Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TAFSIR AYAT PLURALISME DALAM AL-QUR’AN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Sosial

Dosen Pengampu : Ibu Sri Purwaningsih

Disusun oleh :

1. Salma Khoirunnisa (2204026091

2. Siti Rofi’ah (22040260)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di tengah arus globalisasi yang semakin meningkat, masyarakat kita menjadi semakin
terhubung dan terpapar dengan keberagaman agama, budaya, dan pandangan dunia. Dalam
konteks ini, isu pluralisme menjadi semakin relevan dan mendesak untuk dipahami dengan lebih
mendalam. Pluralisme, dalam konteks agama, mengacu pada pengakuan dan penghormatan
terhadap keberagaman keyakinan dan praktik keagamaan.

Dalam Islam, Al-Qur'an dianggap sebagai sumber utama ajaran dan panduan, yang
memberikan landasan untuk memahami bagaimana umat Islam memandang keberagaman dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan umat beragama lainnya. Namun, konsep pluralisme
dalam Al-Qur'an seringkali menjadi subjek perdebatan dan interpretasi yang kompleks.

Memahami konsep pluralisme dalam Al-Qur'an bukan hanya penting bagi umat Islam,
tetapi juga penting bagi masyarakat secara keseluruhan dalam membangun hubungan yang
harmonis di tengah-tengah keberagaman. Oleh karena itu, penyelidikan yang mendalam tentang
konsep ini diperlukan untuk membimbing individu dan masyarakat dalam menghadapi
tantangan-tantangan pluralisme dalam era modern.

Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi konsep pluralisme dalam
Al-Qur'an, menelusuri ayat-ayat dan prinsip-prinsip yang mendukung toleransi, penghargaan
terhadap perbedaan, dan kerjasama antar-umat beragama. Diharapkan bahwa pemahaman yang
lebih baik tentang konsep ini akan membuka jalan menuju pembangunan masyarakat yang lebih
inklusif, toleran, dan harmonis di era yang semakin kompleks dan terhubung ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pluralisme

Pluralisme berasal dari kata “plural” yang berarti “mengenai lebih dari satu atau banyak”1
dan berkenan dengan keanekaragaman. Sedangkan dalam bahasa Arab “ta’uddudiyyah” berasal
dari kata ta’addud yang berarti katsrah yaitu hal yang banyak atau beraneka ragam. 2
Ta’addudiyyah berarti banyak atau berbilang (lebih dari satu). Secara bahasa pluralisme berasal
dari kata pluralism berarti jama’ atau lebih dari satu. Sedangkan secara istilah, pluralisme bukan
sekedar keadaan atau fakta yang bersifat plural, jamak, atau banyak. Lebih dari itu, pluralisme
merujuk pada pandangan atau doktrin yang mengakui keberagaman atau keberagaman pendapat,
nilai, keyakinan, atau budaya sebagai sesuatu yang wajar atau positif dalam suatu masyarakat.

Pluralisme dalam Al-qur’an tidak disebutkan secara langsung dalam bentuk istilah yang
sama. Namun, ada beberapa ayat dan prinsip dalam Al-Qur’an yang mendukung toleransi,
penghargaan terhadap perbedaan, dan kerjasama antara berbagai kelompok masyarakat.
Beberapa konsep yang relevan dalam Al-Qur’an yang dapat dihubungkan dengan pluralisme dan
berikut pendapat mufassir akan kami jelaskan dalam makalah ini.

B. Ayat-ayat Pluralisme dalam Al-Qur’an


a. Surah Al-Baqarah ayat 256
‫ِباْل ِة‬ ‫ِت ِم ْۢن ِب ّٰلِه ِد‬ ‫ِب‬ ‫ِّۚي‬ ‫ِم‬ ‫ِا ىِف ِۗن‬
‫ٓاَل ْك َر اَه الِّد ْي َقْد َّتَبَنَّي الُّر ْشُد َن اْلَغ َفَمْن َّيْك ُفْر الَّطاُغْو َو ُيْؤ ال َفَق اْس َتْم َس َك ُعْر َو‬
‫اْلُو ْثٰق ى اَل اْنِف َص اَم َهَلۗا َو الّٰل ُه ِمَس ْيٌع َعِلْيم‬
Artinya: tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (islam), sungguh telah jelas jalan
yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada
allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.
Allah maha mengetahui lagi maha mendengar.
1
Longman, Dictionary of Contemporary English, Cet. III, (Edinburgh: Pearson Education, 2001), hlm. 1083
2
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Ponpes. Krapyak),
hlm. 513
Tafsir jalalain: (Tidak ada paksaan dalam agama), maksudnya untuk memasukinya.
(Sesungguhnya telah nyata jalan yang benar dari jalan yang salah), artinya telah jelas dengan
adanya bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang kuat bahwa keimanan itu berarti

kebenaran dan kekafiran itu adalah kesesatan. Ayat ini turun mengenai seorang Ansar yang
mempunyai anak-anak yang hendak dipaksakan masuk Islam. (Maka barang siapa yang
ingkar kepada tagut), maksudnya setan atau berhala, dipakai untuk tunggal dan jamak (dan
dia beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpul tali yang
teguh kuat) ikatan tali yang kokoh (yang tidak akan putus-putus dan Allah Maha
Mendengar) akan segala ucapan (Maha Mengetahui) segala perbuatan.3

TafsirAl-Muyassar/kemenag saudi arabia

Disebabkan kesempurnaan agama ini dan jelasnya ayat-ayatnya,maka tidak diperlukan


tindakan pemaksaan untuk memeluknya, bagi orang-orang yang diambil jizyah darinya.
Bukti-bukti petunjuk itu amat nyata, yang dapat menampakkan mana yang haq dan mana
yang batil, petunjuk dan kesesatan. Maka barang siapa yang kafir pada semua sesembahan
selain Allah dan beriman kepada Allah, sesungguhnya dia telah teguh dan istiqamah di atas
jalan terbaik dan teguh dalam beragama dengan memegangi pegangan yang paling kuat yang
tidak akan pernah putus. Dan Allah Maha Mendengar ucapan-ucapan hamba-hambaNya,
lagi Maha Menegetahui perbuatan-perbuatan mereka dan niat-niat mereka dan akan
memberikan balasan kepada mereka sesuai amal perbuatan itu.4

Tafsir ibnu katsir

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada

3
Tafsir jalalalain surat al baqarah ayat 256,pondok ngaji online.
4
Tafsir muyassar al baqarah ayat 256,Tasirweb.
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang
ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.5

b. Surat Al-Hujurat ayat 13

‫ٰٓيَاُّيَه ا الَّناُس ِاَّنا َخ َلْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذَك ٍر َّو ُاْنٰثى َو َجَعْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤإِى َل ِلَتَعاَر ُفْو ۚا ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِعْنَد الّٰلِه َاْتٰق ىُك ْۗم ِاَّن‬

‫ّٰل ِل ِب‬
‫ال َه َع ْيٌم َخ ْيٌر‬

Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha teliti.

Asbabun nuzul:

Dalam ayat ke 13 asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Dawud mengenai turunnya
ayat ini yaitu tentang peristiwa yang terjadi pada seseorang sahabat yang bernama Abu
Hindin yang biasa berhidmat kepada Nabi Muhammad untuk mengeluarkan darah kotor
dari kepaanya dengan bekam, yang bentuknya seperti tanduk. Rasulullah memerintahkan
kabilah Bayadah agar menikahlan abu hindin dengan seorang perempuan kalangan
mereka. mereka bertanya apakah patut kami menikahkan gadis-gadis kami dengan
seorang budak-budak?”, maka Allah menurunkan ayat ini agar tidak mencemooh
seseorang karena memandang rendah kedudukannya. Dari asbabun nuzul yang telah
disebutkan menjelaskan bahwa setiap ayat memiliki sebab yang berbeda walaupun tidak
semua ayat memiliki asbabun nuzul tetapi ketiga ayat tersebut telah memberikan
keterangan bahwa pendidikan karakter telah diterangkan sejak zaman Nabi Muhammad
SAW.6

5
Tafsir ibnu katsir surat al baqarah ayat 256
6
Abababun nuzul tafsir al qur’an al hujurat ayat 13,21 juni 2024.
Tafsir Ibnu Katsir

Allah SWT berfirman seraya memberitahukan kepada manusia bahwa Dia telah
menciptakan mereka dari satu jiwa dan darinya Allah menciptakan istrinya, yaitu nabi
Adam dan Hawa, kemudian Dia menjadikan mereka berbangsa-bangsa. Dan bangsa itu
lebih umum daripada suku. Setelah suku terdapat tingkatan-tingkatan seperti “Fasha’il”,
“‘Asya’ir”, “‘Ama’ir”, “Afkhad”, dan lainnya. Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
“Asy-Syu'ub adalah suku-suku non-Arab. Sedangkan yang dimaksud dengan kabilah-
kabilah adalah untuk bangsa Arab, sebagaimana Bani Israil disebut “Al-Asbath”. Semua
manusia jika ditinjau dari unsur kejadiannya yaitu tanah liat sampai dengan nabi Adam
dan Hawa itu sama saja. Sesungguhnya perbedaan keutamaan di antara mereka karena
perkara agama, yaitu ketaatannya kepada Allah SWT dan RasulNya SAW. Oleh karena
itu setelah melarang menggunjing dan menghina orang lain, Allah SWT berfirman
mengingatkan mereka, bahwa mereka adalah manusia yang mempunyai martabat yang
sama: (Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal) yaitu agar mereka saling mengenal di antara mereka,
masing-masing dinisbatkan kepada kabilahnya. Mujahid berkata tentang firmanNya:
(supaya kamu saling kenal-mengenal) Sebagaimana disebutkan Fulan bin Fulan dari
kabilah ini atau bangsa ini.

Firman Allah SWT: (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa) yaitu sesungguhnya kalian berbeda-beda
dalam keutamaan di sisi Allah hanyalah dengan ketakwaan, bukan karena keturunan.
Telah disebutkan banyak hadits tentang itu dari Rasulullah SAW.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk dan harta kalian, tetapi Dia
memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian”

Firman Allah SWT: (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha


Mengenal) yaitu Dia Maha Mengetahui kalian dan Maha Mengenal semua urusan kalian,
maka Dia memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan
kepada siapa saja yang Dia kehendaki, merahmati siapa saja yang Dia kehendaki dan
mengazab kepada siapa saja yang Dia kehendaki, serta memberi keutamaan kepada siapa
saja yang Dia kehendaki atas siapa saja yang Dia kehendaki. Dia Maha Bijaksana, Maha
Mengetahui, dan Maha Mengenal dalam semuanya itu.

Tafsir Al – Mukhtasar

Wahai manusia! Sesungguhnya Aku menciptakan kalian dari satu laki-laki, yaitu
bapak kalian Adam, dan satu wanita, yaitu ibu kalian Hawa, jadi nasab kalian itu satu,
maka janganlah sebagian dari kalian menghina nasab sebagian yang lain. Dan kemudian
Kami menjadikan kalian suku-suku yang banyak dan bangsa-bangsa yang menyebar agar
sebagian dari kalian mengenal sebagian yang lain, bukan untuk saling merasa lebih
tinggi, karena kedudukan yang tinggi itu hanya didapat dengan ketakwaan.
Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kalian di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa di antara kalian, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala kondisi kalian,
Maha Mengenal kelebihan dan kekurangan kalian, tidak ada sesuatu pun dari hal itu yang
luput dari-Nya.

c. Surat Al-Baqarah ayat 136

‫ُقْو ُلْٓو ا ٰاَم َّنا ِبالّٰلِه َو َم ٓا ُاْنِز َل ِاَلْيَنا َو َم ٓا ُاْنِز َل ِآٰلى ِاْبٰر هَٖم َو ِاٰمْسِعْيَل َو ِاْس ٰح َق َو َيْع ُقْو َب َو اَاْلْسَباِط َو َم ٓا ُاْو َيِت ُمْو ٰس ى‬

‫َو ِعْيٰس ى َو َم ٓا ُاْو َيِت الَّنِبُّيْو َن ِم ْن َّر ِهِّبْۚم اَل ُنَفِّرُق َبَنْي َاَح ٍد ِّم ْنُه ْۖم َو ْحَنُن َلهٗ ُمْس ِلُمْو َن‬

Artinya : Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan
anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa
yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.”

Asbabun nuzul: Allah Ta’ala membimbing hamba-hamba-Nya yang beriman untuk


senantiasa beriman kepada apa yang diturunkan kepada mereka melalui Rasul-Nya,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara rinci, serta apa yang diturunkan kepada
para Nabi yang terdahulu secara global. Allah Ta’ala telah menyebutkan beberapa nama
rasul, menyebutkan secara global nabi-nabi lainnya. Dan hendaklah mereka tidak
membeda-bekan salah satu di antara mereka, bahkan hendaklah mereka beriman kepada
seluruh rasul, serta tidak menjadi seperti orang yang difirmankan-Nya dalam Surah An-
Nisaa’ ayat 150-151 yang artinya: “Dan mereka bermaksud memperbedakan antara Allah
dan rasulrasul-Nya dengan mengatakan, "Kami beriman kepada yang sebagian (dari
rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan
perkataan itu) mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir),
merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya.”

Pendapat mufassir:

Tafsir Ibnu Katsir: Allah SWT memberi petunjuk kepada hamba-hambaNya yang
mukmin untuk beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada mereka melalui
RasulNya, nabi Muhammad SAW secara terperinci, dan beriman kepada apa yang telah
diturunkan kepada para nabi yang datang sebelumnya secara umum. dan itu adalah nash
atas semua rasul dan nash paling indah mengenai para nabi. Maka janganlah
membedakan antara satu rasul dengan rasul lainnya, melainkan harus beriman kepada
mereka. Mereka tidak boleh menjadi seperti orang-orang yang disebutkan oleh Allah
dalam firmanNya: (Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-rasul-
Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-
Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari
sebagian (yang lain),” serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir) (150)
merekalah porang-orang kafir yang sebenarnya. Dan Kami sediakan untuk orang-orang
kafir itu azab yang menghinakan (151)) (Surat An-Nisa: 150-151).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Ahli Kitab membaca Taurat dalam bahasa
Ibrani dan menjelaskannya dalam bahasa Arab kepada umat Islam. Maka Rasulullah
SAW bersabda: "Janganlah kalian mempercayai ahli Kitab dan janganlah kalian
mendustakan mereka. Katakanlah: kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami sert kepada apa yang diturunkan kepada kalian."

Tafsir kemenag: Bimbingan Allah kepada nabi Muhammad dan pengikutnya yang
disebut pada ayat 135 dilanjutkan pula pada ayat ini. Katakanlah, wahai orang-orang
yang beriman, kepada orang-orang yahudi dan nasrani itu, kami beriman kepada Allah
yang mahasempurna dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, baik berupa Al-
Qur'an maupun tuntunan lain yang disampaikan oleh nabi Muhammad. Dan demikian
pula kami percaya kepada apa, yakni wah yu, yang diturunkan kepada nabi ibrahim, nabi
ismail, nabi ishak, nabi yakub, dan anak cucunya. Dan demikian juga kami percaya
kepada apa yang diberikan kepada nabi musa dan nabi isa, baik berupa kitab suci maupun
ajaran dalam bentuk lain, serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi lain yang
bersumber dari tuhan mereka. Kami tidak membeda-beda kan seorang pun di antara
mereka, sehingga kami percaya kepada semuanya. Dan dalam per soalan ini kami
berserah diri kepada-Nya. Maka jika mereka yang mengajakmu mengikuti agama mereka
itu telah beriman persis sebagaimana yang kamu imani, sehingga mereka menjadi pengi
kutmu, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk yang benar. Akan tetapi, jika mereka
berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan denganmu, maka Allah
mencukup kan engkau, wahai nabi Muhammad terhadap mereka dengan pertolongan dan
janji-Nya yang pasti ditepati. Dan dia maha mendengar perkataan musuh-Musuhmu,
maha mengetahui apa saja yang ada dalam hati mereka.

C. Pendapat mufassir mengenai pluralisme dalam Al-Qur’an


Para mufassir, atau ahli tafsir Al-Qur'an, memiliki beragam pandangan dan interpretasi
mengenai konsep pluralisme dalam Al-Qur'an. Berikut adalah beberapa pendapat yang
diungkapkan oleh beberapa mufassir terkenal:
1. Ibnu Katsir: Ibnu Katsir, seorang mufassir terkenal dari abad ke-14, menekankan
pentingnya toleransi dalam Islam. Menurutnya, Islam mengajarkan untuk hidup
berdampingan dengan damai dengan orang-orang yang memiliki keyakinan yang
berbeda, sebagaimana yang tergambar dalam Surah Al-Kafirun.
2. Al-Razi: Al-Razi, seorang mufassir ternama dari abad ke-12, menekankan bahwa
Islam mengajarkan untuk menghargai keberagaman dan kebebasan beragama. Dia
menafsirkan ayat-ayat yang menegaskan keberagaman manusia sebagai tanda
kebijaksanaan Allah dalam menciptakan manusia dalam bentuk yang berbeda-beda.
3. Al-Qurtubi: Al-Qurtubi, seorang mufassir dari abad ke-13, menyoroti pentingnya
dialog antar-umat beragama dalam Islam. Menurutnya, dialog dan persaudaraan
antarmanusia merupakan prinsip-prinsip yang mendasari ajaran Islam, sebagaimana
yang terungkap dalam berbagai ayat Al-Qur'an.
4. Fazlur Rahman: Fazlur Rahman, seorang pakar Islam dan filsuf terkenal, berpendapat
bahwa Islam mempromosikan pluralisme dalam konteks toleransi dan penghargaan
terhadap perbedaan dalam masyarakat. Baginya, Islam adalah agama yang inklusif
yang menekankan pentingnya perdamaian dan harmoni antar-umat beragama.

KESIMPULAN

Melalui penelusuran konsep pluralisme dalam Al-Qur'an, kita dapat menemukan dasar-
dasar yang kokoh untuk membangun pemahaman yang inklusif dan toleran terhadap perbedaan
dalam masyarakat. Meskipun kata "pluralisme" tidak secara langsung disebutkan dalam teks Al-
Qur'an, prinsip-prinsip yang mendorong toleransi, dialog, dan penghargaan terhadap
keberagaman dapat diidentifikasi melalui ayat-ayat dan prinsip-prinsip yang terkandung di
dalamnya.

Al-Qur'an menegaskan pentingnya kebebasan beragama, menegaskan bahwa tidak ada


paksaan dalam agama. Ini menggaris bawahi hak setiap individu untuk memilih dan menjalankan
agama atau kepercayaan mereka tanpa tekanan dari pihak lain. Selain itu, Al-Qur'an menekankan
pentingnya penghargaan terhadap keberagaman manusia, yang dilihat sebagai bagian dari
rencana Allah yang bijaksana. Allah menciptakan manusia dari berbagai suku dan bangsa agar
mereka saling mengenal satu sama lain, bukan untuk saling memusuhi.

Dengan demikian, Al-Qur'an memberikan landasan yang kuat untuk membangun


masyarakat yang inklusif dan toleran di tengah-tengah keberagaman. Prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Al-Qur'an mempromosikan toleransi, dialog, penghargaan terhadap
perbedaan, dan kerjasama antar-umat beragama. Dengan memahami dan menginternalisasi nilai-
nilai ini, umat Islam dapat menjadi agen perdamaian dan harmoni di dunia yang semakin
kompleks dan terhubung ini. Sebagai masyarakat yang hidup dalam pluralitas, penting bagi kita
untuk terus merenungkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, dengan harapan dapat memperkuat ikatan antarmanusia dan membangun dunia yang
lebih baik untuk semua.

Anda mungkin juga menyukai