Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI :HALUSINASI
(Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Profesi Ners Mata Kuliah Keperawatan Jiwa)

DISUSUN OLEH :
KUKUN KURNIAWATI
NIM : 21220021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERTAMEDIKA JAKARTA
2020
I. Kasus (Masalah Utama)

Menurut Keliat (2010), gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan salah satu
gejala gangguan jiwa dalam individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya


rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik (Stuart & Sundenn, 1998).

II. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,
marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. Klien dengan halusinasi cenderung
menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu
arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat,
didengar atau dirasakan).
Terdapat dua faktor penyebab terjadinya halusinasi yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Biologis
Terjadi karena abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologist yang maladaptif.
b) Faktor Psikologis
Terjadi karena keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien yang mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas ialah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam kehidupan klien.
c) Faktor Sosial Budaya
Terjadi karena kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa.
Tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan.

b. Jenis – Jenis Halusinasi


Menurut Stuart (2007), jenis – jenis halusinasi antara lain sebagai berikut.
(1) Halusinasi pendengaran
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang
tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebuah kata atau kalimat
yang bermakna. Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat,
suara biasanya menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula
ancaman, mengejek, memaki. Fikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.

(2) Halusinasi Penglihatan


Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik) biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaranyang mengerikan. Stimulus visual dapat berupa bentuk
kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.

(3) Halusinasi penciuman


Halusinasi ini biasanya berupa mencium bau sesuatu bau tertentu dan dirasakan
tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Penderita membaui bau
– bauan tertentu seperti bau darah, urin atau bau yang tidak menyenangkan.

(4) Halusinasi pengecapan


Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penghidung,
penderita merasa mengecap sesuatu seperti rasa darah, urin atau feses.

(5) Halusinasi perabaan


Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit
terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia
(6) Kinestetik
Penderita merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Menurut Keliat (2010) menjelaskan secara ringkas jenis – jenis halusinasi yaitu
sebagai berikut.

Jenis halusinasi Data Obyektif Data Subyektif

Halusinasi Dengar Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau


kegaduhan.
Marah-marah tanpa sebab
Mendengar suara yang
Menyedengkan telinga ke mengajak bercakap-cakap.
arah tertentu
Mendengar suara menyuruh
Menutup telinga melakukan sesuatu yang
berbahaya.

Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar, bentuk


Penglihatan tertentu geometris, bentuk kartoon,
melihat hantu atau monster
Ketakutan dengan pada
sesuatu yang tidak jelas.

Halusinasi Mengisap-isap seperti Membaui bau-bauan seperti bau


Penghidu sedang membaui bau-bauan darah, urin, feses, kadang-
tertentu. kadang bau itu menyenangkan.

Menutup hidung.

Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,


Pengecapan urin atau feses
Muntah

Halusinasi Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga di


Perabaan permukaan kulit permukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik

c. Tahapan Halusinasi
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010: 106), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu:
1) Fase I (Comforting)

Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini

masuk dalam golongan nonpisikotik. Karakteristik dari fase ini klien

mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian

yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan. Pada fase ini klien

berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir

tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika

sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2) Fase II (Conndeming)

Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam

psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman

sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,

dan berfikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang

tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan klien dapat

mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan

tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan

tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak dapat

membedakan realita.
3) Fase III (Controlling)

Controling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi

berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi halusinasi semakin

menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak

berdaya dengan halusinasinya, rentang perhatian hanya beberapa menit atau

detik. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu

memenuhi perintah.

4) Fase IV (Conquering)

Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk
dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memerahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan
lingkungan. Perilaku klien menunjukan perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

d. Mekanisme Koping
(1) Nasionalisasi : merupakan usaha untuk menghindarkan konflik jiwa dengan
memberikan alasan yang rasional.
(2) Nopresi : konflik fikiran, impuls yang tidak dapat diterima dengan fikiran, ditekan
kea lam sadar dan sengaja dilupakan.
(3) Supresi : menekan konflik, impuls – impuls yang tidak diterima secara sadar
(4) Denial : perilaku penolakan terhadap suatu yang tidak melupakan.
(5) Menarik diri : pada saat menghadapi konflik frustasi lama, klien menarik diri dari
lingkungan.
e. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif


- Fikiran logis - Fikiran kadang menyimpang - Delusi
- Persepsi Akurat - Ilusi - Halusinasi
- Emosi konsisten - Reaksi emosional -Ketidakmampuan emosi
dengan pengalaman - Perilaku ganjil - Isolasi social
kurang/lebih - Menarik diri
- Perilaku sesuai
- Hubungan sosial
harmonis
Respon Adaptif
1. Fikiran Logis adalah Pikiran yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah Pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi Konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari hati sesuai
dengan pengalaman
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5. Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
Respon Psikososial
1. Pikiran kadang menyimpang adalah proses pikir yang menimbulkan kekacauan/
mengalami gangguan
2. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang sungguh
terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
3. Reaksi emosional adalah respon emosi yang berlebih atau kurang
4. Perilaku ganjil adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau
hubungan dengan orang lain
Respon Maladaptif
1. Delusi adalah keyakinan secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2. Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi internal yang tidak realita
atau tidak ada
3. Ketidakmampuan emosi adalah perubahan yang timbul sesuatu dari hati
4. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif
mengancam
f. Pengkajian Keperawatan
1. Isi Halusinasi : kaji suara apakah yang didengar atau melihat apa? suaranya berkata
apa ?
2. Waktu Terjadinya Halusinasi : tanyakan kapan halusinasi biasanya terjadi ?
3. Frekuensi Halusinasi : seberapa sering halusinasi muncul ? berapa kali dalam
sehari?
4. Situasi Pencetus : dalam situasi apakah halusinasi tersebut muncul ?
5. Respon Terhadap Halusinasi : bagaimana perasaan klien saat halusinasi muncul ?
apa yang dilakukan jika halusinasi muncul ?

III. A. Pohon Masalah

Effect Resiko Perilaku Kekerasan

Core problem Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Causa Isolasi sosial

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Gangguan persepsi sensori : DS :
halusinasi - Klien mengatakan sering mendengar suara, melihat,
merasakan sesuatu yang tidak nyata yang sering
mengganggu dirinya.
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada
stimulus yang nyata.
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat
dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
- Keluarga mengatakan klien sering menjerit, tampak
ketakutan kemudian berteriak, berbicara dan tertawa.

DO :
- Klien tampak ketakutan.
- Ekspresi wajah tegang
- Klien tampak melamun.
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
- Disorientasi

IV.Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi (dengar, penglihatan, penghidu, peraba)

V. Rencana Tindakan Keperawatan


(Terlampir).

VI. Daftar Pustaka


Keliat, Budi, A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keliat, Budi, A. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai