Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ELEMEN-ELEMEN KEPEMIMPINAN

DISUSUN OLEH

Mutiara Wahyuni (2021102023)

Mata Kuliah : Kepemimpinan


Dosen Pengampu : Ir. Dharnita Chandra, M.Si

INSTITUT MARITIM PRASETYA MANDIRI


2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa atas
berkat dan rahmatnya serta karunianya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul ”Elemen-elemen
kepemimpinan” dengan baik dan tepat waktu.

Kami pun menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih


terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari bapak maupun teman-teman
semua demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

Lampung, 17 April 2024


Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan................................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................ 3
2.1. System Thinking bagi Pemimpin ..................................................... 3
2.2. The Model 7S ................................................................................... 4
2.3.Nilai-nilai dan Kepemimpinan.......................................................... 5
2.4 Keterampilan Menentukan Arah Organisasi...................................... 9

BAB III : PENUTUP................................................................................ 11


3.1. Kesimpulan......................................................................................... 11
3.2. Saran .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya kebergantungan pada informasi teknologi mengakibatkan
generasi di abad ini semakin dinamis dalam berkorelasi dengan
bentukan lain di luar dirinya. Thesis McLuhan pada 1960-an tentang
masa digital dan komputer yang mengarahkan kepada sebuah perubahan
pola komunikasi telah terbukti. Revolusi mengantar komunikasi
antarindividu ke arah komunikasi massal. Komunikasi interpersonal
dalam ruang pribadi, menjadi konsumsi massal, lalu membentuk
identitas personal tertentu. Trendunia berkembang dari desa menjadi
global, dunia dengan keterbatasan menuju pada dunia tanpa batas, atau
yang disebut dengan global village (McLuhan, 1999).
Dengan kondisi demikian, karakter pemimpin yang perlu dibentuk
saat ini tidak lagi sama dengan pola pembentukan karakter pemimpin di
masamasa lalu. Pemimpin saat ini hadir dalam konteks ruang dan waktu
saat ini. Generasi saat ini sulit dipimpin dengan pendekatan
konvensional dengan garis doktrin tegas. Kebiasaan resign dan
membuka usaha sendiri berbasis teknologi atau yang biasa disebut
perusahaan startup menjadi pola baru yang banyak diminati generasi
abad ini. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan banyak orang untuk
berupaya bekerja sendiri tanpa tekanan pemimpin. Menurut Direktur
Telkomtelstra, Erick Meijer, dibandingkan negara Asia tenggara lainnya,
Indonesia pada 2016 tercatat sebagai negara pemilik startup tertinggi.
Pola pembentukan karakter pemimpin haruslah juga memperhatikan
kecenderungan-kecenderungan tersebut, sehingga mampu menjawab
kebutuhan zaman dan siap mengarahkan generasi yang bertanggung
jawab.
Karakter pemimpin yang berintegritas dan bertanggung jawab masih
dibutuhkan pada abad 21. Kedua karakter tersebut dapat menjadi kendali
mengarahkan generasi sekarang untuk menciptakan masa depan yang
lebih pasti. Kepemimpinan merupakan motor penggerak roda perubahan.
Perubahan baik tercipta jika digerakkan oleh pemimpin yang baik pula.
Kebutuhan karakter pemimpin berintegritas dan bertanggung jawab
merupakan syarat mutlak mengarahkan gerak dunia saat ini. Sebagai
pemimpin, haruslah mampu menerima, membarui, dan mentransformasi
kebudayaan.
Dalam dunia yang semakin dinamis dan perkembangan teknologi
yang semakin cepat, dibutuhkan pemimpin yang mampu melakukan
perubahan menggunakan pendekatan system thinking. System thinking
merupakan sebuah pendekatan teknis dalam mengelola kompleksitas
dan kecepatan sebuah perubahan. Pendekatan system thinking sudah

1
dikenal sejak 1900-an. Pendekatan ini digunakan untuk memahami pola
gerak alam semesta dan makluk hidup di dalamnya. Pada awalnya,
systems thinking muncul sebagai sebuah reaksi terhadap kesulitan-
kesulitan sains untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam sistem
kompleks. Menurut Chapra (2001), penggagas awal systems thinking
muncul dari para ahli biologi, yang memandang bahwa organisme hidup
merupakan suatu keseluruhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan
atau direduksi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil

1.2 Rumusan Masalah


Apa saja elemen-elemen yang terdapat dalam kepemimpinan?

1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan elemen-elemen yang terdapat dalam
kepemimpinan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 System Thinking bagi Pemimpin


System thinking merupakan sebuah teori yang sudah
berkembang sejak lama dalam dunia sains. Sistem berpikir memiliki
silsilah intelektual yang panjang dan rumit, dan memiliki berbagai
variasi pendekatan yang berbeda dari berbagai disiplin ilmu dan
transdisiplin bentuk (Myers, 2006). Berbagai upaya telah dilakukan
untuk menyintesis sistem berpikir dalam paradigma teoritis menyeluruh,
yang meliputi ilmu-ilmu alam dan manusia (Midgley,2005). Teori ini
memahami sistem secara universal sebagai proses terbuka untuk
berubah melalui internal self-regulation dan atau interaksi umpan balik
dengan lingkungan. Pemikiran sistem adalah cara memahami realitas
yang menekankan hubungan antara bagian-bagian sistem, dari pada
bagian yang berdiri sendiri. Dalam pengertian yang paling sederhana,
system thinking memberi gambaran yang lebih akurat dari realitas,
sehingga dapat bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Hal ini mendorong kita untuk berpikir tentang masalah dan
solusi dengan berpikir jauh ke depan. System thinking dibangun di atas
dasar kompleksitas, dinamis dan holistik.
Lingkungan sebagai sebuah sistem memiliki kompleksitas.
Kompleksitas kata dasarnya dari kata bahasa Inggris yakni, complex
yang berarti “rumit”. Sedangkan kompleksitas dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diberi arti kerumitan atau keruwetan. Guna
memperoleh pengertian dasar, para peminat studi kompleksitas
memberi batasan bahwa kompleksitas pada prinsipnya suatu keadaan
antara keteraturan dan kesemrawutan (a condition between order and
chaos). Hal ini merupakan ciri utama dalam sebuah sistem. Frederick
Winslow Taylor (2004) mengatakan kompleksitas menjadi sesuatu yang
membantu para pemimpin saat ini dan pemimpin masa depan untuk
semakin memahami perkembangan teknologi, globalisasi, pasar,
perubahan budaya, dan lebih banyak lagi.
Dalam system thinking, kompleksitas dan dinamika
merupakan syarat utama untuk mengetahui sebuah sistem bekerja.
Sistem dalam alam semesta menurut Checkland (1999) tidak
memerlukan campur tangan manusia, karena dapat secara sistemik
dengan sendirinya. Akan tetapi dalam organisasi, sistem dapat dipelajari
dan dikendalikan perubahan dari waktu ke waktu. Dengan kata lain,

3
bahwa sistem merupakan realitas ontologis yang dapat diamati, dan
diselidiki untuk tujuan tertentu (Checkland& Scholes, 1990).
Demi memahami perubahan yang terjadi begitu cepat dalam
dunia saat ini, seorang pemimpin dapat menggunakan system thinking
untuk menganalisa serta menyelidiki perubahan-perubahan tersebut.
Guna memahami system thinking secara cybernetics perlu pendekatan
hard system dan soft system. Dengan pendekatan hard system akan
tercipta formula yang tepat sebagai hasil dari proses analisis sistem.
Dalam hard system thinking dikategorikan dua aktivitas, yakni system
engineering dan operations research. System engineering
menitikberatkan optimasi sumber daya pada sebuah sistem, sedangkan
operation research menitik beratkan pada langkahlangkah pemecahan
masalah dalam sistem tersebut

2.2 The Model 7S


Dikembangkan di awal 1980 oleh Tom Peters dan Robert
Waterman, dua konsultan yang bekerja di McKinsey dan firma
konsultan perusahaan, lingkup dasar dari model ini adalah bahwa
terdapat 7 aspek internal dari organisasi yang butuh diselaraskan jika
organisasi ingin sukses. Setiap elemen dari The McKinsey 7S Model
akan dijelaskan dibawah ini:
1. Strategy
Strategy didefinisikan sebagai rencana perusahaan dalam merespon
atau mengantisipasi dari perubahan lingkungan eksternal terkait
dengan pembeli mereka, dan kompetisi. Strategi adalah cara
perusahaan dalam memperbaiki posisinya di dalam kompetisi.
2. Structure
Structure didefinisikan sebagai bagaimana perubahan disusun dan
siapa melapor kepada siapa. Struktur membagi tugas dan kemudian
menyediakan kordinasi. Struktur sangat menentukan bagaimana
tujuan dan kebijakan ditetapkan, struktur juga mendikte bagaimana
sumber daya akan dialokasikan. Sebagai contoh, tujuan dan
kebijakan yang ditetapkan menurut struktur organisasi fungsional
disampaikan dalam istilah- istilah fungsional, dan alokasi sumber
dayanya dialokasikan menurut fungi -fungsi bisnis.
3. Systems
Systems didefinisikan sebagai efektifitas sehari – hari dan prosedur
yang berhubungan dengan karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaannya. jika ingin untuk memahami perusahan benar - benar
(atau tidak) bisa menyelesaikan sesuatu, lihat pasa sistemnya.
Perubahan yang kuat pada sistem dapat meningkatkan efektifitas

4
organisasi tanpa menimbulkan efek samping yang merusak yang
sering diakibatkan dari mengutak atik struktur.

4. Shared values
Shared values atau superordinate goals, yang dimaksud adalah
sekumpulan nilai dan ambisi, sering kali tidak tertulis, yang
melampau peryataan konvensional yang formal dari tujuan
perusahaan. Superordinate goals adalah ide yang paling mendasar
dibangunnya sebuah bisnis.
5. Style
Style disini terkait dengan manajemen. Salah situ elemen dari
manager's style adalah bagaimana dia memilih untuk menghabiskan
waktu. Manajer seharusnya tidak hanya menghabiskan waktunya
hanya untuk perencanaan, pengorganisasian, dan hal-hal teknis
lainnya namun manajer juga dapat memperkuat pesan atau membuat
orang-orang berfikir ke arah yang dinginkan
6. Staff
Staff didefinisikan sebagai sumber daya manusia dalam perusahaan.
Waterman,et al., (1980:24) mengatakan the right people can make
any organization work. Orang tepat dapat membuat organisasi
apapun dapat bekerja.
7. Skills
Skills didefinisikan sebagai apa yang dapat dilakukan perusahaan
dengan sangat baik. Model 7S McKinsey melibatkan 7 faktor yang
saling bergantung yang dikategorikan sebagai hard elements dan
soft elements. Hard elements mudah untuk didefinisikan dan
manajemen dapat secara langsung mempengaruhinya. Soft elements,
di sisi lain, bisa jadi lebih sulit untuk dideskripsikan dan tidak
berwujud, dan lebih dipengaruhi oleh budaya

2.3 Nilai-nilai dan Kepemimpinan


Nilai-nilai kepemimpinan adalah sejumlah sifat-sifat utama
yang harus dimiliki seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sifat-
sifat utama tersebut ibarat “roh” nya pemimpin yang membuat
seseorang mampu menjalankan kepemimpinannya dengan berhasil guna.
Tanpa roh kepemimpinan maka posisi atau jabatan seseorang sebagai
pemimpin tidak ada artinya.
Beberapa nilai kepemimpinan yang perlu dimiliki seorang
pemimpin antara lain adalah sebagai berikut ;

5
1. Integritas dan moralitas
Integritas menyangkut mutu, sifat dan keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan
kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Moralitas menyangkut ahlak, budi pekerti, susila, ajaran tentang
baik dan buruk, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket,
adat sopan santun. Persyaratan integritas dan moralitas penting
untuk menjamin kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (termasuk perubahan-perubahannya) pada Bab V Pasal 133
disebutkan : Pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil Daerah
(PNSD) mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan
dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah,
kompetensi. Di tengah sorotan publik tentang kinerja sebagian
pemimpin aparatur pemerintah yang kurang memuaskan dengan
terjadinya kasus-kasus korupsi dan berbagai penyimpangan, maka
nilai-nilai integritas dan moralitas pemimpin perlu mendapat
perhatian utama.
2. Tanggung jawab
Seorang pemimpin harus memikul tanggung jawab untuk
menjalankan misi dan mandat yang dipercayakan kepadanya.
Pemimpin harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan
tidak dilakukannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan-
penyimpangan dalam organisasi. Ia harus memiliki keberanian
untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan dan
mengambil risiko atau pengorbanan untuk kepentingan organisasi
dan orang-orang yang dipimpinnya. Tanggung jawab dan
pengorbanan adalah dua hal yang saling berhubungan erat.
Pemimpin harus mengutamakan kepentingan organisasi daripada
kepentingan pribadi atau keluarga termasuk pengorbanan waktu. Di
sisi lain, pemimpin harus melatih bawahan untuk menerima
tanggung jawab serta mengawasi pelaksanaan tugasnya.
3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan (wisdom) yaitu kearifan seorang pemimpin
dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan
bijaksana. Kebijaksanaan memiliki makna lebih dari kepandaian
atau kecerdasan. Pemimpin setiap saat dihadapkan kepada situasi
yang rumit dan sulit untuk mengambil keputusan karena terdapat
perbedaan kepentingan antar kelompok masyarakat dan mereka
yang akan terkena dampak keputusannya. Seringkali pemimpin
seperti menghadapi “buah simalakama”, sulit untuk menentukan
pilihan karena sama-sama berrisiko. Selain upaya manusia

6
menekuni dan mencari kebijaksanaan, perlu upaya meminta
kebiaksanaan kepada Tuhan sebagai sumber untuk memutuskan
keputusan yang terbaik dan bijaksana.
4. Keteladanan
Keteladanan seorang pemimpin adalah sikap dan tingkah laku yang
dapat menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Keteladanan berkaitan erat dengan kehormatan, integritas dan
moralitas pemimpin. Keteladanan yang dibuat-buat atau semu dan
direkayasa tidak akan langgeng. Pemimpin sejati melakukan hal-hal
baik dengan wajar tanpa pamrih, bukan sekedar untuk mendapat
pujian manusia. Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain sehingga
dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat luas sebagai suatu
teladan yang hidup.
5. Menjaga Kehormatan
Seorang pemimpin harus menjaga kehormatan dengan tidak
melakukan perbuatan tercela karena semua perbuatannya menjadi
contoh bagi bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia tidak
boleh mudah terjebak dalam godaan “Tiga Ta” yaitu “harta”
(memperoleh materi atau uang secara tidak sah/ melanggar hukum),
“tahta” (mendapatkan kekuasaan dengan menghalalkan sebagal cara)
dan “wanita” ( perselingkuhan, hubungan seks di luar pernikahan)
yang sering menjatuhkan kehormatan sebagai pemimpin. Budaya
lokal (Jawa) juga mengajarkan pemimpin harus menghindari 5 M
(Mo Limo ) yaitu maling (mencuri/ korupsi), madat (narkoba),
madon (main perempuan), main (berjudi) dan minum (mabuk
alkohol). Setiap daerah atau suku bangsa memiliki rambu-rambu
kehormatan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang pemimpin.
Mahatma Gandhi mengatakan ada 7 dosa sosial yang mematikan
yaitu : “kekayaan tanpa kerja”, “kenikmatan tanpa nurani”, “ilmu
tanpa kemanusiaan”, “pengetahuan tanpa karakter”, “politik tanpa
prinsip”, “bisnis tanpa moralitas” dan “ibadah tanpa pengorbanan.”
Semua itu merupakan rambu-rambu peringatan bagi pemimpin
untuk menjaga kehormatannya.
6. Beriman
Beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa sangat penting karena
pemimpin adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya
secara fisik, pikiran dan akal budi sehingga banyak masalah yang
tidak akan mampu dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Iman
dapat menjembatani antara keterbatasan manusia dengan
kesempurnaan yang dimiliki Tuhan, agar kekurangan itu dapat
diatasi. Iman juga merupakan perisai untuk meredam keinginan dan
nafsu-nafsu duniawi serta godaan untuk melakukan penyimpangan-

7
penyimpangan dalam menjalankan kepemimpinannya. Penting bagi
seorang pemimpin untuk selalu menyadari bahwa Tuhan itu
Mahakuasa, Mahamengetahui dan Mahahadir. “Mahakuasa” berarti
tidak ada satu pun yang bisa terjadi tanpa perkenan dan
pengendalian-Nya. “Mahamengetahui” berarti tidak ada satu pun
bisa terjadi tanpa pengetahuan dan keterlibatan-Nya. “Mahahadir”
berarti tidak ada satu pun bisa terjadi tanpa Ia ada di sana. Implikasi
pemahaman seperti itu bagi pemimpin adalah sesgala sesuatu yang
terjadi, termasuk kepemimpinan yang dijalankannya, bukan sekedar
kebetulan atau by chance belaka. Pemimpin yang beriman
menyadari bahwa semua perbuatannya diketahui dan diawasi Tuhan
yang hadir di mana-mana sehingga ia takut mengkhianati amanat
sebagai pemimpin. Apabila mengalami kesulitan dan masalah yang
berat, ia harus bersandar kepada Tuhan karena tidak ada satu pun
kejadian tanpa perkenan dan pengendalian-Nya. Tuhan itu Pemilik
kehidupan, Penyelenggara dan Pemberi apa yang kita butuhkan.
7. Kemampuan
Berkomunikasi. Suatu proses kepemimpinan pada hakikatnya
mengandung beberapa komponen yaitu : pemimpin, yang dipimpin,
komunikasi dan interkasi antara pemimpin dan yang dipimpin, serta
lingkungan dari proses komunikasi tersebut. Peter Koestenbaum,
seorang pakar kepemimpinan, melalui bukunya berjudul :
Leadership, The Inner Side of Greatness” (1991) mengatakan
bahwa : “Kepemimpinan yang bermoral adalah suatu proses
moralitas untuk mencapai suatu tingkat atau keadaan dimana para
pemimpin mampu mengikat (dalam arti berkomunikasi dan
berinteraksi) dengan yang dipimpinnya berdasarkan kebersamaan
motif, nilai dan tujuan – yaitu berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
hakiki para pengikut maupun pemimpin itu sendiri.” Di sini tampak
bahwa antara pemimpin dan yang dipimpin terdapat suatu ikatan
kuat sebagai satu keutuhan dan memiliki ketergantungan satu sama
lain. Untuk mencapai hal tersebut maka seorang pemimpin harus
mampu membangun komunikasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya sehingga kepemimpinannya dapat efektif dan efisien.
Sebaliknya, kegagalan dalam menjalankan komunikasi dapat
menimbulkan keadaan yang kurang harmonis dalam organisasi
bahkan dapat menjurus kepada situasi konflik yang mengganggu
pelaksanaan tugas. Kemampuan berkomunikasi juga diperlukan
untuk menggalang para tokoh masyarakat (tomas), tokoh agama
(toga) dan tokoh adat (todat) karena mereka memiliki pengaruh dan
pengikut di masyarakat

8
8. Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM.
Sumber daya manusia (SDM) adalah faktor strategis dan
penentu dalam kemajuan organisasi, dan pemimpin harus memiliki
komitmen kuat untuk meningkatkan kualitas SDM. Ada pepatah
kuno yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : “Kalau Anda
ingin memetik hasil jangka pendek, tanamlah jagung atau padi.
Kalau ingin memetik hasil jangka panjang, tanamlah pohon kelapa.
Tetapi kalau ingin memetik hasil sepanjang masa, didiklah
manusia !” Dari semua sumber daya yang tersedia bagi
manajemen – uang, bahan, peralatan dan manusia – maka sumber
terpenting adalah manusia. SDM merupakan faktor strategis yang
menentukan suatu proses produksi atau pembangunan ekonomi,
tetapi ironisnya ada kecenderungan umum untuk lebih
memperhatikan investasi aset modal atau finansial, material, dan
pembangunan fisik ketimbang aset manusia atau SDM. Dari 16 bab
dan 240 pasal dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (termasuk perubahan- perubahannya) hanya ada
1 bab dan 7 pasal yang berkaitan dengan sumber daya manusia yaitu
Bab V tentang Kepegawaian Daerah.

2.4 Keterampilan Menentukan Arah Organisasi


Berikut Ini Pengertian Tentang Visi, Misi, Strategi, Dan Pemimpin
1. Visi Berasal Dari Kata vision Yang Dalam Bahasa Inggris Berarti
Penglihatan.Dapat Diartikan Pula Bahwa Visi Adalah Pandangan
Keadaan Ideal Yang InginDicapai Di Masa Depan Oleh Sebuah
Organisasi.
2. Misi Menjelaskan Alasan Keberadaan Organisasi Dan Menjelaskan
Apa YangAkan Dilakukan Organisasi Guna Mendukung
Tercapainya Tujuan Organisasi.
3. Strategi Menjelaskan Cara Yang Dipilih Oleh Organisasi Dalam
MelaksanakanMisi Organisasi Guna Mendukung Pencapaian Visi
Organisasi.
4. Pemimpin Adalah Seseorang Yang Dapat Menggerakkan Orang
Lain Untuk Mencapai Tujuan Organisasi.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi


memerlukan visidan misi, dan pemimpinlah yang bertugas untuk
menentukan arah tujuan organisasi.Karena tanpa adanya pembentukan visi
dari pemimpin, organisasi menjadi tidak terarah.selain itu misi organisasi
juga tidak terarah dan strategi organisasi tidak ada, kemudiancontrol
kegiatan operasional tidak berjalan dengan baik. Disinilah Peranan
Pemimpin Dalam Organisasi Sangat Diperlukan. Dalam Arti, Sebuah

9
Organisasi SangatMembutuhkan Pemimpin Yang Visioner. Seorang
Pemimpin Yang MemilikiKemampuan Untuk Memikirkan Keadaan Ideal
Bagi Organisasi Di Masa Depan SebelumOrang Lain Memikirkannya.
Visi, Misi, Serta Strategi Sangat Berkaitan Erat Dengan Evektifitas
Pemimpin.Oleh Karena Itulah Sebuah Organisasi Menjabarkan Tujuan
Organisasinya. Dan KarenaTujuan Itu Pula Seorang Pemimpin Membawa
Organisasi Dan Menggerakkan TimDalam Organisasinya Untuk Mencapai
Tujuan Organisasi. Karena Tanpa Adanya Visi,Misi Dan Strategi
Organisasi Menjadi Tidak Terarah. Pemimpin Yang Tidak
DapatMenentukan Visi Organisasi Diibaratkan Sebagai Seorang Pilot
Yang MembawaPenumpang Tanpa Mengetahui Kemana Tujuan Pesawat
Tersebut.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk memberi
inspirasi kepada orang lain sehingga mampu bekerja sama sebagai suatu
kelompok, agar dapat mencapai suatu tujuan. Gaya kepemimpinan adalah
pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan.
Dan dalam system thinking, kompleksitas dan dinamika merupakan
syarat utama untuk mengetahui sebuah sistem bekerja. Dikembangkan di
awal 1980 oleh Tom Peters dan Robert Waterman, dua konsultan yang
bekerja di McKinsey dan firma konsultan perusahaan, lingkup dasar dari
model ini adalah bahwa terdapat 7 aspek internal dari organisasi yang butuh
diselaraskan jika organisasi ingin sukses. 7 aspek tersebut yaitu strategy,
structure, sistem, shares values, style, staff, skills.

STUDY KASUS

Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk memberi


inspirasi kepada orang lain sehingga mampu bekerja sama sebagai suatu
kelompok, agar dapat mencapai suatu tujuan. Gaya kepemimpinan adalah
pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan
organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan (Setiawan,
Istiningtyas, Rachmawati, & Agustin, 2014). Seorang pemimpin perlu
memiliki seni dalam melakukan hal tersebut agar dapat mempengaruhi
dan menggerakkan orang-orang untuk mencapai komitmen, kepercayaan,
rasa hormat dan kerjasama secara royal dalam
menyelesaikannya. Diperlukan keselarasan kerja dalam berjalannya roda
kegiatan organisasi sehingga individu dan kelompok yang ada di dalam
organisasi tersebut dapat menciptakan kerjasama yang saling mendukung
satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi (Simbolon,
2012). Organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan dengan
melibatkan berbagai kelompok profesi dan berbagai latar belakang
pendidikan adalah Rumah Sakit. Didalam organisasi ini ada tim
perawatan yang didalamnya ada kepala ruangan dan perawat, merupakan
komponen profesi yang dianggap sebagai kunci dari keberhasilan
pemberian pelayanan di rumah sakit (Purba & Fathi, 2012). Kepala
ruangan adalah manajer operasional yang merupakan pemimpin secara
langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan untuk
menghasilkan pelayanan yang bermutu. Kepala ruangan merupakan
jabatan yang cukup penting dan strategis, karena secara manajerial

11
kemampuan kepala ruangan ikut menentukan keberhasilan pelayanan
pembunuhan. Kontribusi dari tim pembedahan yang optimal dalam
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas akan terwujud apabila
sistem pemberian asuhan yang digunakan mendukung terjadinya praktik
pembedahan profesional dan berpedoman pada standar yang telah
ditetapkan serta dikelola oleh kepala ruangan dengan kemampuan dan
keterampilan yang mampu (Wahyuni, 2007). Peran dan fungsi kepala
ruangan sebagai seorang pemimpin merupakan hal yang sangat penting,
sehingga kompetensi kepemimpinan dan manajemen sangat diperlukan,
karena kemampuan manajerial kepala ruangan akan diuji untuk
menentukan sistem pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dalam
mempengaruhi bawahannya agar mau dan suka bekerja, tidak hanya
sekedar mata menerima hanya menerima perintah dari atas tetapi
menggerakkan hatinya untuk menyelesaikan tugas dengan kesadaran
dirinya. Aktivitas kepemimpinan akan menunjukkan bagaimana gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan sesuai polanya
masing-masing. Hubungan kerja antara petugas kesehatan yang dalam hal
ini adalah perawat dengan tenaga kesehatan yang lain, pegawai lain,
pasien dan keluarga berpotensi menimbulkan konflik. Kepala ruangan
dalam hal ini berperan sebagai seorang manajer sekaligus sebagai seorang
pemimpin dimana sebagai seorang pemimpin harus mampu mengambil
inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik karena bisa saja konflik
yang terjadi dapat mempengaruhi pemberian asuhan kepada klien (Purba
& Fathi, 2012). Beberapa alasan yang paling umum dapat menyebabkan
konflik dilingkungan kerja adalah adanya persaingan antar kelompok,
beban kerja yang meningkat, peran ganda, ancaman identitas profesional
dan lingkungan, ancaman keamanan dan keselamatan, sumber daya yang
kurang, budaya yang berbeda, dan kondisi ruangan. Konflik yang
berkelanjutan dapat merusak kesatuan unit kerja dan seringkali
menimbulkan situasi yang tidak menyenangkan sehingga dapat
mengganggu hubungan kerja dan menurunkan produktivitas (Marquis &
Huston, 2010). Dalam menghadapi konflik ini diperlukan beberapa
strategi yaitu, kompromi atau negosiasi, akomodasi, penginapan,
penyelamatan dan kolaborasi. Sehingga dibutuhkan kemampuan seorang
pemimpin yang dapat dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di
dalam ruangan yang dia pimpin.

12
Daftar Pustaka

Capra, Fritjof. (1982). The Turning Point: Science and the Rising
Culture. New York: Bantam Books
Checkland., Scholes, Jim. (1990). Soft System Methodology in Action.
England: John Wiley & Sons, Ltd.
Checkland. (1999). System Thinking, System Practice. England: John
Wiley & Sons, Ltd
Myers. D., (2006). Surfactant Science and Technology. 3rd Edition.
New Jersey: Jhon Wiley and Son, Inc

13

Anda mungkin juga menyukai