Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KELOMPOK 4

PENDEKATAN & MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Mata Kuliah:

Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia


Hj.Sriwati S.Pd.,M.Pd.

Disusun oleh:

Lusiana Nurfitriani 41154030210007

Panji 41154035230087

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

BANDUNG

2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Selawat dan salam semoga tercurah limpah bagi Nabi Muhammad
saw. Makalah ini berjudul “Pendekatan dan Model Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD”
untuk memenuhi tugas Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Tidak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Hj.Sriwati, Dra.,M.Pd. serta teman-
teman yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini. Jika ada kekurangan, baik
materi maupun pembahasan, kami siap menerima kritik dan saran dari dosen pengampu dan
teman-teman untuk perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran pada masa mendatang.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2
BAB I .....................................................................................................................................3
PENDAHULUAN .................................................................................................................3
I.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 3
I.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................3
BAB II ................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 4
II.1 Pengertian Pendekatan ............................................................................................ 4
II.2 Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa ................................................................ 4
1. Reading Aloud .................................................................................................................. 9
2. Sustained Silent Reading .................................................................................................. 9
3. Journal Writing ..................................................................................................................9
4. Shared Reading ................................................................................................................. 9
5. Guided Reading .................................................................................................................9
6. Guided Writing ..................................................................................................................9
7. Independent Reading .......................................................................................................10
8. Independent Writing ....................................................................................................... 10
II.3 Model Pembelajaran Bahasa ................................................................................. 10
BAB III ................................................................................................................................16
KESIMPULAN ................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah pendekatan dan model pembelajaran Bahasa Indonesia di SD


adalah bahwa pendekatan dan model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar
mengajar sangat penting untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Pendekatan adalah
langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah, yang akan menentukan
arah dari pelaksanaan ide-ide guna menggambarkan dan mendeskripsikan perlakuan yang
diterapkan terhadap masalah-masalah atau objek kajian. Model pembelajaran sangat penting
pada pemberlangsungan proses ajar, dan memiliki peranan besar dalam mengatasi masalah siswa.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud pendekatan ?


2. Bagaimana pendekatan pembelajaran bahasa indonesia di sd ?
3. Apa yang di maksud model model pembelajaran bahasa indonesia di sd ?

4. Apa saja model model pembelajaran bahasa indonesia di sd ?

3
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Pendekatan

Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dengan pengertian yang sama; artinya,
orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang sama dengan pengertian metode,
dan sebaliknya menggunakan istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan;
demikian pula dengan istilah teknik dan metode.
Sebenarnya, ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda, walaupun dalam
penerapannya ketiga-tiganya saling berkaitan. Tentang hal ini, Ramelan (1982) mengutip
pendapat Anthony yang mengatakan bahwa pendekatan ini mengacu pada seperangkat asumsi
yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat bahasa, serta pengajaran bahasa.
Pendekatan merupakan dasar teoretis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-
macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang
menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada
lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah, norma, dan aturan.
Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni:
1. Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha
membiasakan dan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tekanannya pada
pembiasaan.
2. Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha untuk
memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanan pembelajarannya pada
pemerolehan kemampuan berbicara.
3. Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa dalam pembelajaran bahasa, yang harus
diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran, tekanan
pembelajaran pada aspek kognitif bahasa, bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.

II.2 Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa

Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara lain ialah
pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatanpendekatan yang
dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan komunikatif.

II.2.1 Pendekatan Tujuan

Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan
belajar mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang
hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat
ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pengajaran yang bagaimana
yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi, proses belajar
mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan itu
sendiri.
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa kurikulum disusun berdasarkan
suatu pendekatan. Seperti kita ketahui, Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang
berorientasi pada pendekatan tujuan. Sejalan dengan hal itu maka bidang-bidang studi

4
pun orientasinya pada pendekatan tujuan; demikian pula bidang studi Bahasa Indonesia.
Oleh karena orientasinya pada tujuan, maka pembelajarannya pun penekanannya pada
tercapainya tujuan. Misalnya, untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang
ditetapkan ialah "Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau
informasi dari bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting
ialah tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun
mengenai bagaimana proses pembelajarannya, bagaimana metodenya, bagaimana
teknik pembelajarannya tidak merupakan masalah penting.
Demikian pula kalau yang diajarkan pokok bahasan struktur, dengan tujuan
"Siswa memiliki pemahaman mengenai bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia". Tujuan
tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran morfologi bahasa Indonesia.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan "cara belajar tuntas".
Dengan "cara belajar tuntas", berarti suatu kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil
apabila sedikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai
minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan itu
didasarkan hasil tes sumatif; jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat
mengerjakan atau dapat menjawab dengan benar minimal 75% dari soal yang diberikan
oleh guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.

II.2.2 Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran


bahasa, yang dilandasi oleh asumsi bahwa bahasa sebagai seperangkat kaidah, norma,
dan aturan. Atas dasar anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa
harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu,
pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa
yang tercakup dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis dalam hal ini pengetahuan
tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Jelas bahwa
aspek kognitif bahasa lebih diutamakan.
Di samping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan
pedekatan struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena
mereka memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan
membuat kesalahan seperti di bawah ini.
"Bajunya anak itu baru".
"Di sekolahan kami mengadakan pertandingan sepak bola".
"Anak-anak itu lari-lari di halaman"
.

II.2.3 Pendekatan Keterampilan

Dalam proses belajar atau belajar bagaimana belajar diperlukan keterampilan


intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Ketiga keterampilan inilah yang
disebut keterampilan proses. Setiap keterampilan ini terdiri atas sejumlah keterampilan.
Dengan perkataan lain keterampilan proses terdiri atas sejumlah subketerampilan proses.

5
Keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan mengembangkan
konsep. Konsep yang telah ditemukan atau dikembangkan berfungsi pula sebagai
penunjang keterampilan proses. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses
dengan pengembangan konsep dalam proses belajar-mengajar menghasilkan sikap dan
nilai dalam diri siswa. Tanda-tandanya terlihat pada diri siswa seperti, teliti, kreatif,
kritis, objektif, tenggang rasa, bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerja sama ,
rajin, dan sebagainya. Keterampilan proses dibangun oleh sejumlah keterampilan-
keterampilan. Karena itu pencapaian atau pengembangnya dilaksanakan dalam setiap
proses belajar-mengajar dalam semua mata palajaran. Tidak ada satu pelajaran pun
yang dapat mengembangkan keterampilan itu secara utuh. Karena itu pula, ada
keterampilan yang cocok dikembangkan oleh pelajaran tertentu dan kurang cocok
dikembangkan oleh mata pelajaran lainnya.
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik sendiri. Karena itu penjabaran
keterampilan proses dapat berbeda pada setiap mata pelajaran. Perbedaan itu sifatnnya
tidak mendasar tetapi hanyalah variasi-variasi belaka. Sebagai contoh, mari kita
perhatikan bagaimana keterampilan proses dijabarkan dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia. Penjabaran itu sudah memenuhi karakter bahasa Indonesia itu sendiri.
Penjabaran sebagai berikut.
1. Mengamati
a. Menatap: memperhatikan.
b. Membaca: memahami suatu bacaan.
c. Menyimak: memahami sesuatu yang dibicarakan orang lain.
2. Menggolongkan
Mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan (dapat berupa wacana, kalimat,
dan kosa kata).
3. Menafsirkan
a. Menafsirkan: mencari atau menemukan arti, situasi, pola, kesimpulan dan
mengelompokkan suatu wacana.
b. Mencari dasar penggolongan: mengelompokkan sesuatu berdasarkan suatu kaidah,
dapat berupa kata dasar, kata bentukan, jenis kata, pola kalimat ataupun wacana.
c. Memberi arti: mencari arti kata-kata atau mencari pengertian sesuatu wacana
kemudian mengutarakan kembali baik lisan maupun tertulis.
d. Mencari hubungan situasi: mencari atau menebak waktu kejadian dari suatu
wacana puisi. Menghubungkan antarsituasi yang satu dengan yang lain dari
beberapa wacana.
e. Menemukan pola: menentukan atau menebak suatu pola cerita yang berupa
prosa maupun pola kalimat.
f. Menarik kesimpulan: mengambil suatu kesimpulan dari suatu wacana secara
induktif maupun deduktif.
g. Menggeneralisasikan: mengambil kesimpulan secara induktif atau dari ruang
lingkup yang lebih luas daripada menarik kesimpulan.
h. Mengalisis: menganalisis suatu wacana berdasarkan paragraf, kalimat, dan
unsur-unsur.

6
4. Menerapkan
Menggunakan konsep: kaidah bahasa dalam menyusun dapat berupa penulisan
wacana, karangan, surat-menyurat, kalimat-kalimat, kata bentukan dengan
memperhatikan ejaan/kaidah bahasa.
5. Mengkomunikasikan
a. Berdiskusi: melakukan diskusi dan tanya jawab dengan memakai
argumentasi/alasan-alasan dan bukti-bukti untuk memecahkan suatu masalah.
b. Mendeklamasikan: melakukan deklamasi suatu puisi dengan menjiwai
sesuatu yang dideklamasikan (dapat dengan menggerakkan anggota badan,
kepala, pandangan mata, atau perubahan air muka).
c. Dramatisasi: menirukan sesuatu perilaku dengan penjiwaan yang mendalam
d. Bertanya: mengajukan berbagai jenis pertanyaan yang mengarah kepada:
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, atau evaluasi.
e. Mengarang: menulis sesuatu dapat dengan melihat objeknya yang nyata dulu
dengan bantuan gambar atau tanpa bantuan apa-apa.
f. Mendramakan/bermain drama: memainkan sesuatu teks cerita persis seperti
apa yang tertera pada bacaan.
g. Mengungkapkan/melaporkan sesuatu dalam bentuk lisan dan tulisan:
melaporkan darmawisata, pertandingan, peninjauan ke lapangan, dan sebagainya.
Keterampilan proses berkaitan dengan kemampuan. Oleh karena itu penerapan
keterampilan proses diletakkan atau inklusif dalam kompetensi dasar. Keterampilan
proses juga dikenali pada instruksi yang disampaikan oleh guru kepada siswa untuk
mengerjakan sesuatu.
Contoh :
1. Kompetensi dasar: Siswa dapat menyusun sebuah pengumuman sebagai sarana
menyampaikan informasi (keterampilan proses yang tersirat dalam kompetensi
dasar adalah mengkomunikasikan, submengarang)
2. Instruksi: Lukiskan situasi yang dialami kuda dalam wacana berikut!

TOLONGLAH
Melihat rusa datang kuda berkata, “Tolonglah rusa lepaskan tandukku.”
“Lepaskan sendiri, Aku tidak dapat. Kalau harimau datang aku bisa-bisa
dimangsa.”
“Tolonglah jasamu tidak akan kulupakan”, pinta kuda memelas.
Rusa pun luluh dendamnya. Ia menjadi kasihan kepada kuda. Rusa
melupakan kesombongan kuda. “Teman dalam bahaya harus ditolong”, kata
rusa dalam hati.
Keterampilan proses apa yang tersirat dalam instruksi tersebut di atas?
Menafsirkan?
Kata-kata kunci yang terdapat dalam standar kompetensi pun merupakan petunjuk
untuk mengetahui keterampilan proses mana yang turut dikembangkan. Misalnya
memahami, menerapkan, dan mengkomunikasikan. Ketiga kata kerja itu selalu
ditemui dalam kompetensi dasar pokok bahasan pembelajaran berbicara. kerja

7
memahami yang menghasilkan pemahaman selalu dapat dipulangkan kepada
keterampilan proses mengamati seperti membaca sesuatu atau menyimak sesuatu.
Kata kerja memahami pun dapat dikembalikan kepada keterampilan proses
menggolongkan seperti mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan. Kata
kerja menerapkan dapat secara langsung mengacu kepada keterampilan proses
menerapkan melalui kegiatan menerapkan konsep, kaidah bahasa, dan sebagainya.
Demikian juga kata kerja mengkomunikasikan secara langsung mengacu kepada
keterampilan proses mengkomunikasikan melalui kegiatan berdiskusi,
mendeklamasikan, dramatisasi, bertanya, mengarang, dan sebagainya. Kegiatan
belajar-mengajar pada hakikatnya merupakan rangkaian aktivitas siswa dan guru
dalam mencapai tujuan pengajaran. Dalam rangkaian aktivitas itu dimungkinkan
membina satu, dua, atau lebih aspek keterampilan proses pada diri siswa

II.2.4 Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa

Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah


satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia.
Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang
menggunakannya. Anda perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat
menerapkannya di kelas. Untuk itu dalam subunit ini akan diuraikan tentang
pendekatan whole language sehingga pada akhir subunit ini Anda akan dapat
menjelaskan konsep pendekatan whole language dan kemudian menerapkan
pendekatan tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD.
II.2.4.1 Karateristik Whole Language
Secara umum whole language dapat dinyatakan sebagai perangkat
wawasan yang mengarahkan kerangka pikir praktisi dalam menentukan bahasa
sebagai meteri pelajaran, isi pembelajaran, dan proses pembelajaran. Pengembangan
wawasan whole language diilhami konsep konstrutivisme, language experience
approach (LEA), dan progresivisme dalam pendidikan. Wawasan yang
dikembangkan sehubungan dengan bahasa sebagai materi pelajaran dan penentuan isi
pembelajarannya diwarnai oleh fungsionalisme dan semiotika (Edelsky, Altwerger,
dan Flores, 1991).
Penentuan isi pembelajaran dalam perspektif whole language diarahkan
oleh konsepsi tentang kebahasaan dan nilai fungsionalnya bagi pebelajar dalam
kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan konsepsi bahwa pengajaran bahasa mesti
didasarkan pada kenyataan penggunaan bahasa, maka isi pembelajaran bahasa
diorientasikan pada topik pengajaran (1) membaca, (2) menulis, (3) menyimak, dan
(4) wicara.Ditinjau dari nilai fungsionalnya dalam kehidupan, penguasaan yang perlu
dijadikan fokus dan perlu dikembangkan adalah penguasaan kemampuan membaca
dan menulis. Sebab itulah konsep literacy (keberwacanaan) dalam persfektif whole
language yang hanya dihubungkan dengan perihal membaca dan menulis (Au,mason,
dan Scheu, 1995, Eanes, 1997). Ditinjau dari konsepsi demikian, topik pengajaran
menyimak, wicara, membaca, dan menulis tidak harus digarap secara seimbang
karena alokasi waktu pengajaran mesti lebih banyak digunakan untuk pembelajaran
membaca dan menulis.

8
II.2.4.2 Komponen - Komponen Whole Language
1. Reading Aloud
Reading Aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru dan siswa.
Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita
lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang benar sehingga
setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini sangat
bermanfaat terutama jika dilakukan di kelas rendah. Manfaat yang didapat dari
reading aloud antara lain meningkatkan keterampilan menyimak, memperkaya
kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang tidak kalah
penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa.
2. Sustained Silent Reading
Sustained Silent Reading (SSR) adalah kegiatan membaca dalam hati yang
dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini kesempatan untuk memilih sendiri buku
atau materi yang akan dibacanya. Pada kegiatan ini guru memberikan kebebasan
kepada siswa untuk memilih bahan bacaan yang sesuai dengan kemampuan mereka
sendiri sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut.
3. Journal Writing
Salah satu cara yang dipandang cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan
siswa menulis adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran menulis jurnal
atau menulis informal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk lancar
mencurahkan gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya tanpa sekaligus
memikirkan hal-hal yang bersifat mekanik.
4. Shared Reading
Komponen whole language yang keempat adalah shared reading. Shared reading
ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa dan mereka harus
mempunyai buku untuk dibaca bersama. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas
rendah maupun di kelas tinggi.
5. Guided Reading
Komponen whole language yang kelima adalah guided reading. Tidak seperti pada
shared reading, yaitu guru lebih berperan sebagai model dalam membaca, dalam
guided reading atau disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan
fasilator. Dalam membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu
sendiri tetapi lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa
membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang
meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman.
Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan di kelas.
6. Guided Writing
Komponen whole language yang keenam adalah guided writing atau menulis
terbimbing seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru
adalah sebagai fasilator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan
bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai
pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam

9
kegiatan ini proses writing seperti memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan
mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
7. Independent Reading
Komponen whole language yang ketujuh adalah independent reading.
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membacayang memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya.
Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent
reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran
guru pun berubah dari seorang pemprakasa, model, dan pemberi tuntunan menjadi
seorang pengamat, fasilator, dan pemberi respon. Menurut penelitian yang dilakukan
Anderson dkk (1988), membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya
10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.
8. Independent Writing
Komponen whole language yang kedelapan adalah independent writing.
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir
kritis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada
intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis.
Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara lain menulis jurnal
dan menulis respon.
II.2.4.3 Penolaian dalam kelas Whole Language
Di dalam kelas whole language, guru sensntiasa memperhatikan kegiatan yang
dilakukan siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru
memperhatikan siswa menulis, mendengarkan, siswa berdiskusi baik dalam
kelompok ataupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau
dengan guru, penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat
siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika
siswa dan guru mengadakan konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-
bawa buku nilai, namun guru menggunakan alat penilaian seperti format observasi
dan catatan anecdote. Dengan kata lain, dalam kelas whole language guru
memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajarn berlangsung. Selain
penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio.
Portopolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Dengan
portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik

II.3 Model Pembelajaran Bahasa

Model-model pembelajaran Bahasa Indonesia menurut krissandi, dkk (2018,85-


138)diantaranya: Model Pembelajaran Berbasis Permainan Permainan mampu menarik minat
anak ke dalam materi pembelajaran. Padadasarnya semuaorang menyenangi
permainan.Kesukaan terhadap permainan karena didalamnya terdapat unsur rekreasi dan
tantangan sehingga dapat menghilangkan stress. Anak-anak dengan dunia mereka tidak akan
pernah lepas dengan bermain. Bermain merupakan cara anak-anak untuk belajar tentang ‘dunia’.

10
Mereka menemukan pengalaman-pengalaman yang berharga dalam kehidupan melalui bermain.
Melalui proses bermainlah sebagian besar keterampilan dan kemampuan yang dimiliki anak
terlatih. Oleh karena itu, guru seharus nya dapat merancang pembelajaran di kelas dalam bentuk
permainan. Melalui permainan diharapkan proses belajar mengajar yang dilakukan menjadi
efektif. Permainan Bahasa merupakan permainan untuk memperoleh kesenangan dan untuk
melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu
permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa tertentu,
maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih
keterampilan Bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan
bahasa.Sebuah permainan disebut permainan bahasa, apa bila suatu aktivitas mengandung kedua
unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan
menulis). Setiap permainan Bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara
langsung dapat menunjang tercapai nya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 – 8 tahun
masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri
mereka. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran
dengan cara yang menyenangkan.
Pembelajaran berbasis permainan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu;
1) Menyediakan aktivitas pembelajaran yang atraktif, karena dalam permainan peserta
didik merasa senang dan cenderung aktif,
2) Bersifat menghibur, artinya pembelajaran tidak dilakukan seperti biasanya sehingga
peserta didik lebih tertarik melakukannya.
3) Menciptakan suasana yang menyenagkan dan rilek sehingga dapat membantu peserta
didik mencapai tujuan yang ditetapkan.
Permainan yang tepat pada waktu yang tepat dan orang yang tepat dapat membuat pembelajaran
menyenangkan dan menarik, memberikan tujuan berguna yang dapat menguatkan pembelajaran,
bahkan dapat menjadi semacam tujuan dan ukuran bagi peserta didik. Namun, jika pembelajaran
berbasis permainan tidak didesain dan dikelola dengan baik akan muncul beberapa kelemahan,
yaitu :
1) Adanya kompetisi dapat berdampak kontra produktif bagi peserta didik yang tidak
suka berkompetisi atau peserta didik yang lemah dalam penguasaan materi atau
keterampilan yang dilatihkan.
2) Peserta didik dapat terjebak hanya pada kesenangan bermain dan melupakan tujuan
belajarnya.
3) Peserta didik hanya menghabiskan waktuuntuk jalannya permainan,
sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai seluruhnya. Permainan dalam belajar
bukanlah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, yaitu
meningkatkan pembelajaran. Terkadang permainan bias menarik, cerdik,
menyenangkan, dan sangat memikat, namun tidak memberi hasil penting pada
pembelajaran.

11
II.3.1 Model pembelajaran kooperatif

Model Pembelajaran kooperatif adalah teknik-teknik praktis yang digunakan


guru setiap hari untuk mendukung siswa dalam belajar setiap mata pelajaran, mulai
dari keterampilan dasar hingga pemecahan masalah yang kompleks. Pendekatan
pembelajaran kooperatif ini membawa perubahan besar dalam proses belajar di kelas.
Kelas tidak lagi sepi selama pembelajaran karena pembelajaran terbaik terjadi
melalui percakapan antar siswa. Sekarang, ada tren di mana guru di seluruh dunia
mengubah susunan tempat duduk siswa yang telah ada selama bertahun-tahun,
menciptakan lingkungan kelas yang baru di mana siswa secara teratur saling
membantu satu sama lain untuk menyelesaikan materi akademik mereka. Terdapat
enam tahapan dalam pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. Tahap ini diikuti dengan
penyajian informasi, sering kali melalui bahan bacaan atau secara verbal.
Selanjutnya, siswa dikelompokkan dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti dengan
bimbingan guru ketika siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas mereka.
Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil kerja kelompok atau
evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberikan penghargaan
terhadap upaya kelompok maupun individu.
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah:
a) Hasil belajar akademik: Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli meyakini bahwa model
kooperatif efektif dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
Siswa dari berbagai tingkatan akan bekerja bersama dalam kelompok, di mana
siswa dari kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah,
memberikan bantuan khusus dan meningkatkan kemampuan akademik mereka
melalui proses tutorial ini.
b) Pengakuan akan adanya keragaman: Model kooperatif bertujuan untuk membantu
siswa menerima teman-teman mereka yang memiliki latar belakang yang
beragam, seperti perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat
sosial.
c) Pengembangan keterampilan social
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada
siswa keterampilan sosial dan kolaborasi dalam berbagai tugas, seperti bertanya aktif,
menghargai pendapat orang lain, menyampaikan ide, dan bekerja dalam kelompok.
Keterampilan ini penting untuk keberhasilan siswa di masyarakat dewasa nanti, di
mana kerja sama menjadi kunci dalam banyak organisasi dan situasi budaya yang
beragam.

II.3.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan salah satu pendekatan


pembelajaran inovatif yang berfokus pada penyelesaian masalah. PBL adalah strategi

12
pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat, di mana mereka bekerja
bersama untuk menyelesaikan masalah, merefleksikan pengalaman mereka, dan
berdiskusi untuk mencari solusi. Karakteristik pembelajaran PBL adalah siswa
didorong oleh tantangan, masalah yang terbuka, atau situasi realita, sementara guru
berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Oleh karena itu, siswa dimotivasi untuk
mengambil tanggung jawab atas kelompok mereka sendiri dan mengatur serta
mengarahkan proses pembelajaran dengan dukungan dari guru atau instruktur.
Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dikenal
sebagai pembelajaran yang didasarkan pada masalah, di mana siswa diberikan situasi
masalah yang bermakna untuk diselidiki dan dipecahkan. Model ini diharapkan
dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa sehingga karya yang
dihasilkan lebih berkualitas dan kreatif. Pengembangan keterampilan menulis narasi
siswa yang lebih baik akan dipengaruhi oleh kemampuan pengembangan model
pembelajaran berbasis masalah, yang mana diharapkan mampu menginspirasi siswa
untuk menuliskan narasi dari masalah yang ada di masyarakat dan pengalaman
pribadi mereka.
PBL adalah model pembelajaran yang memberikan siswa otonomi dalam
menjalankan proses belajar-mengajar dan memiliki masalah yang harus diatasi serta
mencari sumber daya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Proses otonomi dan
kerja kelompok ini membantu siswa menjadi kreatif dan kritis dalam pendekatan
pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based learning)
Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis, analitis, sistematis, dan
logis dengan menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data
secara empiris, sehingga dapat menumbuhkan sikap ilmiah. Sementara itu,
Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SD/MI bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman siswa melalui pembelajaran mandiri.

II.3.3 Model Pembelajaran Inkuiri Bahasa Indonesia

Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran di mana seluruh kemampuan


yang dimiliki siswa digunakan untuk melakukan penyelidikan secara sistematis,
kritis, logis, dan analitis guna memperoleh jawaban atas rumusan masalah yang
sudah dirumuskan oleh siswa sendiri.

II.3.4 Model Paikem

Pendekatan PAIKEM Merupakan suatu strategi pembelajaran yang


memungkinkan peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan guna
mengembangkan keterampilan dan pemahaman mereka, dengan peserta didik belajar
sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar

13
(termasuk pemanfaatan lingkungan) untuk membuat pembelajaran lebih menarik,
menyenangkan, dan efektif
Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran atau desain instruksional,
terdapat beberapa variasi yang mengikuti pola-pola tertentu. Meskipun tujuannya
sama, prosedur yang ditempuh oleh penyusun bisa bervariasi. Perbedaan ini
disebabkan oleh berbagai prinsip dan faktor, seperti sistem pendidikan, guru,
keadaan bahasa siswa, lingkungan, dan sebagainya. Berbagai model pembelajaran
atau desain instruksional yang ada, misalnya model Taba, model Dick & Carey,
model Kemp, model PPSI, dan model Satuan Pelajaran. Model-model
pengembangan desain instruksional tersebut menawarkan suatu proses untuk
mengembangkan kurikulum suatu sekolah secara utuh. Para pengajar dari setiap
bidang studi dapat mengembangkan desain instruksional untuk setiap mata pelajaran
atau memfokuskan pada komponen-komponen tertentu dari suatu model untuk
membuat keputusan yang terprogram.
Dengan demikian, model pembelajaran berbahasa sangat tergantung pada
teknik pembelajaran khusus, meskipun terdapat pula teknik pembelajaran umum
seperti tanya jawab, pemberian tugas dan resitasi, latihan, dan praktek simulasi yang
sering digunakan untuk menghidupkan suasana belajar bahasa. Teknik pembelajaran
khusus tersebut memang diarahkan untuk menciptakan model pembelajaran
berbahasa yang menarik. Antara teknik pembelajaran khusus itu adalah permainan
bahasa yang mencakup permainan kosakata, TTS, anagram, permainan berbicara,
permainan membaca, dan permainan menulis. Termasuk teknik pembelajaran khusus
berbahasa juga adalah teknik pembelajaran menyimak yang harus disesuaikan
dengan tingkatan sekolah dan perkembangan mental pembelajar. Model-model
pembelajaran menyimak yang efektif antara lain: simak ucap-ulang, simak-kerjakan,
simak-terka, simak tulis, memperluas kalimat, bisik berantai, identifikasi kata kunci,
identifikasi kalimat topik, menjawab pertanyaan, menyelesaikan cerita, merangkup,
dan parafrase. Dalam satu pertemuan (tatap muka), beberapa model ini bisa
dipadukan untuk mencapai kemampuan berbahasa, tidak hanya kemampuan
menyimak, melainkan terintegrasi untuk melatih kemampuan berbicara dan menulis,
bahkan kosakata dan struktur. Teknik pembelajaran untuk berbicara mencakup
terpimpin, resmi terpimpin, dan bebas. Ketiganya bertujuan untuk membina
kemampuan berbicara secara individual maupun kelompok, ilmiah ataupun non
ilmiah. Aktivitas berbicara non ilmiah mencakup: menirukan, menjawab pertanyaan,
melengkapikan kalimat, mengubah kalimat, membuat kalimat, menyanyi, membaca
(nyaring) kalimat, memperkenalkan diri, mengemukakan fakta, menanggapi suatu
pendapat, menceritakan riwayat hidup seseorang yang dikagumi, menyelesaikan cara
membuat sesuatu, dan melaporkan isi bacaan. Aktivitas berbicara individual bersifat
ilmiah adalah pidato ilmiah. Berbicara kelompok non ilmiah dilaksanakan dengan
dialog santai dan wawancara santai. Sementara berbicara kelompok ilmiah
mencakup: wawancara ilmiah, dialog ilmiah, diskusi panel, simposium, dan bermain
peran. Teknik-teknik berbicara di atas dapat dipadukan menjadi satu model
pembelajaran berbicara yang efektif, disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan

14
tingkat pendidikan anak. Untuk pembelajaran berbicara di SD, misalnya teknik
berbicara individual non ilmiah 1-9 bisa dipadukan. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan menggunakan teknik-teknik lain.
Pembelajaran membaca sangat berkaitan dengan pentingnya pemahaman
bacaan, dan bertujuan agar siswa memiliki keterampilan membaca untuk berbagai
jenis bacaan, seperti membaca intensif, membaca indah, dan membaca teknik. Selain
itu, pembelajaran membaca pada dasarnya adalah teknik pembuka dan satu kegiatan
pembelajaran berbahasa. Sesuai dengan prinsip pendekatan komunikatif,
pembelajaran harus dimulai dengan konteks lisan dan tulisan. Oleh karena itu,
kegiatan membaca adalah pintu masuk untuk melatih keterampilan berbahasa
lainnya, seperti mendengarkan, berbicara, dan menulis. Membaca juga merupakan
awal dari kegiatan apresiasi bahasa dan sastra. Karena itu, materi membaca
seharusnya mencakup materi yang berhubungan dengan bahasa, sastra, dan masalah-
masalah lainnya. Keterampilan membaca adalah kunci dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Orang yang memiliki kemampuan membaca tinggi akan memperoleh
ilmu yang tinggi pula. Pembelajaran menulis juga memiliki teknik-teknik yang
efisien untuk model pembelajaran berbahasa. Pada tingkat pendidikan dasar,
pembelajaran menulis dapat dimulai dengan mengarang terpimpin, mulai dari satu
bacaan, mengarang dengan bantuan gambar, menjelaskan tabel atau denah. Pada
tingkat yang lebih tinggi, menulis terpimpin ini bisa sampai pada menulis laporan
dan makalah. Selain itu, pembelajaran bisa dilanjutkan pada bentuk menulis bebas,
seperti menulis puisi, cerpen, dan artikel untuk dikirim ke media massa atau untuk
majalah dinding di sekolah. Model pembelajaran yang efisien untuk pembelajaran
menulis ini haruslah disertai dengan aktivitas menulis itu sendiri, diiringi oleh
presentasi, pembahasan/penilaian secara klasikal. Bahkan, kalau memungkinkan, ada
tindak lanjut lagi berupa menulis kembali bentuk yang benar sesuai hasil
pembahasan dan catatan dari guru

15
BAB III

KESIMPULAN

Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang bersifat asiomatik mengenai hakikat bahasa,
pengajaran bahasa, dan belajar bahasa yang digunakan sebagai landasan dalam merancang,
melakukan, dan menilai proses belajar-mengajar bahasa. Pendekatan-pendekatan yang pernah
digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah: pendekatan tujuan dan pendekatan
struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan
hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan keterampilan proses, whole language, pendekatan
terpadu, kontekstual, dan komunikatif. Keterampilan proses adalah keterampilan yang
dikembangkan guru menjadi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yaitu kegiatan: (1)
mengamati, (2) menggolongkan , (3) menafsirkan, (4) menerapkan, dan (5) mengkomunikasikan.
Metode/model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan
model/metode yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif. Model
pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran Pemilihan metode dan model pembelajaran Bahasa Indonesia yang
efektif pada anak harus mengambil konsiderasi faktor-faktor seperti tingkat pemahaman siswa,
tingkat pengalaman guru, dan kondisi lingkungan pembelajaran

16
DAFTAR PUSTAKA

Ramelan. (1982). Pengajaran Aplikasi Bahasa Indonesia: Metodologi Pengajaran Bahasa


Indonesia. (Makalah).Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Littlewood, W. (1981). Communicative Language Teaching. Cambridge: Cambridge
University Press.
Apri Damai Sagita Krissandi, B. Widharyanto dkk. 2017. Pembelajaran Bahasa Indonesia
untuk SD (pendekatan dan teknis) Jakarta: Penerbit Media Maxima.
Santoso, Puji. 2003. Marteri dan Pembelajarn Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas
Terbuka. Subana, M. dan Sunarti. Tanpa tahun. Strategi Belajar Mengajar Bahasa
Indonesia Bandung: Pustaka Setia. Suratinah dan Prakoso, Teguh. 2003. Pendekatan
Pembelakajran Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Tarigan,
Djago. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesdia di Kelas Rendah. Universitas
Terbuka. Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa Kelas Rendah.
Jakarta: Dikti.

17

Anda mungkin juga menyukai