Anda di halaman 1dari 8

Kode:

Dok. :
STIH DHARMA NASKAH Revisi :
ANDIGHA
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER Verifikasi Ka
TAHUN AKADEMIK 2023/2024 Prodi:

 Ujian Tengah Semester  Ujian Akhir Semeste  Ujian susulan

Kode MK : 8021214 Sifat Ujian : Open book

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana Kalkulator : Tidak

Hari/tanggal : Sabtu, 27 Mei 2023 Kamus : Tidak


NANJI BAHRUL JAWAD
Jam : 09.30 -11.00 Nama :
22212076
Ruang : - NIM :
Program Studi : Ilmu Hukum

Pengajar : Iit Rahmatin, S.H., M.H TTD:

Petunjuk Ujian:

1. Tulis nama lengkap dan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) secara lengkap dan di
tandatangani pada kolom diatas;
2. Baca secara teliti dan cermati KASUS POSISI sebelum memberikan jawaban;
3. Jawaban dikirim paling lambat tanggal 29 Mei 2023 melalui email iitrahmatin.
air@gmail.com dengan menuliskan nama file diawali sesuai contoh : HAP UTS
Nama siswa

__________________________________________________
Jawablah Pertanyaan dibawah ini dengan tepat dan Jelas
1. Jelaskan perbedaan kompetensi absolut dan kompetensi relative dalam mengadili
perkara pidana” ? sebutkan dasar hukumnya!
2. Apa yang dimaksud dengan pembuktian? Apa perbedaan alat bukti dan barang
bukti dalam perkara pidana? Pihak manakah yang dibebani beban pembuktian?
Jelaskan dan sebutkan dasar hukumnya?

3. Perhatikan artikel dibawah ini:

BOGOR, KOMPAS.TV - Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Bogor


Kota Komisaris Besar (Kombes) Polisi Bismo Teguh Prakoso
mengungkapkan motif pembacokan siswa SMK di Bogor, Selasa
(14/3/2023).
Ia menyebut, tiga pelaku pembacokan, yakni MA, SA, dan ASR alias T
terprovokasi oleh unggahan siswa berinisial A di media sosial Instagram
(IG).

"Adanya tantangan via IG, pelaku terprovokasi supaya ke sasaran acak.


Yang nantang itu pelajar inisial A, dicari-cari pelaku tapi tidak ketemu,"
ucap Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso di halaman Mapolresta Bogor Kota,
Selasa (14/3/2023) dilansir dari Tribunnews.

Ia pun menjelaskan peran dari tiga pelaku yang masih berstatus sebagai
pelajar di sebuah SMK swasta di Bogor itu.

MA (17) merupakan pemilik kendaraan sepeda motor yang dipakai


berbonceng tiga bersama SA dan ASR saat melakukan pembacokan
terhadap korban AS (16) Jumat (10/3) lalu.

Ia juga pemilik senjata tajam jenis pedang yang dipakai untuk melukai AS
hingga meninggal dunia.

"Untuk yang melakukan, di bagian depan itu inisial MA, dia pemilik
kendaraan ini, dia yang membawa alatnya, bersama dengan dua
temannya melakukan tindak pidana tersebut, pemilik senjata tajam," ujar
Kombes Bismo.

Kemudian, ASR (17) berperan menyabetkan pedang ke arah AS dan


mengenai bagian pipi hingga pangkal leher korban. Saat kejadian, ASR
duduk di bagian tengah.

Lalu, SA (18) berperan membuang barang bukti senjata tajam yang


digunakan untuk menyabet AS hingga meninggal dunia.

MA dan SA telah ditangkap di Lebak, Banten pada Senin (13/3) kemarin.


Sementara ASR masih buron.

"Yang masih buron, ASR alias T, dia residivis kasus jambret di Bogor
Tengah," kata Kombes Bismo.

Ia pun menerangkan, ASR baru saja keluar dari tahanan pada tahun ini
atas kasus jambret.

ASR pun kembali diterima sekolah SMK swasta, karena


mempertimbangkan hak asasi manusia. Kombes Bismo pun mengimbau
ASR untuk menyerahkan diri ke Polresta Bogor Kota.

Ia juga meminta seluruh masyarakat yang mengetahui bahkan


menyembunyikan ASR untuk segera melapor pada Polresta Bogor Kota.

"Bagi yang menyembunyikan, ada ancaman hukuman yang menanti. Lebih


baik segera hubungi kami untuk diserahkan," tegasnya.
Sebelumnya, polisi memburu tiga pelaku usai melarikan diri setelah
melakukan pembacokan terhadap seorang siswa di kawasan lampu merah
perempatan Simpang Pomad, Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara
pada Jumat, (10/2/2023).

Mereka mengendarai sepeda motor dari arah Cibinong dan langsung


menyabetkan pedang panjang atau gobang ke arah AS yang hendak
menyeberang jalan bersama teman-temannya.

Kini polisi telah menangkap dua pelaku dan satu orang dewasa yang
menyembunyikan pelaku saat melarikan diri.

Pertanyaan :

A. Apakah dalam perkara tersebut Penyidik wajib menunjuk penasih


at hukumi? Jelaskan dan sebutkan dasar hukumnya !
B. Apabila tersangka keberatan ditahan, penyidik dapat
mengabulkan penangguhan penahanan kepada tersangka?
Jelaskan dan sebutkan dasar hukumnya!
-
------------------- Selanat mengerjakan --------------------------------
Jawaban.
1 Kewenangan/Kompetensi Absolut
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman terdiri dari Peradilan U
mum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
KOMPETENSI RELATIF (pasal 118 (1) HIR)
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:
Dimana tergugat bertempat tinggal. Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau
tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).
Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili s
uatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adal
ah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi a
tau pokok sengketa.
Kewenangan pengadilan untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu
perkara sesuai dengan jenis dan tingkatan pengadilan berlandaskan
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Landasan menentukan kewenangan mengadili setiap Pengadilan Negeri ditinjau
dari segi kompetensi relatif, diatur di dalam bagian Kedua Bab X yang terdiri dari
Pasal 84, 85 dan Pasal 86 KUHAP. Bertitik tolak dari ketentuan yang dirumuskan
dalam ke-3 Pasal tersebut diatur kriteria menentukan pengadilan mengadili
perkara pidana.

Bahwa pada dasarnya masalah sengketa kewenangan mengadili yang diatur


pada Bagian Kedua, Bab XVI adalah kewenangan mengadili secara relatif.
Artinya, Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi mana yang berwenang
mengadili suatu perkara. Landasan pedoman menentukan kewenangan
mengadili bagi setiap Pengadilan Negeri ditinjau dari segi kompetensi relatif,
diatur dalam Bagian Kedua, Bab X, Pasal 84, Pasal 85, dan Pasal 86 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bertitik tolak
dari ketentuan yang dirumuskan dalam ketiga pasal tersebut, ada beberapa
kriteria yang bisa dipergunakan Pengadilan Negeri sebagai tolak ukur untuk
menguji kewenangannya mengadili perkara yang dilimpahkan penuntut umum
kepadanya. Kriteria-kriteria yang dimaksud antara lain adalah:

 Tindak pidana dilakukan (locus delicti)


 Tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar saksi yang
dipanggil

2. Dalam konteks hukum pidana,pembuktian merupakan inti persidangan perkara


pidana, karena yang dicari adalah kebenaran materiil. Pembuktiannya telah dimulai
sejak tahap penyelidikan guna menemukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan dal
am rangka membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan dapat tidaknya dil
akukan penyidikan dalam rangka membuat terang suatu tindak pidana dan menem
ukan tersangkanya.

Berdasarkan bunyi Pasal 183 KUHAP tersebut, dapat diketahui bahwa sistem pe
mbuktian yang dianut dalam KUHAP adalah sistem pembuktian menurut undan
g- undang secara negataif (negatief wettelijk bewijstheorie).

Barang bukti bukanlah alat bukti, tetapi barang bukti dapat menjadi sumber dari al
at bukti.

Pembuktian di dalam sebuah hukum pidana merupakan suatu yang sangat penting dan utama.
Dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, dinyatakan tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seorang
yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas
dirinya.
Terdapat perbedaan pembuktian di dalam perkara pidana yang berbeda dengan pembuktian
dalam perkara perdata. Hal ini disebabkan karena pembuktian perkara pidana adalah tujuan
untuk mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau sesungguhnya.
Hakim dalam mencari kebenaran formal cukup membuktikan dengan preponderance of
evidence, sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran material, maka peristiwanya harus
terbukti.
Alat-alat bukti merupakan alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana
alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan
bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yang sah adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Di dalam hukum acara pidana mempunyai tujuan untuk mencari dan mendekati kebenaran
materiil merupakan kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum.
Pasal 39 ayat (1) KUHAP, terdapat 2 jenis barang bukti, yaitu:
1. Benda berwujud, yang berupa:
a. Benda yang digunakan dalam melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
b. Benda yang dipakai menghalang-halangi penyidikan
c. Benda yang dibuat khusus atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
d. Benda-benda lainnya yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan
berlakunya tindak pidana

2. Benda tidak berwujud berupa tagihan yang diduga berasal dari tindak pidana.
Benda material atau objek dan lain-lainnya yang tidak terkait atau objek dan lai
n-lainnya yang tidak terkait atau tidak ada hubungannya dengan tindak pidana,
dan bukan merupakan barang bukti.

Fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan, yaitu:

1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah

2. Mencari dan menemukan kebenaran materill atass perkara sidang yang dit
angani

3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah, maka barang
bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakw
akan Jaksa Penuntut Umum

Kemudian, dalam keadaan tersangka tertangkap tangan, penyidik berwenang


menyita paket, surat, atau benda yang dilakukan oleh kantor pos dan telekomu
nikasi, selama benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau berasal darin
ya.

Fungsi barang bukti dapat menunjang alat bukti, sehingga menyebabkan keabs
ahan barang bukti yang turut menentukan keabsahan alat bukti. Berkenaan de
ngan tahapan untuk mendapatkan barang bukti yang menurut KUHAP dalam ta
hap penyitaan, ditentukan agar penyitaan bertanggungjawab atas keselamatan
dan keamanan barang bukti.

Jawaban.
A. Dari ketentuan asas legalitas pada Pasal 1 ayat (1) KUHP, ditur
unkan ketentuan lain yang mengatur bahwa seseorang baru di
anggap bersalah melakukan suatu tindak pidana hanya melalui su
atu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum t
etap15. Asas ini dikenal sebagai asas praduga tak bersalah atau
asas presumption of innocence,yang dirumuskan di dalam Pasal 8
UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.3Sejalan
dengan ketentuan tersebut di atas, dalam Pasal 6 ayat (1) UU
No. 4 Tahun 2004 ditegaskan bahwa seseorang tidak dapat
dikenai pidana tanpa adanya kesalahan ditangkap, ditahan, dit
untut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dian
ggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan, yang meny
atakan kesalahannya dan asas actusnonfacitreum nisi mens sit rea. A
sas ini merupakan prinsip dasar untuk menentukan adanya kesalahan
(schuld) dan pertanggungjawaban pidana. Selain itu, dalam Pasal
6 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ditegaskan bahwa putusan y
ang berisi pemidanaan oleh pengadilan hanya boleh dijatuhka
n berdasarkan bukti-bukti yang sah menurut undang-undang,
yang menimbulkan keyakinan bahwa seorang terdakwa dapa
t bertanggung jawab dan bersalah atas perbuatan yang didakwakan
padanya. Kedua asas tersebut merupakan dasar perlindungan HA
M bagi seorang tersangka dan terdakwa dari tindakan sewenang-wen
ang penyidik, penuntut umum maupun hakim yang mengadili perkara
nya.4Hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang
meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat bers
angkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didamp
ingi atau dihadirkan penasihat hukum sejak dari proses penyidik
an hingga dalam semua tingkat proses peradilan,merupakan aturan
yang bersifat universal di hampir semua negara yangberdasarkan
hukum. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum pada
dasarnya sangat menghormati Komitmennya terhadapHukum Acara
Pidana,yaitu di dalam pasal 56 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentan
g Hukum Acara Pidana yang lebih dikenal dengan istilah KUHAP. Unt
uk mengantisipasi hal ini sebenarnya dalam Kitab Undang-Un
dang Hukum Acara Pidana telah diatur mengenai Bantuan Huku
m, khususnya bagi tersangka/terdakwa yang diancam dengan
pidana penjara di atas 5 tahun. Dalam Pasal 56 KUHAP
B. Berkaitan dengan penanggugan penahanan terhadap seorang dengan sta
tus tersangka atau terdakwa diatur dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP ya
ng berbunyi:
Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum
atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengada
kan penanguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang, atau jami
nan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

Dari ketentuan Pasal di atas dapat diketahui bahwasanya penangguhan p


enahanan itu dimungkinkan jika:
1. Adanya permintaan atau permohonan penangguhan penahanan dari t
ersangka atau terdakwa;
2. Permintaan atau permohonan tersebut disetujui oleh penyidik, penunt
ut umum atau hakim yang menahan dengan atau tanpa jaminan;
3. Adanya persetujuan atau kesanggupan dari tersangka atau terdakwa
yang ditahan untuk memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.

Sementara penegasan dan rincian syarat-syarat penangguhan penahanan


diperjelas dalam penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yaitu:
1. Wajib lapor;
2. Tidak keluar rumah, atau
3. Tidak keluar kota.

Jaminan Penangguhan Penahanan

Ada dua jenis jaminan yang disebutkan pada pasal tersebut yaitu jaminan u
ang dan jaminan orang.

Namun perlu diketahui dikabulkan atau tidaknya permohonan penangguh


an penahanan itu adalah sepenuhnya kewenangan pejabat atau instansi
yang menahan tersangka atau terdakwa. Pejabat atau instansi yang men
ahan akan menilai secara subjektif apakah tersangka atau terdakwa yang
mengajukan permohonan penangguhan penahanan tidak akan menimbul
kan kekhawatiran sebagaimana yang didasarkan pada ketentuan Pasal 21
ayat (1) KUHAP.
Terkait dengan permohonan penangguhan penahanan yang telah 4 (emp
at) kali diajukan namun tetap hasilnya nihil (ditolak) oleh penyidik, hal te
rsebut adalah sepenuhnya kewenangan penyidik karena bisa jadi penyidi
k memiliki kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak a
tau menghilangkan barang bukti serta dikhawatirkan akan mengulangi tin
dak pidana.

Anda menerangkan bahwa keluarga Anda ditahan oleh penyidik dengan d


ugaan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 303 Kitab Undang-Unda
ng Hukum Pidana (“KUHP”). Sebagaimana yang telah dijelaskan, pen
ahanan dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang ancaman pidana pe
njara 5 (lima) tahun atau lebih. Ancaman hukuman untuk tindak pidana y
ang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 303 KUHP adalah maksimal 10
(sepuluh) tahun. Artinya, tersangka atau terdakwa yang diduga atau dida
kwa dengan pasal tersebut dapat saja dilakukan penahanan.

Anda mungkin juga menyukai