa ketika stimulus, seperti suara, dialami sebelum tujuan yang diinginkan, seperti
makanan, maka otak belajar untuk mengaitkan suara dengan konsekuensi yang diharapkan, yang
mengarah pada respon terkondisi dari mengeluarkan air liur. Proses serupa mengarah pada tindakan
yang dipelajari untuk mencapai tujuan.

Kucing ekperimen yang disebut “Kucing Thorndike” dapat belajar menarik tali untuk mengakses
makanan melalui coba-coba, setelah mencoba banyak perilaku lain, seperti menggaruk, menggigit, dan
meremas. Ketika secara tidak sengaja menarik tali, yang akhirnya menjadi tindakan yang mungkin untuk
diulang pada uji coba berikutnya, dan menjadi tindakan yang dipelajari untuk mencapai tujuan.

Konsep “koneksionisme” lebih berguna daripada “pengkondisian operan” karena ia menawarkan konsep
proses pembelajaran daripada sekedar hasil. Proses belajar trial-and-error memungkinkan pembelajaran
asosiatif menjadi dasar model jaringan saraf yang berhasil memodelkan fenomena seperti belajar
mengenali gambar yang berbeda, atau untuk membedakan suara.

Koneksionisme memiliki relevansi yang jelas dengan pendidikan pada tahun-tahun awal belajar
keterampilan dasar sebagaimana pendidikan masa anak-anak. Pemahaman tentang bagaimana otak
belajar untuk mencapai keterampilan ini secara efisien dapat membantu kita membuat urutan tugas
yang optimal untuk memberikan pedagogi pengajaran membaca dan berhitung pada siswa kelas dasar.

Konsep koneksionisme juga membantu kita memahami siswa dewasa dengan kesulitan belajar. Model
pembelajaran asosiatif dapat memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana membantu
siswa pada proses pembelajaran yang tidak otomatis bagi mereka.
c. Teori Pembelajaran Kognitif

Sanggahan utama terhadap pendekatan behavioris dimulai oleh psikolog Gestalt yang menekankan
pentingnya pendekatan kognitif yang akan menjelaskan lebih baik tentang keberhasilan pembelajaran
asosiatif. Pendekatan pembelajaran semacam ini memiliki lebih banyak hal untuk ditawarkan dalam
pengajaran.Hal ini memungkinkan siswa untuk membangun organisasi struktural mereka sendiri dari
situasi di mana jalur solusi menjadi jelas.

d. Teori Pembelajaran Pengalaman

Pendidikan harus menyediakan bahan agar siswa bisa belajar melalui pengalamannya sendiri. Tidak
peduli berapa usia atau di tahap apa mereka, siswa akan terus mengembangkan pengetahuan mereka
melalui upaya untuk bekerja melalui masalah dalam pengalaman realistis yang melibatkan
“pembentukan ide, bertindak atas ide, pengamatan kondisi yang dihasilkan, dan pengorganisasian fakta
dan ide untuk digunakan di masa depan.

Fakta-fakta dan ide-ide baru ini membentuk dasar pengalaman lebih lanjut di mana guru dapat
menyajikan masalah baru, untuk dipecahkan dengan cara yang sama, proses menjadi spiral terus
menerus membimbing siswa melalui kurikulum yang terus berkembang dari domain itu. Tugas guru
adalah memplot urutan yang sesuai dari masalah pengalaman realistis bagi siswa mereka.

e. Teori Pembelajaran Konstruktivisme Sosial

Belajar terjadi secara otomatis di otak sehingga kemampuan individu bisa berkembang. Tetapi
keterampilan dan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh individu lain, harus dipelajari melalui
peniruan, penemuan, atau komunikasi. Peniruan menjadi sulit ketika kerumitan aktivitas ahli tidak
mengungkapkannya kepada pemula.Menurut Dewey, pendidikan adalah proses sosial dalam arti bahwa
individu dibudayakan melalui interaksi sosial, yang dalam masyarakat atau kelompok demokratis akan
bertujuan untuk berbagai kepentingan bersama, untuk melindungi individu, daripada untuk
mempertahankan kepercayaan dan kebiasaan mereka.

Menurtu Vygotsky, peran bahasa sebagai dasar pemikiran, memungkinkan suatu proses “pergerakan
terus-menerus dari pikiran ke kata, dan dari kata ke pikiran” yang merupakan aspek dari perkembangan
kognitif. Dia lebih lanjut berpendapat, dalam pendekatan yang disebut “konstruktivisme sosial”, bahwa
belajar melalui diskusi adalah penting, dan berbeda dari belajar melalui praktik, karena tindakan
mengartikulasikan ide itu sendiri merupakan kontribusi untuk apa mengetahui ide itu.

f. Teori Pembelajaran Konseptual

Dalam pendidikan formal, proses membangun “organisasi fakta dan ide” yang tepat, yaitu pengetahuan,
adalah tugas yang berat bagi siswa karena konteksnya sangat berbeda dari dunia fisik dan sosial yang
diadaptasikan untuk pembelajaran mereka. Fakta dan ide yang dipertanyakan tidak dibangun dari tujuan
dan tindakan siswa, tetapi dibangun oleh para sarjana dan pakar selama bertahun-tahun melalui studi
yang cermat.

Hal inilah yang diabaikan oleh para ahli konstruktivisme, dimana mereka beranggapan bahwa
“pengetahuan berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya” tanpa ada masalah. Pandangan ini
seakan-akan mengabaikan semua usaha siswa dan guru. Faktanya siswa di sekolah akan mempelajari
fakta-fakta dan ide-ide kompleks dan asing yang datang dari pikiran orang lain. Bahkan ahli teori
pendidikan, seperti yang telah kita lihat, lebih suka mengandalkan pembelajaran pengalaman dan upaya
siswa untuk mengartikulasikan ide. Tetapi dalam pendidikan formal, terutama di mana konsep
dikembangkan oleh para ahli, kita perlu memahami bagaimana siswa dapat belajar melalui komunikasi
dengan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai