Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Kasmir Lubis (Rubun) Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Pemerintah menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan, terutama untuk pendidikan SD, SMP, dan SMA atau SLTA sederajat. Aturan itu juga memuat ancaman sanksi bagi yang melanggar. Bagi yang melanggar mendapat sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hukum pidana (penjara). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 44 Tahun 2012 Pasal 9 ayat (1) Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Dasar menyatakan : Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Dalam hukum pidana secara umum mengatur bagi pihak kepala sekolah yang bersangkutan dan Kepala Dinas Pendidikan setempat yang mengetahui dan tetap melakukan pungutan terhadap wali murid maka dapat dianggap menyalahgunakan jabatan, dan atas tindakan tersebut melanggar pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Begitu pula jika dikaitkan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melakukan pungutan dapat diancam dengan hukuman paling singkat empat tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah. Perbuatan Pungutan Liar (Pungli) sebagai Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 3 Ayat (1) Bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Dengan demikian diminta kepada penegak hukum kepolisian maupun kejaksaan untuk menangkap Oknum Pungli di SMP Negeri 3 Panyabungan yang telah melakukan praktek Pungutan Liar (Pungli) di SMP Negeri 3 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal dengan memungut atau mengutip uang rupiah sebesar Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) persiswa dengan jumlah siswa sebanyak 105 siswa untuk pembayaran “IJAZAH” (Surat Tanda Tamat Belajar) pada tahun 2018. (Kasmir Lubis).