SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD NABIL
11190490000112
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahir Rabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, berkah, dan hidayah, serta karunia yang
senantiasa membimbing langkah penulis agar mampu merampungkan skripsi ini
sebagai salah satu syarat tugas akhir pada jenjang studi Strata Satu (S1) di Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat
serta salam yang tidak akan dilupa penulis curahkan kepada Rasulullah yaitu
baginda Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau telah menyampaikan berbagai
macam ilmu yang sangat berharga sehingga penulis dapat menjadikan pedoman
beliau dalam merampungkan skripsi ini.
Segenap kemampuan penulis telah dicurahkan dalam penyusunan tugas akhir ini.
Dengan skripsi yang berjudul “Keabsahan Peralihan SHM Menjadi Sertifikat HGB
Dan Hak Pakai Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam Dan PP No. 40 Tahun 1996
(Studi Putusan Nomor 114/G/2016/PTUN-JKT)” Dan ini merupakan karya tulis
penutup di tingkatan Strata 1 dari semua pembelajaran yang sudah penulis dapatkan
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga dengan lahirnya
karya tulis ini dapat menambah khazanah keilmuan khususnya bagi penulis
umumnya bagi para akademi. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
masih banyak kekurangan baik dalam pembahasan maupun penelitian karna
sesungguhnya bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sebagai mahluk
ciptaannya, penulis memiliki banyak keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk
saran dan kritik konstruktif senantiasa penulis harapkan agar kedepannya tulisan ini
menjadi lebih baik.
Dan penulis juga tidak lupa berkat dukungan dari berbagai pihak yang baik dari
keluarga, guru/dosen, hingga para sahabat dan berbagai pihak lainnya yang berjasa
untuk penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada mereka semua dengan
penuh rahmat dan hidayah-Nya. Maka dari itu dalam kesempatan kali ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih dan rasa hormat kepada:
ii
1. Prof. Dr. Muhammad Maksum, S.H. M.A., MDC., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Dosen
Pembimbing Skripsi.
2. Bapak Mohamad Mujibur Rohman, M.A., selaku Ketua Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah.
3. Orang tua, kakak-kakak, dan adik-adik saya yang tercinta yang telah
memberikan dukungan moril, spiritual, dan materiil yang senantiasa
diberikan kepada saya selama ini.
4. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, arahan,
serta pelayanan akademik kepada penulis selama menempuh perkuliahan
5. Seluruh keluarga, teman dan orang-orang yang tidak dapat saya sebutkan
satupersatu yang telah membantu dan terlibat dalam proses penyusunan
skripsi.
Penulis menyadari skripsi ini tidak akan berjalan baik tanpa dukungan dan
bantuan dari banyak pihak. Maka penulis berterima kasih kepada semua pihak.
Semoga Allah Swt. Selalu memberikan keberkahan kepada mereka semua. amiin
Ya Rabbal ‘Alamin. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, terutama dalam perkembangan hukum di Indonesia.
Muhammad Nabil
iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber
daya alam utama, selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat
Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan
rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun
dalam hubungannya dengan dunia Internasional.1
Oleh karena itu masalah tanah selalu mendapat perhatian dan penanganan yang
khusus pula. Lebih-lebih lagi dalam era pembangunan ini, bahwa pembangunan
menjangkau berbagai macam aktifitas dalam membangun manusia Indonesia
seutuhnya, yang sedikit atau banyak akan berkaitan dengan bidang tanah.
Pembangunan sendiri dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
baik untuk prasarana maupun sarana, memerlukan tanah. Demikian pula seluruh
1
Boedi Harsono. 2003. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional. Jakarta: Universitas
Trisakti. hlm 3.
2 Hambali Thalib. 2009. Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan; Kebijakan Alternatif
Penyelesaian Konflik Pertanahan Di Luar Kodifikasi Hukum Pidana. Jakarta: Kencana. hlm 1
3
Adrian Sutedi. 2007. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Di Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika. hlm 229.
2
4
Abdurrahman, Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria. (Bandung: Alumni,1995), hlm. 85
5
Pasal 20, Undang Undang Nomor. 5, Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
3
paling luas apabila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi
induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain,
dan penggunaan tanahnya lebih luas apabila dibandingkan dengan hak atas tanah
yang lain Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih
hidup atau dilanjutkan oleh ahli waris.
Hak milik merupakan hak individual primer yang bersifat perdata, terkuat,
dan terpenuh yang bisa dimiliki turun-temurun tanpa ada batas waktu
berakhirnya, atas kepemilikan tanah pada kawasan dengan luas tertentu yang
telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. Di atasnya bisa dibebani hak
sekunder yang lebih rendah, seperti: HGB, HGU, HP. SHM dapat dipindah
tangan melalui mekanisme jual-beli dan riwayat pembeli-penjual selalu tercatat
dalam lembar SHM. SHM dapat dijadikan jaminan utang sebagai sarana
pembiayaan dengan dibebani hak tanggungan. SHM dapat dihapus apabila
tanah tersebut jatuh ke tangan Negara karena pencabutan hak, penyerahan
sukarela oleh pemiliknya, tanah tersebut ditelantarkan dalam jangka waktu
tertentu, atau tanah tersebut musnah karena bencana alam. Nilai tanah dengan
SHM lebih tinggi dibanding SHGB dan nilainya berkembang seiring hukum
permintaan dan penawaran.
Pada pasal 20 UUPA, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah sehingga SHM memiliki
keunggulan, yakni memberikan kewenangan untuk menggunakannya bagi segala
macam keperluan dengan jangka waktu yang tidak terbatas. Berbeda dengan HGB,
Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan hak untuk mendirikan dan memiliki
bangunan di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dalam jangka waktu
maksimum 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Jika sudah lewat
masanya, pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama 30 tahun
lagi. HGB dapat dipindah tangankan. SHGB hanya bisa didapatkan oleh WNI
dan perusahaan yang didirikan di bawah hukum Indonesia dan berdomisili di
Indonesia.
4
Dan yang terakhir mengenai Hak Pakai, Hak pakai adalah hak untuk
memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari tanah yang secara langsung
dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki individu lain yang memberi
pemangku hak wewenang dan kewajiban sebagaimana dijabarkan di dalam
perjanjian pemberian hak. Hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu
tertentu, atau selama tanah dipakai untuk tujuan tertentu, dengan gratis, atau
untuk bayaran tertentu, atau dengan imbalan pelayanan tertentu. Selain
diberikan kepada WNI, hak pakai dapat diberikan kepada WNA yang tinggal di
Indonesia. Selain itu, hak pakai juga bisa diberikan kepada instansi atas tanah
negara, tanah hak pengelolaan serta tanah milik sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan dapat dipindahtangankan jika mendapat izin dari pejabat yang
berwenang.
6
Pasal 22 ayat (1), Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal
5
untuk bangunan, dan juga hak pengelolaan. Namun, seperti yang dijelaskan dalam
UU Pokok Agraria itu tidak memperbolehkan badan usaha untuk mempunyai hak
milik, kecuali badan hukum tertentu yang ditetapkan pemerintah. Dan apabila
badan usaha ingin membeli tanah hak milik itu harus mengalihkan sertifikat hak
milik (SHM) menjadi HGB, perubahan SHM ke HGB.7 Maka apabila terjadi
sengketa terhadap bidang tanah tersebut, sebagai pemilik tanah yang sah,
sertifikat yang ditangannyalah yang digunakan untuk membuktikan bahwa
tanah itu miliknya. Surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah itu dapat
berfungsi menciptakan tertib hukum pertanahan serta membantu mengaktifkan
kegiatan perekonomian rakyat (misalnya apabila sertifikat tersebut digunakan
sebagai jaminan). Sebab yang namanya sertifikat hak adalah tanda bukti atas
tanah yang telah terdaftar oleh badan resmi yang sah dilakukan oleh Negara
atas dasar Undang- undang. 8
Sengketa peralihan hak atas tanah ini berawal dari adanya ketidak sepahaman
para ahli waris atas keabsahan tanah yang menjadi objek sengketa. Dan proses
peralihan SHM yang menjadi Sertifikat HGB dan hak pakai ini atas nama PT CAM
yang diduga cacat hukum tersebut sama sekali tidak benar/tidak berdasar, karena
tidak disertai dengan fakta-fakta hukum dan bagi masyarakat/perusahaan yang
memiliki bidang tanah sangatlah penting untuk membuat sertifikat tanah miliknya
agar kepemilikannya terhadap tanah tersebut dijamin kepastian dan perlindungan
hukumnya Oleh karna itu, masalah ini sangat menarik untuk diteliti lebih dalam
lagi, oleh karna itu penulis memerlukan adanya upaya atau langkah-langkah para
pihak yang terkait dalam menyelesaikan masalah ini. Dan berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, maka penulis mengangkat skripsi ini dengan judul
“Keabsahan Peralihan SHM Menjadi Sertifikat HGB Dan Hak Pakai Ditinjau
Dari Perspektif Hukum Islam Dan PP No. 40 Tahun 1996 (Studi Putusan
Nomor 114/G/2016/PTUN-JKT).”
7
Diakses dari artikel, Kok Bisa sih Sertifikat Hak Milik (SHM) Berubah Menjadi HGB,
rumah123.com /kok-bisa-sih-sertifikat-hak-milik-shm-berubah-menjadi-hgb. Pada pukul 00.10
8
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Jakarta:
Mandar Maju, 2008), h.205.
6
Supaya penelitian ini lebih terarah dalam penulisan ini, maka penulis dapat
mengambil batasan masalah yang diteliti. Adapun penelitian ini difokuskan
kepada masalah mengenai pengalihan SHM atas tanah menjadi sertifikat HGB
dan Hak Pakai di Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur.
1. Apakah peralihan serifikat tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam dan
PP No. 40 tahun 1996 ?
2. Bagaimana kepastian hukum bagi para pihak yang memegang tanda bukti
kepemilikan hak atas tanah (SHM) ?
3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam penyelesaian kasus Peralihan
SHM yang menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai
(HP) dalam Putusan Nomor 114/G/2016/PTUN-JKT ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun untuk tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah:
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
E. Studi Terdahulu
9
Pasal 19, Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
8
Orang Asing hanya dapat diberikan hak atas tanah berupa Hak Pakai dan
Hak Sewa.
3. Jurnal Pilar Keadilan yang berjudul “Peningkatan Status Hak Atas Tanah
Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik (Studi Kasus Pada Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kota Tangerang Selatan) yang ditulis oleh
Inawati Santini (2022) dalam hasil penelitiannya membahas tentang
mekanisme peningkatan Status Tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi
Hak Milik oleh Ahli Waris dalam hal pemilik HGB yang telah
meninggal dunia dan mengenai prosedur penerbitan Surat Keputusan
Kepala Kantor Pertanahan (SKKP) Kota Tangerang Selatan No.
339/HM/BPN-28.07/2015.
F. Metode Penelitian
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Press, 1985), Hal. 1
10
2. Pendekatan Penelitian
11
Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif (Pontianak: Alfabeta 2015), hlm. 55.
11
3. Sumber Data
12
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,
Malang, 2007. hlm. 302
14
Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas Atma
Jaya (PUAJ), 2007), h.54
12
15
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007).Hal. 95
16
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit. hal. 11
17
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Hal. 47
13
18
Loc. Cit.
14
6. Teknik Penulisan
G. Sistematika Penulisan
Bab Pertama, pada bab ini merupakan bab Pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian,
dan sistematika penelitian.
19
Ibid. Hal. 10
15
Bab Kedua, pada Bab ini diawali dengan pemaparan kerangka teori, lalu
dilanjutkan dengan menjelaskan kerangka konseptual yang digunakan untuk
menganalisis data penelitian yang meliputi pengertian sertifikat hak atas
tanah terkait pengertian, dasar hukum, dan ketentuannya.
Bab Ketiga, pada bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum
pengalihan sertifikat hak milik atas tanah yang berisi posisi kasus yang
diteliti dan respon kantor badan Pertanahan Nasional mengenai kasus yang
diteliti.
Bab keempat, pada bab ini Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang akan
menguraikan hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan dan
pembahasannya, yaitu keabsahan peralihan Sertifikat Hak Milik ke
Sertifikat HGB dan Hak Pakai (Studi Putusan Nomor 114/G/2016/PTUN-
JKT).
Bab Kelima, pada bab ini berisi penutup, kesimpulan atau ringkasan dari
hasil penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan rekomendasi yang sesuai
dengan tujuan pembahasan skripsi ini, juga di lengkapi dengan daftar
Pustaka.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian sertifikat adalah tanda bukti atas tanah yang telah terdaftar oleh
badan resmi yang sah dilakukan oleh Negara atas dasar Undang-undang. Sertifikat
tanah juga dapat dikatakan sebagai salinan buku tanah dan salinan surat ukur yang
kemudian dijilid dan disampul yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan. Sertifikat tanah yang diberikan tersebut adalah akibat adanya
perbuatan hukum pendaftaran hak atas tanah.20 Menurut Pasal 1 angka 20 PP
Pendaftaran Tanah adalah Sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan
yang masing-masing dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 21
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah,
hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan. Pengertian buku tanah menurut Pasal 1 angka 19 PP Pendaftaran
Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data
fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. 22
20
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III-Penyelesaian Sengketa
Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV-Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2003)
21
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Pasal 20 ayat (1).
22
Wibowo T. Tunardy, S.H., M.Kn., “Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah”, Jurnal
Hukum, 2013.
17
Sertifikat juga dapat dikatakan sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat
mutlak apabila memenuhi unsur-unsur secara kumulatif, yaitu:
Menurut hukum Islam yang dimaksud dengan milik atau hak itu secara
etimologis adalah memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas
terhadapnya. Adapun dari segi istilah yang dimaksud dengan milik atau hak adalah
suatu kekhususan terhadap sesuatu yang memberi kemungkinan kepada pemangkunya
menurut hukum Syara’ untuk secara bebas bertindak hukum terhadap sesuatu dimaksud
serta mengambil manfaatnya sepanjang tidak terdapat penghalang dari Syar'i.23
Dalam hukum Islam memang tidak ada aturan mengenai kepemilikan tanah
yang harus dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah, akan tetapi Islam mengatur
tentang status pemilikan tanah. Penguasaan tanah dapat dilakukan melalui
pemilikan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengaturan dan perlindungan hukum
termasuk didalamnya model dan cara pengelolaannya. Dalam sejarah kekuasaan
Islam, tanah yang telah berhasil dikuasai akan terjadi proses pemilikan,
23
Hasbi Ash Shiddiegy, 1984. Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, hal. 8.
18
a.) Tanah dengan Status Milik Khusus/Individu Islam melindungi berbagai bentuk
pemilikan tanah yang ada pada siapapun juga. Menurut Ziaul Haque dalam
buku Hukum Tanah Islam oleh Iza Hanifuddin pemilik tanah biasa disebut
dengan istilah sahib al-ard, rabb al-ard atau malik al-ard. Persyaratan bagi
pemilik indvidu yaitu penggunaan hak milik secara baik dengan
mengutamakan kemaslahatan individu dan umum. Maksudnya, segala bentuk
yang menghalangi pemanfaatan yang wajar dan faedah yang produktif atas
tanah untuk masyarakat pada dasarnya juga telah melanggar hak individu dan
manusia lain yang seharusnya secara bersama-sama dapat menikmati anugerah
Allah melalui pemilikan dan penggunaan yang sama. Pemilikan individu dalam
Islam ada dua, yaitu milik individu orang tertentu dan milik individu yang
didalamnya terdapat hak umum. Yang kedua ini menunjukkan bahwa
kemaslahatan bersama pada dasarnya erat kaitannya dengan kemaslahatan
pribadi karena kemaslahatan bersama merupakan kumpulan dari kemaslahatan
individu.
b.) Tanah dengan Status Milik Bersama Tanah fay’ secara umum menjadi milik
bersama dengan status wakaf untuk kepentingan kaum muslimin. Tanah fay’
bersumber dari tanah yang ditinggal lari oleh pemiliknya akibat takut
peperangan dan tanah orang kafir yang mati tanpa meninggalkan ahli waris.
Tanah milik bersama dalam fiqh dibagi dalam beberapa bagian, yaitu tanah
bersama milik perusahaan, tanah bersama milik komunitas, tanah bersama
milik kaum muslimin dan tanah bersama milik seluruh manusia. Tanah
24
Iza Hanifuddin, 2012, hal. 35
25
Iza Hanifuddin, 2012, hal. 39
19
c.) Tanah dengan Status Milik Negara (Tanah Sawafiyy) Kategori tanah milik
Negara sebenarnya tidak dijelaskan oleh syariah. Kategori ini muncul karena
Negara telah menetapkan pola perundangan dan pengaturan tanah dengan
adanya Undang-undang administrasi tanah. Umar ibn al-Khattab ialah orang
pertama dalam sejarah Islam yang membuat sistim pemilikan tanah oleh
Negara dengan status wakaf, yaitu pada tanah sawad, Mesopotamia, Mesir dan
Syria semasa penaklukan. Tanah dalam kuasa Negara tersebut diatur
pemberiannya kepada pemilik asal dengan kewajiban membayar kharaj ke atas
tanah dan jizyah ke atas diri mereka, dan tanah tersebut tidak boleh dijual beli
demi kemaslahatan umum. 26 Menurut Afzal Ur-Rahman, dalil pemilikan tanah
Negara biasanya dirujuk dari Al-Qur’an surat al-Anfal 8:1 yang menegaskan
bahwa harta rampasan perang (al-anfal) ialah milik Allah dan Rasulnya.
Mekanisme pelaksanaan ayat ini dalam sejarah Islam ada pada kekuasaan
Negara atau pemerintah. Dalam prakteknya, melalui kekuasaan Negara, tanah
rampasan perang ada yang dikembalikan kepada pemilik asal, ada yang
dijadikan untuk kebajikan umum, ada yang dijadikan tanah Negara dan petani
sebagai buruh yang diupah sehingga semua hasil tanaman merupakan milik
Negara, ada yang diberikan kepada orang-orang tertentu sebagai hadiah, dan
ada yang dibatasi pemilikannya jika didapati membahayakan kepentingan
umum.27
26
Idzuang Awang, Iza hanifuddin, 2012 hal. 47
27
Iza Hanifuddin, 2012. Hal. 49
20
Bagi orang yang memiliki bidang tanah sangatlah perlu agar segera
mensertifikatkan tanah miliknya tersebut agar kepemilikannya terhadap tanah
tersebut dijamin kepastian dan perlindungan hukumnya dari tangan-tangan
jahat atau itikat buruk atas tanah tersebut telah mencapai lima tahun, maka pihak
lain tdk bisa menggugat atau merebutnya. 28 Sertifikat tanah memiliki beberapa
fungsi penting seperti memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik
tanah, dalam hal ini, pemilik hak atas tanah dapat membuktikan bahwa itu
miliknya dengan menunjukkan sertifikat hak atas tanahnya, karena dalam
sertifikat tersebut dapat kita lihat, siapa pemiliknya dan berapa luasnya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 3 Tahun 1997, antara lain:
c. Data untuk Kantor Pertanahan Fungsi sertifikat tanah yaitu sebagai data bagi
Kantor Pertanahan terkait peta pendaftaran, surat ukur, daftar tanah, buku
tanah, dan daftar nama.
28Hernan Hermit, Cara Mengelola Sertifikat Tanah Hak Milik. Tanah Negara dan tanah Pemda,
Teori dan Praktek pendaftaran Tanah di Indonesia, cet 1, (Jakarta: Mandar maju, 1990), h.2
21
Dalam menentukan hak tanah tadi diiantara jenis sertifikat tanah yang akan
peneliti bahas yang meliputi dari bahasan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Kemudian supaya subyek hukum pemohon hak milik atas tanah dapat
memperoleh kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah yakni berupa
sertifikat, maka harus dilalui melalui berbagai tahapan yang telah di
tetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan Peraturan menteri Agraria
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.29
29 Dadi Arja Kusuma, Rodliyah, Sahnan “Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Alat Bukti Hak
Yang Kuat” Jurnal IUS, Vol. V N0. 2, Agustus 2017, hal. 312
31 Siahaan Marihot Pahala, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan(Teori dan Praktek),
Pasal 36 ayat (1) UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak
guna bangunan adalah:
Bagi pemegang hak guna bangunan yang letak tanahnya mengurung atau
menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau
jalan air, yang bersangkutan juga wajib untuk memberikan jalan ke luar
atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang
terkurung.32
32
Wibowo T. Tunardy, S.H., M.Kn., “Hak Guna Bangunan”, Jurnal Hukum, 2013.
25
33
Santoso tahun 2017, hal 119
.
26
1. Tanah Negara.
Hak pakai sama sekali bukan lembaga hak atas tanah yang baru,
namun kurang dikenal jika dibandingkan dengan hak milik, hak guna
usaha, atau hak guna bangunan, untuk itu diperlukan pemahaman
yang benar mengenai hak pakai agar dapat menggunakannya
secara bertanggungjawab. Sengketa yang terjadi disebabkan oleh
kurangnya pemahaman tentang penggunaan, pengelolaan dan proses-
proses dalam pengurusan hak pakai atas tanah yang berbasis hak milik.34
34
Suryani Sappe, Adonia Ivone Latturete, Novyta Uktolseja “Hak Pakai Atas Hak Milik”, Batulis
Civil Law Review, Vol. 2 No. 1 (Mei, 2021), hal. 78-92
27
35
Mohammad Mahfud MD (1998:379)
28
36
S. Chandra, Sertifikat Kepimilkan Hak Atas Tanah, Grasindo, Jakarta, 2005, hlm. 1.
29
37
Adrian Sutedi, 2011, Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 57
38
http://www.academia.edu/2922271/Perlindungan_Hukum_Terhadap_Pemegang_Hak_Atas_Tan
ah. Diakses pada tanggal 10 Juli 2023, pukul 13.53 WIB.
30
2. Pendaftaran Tanah
39
Achmad Rubaie, 2007, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia,
Malang,, h. 1.
31
40
Sudargo S. Gautama dan G. Sukahar Balwi (1994:39)
41
A.P. Parlindungan (1994:1)
32
pembukuan haknya.
3. Penerbitan sertifikat.
3. tanah wakaf.
5. hak tangungan.
tanda bukti hak yang kuat sampai dapat dibuktikan suatu keadaan
yang sebaliknya (tidak benar).
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap. Yaitu hak-hak atas tanah ini akan
tetap ada atau berlaku selama UUPA masih berlaku atau belum
dicabut dengan undang-undang yang baru. Macam hak atas tanah ini
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak
Memungut Hasil Hutan.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara. Yaitu hak atas tanah yang
sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan
dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat
feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA.43
42
Rusmadi Murad, 1997, Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya dalam Praktik, Mandar Maju,
Jakarta, hal. 46
43
Pasal 16 dan Pasal 53, Undang-undang Pokok Agraria
38
44
Eman Ramelan, “Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999”, Majalah Yuridika, Vol. 15 No. 3, Fakultas Hukum
UNAIR Surabaya, 2000, hal. 194
45
Sutedi Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Peralihannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal.
136
39
2. Sertifikat asli.
46
Hari Hariman Maulana Akbar, Betty Dina Lambok, “Akibat Hukum Peralihan Hak Atas Tanah
Berdasarkan SPPT PBB”, Jurnal Hukum Responsif Vol. 10, No. 2, Agustus, 2019
41
3. Fotocopy KK dan KTP suami istru penjual dan pembeli yang telah
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
6. Akta Jual Beli dan pengantar dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
42
BAB III
Sertifikat hak atas tanah dapat ditingkatkan dan diturunkan. Hal ini
dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan dari pemegang hak atas tanah
tersebut. Penurunan hak atas tanah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pemegang hak atas tanah yang kemungkinan tidak memenuhi syarat untuk
memegang hak atas tanah dari tanah yang baru ia terima. Hal ini terjadi saat
sebuah badan hukum memenangkan tanah dengan Hak Milik di lelang
publik padahal badan hukum tersebut tidak diperbolehkan untuk memiliki
tanah dengan Hak Milik. Sedangkan hak atas tanah dapat ditingkatkan untuk
mendapatkan Hak Milik yang dipergunakan sebagai rumah tinggal.
Perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
dan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai (“Kepmeneg Agraria
No.16/1997”), terdapat 2 (dua) macam hak atas tanah yang dapat
diturunkan, yaitu:
1. Hak Milik dapat diturunkan menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan 25 (dua puluh lima) tahun.
2. Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan
kepunyaan perseorangan WNI atau badan hukum Indonesia diturunkan
menjadi Hak Pakai atas permohonan pemegang hak atau kuasanya dengan
jangka waktunya 25 (dua puluh lima) tahun. 48
Permohonan untuk mengubah Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai diajukan kepada
Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan disertai:
1. Sertifikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan yang dimohon perubahan
haknya, atau bukti pemilikan tanah yang bersangkutan dalam hal Hak Milik
yang belum terdaftar.
2. Kutipan Risalah Lelang yang dikeluarkan oleh pejabat lelang apabila hak
yang bersangkutan dimenangkan oleh badan hukum dalam suatu pelelangan
umum.
3. Surat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah
tersebut dibebani Hak Tanggungan.
4. Bukti identitas pemohon.
47
Diakses dari artikel https://konspirasikeadilan.id/artikel/tanah-hak-milik-yang-dibeli-pt-
statusnya-menjadi-hak-guna-bangunan-hgb0621. Pada pukul18.50 WIB
48
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 1997
44
49
Ridwan, “Hak Milik Atas Tanah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pertanahan
Indonesia”, Al-Manahij Jurnal Kajian Hukum Islam Issue No.2 vol.7, Januari 1970
45
Peralihan hak milik atas tanah dalam pandangan hukum Islam dengan
cara-cara dalam praktiknya melalui: jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat,
wakaf, pewarisan dan lainnya, peralihan hak milik hanya untuk tanah
saja/sendiri dan peralihan atas hak milik di atas tanah (hasil) sesuai dengan akad
(perjanjian) dengan peralihan hak atas tanah milik diatur dalam Al-Quran dan
Sunah Nabi Muhammad SAW.
Islam telah memperbolehkan memiliki lahan dan kegunaannya. Namun
hal tersebut patut didasarkan pada prinsip bahwa apa yang dimiliki seseorang
terdapat milik orang lain dan telah dengan tegas dikatakan pada penggalan Ayat
suci Al-Qur’an pada surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
50 Masjfuh Zuhdi, 1988, Studi Islam, Jilid III Muamalah, Rajawali, Jakarta, hal. 88
46
Dan perlu diingat juga bahwa peralihan hak milik atas tanah ini telah
diatur melalui UUPA atas dasar penguasaan atas tanah berada di tangan negara
dan warga negara yang diberikan/dikuasai oleh perseorangan dan badan hukum,
pandangan hukum adat tanah sebagai salah satu unsur esensial pembentukan
negara, kepemilikan tanah dapat dimiliki oleh perseorangan dan masyarakat,
baik melalui pewarisan, perwakafan, jual beli dan lainnya. Adapun KUHPerdata
memandang peralihan hak milik tanah, hal ini telah diatur dalam UUPA.
KUHPerdata mensyaratkan penyerahan atas peralihan hak milik hanya sah
dilakukan secara nyata dan secara yuridis bila terdapat hubungan keperdataan
dari kedua belah pihak.
52
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.
47
(1) Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria.
(3) Sertifikat adalah tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal
19 Undang-undang Pokok Agraria.
(8) Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus
dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang
bersangkutan.55
BAB IV
A. Proses peralihan
56
Peraturan Kepala BPN No 1 Tahun 2010
51
Dan para ahli waris (Alm) A Rachman Saleh sebagai pemilik sah 24
SHM sesuai dengan Putusan PK MA RI No. 225/PK/PDT/1997
tidak dimintai persetujuannya dan mereka juga tidak pernah
dilibatkan dalam proses pengalihan 24 SHM yang menjadi 8 HGB
dan 2 HP atas nama PT CAM sehingga tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (ilegal). Dan terdapat dugaan bahwa bukti
dari PT CAM hanya berdasarkan SK Kakanwil BPN Provinsi DKI
Jakarta tanpa melampirkan persyaratan wajib/pokok, yaitu Akta Jual
Beli/AJB dan bukti setor lunas BPHTB sesuai ketentuan yang
berlaku (diduga melakukan penggelapan pajak BPHTB pada
negara).
kali melakukan penjualan tanah yakni pada Tahun 1990 dan Tahun
1993, namun akibat dari perbuatan A Rachman Saleh yang menjadi
Perkara di Pengadilan, telah diselesaikan melalui Perdamaian," kata
Lenny Marlina Poluan dalam pernyataan tertulis yang diterima
iNews Id Network.
58
Waspada Terhadap Modus Mafia Tanah Lewat Pengalihan SHM ke HGB dan Hak Pakai
(inews.id) Diakses pada tanggal 11 Juli 2023, pada pukul 13:25
59
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 114/G/2016/PTUN-JKT, h. 1.
54
60
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 114/G/2016/PTUN-JKT, h. 32.
55
61
Darwis Anatami, Tanggung Jawab Siapa Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas Sebidang Tanah,
Jurnal, Vol. 12, Nomor 1, Juni 2017, h.14
56
E. Analisis Peneliti
62
Pasal 47, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
66
63
Pasal 1 ayat (10), Undang- Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peralihan hak milik atas tanah dalam pandangan hukum Islam dengan
cara-cara dalam praktiknya melalui: jual beli, tukar menukar, hibah,
wasiat, wakaf, pewarisan dan lainnya, peralihan hak milik hanya untuk
tanah saja/sendiri dan peralihan atas hak milik di atas tanah (hasil) sesuai
dengan akad (perjanjian) dengan peralihan hak atas tanah milik diatur
dalam Al-Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW. Kemudian PP No.
40 Tahun 1996 ini terdapat pada pasal 1, kemudian pada pasal 43
terutama dalam ayat (8) yang mengatur bahwa peralihan Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari
pemegang Hak Milik yang bersangkutan. Dan dalam proses peralihan
sertifikat hak milik yang menjadi sertifikat hak guna bangunan dan hak
pakai ini atas nama PT Citra Abadi Mandiri yang diduga cacat hukum
tersebut sama sekali tidak benar atau tidak berdasar, tidak akurat dan
tidak berimbang karena tidak disertai dengan fakta-fakta hukum yang
jelas karna pada dasarnya Alm. Rachman Saleh sudah melakukan akta
perdamaian dengan pihak yang lainnya dan akta tersebut telah
dikukuhkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor
295/Pdt.G/2005/PN.JKT.TIM tanggal 5 Juli 2006 mengenai kesepakatan
mengakhiri sengketanya dengan damai berdasarkan (Akta Perjanjian
Perdamaian Nomor 76 tanggal 30 Juni 2006) bahwa segala
72
Dan akibat hukum atas sengketa tanah yang sudah diputuskan oleh hakim
terhadap para pihak yang bersengketa yaitu Para Penggugat membayar
biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 1.195.500,00 (satu juta
seratus sembilan puluh lima ribu lima ratus rupiah), dikarenakan gugatan
para penggugat tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan
tergugat dinyatakan ditolak oleh hakim. Dan tanah yang diperebutkan
oleh para penggugat tidak dapat diambil alih hak miliknya berdasarkan
akta perdamaian yang telah dibuat oleh orang tuanya.
B. Rekomendasi
Dari kesimpulan yang peneliti paparkan sebelumnya, tentunya ada saran yang
dimiliki oleh peneliti untuk dipaparkan disini. Terutama yang berkaitan
tentang peralihan sertifikat tanah, sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
A. Sutedi. Peralihan Hak Atas Tanah dan Peralihannya, Agraria, Masalah Hukum
agraria Hak milik tanah - Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 2007
H. Hermit. Cara Mengelola Sertifikat Tanah Hak Milik. Tanah Negara dan tanah
Pemda, Teori dan Praktek pendaftaran Tanah di Indonesia, cet 1. Jakarta:
Mandar maju, 1990
Hasbi Ash Shiddiegy. Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Masjfuh Zuhdi. Studi Islam, Jilid III Muamalah, Jakarta: Rajawali, 1987
77
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah. Jakarta:
Mandar Maju, 2008
Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Teori dan Praktek).
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
Yamin dan Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah, Jakarta: Mandar Maju, 2008
JURNAL
Akbar, Lambok, Akibat Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Sppt Pbb”,
Jurnal Hukum Responsif Vol. 10, No. 2, 2019
Dadi, Rodliyah, Sahnan, Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Alat Bukti Hak
Yang Kuat, Jurnal IUS, Vol. V N0. 2, 2017
Ridwan, “Hak Milik Atas Tanah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Pertanahan Indonesia”, Al-Manahij Jurnal Kajian Hukum Islam Issue No.2
vol.7, 1970
Suryani, Adonia, Novyta, Hak Pakai Atas Hak Milik, Jurnal Batulis Civil Law
Review, Vol. 2 No. 1, 2021
Wibowo T. Tunardy, S.H., M.Kn., Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah,
Jurnal Hukum, 2013
UNDANG-UNDANG
Undang Undang Nomor. 5, Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
WEBSITE
https://artikel.rumah123.com/kok-bisa-sih-sertifikat-hak-milik-shm-berubah-
menjadi-hgb-yuk-cari-tahu-biar-semakin-pintar-soal-properti-88914
https://bogor.inews.id/read/206442/waspada-terhadap-modus-mafia-tanah-lewat-
pengalihan-shm-ke-hgb-dan-hak-pakai
79