Anda di halaman 1dari 52

SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT


KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA
DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN
TONJA

Oleh:
KADEK CITA CITRA DEWI
NIM. 1102105076

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA DENPASAR
2015
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA
DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN
TONJA

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:
KADEK CITA CITRA DEWI
NIM. 1102105076

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA DENPASAR
2015
i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kadek Cita Citra Dewi

NIM 1102105076

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan ataupun
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari ini dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, 2014
Yang membuat pernyataan,
Penulis

(Kadek Cita Citra Dewi)

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT


KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA
DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN
TONJA

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:
KADEK CITA CITRA DEWI
NIM. 1102105076

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Ni Ketut Guru Prapti, S.Kep, MNS Ns. I Kadek Saputra, S.Kep
NIP. 19780417 200812 2 001 NIP. 19820531 200812 1 001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI DENGAN JUDUL :

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT


KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA
DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN
TONJA

OLEH:
KADEK CITA CITRA DEWI
NIM. 1102105076

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI


PADA HARI: …………………….
TANGGAL: ………………………

TIM PENGUJI
1. Ns. Ni Ketut Guru Prapti, MNS. (Ketua) ……………..
2. Ns. I Kadek Saputra, S. Kep. (Sekretaris) ……………..
3. V.M. Endang Sri Purwadmi Rahayu, S. Kp.,M.Pd (Pembahas) ……………..

MENGETAHUI
DEKAN KETUA
FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M.Kes Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF
NIP. 19530131 1980031 004 NIP. 19501231 198003 1015

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan

Penatalaksanaan Diet Lansia Dengan Hipertensi di Lingkungan Kelurahan

Tonja.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran

pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Ucapan

terimakasih penulis diberikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M. Kes., sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Ns. Ni Ketut Guru Prapti, MNS., sebagai pembimbing utama yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat

waktu.

4. Ns. I Kadek Saputra, S. Kep., sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat

waktu.

vii
5. Kepada Lingkungan Kelurahan Tonja yang telah memberikan kesempatan

penelitian pada instansi yang dipimpin.

6. Kedua orang tua saya Bapak (Kadek Suana), Ibu (Wayan Karmiati) beserta

saudara dan teman-teman angkatan 2011 PSIK A, serta seluruh pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan

masukan yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015

Penulis

(Kadek Cita Citra Dewi)

viii
ABSTRAK
Dewi, Kadek Cita Citra. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lansia dengan Hipertensi tahun 2015 di
Lingkunag Kelurahan Tonja. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar.
Pembimbing (1) Ns. Ni Ketut Guru Prapti, S.Kep, MNS. (2) Ns. I Kadek
Saputra, S.Kep.
Lanjut usia berisiko tinggi menderita penyakit degeneratif, salah satunya adalah
penyakit hipertensi. Dari hasil wawancara didapatkan delapan dari 10 lansia di
Lingkungan Kelurahan Tonja yang memiliki tekanan darah tinggi mengatakan
tekanan darahnya sering meningkat karena tidak patuh menjalankan diet. Hal tersebut
terjadi karena kurangnya dukungan keluarga dalam mengatur makanan yang dapat
dikonsumsi oleh lansia dengan hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan penatalaksanaan diet pada lansia
dengan hipertensi di Lingkungan Kelurahan Tonja Denpasar Utara. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 40 responden dengan teknik total sampling. Instrumen
yang digunakan berupa kuisioner tentang dukungan keluarga dan kepatuhan
penatalaksanaan diet. Hasil uji korelasi spearman rank mendapatkan hasil nilai p =
0,000 yang artinya p < 0,05 dan menunjukkan nilai (r) 0,849 yang artinya ada
hubungan yang sangat kuat antara variabel dukungan keluarga dengan tingkat
kepatuhan penatalaksanaan diet (rentang 0,80 - 1,000). Dari hasil penelitian tersebut
diharapkan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan selalu
melibatkan keluarga pasien khususnya dalam melaksanakan diet.

Kata Kunci: Lansia, Hipertensi, Dukungan Keluarga, Kepatuhan Penatalaksaan Diet.


.

vi
ABSTRACT

Dewi, Kadek Cita Citra. 2015. Family Support Relationship Management


Compliance with Level Diet Elderly with Hypertension 2015 in environment
in Tonja village. Final, Nursing Science, Faculty of Medicine, University of
Udayana. Supervisor (1) Ns. Ni Ketut Guru Prapti, S.Kep, MNS. (2) Ns. I
Kadek Saputra, S.Kep.

Elderly has high risk of suffering from degenerative diseases, such as hypertension.
From the interview result with eight of ten elderly in Tonja who have hypertension
said their blood pressure often increases because of their disobedient diet. This
happens due to lack of family support in organize food that can be consumed by the
elderly with hypertension. This study aims to determine the relationship of family
support on adherence to the dietary management of elderly with hypertension in
Tonja North Denpasar. This is an observational study with cross sectional approach.
The sample in this study amounted to 40 respondents with total sampling technique.
Instrument used of a questionnaire about family support and compliance with dietary
management. Spearman rank correlation test results get the value of p = 0.000, which
means p <0.05 and showing values (r) 0.849, which means there is a very strong
relationship between the variables of family support with the level of compliance
with dietary management (range from 0.80 to 1.000). From the results of these studies
are expected health workers in providing health services should always involve the
patient's family, especially in implementing the diet.

Keyword: Elderly, Hypertension, Family Support, Adherence to Dietary


Management.

v
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM................................................................................. i

KEASLIAN PENULISAN .................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iv

ABSTRACT ........................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................ vii

DAFTAR ISI........................................................................................... ix

DAFTAR TABEL................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 5

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………... 6

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia................................................................................... 8

2.2 Konsep Hipertensi............................................................................. 17

ix
2.3 Konsep Kepatuhan ............................................................................ 25

2.4 Konsep Dukungan Keluarga ............................................................. 29

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 36

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................... 37

3.3 Hipotesis............................................................................................ 39

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian.................................................................................. 40

4.2 Kerangka Kerja ................................................................................. 41

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 42

4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian, dan Sampel.......................... 42

4.5 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data ........................................... 44

4.6 Pengolahan dan Analisis Data........................................................... 54

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 58

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 64

5.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 72

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan .......................................................................................... 74

6.2 Saran ................................................................................................. 75

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi ................................................................ 18

Tabel 2 Defunisi Operasional ................................................................. 39

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ............................ 59

Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .............. 60

Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...... 60

Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Menderita

Hipertensi .................................................................................... 61

Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Dukungan keluarga ...... 62

Tabel 8 Hubungan Dukungan Kleuarga Berdasarkan Jenis

Dukungan Keluarga .................................................................. 62

Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan

Penatalaksanaan Diet ................................................................. 63

Tabel 10 Tabulasi Silang Antar Variabel ............................................... 63

Tabel 11 Hasil Uji Statistik Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet ................... 64

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................. 36

Gambar 2 Kerangka Kerja Penelitian .................................................... 41

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Anggaran Penelitian

Lampiran 3 Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 5 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

Lampiran 8 Master Tabel Uji Validitas dan Reabiliditas Kuesioner Dukungan

Keluarga

Lampiran 9 Master Tabel Data Karakteristik Responden

Lampiran 10 Data Skor Pernyataan Dukungan Keluarga

Lampiran 11 Data Skor Pernyataan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet

Lampiran 12 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Keluarga

Lampiran 13 Hasil Uji Statistik Penelitian

Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian

xiii
DAFTAR SINGKATAN

PJK : Penyakit Jantung Koroner

Dinkes : Dinas Kesehatan

WHO : World Health Organization

HDL : High Density Lipoprotein

JNC : Joint National Committee

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi..................................................................... 18

Tabel 2 Definisi Operasional Variabel Penelitian....................................... 36

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Umur

Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Menderita

Hipertensi

Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga

Tabel 8 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan

Penatalaksanaan Diet

Tabel 9 Tabulasi Silang Antara Variabel Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kepatuhan Penatalaksanaan Diet dalam Bentuk Kategori

Tabel 10 Hasil Uji Statistik Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lansia Hipertensi

ix
ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 36

Gambar 2 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................ 41

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Tahap

dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik maksimal, setelah itu tubuh

akan mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada

dalam tubuh. Sebagai akibatnya tubuh akan mengalami penurunan fungsi

secara perlahan dan penurunan fungsi tersebut yang sering dikatakan proses

penuaan (Maryam dkk, 2008). Proses penuaan atau menjadi tua adalah suatu

proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri, mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diderita (Nugroho, 2008).

Proses penuaan pada lansia menimbulkan berbagai penyakit yang disebabkan

karena organ-organ tubuh yang mengalami proses penuaan yang mengalami

penurunan fungsi sehingga menjadi rentan terhadap timbulnya penyakit yang

bersifat multiorgan (Pudjiastuti & Utomo, 2002). Lansia (lanjut usia)

merupakan usia yang beresiko tinggi terhadap penyakit-penyakit degeneratif,

seperti penyakit jantung koroner (PJK), diabetes melitus, gout (reumatik),

kanker dan salah satu penyakit paling sering diderita oleh lansia adalah

hipertensi (Darmojo, 2010).

1
2

Lansia dengan tekanan darah tinggi mulai mengalami peningkatan, lebih dari

separuh populasi orang berusia diatas 60 tahun dengan tekanan darah diatas

140 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan diatas 90 mmHg untuk tekanan

darah diastoliknya (Palmer dan Williams, 2007). Diperkirakan pada tahun

2025 akan mengalami peningkatan dan penderita tekanan darah tinggi

diperkirakan mencapai 1,6 miliar orang di seluruh dunia, khususnya pada

lansia akan mengalami peningkatan yaitu sekitar 1,2 miliar jiwa

(Bandiyah,2009). Kejadian Hipertensi di Bali setiap tahunnya mengalami

peningkatan pada tahun 2010 berjumlah 8.837, tahun 2011 berjumlah 17.779,

tahun 2012 berjumlah 88.092 dan pada tahun 2013 penderita hipertensi

berjumlah 108.295 (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Berdasarkan data

puskesmas 1 Denpasar utara tahun 2011 didapatkan angka kejadian hipertensi

pada lansia berjumlah 1415 orang lansia, dan pada tahun 2012 terjadi

peningkatan, dimana lansia yang mengalami hipertensi berjumlah 1495 orang

lansia.

Peningkatan kejadian hipertensi pada lansia di masa sekarang ini dikarenakan

terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat secara global. Mudahnya

mendapatkan makanan siap saji membuat masyarakat lebih sering

mengkonsumsi makanan siap saji sehingga kurang mengkonsumsi sayuran

segar dan makanan yang berserat, hal tersebut membuat konsumsi garam,

lemak, gula dan kalori semakin meningkat (Agrina, Rini dan Haritama,

2011). Disamping itu gaya hidup modern yang penuh dengan kesibukan

membuat orang kurang olah raga, berusaha mengatasi stress dengan


3

merokok, dan minum alkohol atau kopi, dan kita ketahui bahwa semua hal

tersebut termasuk dalam daftar penyebab meningkatnya resiko hipertensi.

Hipertensi merupakan faktor utama penyakit-penyakit kadiovaskular yang

merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, (Tumenggung, 2013).

Hipertensi dikategorikan sebagai penyakit the silent disease karena klien

dengan hipertensi tidak mengetahui atau bahkan tidak menyadari dirinya

hipertensi sebelum memeriksa tekanan darahnya. Hipertensi adalah suatu

keadaan dimana tekanan darah seseorang berada diatas batas normal yaitu

120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastoliknya (Agrina, Rini,

dan Hairitama, 2011). Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama dan

terus menerus dapat memicu terjadinya stroke, serangan jantung, gagal

jantung dan merupakan penyebab gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009)

Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi bisa dilakukan melalui

mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi

konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran

serta menjalankan hidup secara sehat seperti mempertahankan berat badan

ideal, diet rendah garam, pengurangan stress dan latihan atau olahraga fisik

secara teratur (Ridwan, 2002). Indonesia sendiri kesadaran untuk melakukan

pencegahan hipertensi, kekambuhan dan komplikasi dari hipertensi masih

sangat rendah (Notoadmojo, 2003).

Rendahnya kesadaran keluarga untuk memeriksakan tekanan darahnya secara

rutin dan memiliki pola makan yang tidak sehat serta kurangnya olah raga
4

merupakan pemicu terjadinya peningkatan kasus hipertensi (Hamid, 2013).

Keluarga merupakan support system utama bagi pasien hipertensi dalam

mempertahankan kesehatannya, keluarga memegang peranan penting dalam

perawatan maupun pencegahan. Peran keluarga yaitu mengenal gejala

hipertensi, mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang

tepat untuk menolong klien hipertensi, mampu memberikan asuhan

keperawatan pada anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam

mengatasi masalahnya dan meninngkatkan produktivitas keluarga yang

mengalami hipertensi (Ridwan, 2002).

Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perilaku melayani yang

dilakukan keluarga, baik dalam bentuk dukungan emosional (perhatian dan

kasih sayang), dukungan penghargaan (menghargai dan memberikan umpan

balik positif), dukungan informasi (saran, nasihat, informasi) maupun

dukungan dalam bentuk instrumental (bantuan tenaga, uang dan waktu)

(Menurut Bomar, 2004). Dukungan sosial dapat diberikan kepada anggota

keluarga dalam merawat dan meningkatkan status kesehatannya adalah

dengan memberikan rasa nyaman, perhatian, penghargaan, dan pertolongan

atau memberikan pelayanan dengan sikap menerima kondisinya

(Tumenggung, 2013).
5

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan

Penatalaksanaan Diet Pada Lansia dengan Hipertensi

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada lansia dengan hipertensi

b. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan diet pada lansia dengan hipertensi

c. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan

asuhan keperawatan yang lebih konprehensif dan berkualitas dengan

berfokus pada pemberian dukungan keluarga terhadap lansia dengan

hipertensi.

b. Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk meningkatkan perannya

dalam memfasilitasi pasien lansia dengan hipertensi dan keluarganya


6

dengan cara memberikan informasi mengenai gejala kekambuhan pada

lansia dengan hipertensi dan khususnya informasi mengenai

penatalaksanaan diet hipertensi.

2. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan

dalam ilmu keperawatan khususnya di bidang medikal bedah dan

keperawatan komunitas (gerontik) dalam bidang kepatuhan

penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi dengan dukungan

keluarga sebagai faktor yang mempengaruhi.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian

selanjutnya, khususnya yang berfokus pada kepatuhan penatalaksanaan

diet pada lansia hipertensi dengan dukungan kelurga sebagai salah satu

cara pencegahan kekambuhan pada pasien dengan hipertensi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah

sebagai berikut “ Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Pada Lansia dengan Hipertensi ?”


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Lansia

Pengertian Lansia

Menurut Setianto (2004) seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila

usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit melainkan

suatu tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan

ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta

peningkatan kepekaan secara individual (Efendi & Makhfudli, 2009).

World Health Organization (WHO), mendefinisikan lanjut usia dengan

mengkategorikan lanjut usia menjadi empat, antara lain: usia pertengahan

(middle age), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun; lanjut usia

(elderly), yaitu seseorang yang berusia antara 60-74 tahun; lanjut usia tua

(old), yaitu seseorang yang berusia antara 75-90 tahun; dan usia sangat tua

(very old), yaitu seseorang yang berusia di atas 90 tahun (WHO, 2012).

8
9

Perubahan-perubahan Pada Lansia

Menurut Pudjiastuti dan Utomo (2002) ada beberapa perubahan yang sering

terjadi pada lansia yaitu perubahan dalam sistem muskuloskeletal, sistem

saraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem indera dan sistem

integumen.

a. Sistem Muskuloskeletal

Ada beberapa perubahan yang terjadi didalam system musculoskeletal

pada lansia diantaranya :

1). Jaringan penghubung (kolagen dan elastin).

Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,

kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi

batang cross linking yang tidak teratur. Batangan yang tidak teratur

dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen

merupakan salah satu alas an penurunan mobilitas pada jaringan

tubuh. Perubahan pada kolagen menyebabkan turunnya fleksibilitas

pada lansia sehingga menimbulkan rasa nyeri,penurunan kemampuan

untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk

kemudian berdiri lagi, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulasi yang akhirnya membuat permukaan sendi menjadi rata,

selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif. Proteoglikan


10

yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau

hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriosasi,

jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya

kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami

kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid.

Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredan

kejut tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas.

Konsekuensinya adalah kartilago pada persendian menjadi rentan

terhadap gesekan.

Perubahan seperti ini sering terjadi pada sendi besar penumpu

beratbadan, akibatnya adalah sendi mudah mengalami peradangan,

kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya kativitas

sehari-hari.

2). Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang adalah salah satu bagian dari proses

penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan

trabekula transversal terabsorpsi kembali. Sebgai akibat dari

perubahan tersebut, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang

kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah

penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali,

penurunan penyerapan kalsium diusus, peningkatan kanal haversi

sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran


11

tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan

tulang menurun.

Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya kepadatan tulang

adalah osteoporosis dan osteoporosis yang lebih lanjut dapat

menyebabkan nyeri, deformitas, dan juga fraktur.

3). Otot

Perubahan srtuktur otot pada penuaan sangat bervariasi salah satunya

adalah penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

jaringan penghubung dan jaringan lemak pada ototmengakibatkan

efek negative. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan

kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan

penurunan kemampuan fungsional otot.

4). Sendi

Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia pada

lansia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartilago, dan

jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan

elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago

dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi

penurunan luas gerak sendi.

b. Sistem Saraf

Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan

persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
12

penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf

pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. Berat

otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan

protein dan lemak pada otak. Akson, dendrit, dan badan sel saraf banyak

mengalami kematian, sedangkan yang masih hidup mengalami

perubahan. Dendrite yang berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf

mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar

sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan

menjadi lamban. Akson dalam medulla spinalis menurun sebanyak 37%.

Perubahan pada sistem ini mengakibatkan penurunan fungsi kognitif,

koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflex, proprioseptif,

perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi.

c. Sistem Respirasi

Perubahan jaringan ikat paru akan mengalami perubahan saat terjadi

proses penuaan. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru

bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang

mengalir keparu berkurang. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi

toraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan

peregangan toraks berkurang.

d. Sistem Indera

Perubahan sistem indera meliputi perubahan penglihatan, pendengaran,

pengecap, penghidu, dan peraba.


13

1). Gangguan Penglihatan

Sistem pengheliatan erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa

kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah dan

kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan kaya akomodasi dari

jarak jauh atau dekat berkurang

2). Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada lansia umumnya disebabkan oleh

penurunan sel rambut koklea yang mengakibatkan kesulitan

mendengar suara berfrekuensi tinggi. Selain itu perubahan telingan

dalam dapat mengakibatkan penurunan kemampuan mebedakan pola

titik nada.

3). Gangguan Pengecap

Penurunan kemampuan pengecapan mengakibatkan peningkatan

nilai ambang untuk identifikasi benda.

4). Gangguan Penghidu

Degenerasi sel sensorik mukosa hidung yang menyebabkan

penurunan sensitivitas nilai ambang terhadap bau.

5). Gangguan Peraba

Penurunan kecepatan hantaran saraf mengakibatkan penurunan

respon terhadap stimulus taktil, penyimpangan persepsi nyeri, resiko

terhadap bahaya termal yang berlebihan.


14

e. Sistem Integumen

Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis, kering, dan

berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan

berbecak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan

glansula sudorifera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada

epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat pada perubahan

dalam jaringan kolagen serta jaringan elastisnya.

f. Sistem Kardiovaskuler

Menurut Stanley dan Beare (2007), dengan meningkatnya usia, jantung

dan pembuluh darah mengalami perubahan baik structural maupun

fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan

berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan

ini sering ditandai dengan penurunan aktivitas, yang mengakibatkan

penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Perubahan normal pada

sistem kardiovaskular yang berhubungan dengan penuaan diantaranya :

ventrikel kiri menebal yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan

kontraktil jantung, katup jantung menebal dan membentuk penonjolan

yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah melalui katup, jumlah

sel pademaker menurun yang umumnya penyebab terjadinya disritmia,

arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi yang dapat

mengakibatkan terjadinya penumpulan respon baroreseptor dan yang

terakhir vena mengalami dilatasi sehingga katup-katup menjadi tidak


15

kompeten yang dapat mengakibatkan edema pada ekstremitas bawah

dengan penumpukan darah.

Penatalaksanaan penyakit kardiovaskuler dapat dilakukan melalui

pencegahan primer, sekunder dan tersier.

1). Pencegahan Primer: upaya yang dilakukan untuk mencegah penyakit

kardiovaskelar melalui peningkatan kualitas hidup dengan

meningkatkan aktifitas fisik secara teratur. Pencegahan primer

diantaranya:

a) Merokok: merokok memiliki efek yang membahayakan bagi

jantung dengan menurunkan kadar HDL, meningkatkan

adhesivitas trombosit dan dan kadar fibrinogen, mengganti

oksigen pada molekul hemoglobin dengan karbon dioksida,

meningkatkan konsumsi oksigen miokardium dan menurunkan

ambang batas fibrilasi ventrikel selamainfark miokardium.

Sehingga semua pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan

pendidikan kesehatan kepada klien tentang aspek yang

membahayakan dari merokok.

b) Hiperlipidemia: kadar kolesterol total meningkat secara bertahap

seiring bertambahnya usia. Untuk lansia dengan penyakit

koroner, peningkatan kolesterol pada dasarnya meningkatkan

resiko terjadinya kembali infark miokardium atau kematian.

Penurunan kadar kolesterol melalui diet rendah lemak telah

terbukti efektif pada lansia.


16

c) Diabetes Melitus dan Obesitas: Diabetes melitus dan obesitas

adalah faktor risiko yang independen untuk penyakit

kardiovaskular. Pengurangan berat badan sangat bermanfaat

untuk diabetes, hipertensi dan hiperlipidemia.

d) Gaya Hidup Monoton: aktifitas fisik pada lansia secara umum

mengalami penurunan. Dengan penurunan aktifitas fisik dapat

terjadi penurunan tonus otot, kehilangan massa otot tak berlemak

kemudian digantikan dengan jaringan lemak dan peningkatan

risiko jantung.

e) Hipertensi: hipertensi merupakan factor risiko utama untuk

terjadinya penyakit kardiovaskular. Pencegahan primer dari

hipertensi esensial terdiri atas mempertahankan berat badan ideal,

diet rendah garam, pengurangan stress dan latihan aerobic secara

teratur. Deteksi dini dan penatalaksanaan hipertensi yang efektif

penting untuk mencegah terjadinya penyakit jantung hipertensif.

2). Pencegahan Sekunder

Pencehagan sekunder dapat dilakukan melaui deteksi dini dan

penanganan penyakit. Deteksi dini dan penanganan penyakit

kardiovaskular harus dimulai dengan pengkajian riwayat dan

pengkajian fisik yang seksama.

3). Pencegahan Tersier

Untuk menyeimbangkan masalah kardiovaskular dengan gaya hidup

memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara menyeimbangkan


17

suplai energy tubuh dengan kebutuhan. Suatu program rehabilitas

jantung yang terstruktur biasanya dimulai dari aktivitas dini dan

progresif segera setelah system kardiovaskular stabil. Elemen

pendidikan ditawarkan setelah klien siap untuk belajar.

Konsep Hipertensi

Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan systole, yang tingginya tergantung

umur individu yang terkena. tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas

tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami.

hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai peningkatan

tekanan diastole lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi yang

terjadi karena peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan

tekanan systole lebih sering terjadi pada dewasa muda (Tambayong, 2000).

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik persisten lebih dari

140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. pada populasi

lansia hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dimanan tekanan darah

sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg. Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering

ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih

dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung

dan serebrovaskuler (Smeltzer & Bare, 2002).


18

Sejalan dengan bertambahnya usia, hamper setiap orang mengalami

kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meingkat sampai usia

80 tahun dan tekanan darah diastolic terus meningkat sampai usia 55-

60tahun, kemudian berkurang secara perlahan bahkan dapat menurun

drastis, sehingga penyakit yang paling sering diderita oleh lansia adalah

hipertensi (Soenato, 2009).

Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistolik tanpa peningkatan tekanan

diastolik lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi dengan

peningkatan tekanan darah diastolic tanpa disertai peningkatan tekanan

darah sistolik lebih sering terdapat pada usia dewasa muda (Tambayong,

2000).

Klasifikasi Hipertensi

Menurut JNC VII klasifikasi hipertensi dapat dibagi menjadi beberapa

macam yaitu:

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80


Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Derajat 1 140-159 90-93
Derajat 2 >160 > 100

Faktor Risiko Hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang

tidak dapat diubah atau dikontrol seperti umur, jenis kelamin, riwayat
19

keluarga, genetik, dan factor yang dapat diubah yaitu kebiasaan merokok,

konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan konsumsi minuman

beralkohol, obesitas dan stres (Sugiharto, 2007).

Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi ada duajenis yaitu penatalaksanaan

farmakoterapi dan non farmakoterapi. Penatalaksanaan farmakoterapi

bertujuan untuk mencegah komplikasi, penatalaksanaan hipertensi dengan

obat dimulai dengan dosis yang paling rendah sesuai dengan kebutuhan dan

usia (Riaz, 2012 dalam Prihandana 2012).

Penatalaksanaan non farmakoterapi dilakukan dengan memodifikasi

perilaku dan gaya hidup yaitu dengan memodifikasi diet dan nutrisi,

menurunkan berat badan dan meningkatkan aktifitas fisik seperti olah raga

secara teratur (Manfrediniet al 2009 dalam Prihandana 2012).

Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah yang menetap dalam kisaran angka tinggi membawa resiko

berbahaya. Biasanya akan menyebabkan munculnya berbagai komplikasi.

Berikut paparan komplikasi yang bisaterjadi akibat dari hipertensi menurut

Julianti (2009).

a. Kerusakan dan gangguan pada otak

Tekanan darah yang tinggi pada pemnbuluh darah otak mengakibatkan

pembuluh darah sulit merenggang sehingga aliran darah ke otak

berkurang dan menyebabkan otak berkurang dan menyebabkan otak


20

kekurangan oksigen. Pembuluh darah diotak sangat sensitive sehingga

apabila terjadi kerusakan atau gangguan di otak akan menimbulkan

perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya pembuluh darah.

b. Gangguan dan kerusakan mata

Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan dapat merusak pembuluh

darah dibelakang mata. Gejala yang sering timbul adalah pandangan

kabur dan berbayang.

c. Gangguan dan kerusakan jantung

Akibat dari tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah

dengan tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah

sehingga dapat kehabisan energi untuk memompa lagi. Gejalanya adalah

pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat badan, dan

nafas yang tersengal-sengal.

d. Gangguan kerusakan ginjal

Ginjal memiliki fungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air

dan zat yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi,

pembuluh darah di ginjal akan rusak dan ginjal tidak mampu lagi untuk

menyaring darah dan tidak dapat mengeluarkan zat sisa. Umumnya jika

sudah terjadi kerusakan pada ginjal awalnya tidak akan menimbulkan

gejala namun jika dibiarkan akan dapat menyebabkan komplikasi yang

semakin serius.
21

Mekanisme Hipertensi Pada Lansia

ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai

jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah.

Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan

hipertensi.

Ciri khas sistem vaskular yang baik adalah semua pembuluh darah bersifat

distensible (mudah merenggang). Ketika tekanan di arteriol meningkat

keadan ini mengakibatkan arteriol berdilatasi dan karena itu menurunkan

tekanan. Akibatnya terjadi peningkatan aliran darah tidak hanya karena

peningkatan tekanan darah tapi juga karena penurunan tahanan (Guyton &

Hall, 2002). Pada lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada

sistem pembuluh darah perifer dan sistem koordinasi saraf. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah (Stanley,

2007).

Dengan pertambahan usia sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan

tidak lurus lagi. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen dan

hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Lapisan intima arteri

menebal dengan peningkatan deposit kalsium, hal ini meningkatkan kekauan

dan ketebalan pembuluh darah hal ini sering disebut arterosklerosis (Stanley,

2007).
22

Konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (stroke volume),

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

dan akhirnya meningkatkan tekanan darah pada lansia (Smeltzer & Bare,

2002).

Diet Hipertensi

Diet merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi

hipertensi tanpa efek samping, karena metode pengendaliannya dilakukan

secara alami (Utami, 2009). Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk

membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah

menuju normal. Disamping itu juga diet ditunjukan untuk menurunkan

factor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak

kolesterol dan asam urat dalam darah (Soenardi dkk, 2005).

a. Tujuan diet hipertensi menurut Purwanti (1997) dalam Novian (2013)

yaitu:

1). Mengurangi asupan garam

Mengurangi asupan garam seiring juga diimbangi dengan asupan

lebih banyak kalsium, magnesium, dan kalium. Umumnya kita

mengkonsumsi lebih banyak garam daripada yang dibutuhkan oleh

tubuh.idealnya kita cukup menggunakan sekitar satu sendok teh saja

atau sekitar lima gram per hari.


23

2). Memperbanyak serat

Mengkonsumsi lebih banyak sayur yang mengandung banyak serat

akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan

natrium. Sebaiknya penderita hipertensi menghindari makanan

kalengan dan makanan siap saji dari restoran, yang dikhawatirkan

mengandung banyak pengawet dan kurang serat.

3). Menghentikan kebiasaan buruk

Menghentikan kebiasaan merokok, minum kopi dan alcohol dapat

mengurangi beban jantung, sehingga jantung dapat bekerja dengan

baik. Rokok dapat meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah

dengan mengendapkan kolesterol pada pembulih darah jantung

koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Sedangkan alcohol

dapat memacu tekanan darah dan kopi dapat memacu detak jantung.

4). Perbanyak kalsium

Makanan yang mengandung banyak kalsium dapat diperoleh dari

makanan seperti misalnya pisang, sari jeruk, jagung dan brokoli.

5). Penuhi kebutuhan magnesium

Sumber makanan yang banyak mengandung magnesium seperti

misalnya kacang tanah, kacang polong, dan makanan laut.

6). Lengkapi kebutuhan kalsium

Melengkapi kebutuhan kalsium sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat

mencegah terjadinya komplikasi pada penyakit hipertensi. Makanan


24

yang mengandung kalsium misalnya keju rendah lemak dan ikan

salmon.

7). Manfaatkan sayur dan bumbu dapur

Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk mengontrol

tekanan darah seperti: tomat, wortel, seledri, bawang putih, dan

kunyit.

b. Macam Diet Rendah Garam

Menurut Ignatius dalam Novian (2013) diet rendah garam dapat dibagi

menjadi tiga bagian yaitu:

1). Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)

Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema, asites

dan atau hipertensi berat. Pada diet rendah garam I makanan tidah

ditambahkan garam dan hindari makanan yang tinggi kadar

natriumnya.

2). Diet Rendah Garam II (600-1200 mg Na)

Diet rendah garam II diberikan pada pasien dengan edema, asites dan

hipertensi tidak berat, pemberian makanan sehari sama dengan Diet

rendah garam I. pada pengolahan boleh menggunakan setengah

sendok teh garam dapur (2 gr) dan hindari makanan yang tinggi

kadar natriumnnya.

3). Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)

Diet rendah garam III diberikan kepada pasien dengan edema, asites

dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari dengan diet


25

rendah garam I. pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1

sendok teh (4 gr) garam dapur.

Konsep Kepatuhan

Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak

mentaati peraturan ke perilaku yang dapat mentaati peraturan, kepatuhan

juga dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku pasien yang sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Notoatmojo, 2003).

Faktor-faktor Yang Mendukung Kepatuhan

Menurut Notoatmojo (2003), ada beberapa factor yang dapat mendukung

sikap patuh diantaranya:

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu kegiatan dan usaha manusia untuk

meningkatkan kepribadian atau prosesperubahan perilaku menuju

kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan

membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya yang berupa

rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani.

Domain peendidikan dapat diukur dari:

1) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowladge)

2) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude)

3) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi yang diberikan.


26

b. Akomodasi

Akomodasi merupakan suatu usaha yang harus dilakukan untuk

memahami cirri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi

kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam

program pengobatan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat

penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu

memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien

diharapkan dapat berperan aktif dalam penyusunan program tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Notoatmojo (2003) ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi

tingkat kepatuhan yaitu:

a. Pemahaman tentang intruksi

Intruksi akan dipatuhi jika seseorang yang diberikan intruksi tersebut

dapatmemahami intruksi yang diberikan. Hal ini disebabkan karena

kelsalahan dalam memberikan informasi, penggunaan istilah-istilah

medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.

Kesalahpahaman sering terjadi pada lansia yang mengalami hipertensi.

Instruksi tenaga kesehatan untuk melakukan diet rendah garam ini sering
27

disalah artikan oleh lanjut usia penderita hipertensi yaitu sering kali

mereka tidak menambahkan garam pada makanannya.

b. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan pasien dapat meingkatkan kepatuhan, sepanjang

pendidikan tersebut diperoleh secara mandiri lewat tahapan-tahapan

tertentu. Semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu,

bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti saat

berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur

dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang yang akan mengalami

puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurunkan kemampuan

penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia yang semakin

lanjut. Lanjut usia akan mengalami kemunduran daya ingat, sehingga

terkadang lansia tidak mematuhi diet hipertensi yang disarankan, namun

hanya menuruti keinginannya yaitu makanmakanan sesuai rasa yang

diinginkannya.

c. Kesakitan dan pengobatan

Pada penyakit kronis perilaku kepatuhan lebih rendah, hal ini

dikarenakan karena tidak adanya akibat buruk yang segera dirasakan

atau resiko yang yang jelas. Saran mengenai gaya hidup, kebiasaan yang

lama, pengobatan yang kompleks dan pengobatan dengan efek samping.


28

d. Keyakinan sikap dan kepribadian

Orang yang patuh dan tidak patuh memiliki kepribadian yang berbeda.

Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas,

sangat tidak memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang

lemah, memiliki kehidupan social yang lebih rendah, dan memusatkan

perhatian kepada dirinya sendiri.

e. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan

program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi

dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan kepada anggota

keluarga yang sakit. Seseorang yang tidak mendapatkan pendampingan

dari orang lain, mengalami isolasi sosial akan sangat berpengaruh

terhadap tingkat kepatuhan.

f. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan financial untuk memenuhi

segala kepatuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah

pensiun dan suadah tidak bekerja biasanya ada sumber keuangan lain

yang dapat digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan

perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah

akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi

menengah keatas terkadang mengalami ketidakpatuhan.


29

g. Dukungan sosial

Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang

disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan

ketidakpatuhan dan mereka seringkalidapat menjadi kelompok

pendukung untuk mencapai kepatuhan.

Konsep Dukungan Keluarga

Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan sikap keluarga terhadap anggota keluarga

yang sakit yang merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan

dimana sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai

tahap siklus kehidupan, namun demikian dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi untuk

meniningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2002).

Fungsi Keluarga

Menurut Achjar (2010) fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi

dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh

keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga diantaranya:

a. Fungsi Keluarga Afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan

pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari

keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga
30

baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga

mengekspresikan kasih saying.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi

pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini oleh anak,

memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, dan

meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Fungsi ini mengajarkan pada

anak mengenai cara keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar

dengan belajar disiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan

interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat.

c. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam

melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta

menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan

spiritual, dengan cara merawat dan memelihara anggota keluarga serta

mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarganya.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,

pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dan

dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan

kelurga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.
31

e. Fungsi Biologis

Fungsi biologis tidak hanya ditunjukan untuk meneruskan keturunan

tetapi juga berfungsi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk

kelanjutan generasi selanjutnya.

f. Fungsi Psikologis

Fungsi fisiologis, terlihat bagaimana keluarga memberikankasih sayang

dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga,

membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan untuk

memberikan identitas keluarga.

g. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan

pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan

anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan

perkembangannya.

Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) terdapat empat jenis

dukungan keluarga diantaranya:

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional dapat diartikan sebagai sebuah tempat yang damai

dan aman untuk istirahat juga dapat membantu penguasaan pemulihan

terhadap rasa emosi. Dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan

simpati dan empati, rasa percaya, cinta, dan penghargaan. Hal tersebut

sangat berarti karena setiap orang tentu membutuhkan adanya afeksi dari
32

orang lain sehingga pasien tidak merasa menanggung bebannya sendiri

namun ada tempat untuk berbagi dan membantunya memecahkan

masalah (Setiadi, 2008). Dukungan emosional yang dapat diterima

adalah ungkapan rasa empati, kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan,

rassa aman, perasaan diterima apa adanya dan selalu mendampingi

pasien (Yusra, 2011).

Dukungan emosional pada lansia dengan hipertensi terhadap kepatuhan

penatalaksanaan diet dapat berupa pemberian dorongan semangat dari

keluarga kepada pasien untuk mentaati diet yang harus dijalankan oleh

pasien sehingga pasien lebih semangat untuk melaksanakan dietnya.

Keluarga sangat berperan besar dalam memberikan dukungan kepada

pasien karena dalam memberikan dukungan emosional keluarga dapat

memberikan perhatian berupa selalu mendampingi pasien dalam

pengaturan diet yaitu memperhatikan makanan dan minuman yang boleh

dan tidak boleh dikonsumsi oleh pasien.

b. Dukungan penghargaan atau penilaian

Dukungan ini menunjukan penghargaan positif kepada individu yaitu

berupa mendorong pasien untuk maju, persetujuan terhadap ide maupun

perasaan individu, perbandingan positif antara individu dengan orang

lain. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dukungan keluarga dalam

merawat pasien dengan hipertensi dapat meningkatkan status

psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri, karena

dianggap dapat membentuk perilaku yang sehat pada pasien hipertensi,


33

karena pasien akan merasa masih dianggap dan diperlukan bagi keluarga

sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang sehat dalam upaya

meningkatkan status kesehatannya (Yusra, 2011). Pemberian dukungan

seperti penghargaan kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet,

keluarga dapat memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukan

pasien untuk mematuhi aturan makan/diet yang sesuai dengan anjuran.

c. Dukungan instrumental

Dukungan ini adalah bentuk dukungan yang diitunjukan secara langsung

biasanya dalam bentuk konkret dengan memberikan uang, waktu,

barang, dan bantuan berupa jasa atau tenaga (Weny, 2008 dalam

Winantari, 2011) dukungan instrumental bertujuan untuk mempermudah

seseorang dalam melakukan aktivitasnya yang berkaitan dengan

persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung

kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan

lengkap dan memadai bagi pasien, menyediakan obat-obatan yang

dibutuhkan dan lain-lain (Setiadi, 2008).

Adanya dukungan instrumental yang cukup untuk pasien dengan

hipertensi diharapkan tekanan darah pasien dapat terkontrol dengan baik.

Dukungan instrumental kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet

dapat berupa kesediaan keluarga dalam membiayai makanan dan

minuman yang dianjurkan untuk pasien dan keluarga diharapkan

menyediakan waktu dan tenaga serta berperan aktif dalam pengaturan

diet pasien.
34

d. Dukungan Informasional

Dalam dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai keloketor

dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karenga informasi

yang diberikan dapt menyumbangkan aksi sugesti yang khusus kepada

individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, saran,

petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2000). Dukungan ini

dapat diberikan kepada pasien hipertensi yaitu berupa pemberian nasihat

baik dengan mengingatkan kepada pasien untuk selalu menjalankan

program pengobatan atau perawatan tentunya keluarga dapat selalu

mengingatkan pasien mengenai pentingnya mentaati diet yang sudah

diberikan oleh pelayan kesehatan untuk mencegah komplikasi yang

dapat ditimbulkan dari hipertensi.

2.4.5 Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Dengan

Hipertensi

Menurut Friedman (2002), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Perilaku mendukung dari keluarga

sangat diperlukan untuk penderita hipertensi untuk menghadapi penderitaan

yang membutuhkan perhatian. Keluarga membatasi yang dikonsumsi oleh

pasien hipertensi seperti memberikan terapi diet rendah garam, diet rendah

kolesterol, lemak terbatas serta tinggi serat. Dukungan emosional yang

meliputi rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga


35

yang sakit. Perhatian yang berlebih menjadikan penderita hipertensi merasa

tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya, penyakit hipertensi merupakan

penyakit seumur hidup sehingga perawatannya harus dilakukan seumur

hidup. Peran serta keluarga yang dilakukan dengan baik diharapkan dapat

membantu penderita hipertensi dalam melakukan perawatan sehari-hari,

sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan

keluarga sangat penting dalam meningkatkan dan menyemangati pasien

(Friedman, 2002). Bagi keluarga diharapkan untuk selalu memperhatikan

pasien untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan serta menjalani

pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga agar tidah terjadi

kekambuhan maupun komplikasi dari hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai