Anda di halaman 1dari 14

INOVASI SEKOLAH BERBASIS ISLAMI UNTUK

MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN DI DESA GOGIK-


UNGARAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Terapan
Dosen Pengampu : Harto Wicaksono
Disusun oleh :
1. Cindy Anjar Sari (3401414058)
2. Kholifa Diah W. (3401414060)
3. Fahmi Adi Nugroho (3401414063)
4. Ayu Ratna Sari (3401414068)
5. Fatwa Nur’aini (3401414071)
6. Zulfauzi Hilmi Fariz (3401414073)

JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20
Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Munib, 2012: 30).
Pendidikan formal atau pendidikan sekolah mencapai posisi yang sangat
sentral. Pendidikan sekolah secara perlahan dapat mengubah taraf perekenomian
masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendidikan yang baik masyarakat dapat
memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dengan efektif dan efisien
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup seorang. Pendidikan dapat
mengembangkan individu yang inovatif. Berbagai sumber daya yang dimiliki
oleh masyarakat menjadi suatu yang berguna dalam pengembangan berbagai
inovasi. Pendidikan diterima oleh semua masyarakat baik dalam keluarga yang
menjadi sebuah pendidikan pertama yang dialami oleh manusia, maupun jenis
pendidikan formal dan non formal (Munib dkk, 2012).
Salah satu fungsi dari pendidikan yang penting dan strategis adalah
mendorong perkembangan kebudayaan dan peradaban pada tingkatan sosial yang
berbeda-beda. Pada tingkat individu, pendidikan membantu mengembangkan
potensi diri menjadi seorang individu yang berahlak mulia, berkarakter, cerdas,
dan kreatif (Arifin, 2003;2). Selain itu, pendidikan juga dapat menimbulkan
kemampuan individu menghargai dan menghormati perbedaan dan pluralitas
budaya, sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka dan demokratis.
Desa Gogik merupakan desa yang terletak di Kelurahan Gintungan,
Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Desa ini berdekatan dengan
Desa Candirejo dan tempat wisata air terjun Semirang. Di desa ini terdapat
sebuah yayasan berbasis islam yang didirikan sekitar empat tahun yang lalu.
Pada era masa kini banyak terdapat Sekolah Dasar yang berbasis negeri di setiap
kelurahan, namun memang jarak yang cukup jauh dengan Sekolah Dasar Negeri
sehingga yayasan ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat Desa Gogik.

1.2 Rumusan masalah


1. Lembaga pendidikan apa yang ada di Desa Gogik?
2. Apa yang melatarbelakangi berdirinya yayasan tersebut?
3. Bagaimana hubungan yayasan dengan masyarakat sekitar?
4. Bagaimana kebijakan yang ada pada lembaga pendidikan dalam penyelesaian
masalah pendidikan di Desa Gogik?
5. Bagaimana dampak dan hambatan yang terjadi dengan adanya yayasan
tersebut?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui lembaga pendidikan yang ada di Desa Gogik.
2. Dapat mengetahui penyebab yang melatarbelakangi munculnya yayasan
tersebut.
3. Dapat mengetahui bagaimana hubungan yayasan dengan masyarakat sekitar.
4. Dapat mengetahui kebijakan yang ada sebagai penyelesaian pendidikan di
Desa Gogik.
5. Dapat mengetahui dampak dan hambatan yang terjadi akibat adanya yayasan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Lembaga Pendidikan di Desa Gogik, Gintungan

Di Desa Gogik terdapat sebuah lembaga pendidikan formal berupa sekolah


milik Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah yang mencakup sekolahan SD
dan SMP. Sekolah tersebut bernama Balai Pendidikan Pondok Pesantren
Gintungan SD Islam dan SMP Islam. Siswa SMP Balai Pendidikan Pondok
Pesantren Gintungan berasal dari berbagai daerah seperti Bali, Jakarta, dan daerah
sekitar yang meliputi Semarang dan Demak namun mayoritas berasal dari daerah
sekitar Ungaran. Terletak di tengah pedesaan di Desa Gogik kelurahan
Gintungan, Ungaran Timur, lembaga pendidikan tersebut berdiri kurang lebih
empat tahun dan telah meluluskan satu angkatan tingkat SMP. Angkatan pertama
yang telah diluluskan tidak terlalu banyak, hanya ada 4 siswi yang diluluskan.
Lulusan dari SMP tesebut semuanya meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi,
ada yang melanjutkan sekolah ke daerah Kudus, Semarang dan Ungaran.
Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah diurus oleh beberapa orang. Salah
satu pengurus yayasan tersebut yaitu Bapak Muhammad. Beliau menuturkan
bahwa sampai sekarang SD Islam Gintungan baru ada empat kelas karena baru
empat tahun berdiri. Untuk SD belum ada program asrama, murid-murid pulang
kerumah masing-masing karena mayoritas siswa SD adalah warga sekitar.
Sedangkan untuk SMP menerapkan sistem asrama dan libur sekolah yaitu
sebulan sekali pada minggu akhir bulan. Sekolah dimulai pukul 07.30 WIB
sampai pukul 11.00 WIB kemudian ada istirahat dan sekolah berlanjut lagi pada
pukul 13.00 WIB sampai pukul 15.30 WIB. setelah itu bagi siswa SD pulang ke
rumah masing-masing dan siswa SMP kembali ke asrama pesantren.
Sekolah SD dan SMP di desa Gogik menekankan pada bidang agama, tetapi
tidak meninggalkan bidang umum. Siswa juga di tuntut untuk bisa menguasai
bahasa arab dan bahasa inggris. Di sekolah tersebut menerapkan dua kurikulum
yaitu kurikulum campuran antara kurikulum pemerintah dan kurikulum yang
dibuat sendiri sesuai kebutuhan peserta didik. Pak Muhammad mengatakan
bahawa kurikulum yang diterapkan pemerintah terlalu kaku, misalnya standar
kompetensi bahasa inggris yang di terapkan pemerintah kurang disukai, karena
dianggap terlalu tinggi dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Oleh sebab itu
maka dari pihak pengurus sekolah menerapkan kurikulum yang lebih sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.

1.2 Latar Belakang Berdirinya Yayasan

Yayasan ini dahulunya merupakan tanah wakaf dari seorang ustad untuk
didirikan sebuah pesantren. Hal ini dikarenakan tidak adanya sekolah atau tempat
belajar agama di desa tersebut, Ustad tersebut ingin adanya tempat belajar
terutama belajar agama. Oleh karena itu, beberapa orang yang mendukung
keinginan atau harapan dari ustad tersebut membantu merealisasikan berdirinya
sekolah pesantren tersebut.
Pada mulanya, yayasan tersebut belum mendapatkan izin resmi dari
pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi
pihak yayasan terus berusaha untuk mendapatkan legalitas atau izin dari
pemerintah. Setelah empat tahun berjalan dan menyelenggarakan pembelajaran,
akhirnya yayasan tersebut mendapatkan legalitas resmi meyelenggarakan
pembelajaran dari pemerintah.
“Yayasan ini didirikan tidak semata-mata untuk mencari keuntungan belaka,
tujuan utamanya lebih untuk mendidik siswa agar cerdas intelektual yang
dilandaskan pada agama Islam,” tutur Pak Muhammad. Sekolah ini dibangun
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat sekitar Desa Gogik
dikarenakan lokasi sekolah yang relatif jauh dari pemukiman warga. Selain
kemampuan intelektual dalam bidang akademik yang diharapkan, masyarakat
juga mengharapkan kemampuan anak-anaknya dalam bidang religi sehingga
masyarakat cenderung ingin menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut.
Masyarakat tidak menyukai anak-anaknya sepulang sekolah untuk pergi bermain
karena menurut mereka bermain itu tidak mendidik dan hanya membuang waktu
saja. Waktu luang lebih baik digunakan untuk belajar agama. Kehidupan belajar
agama di desa gogik sangat dianggap penting, hal ini juga dikarenakan
kehidupan beragama masyarakat masih sangat kental di desa tersebut. Adanya
pesantren ini dengan kurikulum yang digunakan sedikit dapat mengatasi
permasalahan yang ada di desa gogik karena selain lokasi pesantren yang ada di
sekitar permukiman warga, pesantren ini juga mencanangkan program sekolah
akademik pada pagi hari dan sekolah religi pada sore hari.

1.3 Hubungan antara Yayasan Waqaf Ma’had Attanbiya Al-Islamiyah dengan


masyarakat desa Gogik

Sebagian besar masyarakat desa Gogik menganut agama Islam sehingga sebagian
masyarakat mendukung adanya Yayasan Waqaf Ma’had Attanbiya Al-Islamiyah.
Dukungan masyarakat desa Gogik terhadap yayasan tersebut diwujudkan dalam
bentuk partisipasi masyarakat yang menyekolahkan anaknya di yayasan tersebut.
Memang belum semua masyarakat yang memanfaatkan adanya yayasan tersebut,
hanya pada tingkat Sekolah Dasar yang sebagian besar dari anak-anak desa
Gogik. Sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama didominasi oleh
masyarakat luar daerah tersebut karena pada tingkat Sekolah Menengah Pertama,
menggunakan sistem asrama yang berbasis pesantren.
Masyarakat bangga dengan adanya yayasan tersebut karena lulusannya dapat
menghafal Al-Quran hingga sebelas juz, hal ini juga dituturkan oleh pak
Muhammad, selaku pengurus dan komite yayasan tersebut. Dalam Islam pun
orang yang bisa menghafal Al-Quran dijanjikan akan surga, dan yayasan tersebut
benar-benar mengajarkan peserta didiknya untuk berakhlak sesuai agama. Selain
itu, santri Yayasan tersebut juga dilibatkan dalam kegiatan yang diadakan oleh
masyarakat seperti pengajian rutin yang diselenggarakan oleh masyarakat di
masjid yang berdekatan dengan pesantren tersebut.
Pihak yayasan juga menyelenggarakan kegiatan yang dilaksanakan di
lingkungan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk lebih mengakrabkan antara pihak
yayasan dengan masyarakat sekitar. Kegiatan yang diadakan oleh pihak yayasan
untuk memperingati har-hari besar islam seperti suronan dengan cara menggelar
karnaval atau arak-arakan dengan mengelilingi area kampung atau pemukiman
masyarakat sekitar. Masyarakat biasanya mengikuti langsung arak-arakan
tersebut atau hanya keluar rumah untuk sekedar menonton acara tersebut. Antara
pihak yayasan dengan masyarakat hingga saat ini belum ada kerjasama atau
program bersama untuk lebih mengenalkan atau mensosialisasikan yayasan
tersebut.
Dengan adanya Yayasan Waqaf Ma’had Attanbiya Al-Islamiyah di desa
Gogik tidak hanya mempengaruhi kondisi sosial budaya dan pendidikan
masyarakat sekitar, namun juga mempengaruhi kondisi perekonomian desa
tersebut, masyarakat sekitar pesantren biasanya membuka usaha perdagangan.
Hal ini terlihat banyak warung-warung makan disekitar pesantren. Para santri
yang belajar di pesantren tersebut pun biasanya sesekali membeli jajan di warung
sekitar pesantren. Hal ini dikarenakan sistem hunian di pesantren tidak terlalu
ketat sehingga para santri mempunyai kesempatan untuk sesekali jajan diluar
pesantren, selain itu peralatan mandi atau peralatan pribadi yang santri-santri
butuhkan membeli dari warung-warung warga yang berjualan. Hal ini pun yang
menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Desa Gogik.
Hubungan antara Yayasan Waqaf Ma’had Attanbiya Al-Islamiyah di desa
Gogik dengan masyarakat hingga saat ini berjalan dengan baik. Sehingga, tidak
ada konflik diantara yayasan dengan masyarakat. Tidak adanya konflik ini
membuat santri dan masyarakat Desa Gogik dapat hidup secara berdampingan.
Yayasan Waqaf Ma’had Attanbiya Al-Islamiyah di desa Gogik dengan
masyarakat bekerja sama untuk memajukan kualitas pendidikan yang berbasis
agama. Dengan adanya yayasan tersebut menjadikan berkurangnya waktu
bermain anak-anak yang bersekolah di yayasan itu. Hal ini di dukung oleh para
wali murid (Orang tua) murid-murid yayasan tersebut yang berasal dari desa
Gogik sendiri.
Yayasan Waqaf Ma’had Attanbiya Al-Islamiyah di desa Gogik, belum ada
kerjasama dengan lembaga lain untuk sumbangan dana pengembangan yayasan
kecuali bantuan dari lembaga pemerintahan. Yayasan ini, masih sangat
membutuhkan dana untuk pengembangan yayasan. Jadi Yayasan Waqaf Ma’had
Attanbiya Al-Islamiyah di desa Gogik sangat membutuhkan bantuan atau
sumbangan dari inversor-inversor dana dan masyarakat untuk mengembangkan
yayasan tersebut.

1.4 Kebijakan yang ada di Lembaga Pendidikan di Desa Gogik untuk Menyelesaikan
Masalah terkait dengan Pendidikan

Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah memiliki beberapa kebijakan yang


selama ini sudah terlaksana. Kebijakan tersebut seperti menerapkan sistem
pondok pesantren untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sistem
pendidikan pondok pesantren dapat diartikan sebagai serangkaian komponen
pendidikan dan pengajaran yang saling berkaitan yang menunjang pencapaian
tujuan yang ditetapkan oleh yayasan tersebut. Tujuan dari didirikannya yayasan
tersebut adalah adanya keinginan dari pendiri yayasan tersebut untuk
meningkatkan mutu pendidikan yang berbasis agama islam di Desa Gogik karena
pada dasarnya masyarakat Desa Gogik beragama islam. Dengan tujuan tersebut
para santri diharapkan dapat melakukan kegiatan sehari-hari mereka dengan
berdasarkan syariah islam dan dapat memanfaatkan ilmu dari agama islam dengan
sebagaimana mestinya ilmu tersebut digunakan.
Kebijakan sistem pondok pesantren ini lebih menitikberatkan pada para santri
yang berasal dari luar desa tersebut. Santri tingkat SMP ini dari daerah Ungaran,
Semarang, Bali, Jakarta, dll. Sehingga kebijakan ini tidak berpengaruh besar di
masyarakat Desa Gogik karena masyarakat keberatan dengan adanya sistem
pondok pesantren yang mengharuskan para santri untuk menginap di pondok
tersebut. Sebenarnya yayasan ini menarik ketertarikan masyarakat Desa Gogik
untuk mengenyam pendidikan di pondok pesantren, selain itu pondok pesantren
tersebut mengajarkan pendidikan berdasarkan agama islam yang dapat digunakan
pada kehidupan sehari-harinya. Masyarakat merasa bahwa jarak rumah mereka
cukup dekat dengan yayasan tersebut sehingga untuk menginap di pondok
pesantren dianggap tidak terlalu bermanfaat, terlebih lagi apabila dikaitkan
dengan biaya bulanan yang relatif mahal terutama untuk biaya makan dan
penginapan di pondok pesantren.
Selanjutnya kebijakan yang digunakan penggabungan materi pembelajaran
antara pelajaran umum dan pelajaran agama yang digabungkan dalam satu hari.
Biasanya pada waktu pagi hari, pembelajaran yang dilakukan terkait dengan
pelajaran umum, tetapi pada Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah pelajaran
umum dikombinasi dengan pelajaran pelajaran bahasa Inggris. Pengurus di
yayasan ini sadar akan adanya bahasa internasional yaitu bahasa Inggris, yang
pada zaman modern ini sangatlah berguna dalam perkembangan arus globalisasi.
Pelajaran bahasa Inggris ini diterapkan tidak hanya di tingkat SMP saja namun
juga di tingkat Sekolah Dasar (SD). Para siswa SD sebagian besar adalah
masyarakat Desa Gogik maupun sekitarnya, untuk tingkat SD belum ada yang
dari luar kota karena memang tingkat SD ini tidak menggunakan sistem pondok
pesantren.
Pelajaran bahasa Inggris yang diterapkan di SD ini tidak sesuai dengan
kurikulum yang berlaku dari pemerintah, kurikulum yang mereka gunakan disini
adalah gabungan antara kurikulum dari pemerintah dan kebijakan dari pihak
yayasan tersebut. Hal ini disebabkan karena pihak yayasan merasa bahwa
kurikulum yang dari pemerintah itu “sangat kaku”, terutama pada pelajaran
agama Islam dan bahasa Inggris, tutur Pak Muhammad selaku pihak pengurus
yayasan tersebut. Kaku yang dimaksud disini ialah penerapan kurikulum dari
pemerintah tidak dapat dengan mudah diterima oleh siswa yayasan ini dan dirasa
pula kurikulum tersebut tidak lugas sehingga membutuhkan kebijakan lain yang
sudah dilakukan oleh pihak yayasan ini. Bahasa Inggris yang diajarkan di yayasan
ini lebih mengarah ke bahasa Inggris di kehidupan sehari-hari. Jadi pelajaran
bahasa Inggris yang digunakan tidak mengikuti kurikulum yang ada.
Kebijakan selanjutnya yaitu waktu sekolah yang lebih lama dari sekolah pada
umumnya. Di tingkat SD ini para siswa masuk pukul 07.00 WIB hingga pukul
16.30 WIB namun ketika dhuhur ada istirahat dari pukul 11.30 WIB sampai pukul
14.00 WIB. Jadi untuk sekolah sore dimulai pukul 14.00 WIB, sedikit berbeda
memang dengan sekolah negeri lainnya. Di yayasan ini juga membebaskan
seragam ketika sekolah sore, ketika pagi memang menggunakan seragam sekolah
dan ketika sekolah sore menggunakan baju muslim. Ini berlaku untuk tingkat SD
baik putri maupun putra. Kebijakan adanya sekolah sore ini dibuat oleh pihak
yayasan untuk membantu mengatasi masalah yang ada di Desa Gogik tersebut.
Masalah yang timbul ini diakibatkan karena ketidaksukaan orangtua yang
anaknya main ketika seusai sekolah, dengan sekolah sore si anak ada kegiatan
yang bermanfaat selain bermain. Di dunia akademik sebenarnya bermain
merupakan hal yang sangat penting untuk tumbuh kembang si anak. Selain itu
sekarang jarang orangtua yang mengajari anaknya mengaji karena kesibukan
orangtua, dengan kondisi seperti ini menjadi alasan utama kebijakan ini terbentuk.
1.5 Hambatan dari kebijakan

Kebijakan dan strategi pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk


memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat , misalnya
dalam hal pendidikan. sasaran dari kebijakan dan strategi yang dibuat untuk
lapisan menengah ke bawah yang pada umumnya mereka bermata pencaharian
sebagai buruh pabrik. Namun pada realitanya, akses pembangunan pada fasilitas
pendidikan seperti yang terjadi di Desa Gogik mengalami kendala dalam
berbagai bidang, misalnya masalah terkait administrasi. Seperti halnya tujuan
awal dibangunnya Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah yaitu untuk
memenuhi kebutuhan sektor pendidikan di Desa Gogik yang memiliki tujuan
mendasar sebagai upaya menanggulangi tingkat buta aksara, kebodohan dalam
desa tersebut.
Namun dalam upaya mencapai tujuan tersebut banyak sekali hambatan yang
dilalui, yang pertama dari segi biaya administrasi. Untuk menempuh pendidikan
di Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah tingkat SD adalah Rp.
110.000/bulan dan tingkat SMP Rp. 490.000 (sudah termasuk tempat tinggal dan
biaya makan) yang didalamnya diberlakukan sistem pondok pesantren. Hal ini
sangat berbeda dengan sekolah negeri pada umumnya yang mendapatkan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sehingga siswa sekolah negeri tidak membayar iuran
perbulannya. Bahkan beberapa orangtua masih merasa keberatan dengan iuran
yang ditetapkan oleh pesantren sehingga mereka tidak menyekolahkan anaknya di
Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah.
Yang kedua. sistem akreditasi dan perizinan yang diperoleh Yayasan Ma’had
Attanbiyah Al Islamiyah dari dinas pendidikan pun mempengaruhi antusias
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut yang belum
mendapatkan akreditasi dari pemerintah. masyarakat yang menyekolahkan
anaknya dipesantren tersebut biasanya karena alasan jarak rumah yang dekat
sehingga anak masih dalam pengawasan orangtua dan kebijakan pesantren yang
menonjolkan kemampuan berbahasa Inggris dan mendalami agama Islam yang
sesuai dengan kaidah. Berbeda halnya dengan orangtua yang mementingkan
tingkat pendidikan yang berbasis sekolah Negeri, sehingga akreditasi yang belum
diperoleh yayasan tersebut menjadi pertimbangan besar bagi orangtua untuk
menyekolahkan anaknya di tempat tersebut. Mereka cenderung rela menempuh
jarak sekolah yang lebih jauh dari tempat tinggal hanya untuk bersekolah
ditempat yang berakreditasi atau sekolah negeri, dan biaya pendidikannya pun
sebagian besar mendapat bantuan dari pemerintah di daerah tersebut. Hal ini
terlihat dari masih sedikitnya penduduk setempat yang menyekolahkan anaknya
di pesantren tersebut.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Di Desa Gogik terdapat sebuah lembaga pendidikan formal berupa sekolah


milik Yayasan Ma’had Attanbiyah Al Islamiyah yang mencakup sekolahan SD dan
SMP. Pada mulanya, yayasan tersebut belum mendapatkan izin resmi dari pemerintah
untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi pihak yayasan terus
berusaha untuk mendapatkan legalitas atau izin dari pemerintah. kebijakan yang
digunakan penggabungan materi pembelajaran antara pelajaran umum dan pelajaran
agama yang digabungkan dalam satu hari. Ada dua hambatan dalam pelaksanaan
program SD dan SMP Islam ini, diantaranya biaya administrasi yang cukup mahal
dan sekolah sendiri belum memiliki akreditasi.
Lampiran

Gambar.2
Wawancara dengan pengurus
atau komite yayasan

Gambar.1
Wawancara dengan masyarakat
sekitar yayasan

Gambar.4
Gambar.3 Wawancara dengan masyarakat
Foto kelompok di samping sekolah

Anda mungkin juga menyukai