Anda di halaman 1dari 13

MENYOAL PASAL PENGHINAAN PRESIDEN DALAM KUHP: ANTARA

PROPORSIONALITAS PRINSIP PRIMUS INTERPARES ATAU


KEMUNDURAN DEMOKRASI
(QUESTIONING THE PRESIDENTIAL CONFUSE ARTICLE IN THE KUHP:
BETWEEN THE PROPORTIONALITIES OF THE PRIMUS INTERPARES
PRINCIPLES OR DEMOCRACY DEGREEMENT)

Ahmad Syaifudin Anwar

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta, Indonesia 55281
Telp/Handphone: 0857 6080 6114
ahmad.anwar2@uin-suka.ac.id

Lilik Agus Saputro

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta, Indonesia 55281
Telp/Handphone: 082325030337
Lilikagus43@gmail.com

Abstrak
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan instrumen penting dalam sebuah
sistem negara hukum. Karena eksistensi KUHP yang berlaku akan menjadi aturan dan
pedoman bagi masyarakat dalam bernegara. Oleh karena itu, momen disahkannya KUHP
nasional menjadikan negara Indonesia semakin merdeka secara de facto maupun de jure
dalam segi ketatanegaraannya. Secara substansinya, KUHP baru ini jauh lebih baik daripada
produk KUHP peninggalan kolonial Belanda. Namun, ada salah satu pasal yang berpotensi
menghambat demokratisasi bagi negara Indonesia, yakni pasal perlindungan terhadap harkat
dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Tulisan ini berusaha untuk memberikan analisa
bagaimana proporsionalitas primus interpares (pertama dari sederajat) dalam pasal
penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam negara demokrasi. Penelitian
menggunakan jenis yuridis normatif bertujuan untuk menemukan aturan-aturan hukum serta
norma untuk menjawab isu hukum yang dihadapi sehingga dapat ditemukan penyelesaian
masalah terkait isu yang diteliti. Hasil penelitian dalam penulisan ini menunjukkan bahwa
adanya pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden semakin menjauhkan nilai-
nilai demokrasi dalam suatu negara, karena hak rakyat dalam beraspirasi terancam dengan
Pasal Penghinaan Presiden. Karena pasal penghinaan ini bukan lagi pemenuhan hak
Presiden atas primus interpares, sebab dalam negara demokrasi Presiden adalah insititusi
yang tidak mempunyai emosional sehingga mustahil terhina oleh dinamika demokrasi yang
berlangsung.
Kata Kunci: kitab undang-undang hukum pidana, demokrasi, primus interpares,
penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden

14 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro


Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

Abstract
The Criminal Code (KUHP) is an important instrument in a rule of law system. Because the
existence of the Criminal Code that applies will become the rules and guidelines for society in
the state. Therefore, the moment the national Criminal Code was ratified made the Indonesian
state increasingly independent de facto and de jure in terms of its constitutionalism. In
substance, the new Criminal Code is far better than the original Dutch colonial Criminal Code.
However, there is one article that has the potential to hinder democratization for the
Indonesian state, namely the article on protection of the dignity of the President and Vice
President. This paper attempts to provide an analysis of how proportionality is primus
interpares (first of equal) in the article on insulting the President and Vice President in a
democratic country. Using this type of normative juridical research aims to find legal rules and
norms to answer the legal issues faced so that solutions to problems related to the issues
studied can be found. The results of the research in this paper show that the existence of an
insulting article against the President and Vice President further distances democratic values
in a country, because the people's right to have aspirations is threatened by the Presidential
Contempt Article. Because this insult article no longer fulfills the President's right to primus
interpares, because in a democratic country the President is an institution that has no emotion
so it is impossible to be insulted by the ongoing democratic dynamics.
Keywords: the criminal code, democracy, primus interpares, insulting the president
and vice presiden

PENDAHULUAN dan penyangga untuk kokohnya suatu


negara yang berdaulat, adil dan
Latar Belakang sejahtera.1 Karena untuk mencapai
Negara Indonesia pada tanggal suatu tingkat kesejahteraan dan
18 Agustus 1945 secara tegas keadilan dalam suatu wilayah negara
menyatakan dan menjadikan Undang- dibutuhkan keteraturan dalam
Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi masyarakat, dan dibarengi dengan
yang disepakati bersama. Artinya nilai- aturan-aturan yang melekat pada
nilai konstitusi haruslah selalu dijadikan sistem hukum yang berkembang dalam
prinsip utama dalam penegakan hukum diri masyarakat tersebut.
di suatu negara. Lebih-lebih Indonesia Aturan-aturan yang dimaksud
sebagai negara hukum yang dalam pembahasan di atas salah
berlandaskan demokrasi, maka teori satunya ialah ketentuan hukum pidana.
dan praktek penegakan hukum Karena hukum pidana merupakan
haruslah sesuai dengan ruh yang ada representasi dari salah satu contoh
dalam konstitusi. Pemahaman- instrumen hukum yang akan menjadi
pemahaman demikian apabila ditelaah pelindung terhadap kepentingan-
secara detail tidaklah lepas dari kepentingan masyarakat dalam proses
pengertian dan fungsi konstitusi itu hukum yang berlaku. Kepentingan-
sendiri. Yakni dalam hal ini konstitusi kepentingan itu bisa terkait
menjadi sebuah aturan dasar (pondasi) kepentingan hukum yang bersifat

1Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata


Negara Indonesia (Bandung: PT Refika
Aditama, 2011), hlm. 42.

Jurnal Hukum dan HAM Wicarana, Vol. 2, No. 1, Maret 2023: 14-26 15
Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

individu, kepentingan hukum yang luas rakyat demi keadilan bersama.


(masyarakat), maupun kepentingan Meskipun sudah diupayakan sebaik
yang terkait dengan hukum negara. mungkin dalam penyusunannya, tentu
Pembagian-pembagian hukum KUHP baru yang disahkan kemarin
tersebut secara jelas sudah ditulis masih menuai pro dan kontra bagi
dalam sistematika bab-bab dalam Kitab masyarakat. Terkhusus dalam nilai-
Undang-Undang Hukum Pidana nilai keadilan dalam beberapa
(KUHP). 2 ketentuan pasal yang dihadirkan, salah
satunya ialah pengaturan mengenai
Kemudian membahas mengenai penghinaan Presiden dan Wakil
konsep hukum pidana, maka Presiden yang dinilai terlalu berlebihan
komponen yang tidak boleh lepas yakni dan menyalahi spirit demokrasi.
bagaimana proses penegakannya
yang menyeluruh. Artinya pidana akan Padahal ditelaah dari sisi
berlaku kepada siapapun mereka yang historisnya, pasal penghinaan terhadap
melanggar norma-norma sendiri. Presiden dan Wakil Presiden
Sebab ketentuan pidana merupakan sebelumnya pernah dinyatakan
ketentuan yang obyektif guna inkonstitusional oleh Mahkamah
menegakkan hukum dan keadilan Konstitusi. Tetapi pemerintah akhirnya
berdasarkan Pancasila dan Undang- tetap menghidupkan pasal penghinaan
Undang Dasar 1945, demi tujuan dalam KUHP yang baru dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berbagai pertimbangan yang ada.
berdasarkan hukum yang berlaku.3 Hal Salah satu dasar pertimbangannya
ini dimaksudkan karena keadilan adalah Presiden dan Wakil Presiden
merupakan salah satu tujuan hukum memiliki prinsip Primus Interpares, atau
dan pastinya setiap subyek hukum pertama yang sederajat. Hal inilah yang
mempunyai hak untuk mendapatkan meyakinkan pemerintah untuk
keadilan. Subyek hukum dalam artian mempertahankan pasal ini. Primus
ini berlaku dalam tingkatan sosial Interpares ini melekat terhadap
apapun, tidak melihat status jabatan, Presiden dan Wakilnya karena status
kekayaan dan kedudukan dalam mereka mengabdi dan menjalankan
masyarakat. pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dalam artian lain
Balik dalam pembahasan Kitab mereka memberikan pengabdian
Undang-Undang Hukum Pidana kepada rakyat maka dari itu hak-hak
(KUHP), yang mana akan memasuki spesial wajar untuk didapatkan.
babak baru dalam rekodifikasi setelah
disahkannya KUHP baru. Hal ini akan Menurut pemerintah, hak spesial
menjadi tantangan baru bagi setelah 3 yang didapatkan oleh Presiden dan
abad lamanya mengadopsi hukum milik Wakil Presiden dalam perlindungan
kolonial. KUHP baru ini merupakan harkat dan martabat dalam KUHP ini
harapan segenap rakyat Indonesia bukan lagi bicara soal asas kesamaan
untuk memiliki hukum nasional yang dalam hukum. Namun sesuai prinsip
sesuai dengan culture dan memihak Primus Interpares (pertama yang

2Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum 3 Barda Nawawi Arief, Ilmu Hukum Pidana
Pidana (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, Integralistik (Semarang: Badan Peneribit
2016), hlm. 35. Universitas Diponegoro, 2021), hlm. 25

16 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro


Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

sederajat) yang sewajarnya melekat Metode Penelitian


dalam diri mereka selama mengemban
amanah menjadi Presiden dan Wakil Jenis penelitian ini masuk ke
Presiden. Oleh karena itu, pemerintah dalam jenis penelitian yuridis normatif
menganggap perlindungan harkat dan yang bertujuan untuk menemukan
martabat dalam pasal 218 KUHP bukan aturan-aturan hukum serta norma
sebagai kemunduran demokrasi, malah untuk menjawab isu hukum yang
akan memperkuat demokrasi.4 Karena sedang dihadapi sehingga dapat
sesuai dengan karakteristik warga ditemukan suatu penyelesaian
negara Indonesia yang menjunjung masalah terkait isu yang telah diteliti.
tinggi etika dan tata karma. Kemudian, penelitian ini bersifat
perspektif yang artinya menurut Peter
Berdasarkan uraian di atas, Mahmud Marzuki sebagai upaya untuk
penulis ingin membahas secara menemukan fakta koheren, khususnya
signifikan mengenai porsi perlindungan apakah pedoman peraturan tersebut
yang diberikan terhadap Presiden dan sudah sesuai dengan norma pidana
Wakil Presiden dalam ketentuan KUHP atau tidak dan apakah norma pidana
yang disahkan. Penerapan asas yang memuat tanggung jawab dan
Primus Interpares ini apakah sudah sanksi sudah sesuai dengan tindakan
sesuai dengan porsi hukum yang ada, seseorang sesuai dengan norma atau
artinya tidak mendikriminasikan hak- asas pidana.5 Pendekatan yang
hak rakyat dalam menyampaikan kritik digunakan adalah pendekatan
terhadap pemimpin negaranya dan perundang-undangan dan juga
sesuai dengan prinsip demokrasi yang pendekatan konseptual.
kental dengan kritik.
PEMBAHASAN
Rumusan Masalah
Pasal Penghinaan Presiden dan
Rumusan masalah di dalam Wakil Presiden dalam KUHP
tulisan ini akan memaparkan tentang
bagaimana proporsionalitas asas Penghinaan kepada kepala
Primus Interpares dalam Pasal negara, raja atau penguasa dalam
Penghinaan Presiden dan Wakil istilah Prancis sering disebut dengan
Presiden di KUHP yang baru dalam lese majeste atau lese majesty. Istilah
negara demokrasi? ini digunakan untuk sebuah tindakan
atau kejahatan yang mengarah pada
Tujuan kurangnya rasa hormat atau minimnya
penghormatan terhadap raja atau ratu
Tujuan penulisan ini adalah maupun penguasa dalam suatu sistem
untuk mengetahui proporsionalitas ketatanegaraan berbentuk monarki
asas Primus Interpares dalam Pasal
Penghinaan Presiden dan Wakil
Presiden di KUHP yang baru dalam
perkembangan negara demokrasi.

4Arrsa, C. R. (2014, April). Indikasi


kriminalisasi pembela ham dalam sengketa 5Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,
agraria. Jurnal Yudisial, 7, 53-69. Prenada Media Group, 2005

Jurnal Hukum dan HAM Wicarana, Vol. 2, No. 1, Maret 2023: 14-26 17
Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

(kerajaan).6 Pemaknaan mengenai ketentuan pasal 3 dari aturan Osamu


lese majeste ini diartikan sebagai Seirei tersebut menyatakan bahwa
sebuah kedaulatan yang terluka. seluruh badan pemerintahan beserta
Karena dalam tatanan monarki, raja kekuasaannya, hukum dan undang-
atau ratu menjadi sebuah simbol dalam undang dari pemerintahan terdahulu
sebuah negara yang wajib dihormati dinyatakan sah dan diakui dalam waktu
dan dimuliakan keberadaannya. tertentu asal tidak bertentangan dan
Karena raja atau ratu merupakan wakil menyalahi pemerintahan militer.
dari tuhan untuk memimpin suatu
rakyat dalam suatu wilayah yang sudah Penerapan hukum kolonial
ditentukan. Belanda ini pun kemudian berlanjut
sampai setelah negara Indonesia
Penghinaan Presiden dan Wakil mengumumkan kemerdekaannya,
Presiden kemudian dibahas lebih lanjut yakni pada 17 Agustus 1945.
dalam artikel 111 Wvs yang Walaupun ada beberapa organ-organ
didalamnya memberikan pengaturan hukum yang sudah diseleraskan
mengenai opzettelihke beleedging den dengan kebutuhan hukum negara
Koning of der Koningin. Waktu itu, waktu itu, namun ketentuan hukum
dalam ketentuan yang berlaku masih menganut peninggalan Belanda.
menghina Presiden dan Wakil Presiden Sebagaimana yang telah dinyatakan
dikenai hukuman paling lama 5 tahun dalam pasal 1 aturan peralihan
atau denda paling banyak 300 golden. Undang-Undang Dasar Negara
Kemudian pada akhirnya pada tahun Republik Indonesia yang bunyinya
1915, yakni lebih tepatnya tanggal 15 “segala bentuk peraturan perundang-
oktober dikeluarkanlah Koninlijk Besluit undangan yang ada masih tetap
nomor 33 yang sekaligus di dalamnya berlaku selama belum ada aturan yang
mengatur tentang pemberlakuan baru menurut Undang-Undang Dasar”.
Wetboek van Stafrecht voor Nederlans- Kemudian tidak berjarak lama muncul
Indie (Wvs Nederlands-Indie).7 aturan Oendang-Oendang 1946 nomor
Walaupun pada kenyataannya hukum 1 tentang Peraturan Hoekoem Pidana
tersebut mulai diberlakukan secara yang merubah nama WvS Nederlands-
formal dan mengikat setelah Indie menjadi WvS atau Kitab
dinyatakan dalam Staatsblad 1915 Oendang-Oendang Hoekoem Pidana
nomor 732. Ketika penjajahan Belanda yang diberlakukan sampai sekarang,
berakhir yang mana kemudian berganti atau yang masih berlaku sebelum
pada masa penjajahan Jepang. KUHP yang baru dijalankan.8
Walaupun sudah terjadi pergantian
penjajahan, hukum peninggan Belanda Negara Indonesia sendiri
tetap diterapkan dalam keseharian di sebenarnya kurang begitu memahami
wilayah jajahan Indonesia. Hal ini konsep jabatan kepala negara
termuat berdasarkan Osamu Seirei sebagaimana yang ada di negeri
nomor 1 tahun 1942, dimana dalam Belanda. Oleh karena itu pasal

6 Ignatius Haryanto, Kejahatan Negara, Telaah 8Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana


Tentang Penerapan Delik Keamanan Negara Tertentu Di Indonesia, Bandung: Refika
(Jakarta: ELSAM, 1999). Aditama, 2002, hal. 207.
7 Hofweg, Politics in the Netherlands,

ProDemos, 2013,The Hague.

18 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro


Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

mengenai jabatan kepala negara pemerintahan di negara tersebut.


selanjutnya dikontekstualisasikan ketentuan ini sebagaimana yang diatur
menjadi pasal perlindungan terhadap dalam artikel 42 Konstitusi Belanda
Presiden dan Wakil Presiden. Dalam yang berbunyi:
ketetapan pada pasal 8 angka 24
Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 1. Pemerintah terdiri atas Raja dan
menyebutkan jika kata Koning of der Menteri
Koningin pada pasal 134 KUHP diganti 2. Pelaksanaan atas pemerintahan
dengan Presiden dan Wakil Presiden. dilakukan oleh Menteri, bukan
Perubahan penyebutan itu didasarkan Raja.
karena kedudukan Presiden di Perbedaan signifikan inilah yang
Indonesia bukan sekedar menjadi dinilai membuat penerapan pasal
kepala pemerintahan, namun sekaligus penghinaan Presiden dan Wakil
juga menjadi kepala negara. Maka Presiden di Indonesia menuai
selanjutnya, artikel 111 Nederlands problematika yang serius. Karena
WvS yang pada saat itu ditujukan selain kemutlakan negara Indonesia
kepala raja dan ratu Belanda sebagai menganut sistem Presidensil yang
simbol dari negara, diturunkan menjadi memberikan hak rakyat untuk
pasal 134, pasal 136 bis, dan pasal 137 mengawal jalannya pemerintahan, dan
yang kemudian menjadi cikal bakal memberikan respon atas tindakan
penyebutan pasal atau delik pemimpinnya.9 Ketetapan ini juga akan
penghinaan terhadap Presiden. mempengaruhi kualitas pemerintahan
Ditinjau dari aspek ke depannya, karena rakyat yang
seharusnya menjadi check and balance
ketatanegaraan, negara Indonesia dan
Belanda sudah jelas mengalami pemerintah akan sedikit ketakutan
perbedaan yang mendasar. Karena untuk menyampaikan kritiknya. Karena
dalam satu sisi negara Indonesia meskipun sudah diberi batasan yang
menganut sistem presidensialisme dan jelas antara mengkritik dan menghina,
negara Belanda menempatkan namun hukum berjalan sesuai dengan
kedudukan pemerintahannya pada penafsiran dari individu.
sistem Kerajaan. Otomatis ciri dari Keputusan menghidupkan pasal
sistem kerajaan ini memberikan penghinaan Presiden dan Wakil
kedudukan kepada seorang raja atau Presiden di negara yang manganut
ratu yang melekat pada negara. Artinya presidensialisme sangat
raja atau ratu dalam sistem kerajaan membahayakan. Karena posisi
merupakan simbol negara yang wajib Indonesia bukanlah seperti negara
dihormati layaknya seperti dengan sistem kerajaan layaknya
menghormati negara itu sendiri. Belanda. Karena negara dengan corak
Walaupun kedudukan seorang raja kerajaan memposisikan raja atau ratu
menjadi bagian atas pemerintahan dengan anggapan akan semakin
negara Belanda, namun demikian memberikan kekuatan perlindungan,
seorang raja tidak memiliki kekuasaan sebab raja atau ratu dalam
politik atas jalannya suatu pemerintahan ini diyakini selalu pada

9Ari Wibowo, “Kebijakan Kriminalisasi Delik Pandecta, -Research Law Journal, Vol. 7 No.
Pencemaran Nama Baik di Indonesia”, 1, Januari 2012, hal. 1 – 12.

Jurnal Hukum dan HAM Wicarana, Vol. 2, No. 1, Maret 2023: 14-26 19
Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

titik kebenaran atas keputusannya dan mengkritik, karena penafsiran hukum


tidak dapat diganggu gugat akan sangat bergantung pada kondisi
keputusannya.10 Inilah konsep hati dalam menentukan atau
mendasar dari negara kerajaan yang menggiring narasi sesuai dengan
jelas bertolak belaka dengan sistem penilaian subyektif dari Presiden dan
pemerintahan Indonesia yang kepala Wakil Presiden terkait.
negaranya menjadi satu dengan kepala
pemerintahan, dan juga Pasal penghinaan Presiden dan
mengedepankan nilai-nilai luhur Wakil Presiden dalam KUHP walaupun
demokrasi. sudah diatur sedemikian rupa, yakni
sudah ada penjelasan dalam masing-
Perbandingan ketatanegaraan masing ketentuan apa yang dinamakan
Indonesia dengan Belanda bisa diambil kritik dan menghina. Namun dalam
kesimpulan, bahwa Presiden dalam perspektif politik yang dinamis, masih
sistem ketatanegaraan di Indonesia ada peluang pasal-pasal tersebut
lebih dominan sebagai kepala digiring untuk meredam dan
pemerintahan daripada sebagai kepala mengekang kebebasan politik dan
negara. Maka artinya dominasi kebebasan berekspresi warga negara.
Presiden dalam menjalankan Karena hal ini berkaitan dengan
pemerintahan lebih unggul daripada emosional person to person, yakni
Presiden sebagai simbol negara, yakni dalam hal ini Presiden yang dilindungi
kepala negara. Dari aspek jabatan pun dan rakyat dalam menyampaikan
berbeda, sistem pemilihan Presiden di aspirasinya.11 Hal ini senada pernah
Indonesia melibatkan rakyat langsung, disampaikan oleh Haryanto dalam
artinya rakyat mempunyai bukunya, yang menyatakan bahwa
kemerdekaan untuk menentukan pengekangan dan pembatasan hak
Presidennya. Sedangkan Belanda berpendapat itu sebenarnya untuk
turun menurun sesuai dengan memberhangus suara-suara rakyat
ketentuan peralihan masa jabatan yang tidak sependapat atau
dalam negara kerajaan. Maka dari itu, berlawanan dengan kepentingan
logika untuk membenarkan negara.12
penghidupan kembali pasal
penghinaan Presiden dan Wakil Dalam konteks ini, pasal yang
Presiden kurang begitu masuk akal. awalnya secara tersurat bertujuan
Karena logikanya, buat apa rakyat untuk melindungi harkat dan martabat
diberikan hak secara merdeka untuk Presiden dan Wakil Presiden.
menentukan pilihannya kalau Selanjutnya dalam perkembangan
selanjutnya diberikan batasan untuk politik di masa depan, sangat
memberikan kritik. Karena tetap saja dikawatirkan pasal ini hanya sebuah
sulit untuk memberikan limitasi atau kedok untuk mengkriminalisasi suara-
batasan antara menghina atau suara rakyat yang bertentangan

10 M. Halim, dkk, Menggugat Pasal-Pasal 12Zaqiu Rahman, ‘’Wacana Pasal Penghinaan


Pencemaran Nama Baik, Jakarta: LBH Pers, Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU
2009, hal. 27. KUHP’’, Jurnal Rechtsvinding Media
11 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Pembinaan Hukum Nasional, 3 (2015)
Kehormatan: Pengertian Dan Penerapannya
(Jakarta: Grafindo Persada, 2018).

20 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro


Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

dengan kepentingan Presiden. Logika Presiden yang dinilai terlalu kolot dan
hukumnya adalah ketika sudah ada otoriter. Ketentuan di pasal penghinaan
ketentuan pasal penghinaan secara ini akan memacu kontroversialisme
umum, maka seharusnya dalam KUHP baru, karena akan menimbulkan
negara demokrasi tidak perlu diatur lex konflik dalam penegakannya di masa
spesialis mengenai pasal penghinaan depan. Oleh karena itu, pasal
terhadap Presiden dan Wakil penghinaan ini di masa lalu pernah
Presiden. 13 Meskipun pemerintah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
mempunyai rasionalisasi tersendiri Maka penulis merasa penghidupan
mengenai perlindungan terhadap pasal penghinaan ini tidak akan
harkat dan martabat Presiden dan memberikan sumbangan banyak
Wakilnya, namun kalau sebatas terhadap stablilitas hukum nasional.
menyinggung soal norma dan budaya
luhur Bangsa Indonesia yang Dalam KUHP baru yakni dalam
menjunjung tinggi kesopanan. Maka Pasal 218, disebutkan bahwa
lebih ironi dan biadab lagi ketika menyerang di muka umum kehormatan
mengkriminalisasi rakyat pribumi atau harkat dan martabat diri presiden
dengan pasal yang katanya merupakan dan wakil presiden dipidana paling
representasi hukum nasional (KUHP). lama 3 tahun 6 bulan/pidana denda
Hukum nasional (KUHP) mana yang paling banyak kategori iv. Kategori iv di
tega dan secara sadis memberhangus sini bernilai 200 juta (paling banyak).15
rakyatnya ketika bercita-cita Kemudian lebih lanjut disebutkan
memajukan negara lewat dalam Pasal 219, bahwa jika perbuatan
pemimpinnya. Oleh karena itu sangat penghinaan terhadap Presiden dan
disayangkan, KUHP yang sebelumnya Wakil Presiden dilakukan dengan
sangat dinantikan sebagai hukum yang media elektronik atau sarana teknologi
mandiri dalam sebuah negara, malah informasi, maka pidana penjara akan
menjadi senjata makan tuan untuk bertambah menjadi paling lama 4 tahun
rakyat yang menginginkan negaranya 6 bulan, dengan denda paling banyak
maju dan lebih baik. kategori iv. Selanjutnya disebutkan
juga penuntutan yang bisa dijerat Pasal
Secara materiil, pengaturan 218 dan 218 hanya jika ada delik
KUHP baru mengenai ketentuan- aduan.16
ketentuan pidana umum bisa dikatakan
sudah jauh lebih baik daripada KUHP Pertimbangan-pertimbangan
peninggalan kolonial.14 Tetapi, pemerintah untuk tetap
apresiasi atas kemajuan-kemajuan itu mempertahankan Pasal Penghinaan ini
akan terhambat oleh pengaturan Pasal yakni dengan beberapa alasan.
penghinaan Presiden dan Wakil Pertama, Presiden merupakan sebagai
simbol negara. Kedua, penghapusan

13 Nofan, Pasal Penghinaan Presiden Dalam 15 Penjelasan Pasal 218 Rancangan Kitab
RKUHP, https://news.detik.com/kolom/d- Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP).
5615391/Pasal-penghinaanpresiden-dalam- 16 Lidya Suryani W, ”Tindak Pidana

rkuhp. (diakses 18 Februari 2022). Penghinaan Terhadap Presiden Atau Wakil


14 Barda Nawawi Arief, Pembangunan Sistem Presiden: perlukah diatur kembali dalam
Hukum Nasional Indonesia (Semarang: Badan KUHP?”, Jurnal Negara Hukum 8, No. 2
Peneribit Universitas Diponegoro, 2021), hlm. (2017). Doi. 10.22212/jnh.v8i2.1067 (diakses
1 18 Februari 2022)

Jurnal Hukum dan HAM Wicarana, Vol. 2, No. 1, Maret 2023: 14-26 21
Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

pasal penghinaan akan menjadikan rakyat adalah memilih pemimpin yang


budaya demokratisasi yang liberal dan sesuai dengan harapan secara
ketiga, tidak mungkin menghapus pasal merdeka dengan tujuan negara lebih
penghinaan Presiden dan Wakil baik dan makmur. Maka kewajiban
Presiden, sedangkan Presiden negara pemimpin adalah melaksanakan
lain dilindungi harkat dan martabatnya. amanah yang dititipkan rakyat tersebut
Alasan-alasan pemerintah ini bagi dengan baik. Otomatis jika ada
penulis sangat tidak mendasar dan penyimpangan, rakyat punya hak untuk
tidak masuk akal. Dalam negara menegur dan memberikan peringatan.
Presidensialisme, sangat tidak tepat Karena jika pemerintahan tidak
jika menempatkan Presiden sebagai dilaksanakan dengan asas-asas yang
simbol negara, karena kedudukan baik, bisa membuat stabilitas negara
Presiden berbeda dengan raja atau akan merosot buruk. Itulah mengapa
ratu. Karena Presiden lahir dari embrio pentingnya memberikan ruang kepada
pemilihan langsung oleh rakyat. Oleh rakyat untuk memberikan stimulant
karena itu dalam Undang-Undang kepada pemimpinnya secara merdeka
tentang simbol negara Presiden tidak dan proporsional.
dimasukkan di dalamnya. Karena
memang bukan berada sebagai simbol Primus Interpares atau Kemunduran
negara. Selanjutnya mengenai alasan Demokrasi
liberaliasi demokrasi jika pasal ini Masa orde baru merupakan
dihapus. Logika hukumnya, jika sudah bukti nyata bahwa saat itu negara
ada pengaturan penghinaan secara mengalami krisis demokrasi besar-
umum, maka limitasi atau batasan besaran. Pemerintahan yang otoriter
liberalisme terhadap demokrasi sudah menjadi ciri khas dalam kepemimpinan
bisa mencukupi itu semua. di era Soeharto tersebut. Maka tidak
Rasionalnya, pasal penghinaan heran, jika atmosfer pemerintahan
terhadap Presiden dan Wakil Presiden masa orde baru serba tertutup dan
ini ada karena ingin menyingkirkan krisis aspirasi. Kerasnya pola yang
perspektif rakyat yang tidak sejalan dibangun oleh Soeharto dalam
dengan pemerintah. Kemudian yang menjalankan kepemimpinannya
terakhir mengenai pengaturan pasal menjadikan rakyat takut untuk
perlindungan harkat dan martabat bersuara. Karena diam bagi rakyat
kepala negara asing dan negara merupakan salah satu cara untuk
sendiri. Pernyataan ini kurang sesuai menyelematkan hidup. Karena tidak
jika pemerintah membuat jarang, pemerintah akan menggunakan
perbandingan demikian. Karena kediktatorannya untuk menyingkirkan
membandingkan perlindungan harkat suara-suara rakyat yang mengganggu
dan martabat kepala negara asing jalannya kepemerintahan. Maka
tidaklah apple to apple. Bukan setelah reformasi inilah bangsa
kemudian merasionalkan menghina Indonesia mulai berbenah untuk
tetangga tidak boleh, dan menghina ibu mewujudkan pemerintahan yang
kandung bisa bebas dan boleh. demokratis, yang artinya rakyat ikut
Dua perbandingan ini sangatlah terlibat dalam pemerintahan melalui
tidak sesuai, karena logika hukumnya kritik dan sarannya. Karena itu sangat
adalah hak dan kewajiban. Artinya, hak disayangkan apabila pengalaman orde

22 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro


Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

baru tidak bisa dijadikan pembelajaran, orang pertama dari yang sederajat,
yakni bagaimana menghargai rakyat yaitu hak-hak perlindungan yang tidak
dalam porsi konstitusionalnya dalam bisa didapatkan oleh sembarang orang.
berdemokrasi.17
Maka menurut penulis, ini
Pasal penghinaan terhadap merupakan kekeliruan yang fatal dalam
Presiden dan Wakil Presiden dalam memahami prinsip primus interpares.
KUHP baru akan menjadikan posisi Karena maksud dari pertama dari yang
Presiden semakin nyaman. Karena sederajat ini adalah hak-hak presiden
dalam tindakan pemerintahannya ada dalam menunjang kinerjanya. Misalnya
pasal yang melindungi harkat dan hak Presiden untuk mendapatkan
martabatnya. Otomatis kerangka check pengawalan dan hak spesial
and balance antara rakyat dan kenegaraannya lainnya. Maka secara
Presiden akan semakin keropos. analisa hukum, memberikan pasal
Karena ibaratnya, rakyat diberikan hak khusus kepada Presiden dalam hal
untuk memberikan kritik tetapi di sisi harkat dan martabat bukan masuk
lain rakyat juga dibatasi oleh pasal dalam primus interpares. Karena kritik
yang mengaturnya. Walaupun dalam bentuk apapun itu dihalalkan
pemerintah sudah mengupayakan dalam negara demokrasi, dengan
limitasi mengenai pengertian kritik dan catatan masih berkaitan dengan
penghinaan, tetap saja hukum berdiri kinerjanya sebagai Presiden. Kalau
atas tafsir person to person. berbicara soal pasal makar, itu masih
dalam taraf kewajaran jika makar diatur
Upaya-upaya pemerintah dalam dengan pasal khusus di KUHP.
memberikan perlindungan harkat dan Maksudnya, definisi makar dan
martabat kepada Presiden sebenarnya menghina itu sudah jelas dua hal yang
adalah upaya yang positif. Tetapi berbeda. Hal ini lantaran makar akan
kurangnya pemahaman mendasar berimplikasi terhadap kehidupan
yang menjadikan upaya perlindungan bernegara sedangkan menghina hanya
hukum ini menjadi buruk.18 Karena akan memberikan implikasi terhadap
akan menjadi kemunduran demokrasi personal dari seorang Presiden. Artinya
jilid 2 setelah orde baru. Kalau penegasan pasal makar yang diatur
pemerintah meyakini ini bukan sekedar dalam KUHP masih konstitusional
pemahaman kesamaan dalam hukum dengan menimbang dampak-dampak
(equality before the law), tetapi yang akan terjadi dalam suatu negara.
perlindungan khusus kepada Presiden Seperti yang dinyatakan dalam putusan
ini merupakan penerapan prinsip Mahkamah Konstitusi, bahwa negara
Primus Interpares, atau pertama dari memiliki kepentingan yang harus
yang sederajat dalam diri seorang dilindungi oleh hukum pidana dari
pemimpin negara. Inilah hak Presiden
yang seharusnya di dapat sebagai

17 Elsam, Kebebasan Berekspresi Dan Hak 18 Khotbatul Laila, ”Hukum Progresif sebagai
Asasi Manusia. Solusi Kebebasan Berpendapat dengan Asas
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/ Demokrasi Pancasila”, Jurnal Cakrawala
uploads/2014/12/Internet-Kebebasan- Hukum 10, No. 2 (2019).
Berekspresi-dan-Hak-Asasi-Manusia- https://doi.org/10.26905/idjch.v10i2.3546
HAM.pdf. (diakses 18 Februari 2022) (diakses 18 Februari 2022).

Jurnal Hukum dan HAM Wicarana, Vol. 2, No. 1, Maret 2023: 14-26 23
Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

perbuatan yang hendak UUD 1945, yang dimaksud simbol


memerkosanya. negara hanya Garuda Pancasila dan
semboyan Bhineka Tunggal Ika. Maka
Meskipun sudah ada pengetatan jelas presiden disini adalah sebagai
oleh pemerintahan dalam pasal institusi, bukan suatu entitas yang
penghinaan terhadap Presiden dan memiliki ego dan perasaan. Maka
Wakil Presiden melalui pergeseran otomatis logikanya ketika presiden
delik, yakni yang awalnya delik abstrak tersinggung, artinya presiden tersebut
menjadi delik aduan. Namun tetap saja dalam kedudukan sebagai pribadi,
Pasal Penghinaan terhadap Presiden bukan institusi.19 Sudah jelas, ketika ke
dan Wakil Presiden akan menimbulkan depannya aparat penegak hukum tidak
ketakutan di masa mendatang. Karena memiliki kesadaran moral untuk
keberadaan pasal ini bisa memberikan melaksanakan tanggung jawab
ancaman terhadap aspirasi-aspirasi terhadap pasal ini, maka kriminalisasi
rakyat dalam menyampaikan terhadap rakyat akan tidak bisa
pendapatnya dalam negara demokrasi. terhindarkan.
Menurut penulis, delik aduan yang
dihadirkan di pasal ini bukanlah Kesimpulan
sebagai solusi untuk menghindari
kriminalisasi atas pasal penghinaan. Dari beberapa uraian yang telah
Karena pergeseran kedua delik ini di paparkan oleh penulis, kesimpulan
hanya sebatas membedakan pada yang bisa di dapatkan adalah sebagai
tahap cara pengaduannya saja. Tetapi berikut:
fakta di lapangan penegak hukum akan Pertama, dalam prinsip negara
bisa memberikan tafsir sesuai kondisi demokrasi relasi rakyat dengan
yang dihadapinya. Bayangkan jika pemimpin negara saling ada
yang mengadukan adalah Presiden, keterkaitan, karena ada mekanisme
yang jelas status politik dan sosialnya. check and balance sebagai
Maka rasanya sangat mustahil untuk representasi penguatan negara dalam
penegak hukum untuk bisa tetap bentuk vertikal. Maka dari itu, apapun
obyektif dalam memberikan tafsir bentuk perlindungan secara lex
terhadap permasalahan kritik tersebut. specialis terhadap Presiden dan Wakil
Sebagaimana pendapat Jimly Presiden tidak bisa dibenarkan dalam
Asshidiqy, pengaturan Pasal negara yang menganut prinsip
penghinaan terhadap Presiden dan presidensil demokratis. Di sisi lain
Wakil Presiden seharusnya tidak perlu dikarenakan sudah ada pengaturan
dihidupkan kembali, walaupun dengan mengenai pasal penghinaan secara
berbagai pertimbangan yang telah umum, oleh karena itu muatan yang
disebutkan sebelumnya. Karena selain dibangun dalam pasal penghinaan
pasal itu telah dihapuskan oleh MK, terhadap Presiden dan Wakil Presiden
presiden sendiri secara lebih condong menciptakan
ketatanegaraan bukan termasuk dalam kediktatoran penguasa dalam
simbol negara. Sebagaimana bunyi menjalankan kekuasannya.

19Muladi dan Diah Sulistyani RS, Catatan 2020) (Semarang: Universitas Semaranf
Empat Dekade Perjuangan Turut Mengawal Press, 2021), hlm. 31.
Terwujudnya KUHP Nasional (Bagian 1, 1980-

24 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro


Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

Seharusnya pengalaman pahit masa obyektif. Hal ini bertujuan untuk


orde baru bisa dijadikan pengingat, meminimalisir adanya kriminalisasi
bahwasanya negara yang dipegang terhadap rakyat yang menyuarakan
oleh kediktatoran penguasa akan kegelisahannya terhadap pemimpin
menumbuhkan kesewenang- negaranya. Bagaimanapun juga ini
wenangan. Kemudian ketika bukan sekedar membahas pengertian
kesewenang-wenangan terjadi, maka kritik atau penghinaan, namun lebih
kemakmuran dalam suatu negara akan kepada interpretasi hukum dari pihak-
sulit untuk diwujudkan. Mengingat pihak terkait dalam menghadapi
kemakmuran merupakan wujud fenomena pasal penghinaan Presiden
integritas yang proporsional antara ini ke depannya. Supaya tidak muncul
penguasa dan rakyat melalui orde baru jilid 2 di masa mendatang,
aspirasinya. dan tetap manjadikan negara Indonesia
yang bermartabat dan berkeadilan bagi
Kendati pemerintah seluruh rakyat Indonesia.
menganggap pasal penghinaan ini
sebagai representasi penerapan Ucapan Terima Kasih
prinsip primus interpares, atau pertama
dari yang sederajat. tetapi dalam Puji syukur kehadirat Allah SWT
kaidah primus interpares itu sendiri, dan shalawat serta salam pada
presiden tidak bisa menjadi primus junjungan nabi besar Muhammad
interpares dalam perkara-perkara yang SAW, yang berkat petunjuk dan
berkaitan dengan nilai-nilai pertolongannya penulis bisa
demokratisasi kekuasaan. Karena menyelesaikan tulisan ini. Sebelumnya,
presiden sudah menjadi primus penulis ingin mengucapkan terima
interpares dalam menjalankan kasih yang tak terhingga kepada para
pemerintahannya, misalnya pihak yang telah mendukung secara
mendapatkan pengawalan dan moril untuk sampai selesainya tulisan
tunjangan-tunjangan lainnya. Artinya, ini. Penulis sadar, masih ada
pertimbangan pemerintah dalam kekurangan dan catatan dalam tulisan
memasukkan pasal ini sebagai bentuk ini yang akan penulis jadikan renungan
perlindungan terhadap Presiden untuk kedepannya. saran dan masukan
sangat tidak masuk akal. Karena disini dari para pembaca sangat penulis
presiden adalah institusi yang tidak harapkan untuk bahasan evalusasi
mungkin memiliki hati dan perasaan. penulis kedepannya.
Jadi secara otomatis, ketika ada narasi-
narasi kritik yang menyinggung Daftar Pustaka
Presiden, bearti yang tersinggung itu
adalah pribadinya yang sudah diatur Buku
dalam pasal penghinaan secara umum. Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata
Saran Negara Indonesia (Bandung: PT
Refika Aditama, 2011).
Perlu suatu sosialisasi secara
masif dan terstruktur kepada Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip
masyarakat, terkhusus kepada aparat Hukum Pidana (Yogyakarta:
penegak hukum untuk bisa memehami Cahaya Atma Pustaka, 2016).
pasal penghinaan ini secara detail dan

Jurnal Hukum dan HAM Wicarana, Vol. 2, No. 1, Maret 2023: 14-26 25
Jurnal Hukum dan HAM
p-ISSN 2829-0356
Wicarana e-ISSN 2829-0291
Volume 2, Nomor 1, Maret 2023

Barda Nawawi Arief, Ilmu Hukum Ignatius Haryanto, Kejahatan Negara,


Pidana Integralistik (Semarang: Telaah Tentang Penerapan
Badan Peneribit Universitas Delik Keamanan Negara
Diponegoro, 2021). (Jakarta: ELSAM, 1999).
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Ari Wibowo, “Kebijakan Kriminalisasi
Pidana Tertentu Di Indonesia, Delik Pencemaran Nama Baik di
Bandung: Refika Aditama, 2002. Indonesia”, Pandecta, -
Research Law Journal, Vol. 7
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian No. 1, Januari 2012, hal. 1 – 12.
Hukum, Prenada Media Group,
2005. Zaqiu Rahman, ‘’Wacana Pasal
Penghinaan Presiden atau Wakil
Hofweg, Politics in the Netherlands, Presiden Dalam RUU KUHP’’,
ProDemos, 2013,The Hague. Jurnal Rechtsvinding Media
M. Halim, dkk, Menggugat Pasal-Pasal Pembinaan Hukum Nasional, 3
Pencemaran Nama Baik, (2015).
Jakarta: LBH Pers, 2019. Nofan, Pasal Penghinaan Presiden
Leden Marpaung, Tindak Pidana Dalam RKUHP,
Terhadap Kehormatan: https://news.detik.com/kolom/d-
Pengertian Dan Penerapannya 5615391/Pasal-
(Jakarta: Grafindo Persada, penghinaanpresiden-dalam-
2019). rkuhp. (diakses 18 Februari
2022).
Barda Nawawi Arief, Pembangunan
Sistem Hukum Nasional Lidya Suryani W,”Tindak Pidana
Indonesia (Semarang: Badan Penghinaan Terhadap Presiden
Peneribit Universitas Atau Wakil Presiden: perlukah
Diponegoro, 2021). diatur kembali dalam KUHP?”,
Jurnal Negara Hukum 8, No. 2
Muladi dan Diah Sulistyani RS, Catatan (2017). Doi.
Empat Dekade Perjuangan 10.22212/jnh.v8i2.1067
Turut Mengawal Terwujudnya (diakses 18 Februari 2022).
KUHP Nasional (Bagian 1,
1980-2020) (Semarang: Elsam, Kebebasan Berekspresi Dan
Universitas Semaranf Press, Hak Asasi Manusia.
2021) https://referensi.elsam.or.id/wp-
content/uploads/2014/12/Intern
Jurnal et-Kebebasan-Berekspresi-dan-
Arrsa, C. R. (2014, April). Indikasi Hak-Asasi-Manusia-HAM.pdf.
kriminalisasi pembela ham (diakses 18 Februari 2022).
dalam sengketa agraria. Jurnal
Yudisial.

26 Menyoal Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP… Anwar & Saputro

Anda mungkin juga menyukai