Kasus Pelanggaran Kode Etik: Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik Dosen Pengampuh: Zara Azalia, M.Psi. Psikolog
Kasus Pelanggaran Kode Etik: Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik Dosen Pengampuh: Zara Azalia, M.Psi. Psikolog
A. PENJELASAN KASUS
David Reimer (DR) atau Brian Reimer (Nama kecil) merupakan anak laki-laki
yang lahir pada tahun 1965. DR memiliki saudara kembar bernama Bruce (B),
mereka dilahirkan sehat secra fidik dan mental, namun saat meginjak usia tujuh bulan
mereka mengalami kesulitan dalam buang air kecil. Melihat kondisi anaknya tersebut
orang tua B dan DR membawa mereka ke dokter dan disarankan untuk menyunat B
dan DR. Tetapi, sialnya DR mengalami kegagalan saat operasi, dokter yang harusnya
menggukan pisau malah menggunakan jarum pembakar. Alat tersebut mengalami
kerusakan sehingga membakar kelami DR dan beberapa hari kemudian kelamin DR
lepas dari tempatnya. Mengalami hal tersebut orang tua mereka membawa B dan DR
pulang ke rumah dan pada akhirnya penyakit yang di derita B sembuh dengan
sendirinya.
Melihat kondisi anaknya tersebut ibu dari DR tidak sengaja menonton siaran
televisi seorang dokter bernama John Money (JM), ia merupakan seorang psikolog
sekaligus sekssolog. Kemudian ibu DR menulis surat kepada JM dan hanya berselang
satu minggu ibu DR mendapat balasan dari JM untuk menemuinya.
Ekperimen tanpa persetujuan DR, bisa dikatakan berhasil karena secara fisik
perilaku DR berubah menjadi feminim, hal ini tentu tidak berlangsung lama pada usia
2 tahun DR menolak serta merobek pakaian wanitanya, ia juga enggan untuk bermain
boneka dan memilih untuk bermain pistol mainan. Seringkali DR protes dan
mengatakan bahwa ia merupakan laki-laki kepada guru atau orang tuanya.
Mendengar perkataan anaknya tersebut orang tua DR kembali bertanya kepada JM,
apakah mereka diperbolehkan untuk memberitahu Dr terkait gender DR sebenarnya,
tentunya hal tersebut di tolak oleh JM karena penelitiannya belum selesai.
Tetapi saat usianya 20 tahun, kebahagian itu tidak berlangsung lama DR kembali
mengalami depresi dan trauma dengan eksperimen yang dilakukan JM. Ia ingin
melakukan bunuh diri kembali karena merasa takut dan terbayang eksperimen JM
yang terus memaksannya untuk berpose telanjang dan memperlihatkannnya foto
wanita tanpa busan, dengan harapan jika DR dapat menerima dirinya sebagai
perempuan, bahkan JM juga memaksa DR untuk melaukan permainan seksual.
Tepat pada tanggal 5 Mei 2004 atau ketika DR menginjak usia 30 tahun, ia
menginggalkan surat terakhirnya untuk istri serta psikolognya. DR memutuskan
mengakhiri hidupnya, DR menembakkan sebuah senapan ke dalam mulutnya di
tempat parkir dekat rumahnya. Orang tua DR menyalahkan metode JM yang
mengakibatkan kasus bunuh diri anaknya dan mereka menuntut praktik JM yang
dianggap ilegal. Namun, hasil keputusan pengadilan mengatakan bahwa Jm divonis
tidak bersalah dan menolak adanya keterlibatan JM dalam kasus bunuh diri yang
dilakukan DR. Padahal sejumlah ahli menyatakan bahwa JM telah gagal dalam
melakukan eksperimen kepada DR sejak ia masih kecil, tetapi JM terus memaksakan
keinginannya untuk melakukan penelitiannya dan dianggap tidak bertanggung jawab
atas keselamatan serta kondisi mental DR. Bukan hanya itu, JM diangap telah
berbohong kepada orang tua DR dan publik mengenai perkembangan kasus david
terutaman pernyataan DR tentang keinginannya untuk bunuh diri.
Dalam Al-Qur’an surah Al-Nahl ayat 60 Allah menjelaskan bahwa manusia tidak
boleh memaksakan kehendak diri sendiri.
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat dan dia melarang melakukan perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”
Ayat ini mengatakan bahwa Allah memerintahkan manusia senantiasa berbuat baik
(ihsan) kepada sesama. Bukan hanya berbuat baik tetapi harus memiliki adab,
toleransi dan menghargai hak orang lain sebab segala sesuatu di dunia ini merupakan
tempat bagi manusia untuk belajar. Jadi, dari kasus tersebut tidak sepantasnya JM
memaksa DR untuk terus mengikuti eksperimennya karena DR sendiri memiliki hak
atas dirinya, dari sini kita sebagai manusia perlu belajar untuk menghargai orang lain
bukan malah memaksakan kehendak diri sendiri.
Dari hadis tersebut sudah dijelaskan walupun orang kafir sekalipun tidak boleh
menekan, membebani atau merampas hak orang lain karena kelak di hari kiamat
perbuatannya tersebut akan dipertanggung jawabkan. Jadi, walaupun seperti kasusu
JM dan DR yang notabennya adalah non-muslim, tentunya ketika di hari pembalasan
nanti JM harus mempertanggung jawabkan perbutannya terhadap DR.
Surah An- Nahl ayat 105 juga telah menjelaskan jmengenai jati diri orang yang suka
menipu.
Artinya: “Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang
yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka.” (HR. Ibnu Hibban).
Dalam hadist ini, Rasullah telah menakankan bagi orang-orang yang telah menipu
dan mengelabui orang lain maka tempat kembalinya adalah ke dalam neraka.
3. PRINSIP C: Profesional
Allah pernah berkata bahwa manusia yang beriman baik adalah orang yang berkerja
dengan baik sesuai dengan Surat Al-Bayyinah ayat 7:
Dari ayat di atas orang-orang yang memberikan manfaat baik orang lain, berkerja
dengan baik disebut dalam Al-Qur’an sebagai manusia yang baik dan terpuji karena
ia dapat berguna bagi siapapun. Berkaca dari ayat ini tentunya hal yang dilakuakn
oleh psikolog JM tidak lah baik maka ia bukan termasuk orang-orang yang beriman.
Rasulullah sendiri menyuruh kaum muslim agar dapat bekerja secara profesional
sesuai dengan sebuah hadist yang berbunyi:
Artinya: “ Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila berkerja, mengerjakannya
secara profesional.” (HR. Thabrani, Baihaqi).
Hadist ini menekankan manusia agar menggunakan seluruh potensi diri untuk
menyatakan keimanannya dalam bentuk amal yang kreatif karena berkerja itu
merupakan fitrah sekaligus identitas manusia itu sendiri. jadi jika seseorang yang
berkerja secara profesional maka ia telah mencerminkan prinsip ima dan tauhidnya
sebagai muslim.
4. PRINSIP D: Keadilan
Islam telah mengajarkan manusia untuk menjalin hubungan timbal-balik yang tidak
merugikan antar umat beragama. Hal ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-
Maidah ayat 8.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, ketika menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah.
Karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah! Sungguh,
Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini Allah memerintahkan orang muslim untuk adil dalam segala hal dan tidak
memandang siapa orang tersebut. Perintah untuk adil ini pastinya harus dibarengi
oleh perbuatan baik karena orang yang berlaku adil adalah orang yang bertaqwa.
5. PRINSIP E: Manfaat
Saat melakukan proses layanan psikologi JM tidak melakukan pembinaan yang baik
kepada DR, karena psikolog JM tidak pernah mempertanyakan perkembangan Dr
kepada orang tuanya karena pada saat penelitian berlangsung seharusnya JM selalu
mengontrol serta mengwasi tingkah laku DR setelah ia melakukan operasi
penggantian jenis kelamin dan dampat sosial pribasi pada DR. Serta dari pihak
psikolog JM juga tidak pernah menjelaskan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
Hal ini pastinya melanggar kode etik psikologi Pasal 51 Ayat (1) dan (2)yaitu
memberikan secara singkat kepada klien setelah pengambilan data penelitian dengan
menggunakan bahasa sederhana dan mengambil laangkah untuk menjelaskan persepsi
klien setelah terjadi hal ayng tidak diinginkan. Terakhir JM telah melakuakn
pengabaian terhadap DR, hal ini dibuktikan ketika DR melakukan tindak bunuh diri,
sebelumnya DR juga telah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali karena
ia tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya, masalah ini jelas telah melanggar
kode etik psikologi pasal 51 ayat (4) tentang prosedur penelitian yang mencelakai
partisipan dan lengambil langkah untuk meminimalisir bahaya. Hal ini juga berkaitan
dengan pasal 2 ayat (1), (2), (3) yaitu psikolog berusaha untuk memberikan manfaat
pada kesejahteraan umat manusia, melindungi hak dan meminimalkan resiko dampak
buruk bagi pengguna layanan psikologi karena keputusan yang dibuat tersebut dapat
mempengaruhi kehidupan piahk lain.
Sebuah ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa ketika kita membawa manfaat bagi orang
lain maka kita akan menderima kebaikan juga.
Dari ayat ini segala perbuatan baik atau buruk manusia akan dibalas setimpal oleh
Allah, jadi ketika kita mengerjakan kebaikan maka Allah akan memberikan kita
pahala yang berlipat dan jika kita mengerjakan keburukana maka kita akan dibalas
dengan ganjaran yang setimpal.
Analisis Berdasarkan Hadist:
Sebuah hadist mengatakan manusia yang baik adalah manusia yang bermanfaat bagi
orang lain sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
Artinya: “Dan sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi
manusia lain.” (HR. At-Thabaraaniy).