Anda di halaman 1dari 27

CRITICAL BOOK REPORT

GEOLOGI & GEOMORFOLOGI INDONESIA

Dosen Pengampu: Drs. Nahor Manahat Simanungkalit, M.Si.

Nama : M. Alfi Shafa Sudharma


Nim : 3213331023
Mata Kuliah : Geologi &Geomorfologi Indonesia
Kelas : Pendidikan Geografi C 2021

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat tuhan yang Maha Esa karna atas berkat serta
kasih karunia-Nya sehingga saya bisa meenyelesaikan penulisan makalah Critical Book Report
ini Terima kasih juga saya ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu saya dalam
mengerjakan tugas ini, terutama kepada Bapak Drs. Nahor Manahat Simanungkalit, M.Si.selaku
Dosen Pengampu Geologi dan Geomorfologi Indonesia telah memberikan kesempatan kepada
saya.
Laporan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Geologi dan Geomorfologi
Indonesia Saya berharap ini dapat bermanfaat bagi saya dan semua pihak yang membaca untuk
menambah wawasan yang lebih luas dan informasi kepada pembaca .

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari mungkin menurut pembaca bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. saya sadar kalau tugas
ini jauh dari kata sempurna ,oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sangat dibutuhkan sebagai bahan perbaikan di masa mendatang. Terima kasih.

Medan,29 Maret 2022

M. Alfi Shafa Sudharma

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Rasionalisasi pentingnya CBR ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan CBR ....................................................................................................... 1
1.3 Manfaat CBR .......................................................................................................................... 1
1.4 Identitas Buku .................................................................................................................... 2
❖ Buku Utama................................................................................................................. 2
❖ Buku Pembanding ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
2.1 Ringkasan Isi ...................................................................................................................... 3
❖ Buku Utama................................................................................................................. 3
2.2 Ringkasan Buku ............................................................................................................... 14
❖ Buku Pembanding ..................................................................................................... 14
BAB III ...................................................................................................................................... 22
ANALISIS CRITICAL BOOK.................................................................................................. 22
3.1 Kelebihan Buku Utama dan Buku Pembanding............................................................... 22
3.2 Kelemahan Buku Utama dan Buku Pembanding ............................................................. 22
BAB VI ...................................................................................................................................... 23
PENUTUP.................................................................................................................................. 23
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 23
4.2 Saran ................................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi pentingnya CBR


Critical Book Review bertujuan mengkaji sebuah buku bacaan atau buku pelajaran
yangtelah selesai dibaca. Alasan mengapa harus dilakukan critical book review adalah untuk
mengetahui sejauh mana kita memahami isi buku tersebut, kemudian kita dapat
membandingkan kelemahan dan kelebihan dari buku tersebut.

1.2 Tujuan penulisan CBR


Alasan dibuatnya critical book review ini adalah untuk :
1. Penyelesaian tugas matakuliah Geologi dan Geomorfologi Indonesia
2. Untuk memperluas wawasan tentang apa itu Geologi dan Geomorfologi
3. Mengetahui isi bacaan buku yang dikritik

1.3 Manfaat CBR


Manfaat dari critical book review ini adalah :
1. Meningkatkan kemampuan menemukan inti sari suatu buku
2. Mengetahui Geologi dan Geomorfologi Indonesia
3. Mengetahui kelemahan dan kekurangan buku yang di kritik
4. Menjadi sumber materi suatu buku

1
1.4 Identitas Buku
❖ Buku Utama

Judul buku : Geologi dan Geomorfologi Indonesia

Penulis : Drs. Sriyono, M.Si

ISBN : 978 – 602 – 258 – 190 – 7

Penerbit : Penerbit Ombak

Tahun Terbit 2014

Tebal buku : 256 hlm

❖ Buku Pembanding

Judul Buku : Fundamental Of Geomorfologi


Penulis : Richard John Hugget

ISBN : 0-203-9471-1
Penerbit : Routledge Is A An Impirint Of The Taylor
& Francis Group, An InformaBusiness

Tahun Terbit 2007

Tebal Buku : 483 Halaman

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ringkasan Isi


❖ Buku Utama
A. Definisi dan Ruang Lingkup
Kata geologi berasal dari bahasa latin”gea” yang berarti bumi dan “ logos” yang berarti
ilmu. Sehingga secara etimologi geologi diartikan sebagai ilmu tentang bumi. Pengetahuan bumi
dalam arti menyelidiki lapisan-lapisan batuan yang ada dalam kerak bumi, pengetahuan tentang
susunan zat serta bentuk dari bumi dan pengetahuan tentang sejarah perkembangan dari bumi
serta makhluk-makhluk yang pernah hidup di dalam dan di luar bumi (Evolusi an-ornagik dan
organik bumi ).

Geologi meliputi studi tentang mineral, batuan, fosil, tidak hanya sebagai obyek tetapi
meenyangkut tentang penjelasan sejarah pembentukannya. Geologi juga mempelajari dan
menjelaskan gambaran fisik serta proses yang berlangsung dipermukaan bumi dan dibawah
permukaan bumi pada saat sekarang dan pada masa lalu.

Ruang lingkup geologi meliputi ;

1. Atmosfer, yaitu lapisan udara yang menyelubungi Bumi.

2. Hidrosfer, yaitu lapisan air yang berada di permukaan Bumi.

3. Biosfer, yaitu Lapisan tempat makhluk hidup.

4. Lithosfer, yaitu lapisan batuan penyusun Bumi.

B. Cabang Ilmu Geologi

1. Mineralogi, yaitu ilmu yang mempelajari mineral, berupa pendeskripsian mineral yang
meliputi warna, kilap, goresan, belahan, pecahan dan sifat lainnya.

2. Petrografi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan, didalamnya termasuk


deskripsi,klasifikasi dan originnya.

3. Palentologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek kehidupan masa lalu yang berupa fosil.
Paleontology berguna untuk penentuan umur dan geologi sejarah.

3
4. Sedimentologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan sedimen, meliputi deskripsi,
klasifikasi dan proses pembentukan batuan sedimen.

5. Stratigrafi, yaitu ilmu tentang urut-urutan perlapisan batuan, pemeriannya dan proses
pembentukannya.

6. Geologi Struktur, adalah ilmu yang mempelajari arsitektur kerak bumi dan proses
pembentukannya.

7. Geomorfologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk bentang alam dan proses-proses
pembentukan bentang alam tersebut. Ilmu ini berguna dalam menentukan struktur geologi
dan batuan penyusun suatu daerah.

8. Geologi Terapan, merupakan ilmu-ilmu yang dikembangkan dari geologi yang digunakan
untuk kepentingan umat manusia.

C. Ringkasan Bab II – Geotektonoik Indonesia


Satuan unit geologi Indonesia mencakup daerah – daerah seluas 2.632.161 yang meliputi
satuan politik / kepulauan Indonesia, Kalimantan Utara (Malaysia Timur, Serawak dan Brunei),
Papua Nugini, Philipina, Kepulauan Christmas, Andaman dan Nicobar. Gugusan kepulauan ini
membentang antara Asia Tenggara dan Australia serta antara samudra Fasifik dan Samudra
Indonesia terletak pada garis lintang LU - LS dan antara garis bujur BT - BT.

Indonesia merupakan wilayang yang belum stabil karna proses pembentukan gunung,
peristiwa vulkanisme getaran gempa bumi masih terjadi sampai sekarang dan Indonesia
merupakan Negara dengan jumlah gunung api paling banyak di dunia. Tidak kuranga dari 128
gunung api aktif di Indonesia dengan rincian di Sumatra 30 buah, Jawa 35 buah, Bali 2 buah,
Nusa Tenggara 26 buah, Luat Banda 9 buah, Sulawesu 13 buah, Halmahera 8 buah, dan Sanghie-
Talaud 5 buah.

Hal ini disebabkan oleh karna Indonesia merupakan pertemuan 2 jalur gunung api dunia
yaitu jalur gunung api mediteran / sirkum mediterania dan jalur gunung api fasifik / sirkum
fasifik, pembentukan sirkum ataupun jalur gunug api di Indonesia dirangkum oleh beberapa teori
yakni Teori Undasi dan Teori Tektonik Lempeng. Menurut Teori Undasi bahwa sistim orogeny
di Indonesia dipengaruhi oleh pusat – pusat gangguan pada kerak bumi. Pusat – pusat gangguan
itu adalah : (1) Shan, Mergui, Anambas, Laut Flores, dan pusat gangguan di di laut Banda untuk
system orogen di sirkum sunda, ;(2) palung Sulawesi dan palung Makassar (palung laut) untuk
system busur tepi Asia Timur, ;(3) pusat orogen perisai yang teggelam dari Melanesia Utara unutk

4
busur Halmahera, kepala Burung Irian, pegunungan pemisah tubuh irian sampai Bismarck, ; dan
(4) orogen papua unutk system orogen Australia. Menurut Teori Tektonik Lempeng system
orogen di Indonesia dipengaruhi oleh adanya gerakan lempeng Indo-Australia ke araha utara,
lempeng fasifik ke arah barat sehingga bertubrukan dengan lempeng Eurasia di Indonesia. Akibat
pertemuan lempeng tersebut bagian kerak bumi yang rusak terjadi kegiatan – kegiatan orogen.

Gejala – gejala yang tercermin dalam keunikan geotektonik Indonesia sehingga menarik
perhatian para geolog adalah (1) merupakan pertemuan system pegunungan sirkum Sunda dan
system pegunungan Australia, serta batas antara benua Asia dan Godwana, dimana kegiatan –
kegiatan pembentukan pegunungan, aktivitas vulkanisme, gempa bumi, dan penyimpangan gaya
berat masih terjadi sampai sekarang ;(2) perbedaan relief yang sangat besar yaitu adanya puncak
– puncak yang tinggi yakni puncak jayawijaya dengan ketinggian 5.000 meter, dan adanya palung
yang dalam yakni palung Philippina dengan kedalaman 10.000 meter (3) keadaan stratigrafi dan
paleontology yang mempunyai sumbangan besar pada pengembangan ilmu geologi, perubahan
pasies cepat dalam penyebaran vertical dan hozontal ;(4) terdapatnya potensi – potensi barang
tambang yang menguntungkan ; dan (5) Indonesia dikitari oleh cekungan – cekunga atau basin –
basin laut yang dalam.

D. Ringkasan Bab III – Perkembangan Geologi Indonesia


Dataran yang sekarang berupa gunung yang tinggi sewaktu – waktu akan berubah, dan
perubaha ini dapat dibaca dan diketahui dari batuan dan lapisan tanah di daerah tersebut. Dan
waktu kapan kejadian itu terjadi dapat diketahui sehingga dapat disusun urutan peristiwa
perubahan dari zaman ke zaman. Berdasarkan penyebaran batuan dengan umur tertentu dapat
diperoleh gambaran perkembangan geologi indonesiadari zaman Pra-Kambrium hingga zaman
Kwarter.

Pada zaman pra-kambrium wilayah Indonesia berupa daratan besar yang terdiri dari
batuan sekis kristalin yang dinamakan daratan Aequinoctia, di daratan ini cekungan sedimentasi
bersifat bukan geosinklin.Zaman kambrium daratan Aequinoctia mulai berkurang karena
terbentuknya geosinklin Tasmania bagian timur Indonesia. Daratan Aequinoctia pada zaman
Silur mulai berkurang karena geosinklin Tasmania bertambah luas dan bersambung dengan
palung papua.

Pada zaman devon daratan Aequinoctia makin berkurang lagi karena sebagian irian
berfungsi sebagai geosinklin. Geosinklin Tasmania masih tetap ada dan bagian barat
Australia perbatasan dengan pulau Timor terbentuk geosinklin Westralia. Kalimantan Tengah

5
berupa palung Anambas dan bersambung dengan laut kea rah barat laut antara Malaka dan
Sumatra.

Pada zaman karbon geosinklin yang terbentuk pada zaman sebelumnya mulai menghilang
seperti geosinklin westralia lenyap, tetapi daerah antara Sumatera dan Kalimantan berubah
menjadi palung anambas.

Pada zaman Perm geosinklin yang ada pada zaman sebelumnya tetap ada, hanya
pelamparanya yang mengalami perubahan. Palung Anambas berfungsi sebagai geosinklin danau
bertambah luas. Daerah lain di Indonesia masih berupa daratan Aequinoctia.

Geosinklin Papua pada zaman trias berubah menjadi daratan, geosinklin Tasmania
menyampit, sedangkan geosinklin Danau dan geosinklin Westralia dihubungkan oleh geosinklin
Timor-Sulawsi (geosinklin Banda), yang termasuk satu system geosinklin Tethys.

Pada zaman Yura terbentuk beberapa geosinklin baru. Geosinkilin Papua yang ada pada
zaman Trias berupa daratan, berfungsi kembali sebagai geosinklin lagi. Geosinklin Westralia,
geosinklin Banda, geosinklin Danau masih tetap ada dan makin meluas.

Geosinklin Sumatera-Jawa juga sudah mulai terbentuk. Dengan adanya geosinklin –


geosinklin di Indonesia berarti merubah daratan Indonesian menjadi 3 bagin utama yakni daratan
Sunda, daratan Philipina (termasuk irian utara), dan daratan Australia oleh palung Anambas,
geosinklin Banda, dan geosinklin Papua.

Pada zaman Kapur timbul geosinklin baru seperti geosinklin Mariana dan geosinklin
Birma. Geosinklin Danau mulai menyempit sedangkan geosinklin Tasmania muncul kembali,
sementara itu geosinklin Sumatera-Jawa, geosinklin Banda dan geosinklin Paoua masih tetap ada,
dengan pola yang berbeda (lebih luas) bila disbanding dengan zaman sebelumnya. Daratan
Philipina menjadi satu dengan Papua dan terbagi menjadi 2 yakni daratan Philipina dan daratan
Papua oleh geosinklin Mariana.

Pada sub zaman Paleogen di kala Eosen daratan Sunda menutupi Sumtera Tengah, dan
Selatan, Malaya, Kalimantan Barat dan Tengah, Jawa bagian Utara dan Nusa Tenggara (kecuali
Sumba, Roti dan Timor). Daratan Philipina menutupi Kalimantan Timur Laut, Sulawesi Utara,
Kep.Banggai, dan Sula. Kepulauan Aru dan Merauke bergabung dengan daratan Australia,
sedangkan pulau Yapen dan sebagian timur laut Irian berupa daratan papua. Daratan – daratan
ini dipisahkan : daratan Papua dengan daratan Australia oleh geosinklin Papua, daratan Sunda
dan Philipina oleh geosinklin Sunda, daratan Philipin dan Papua oleh geosinklin Philipina dan

6
Mariana. Disebelah barat Sumatera dan selatan Jawa berupa geosinklin Sumatera-Jawa. Pada kala
Oligosen cekunga Eosen bertambah luas, sehingga daratan Sunda menjadi lebih sempit, daratan
Philipina di Maluku terbenam / tenggelam.

Sub zaman Neogen yakni kala Miosen, peristiwa transgesi mencapai puncaknya, sehingga
geosinklin kala oligosen mencapai pelebaran maksimum. Pada kala Pliosen geosinklin yang
terbentuk kala Miosen masih tetap ada, tetapi mulai menyempit bahkan geosinklin Tasmania
sudah lenyap. Daratan Sunda mulai melebar dan daratan – daratan baru mulai terbentuk seperti
daratan Suawesi, Irian dan Jawa Timur bagian selatan.

Pada awal zaman kwarter (kala Pleistosen) daratan (Pulau - pulau) relative lebih luas bila
dibandingkan dengan kala Pliosen, bahkan terjadi jembatan – jembatan daratan. Penyebaran
geosinklin di Indonesia bagian barat relative sama dengan kala Pliosen, sedangkan di Indonesia
bagian timur (utara papua) terbentuk geosinklin Carolina. Daratan Papua dan daratan Australia
menjadi satu membentuk daratan yang luas (paparan Sahul). Akhir Pleistosen terjadi peristiwa
glasiasi (zaman pencairan es), sehingga paparan Sunda dan paparan Sahul tergenang oleh air dan
sebagian menjadi laut serta makin dalamnya laut yang memisahkan paparan Sunda dan paparan
Sahul, dan pada kala holosen bentuk penyebaran daratan dan laut wilayah Indonesia berubah
menjadi seperti sekarang ini.

E. Ringkasan Bab IV – Pembagian Wilayah Geologi Indonesia


Pembagian wilayah geologi kepulauan yang terbentang antara Asia Tenggara dan
Australia serta antara Samudra Fasifik dan Samudra Indonesia terbagi menjadi 4 yakni daerah
Sunda, sistim orogen sirkum Sunda, system orogen sirkum Australia dan daerah Sakul. Dan
berikut fisiografi dari masing – masing wilayah geologi Indonesia.

1. Daerah Sunda
Dangkalan Sunda adalah laut dangkal yang dalamnya kurang dari 100 meter, yang terdiri
atas Teluk Thailand, Selat Malaka, bagian barat Laut Cina Selatan, Laut Jawa bagian barat daya
Selat Makassar. Dangkalan Sunda dinggap sebagi peneplain tua, terbukti adanya bekas – bekas
alur sungai purba North Sunda River Sytem dan South Sunda River.

Pulau – pulau di dangkalan Sunda (Natuna, Anambas, Bangka dan Belitung) merupakan
sisa tanah Sunda yang disebut pematang Natuna-Anambas dan Bangka-Belitung. Kalimantan
mempunyai relief yang bergunung dan berbukit. Arah jalur pegunungan timur laut – barat daya
(pegunungan Kinibalu, Iran, Muller dan pegunungan Schwaner). Cabang kearah barat yaitu
pegunungan Kapuas Hulu dan plato Madi, dan cabang kearah timur pegunungan Kalimantan

7
Utara, dan pegunungan yang berakhir di semenanjung Mangkaliat. Klaimantan Barat merupakan
masa kontinen yaitu bagian paling timur dari daratan Sunda. Antar pegunungan terdapat dataran
rendah yang dialiri oleh tiga sungai besar yakni Sungai Kapuas yang mengalir kea rah barat dan
bermuara ke Laut Sunda, Sungai Barito mengalir ke selatan, Sungai Mahakam mengalir kearah
timur.

2. Sistem Orogen Sirkum Sunda


Fisiografi Sumatera dibentuk oleh rangkaian pegunungan Bukit Barisan di sepanjang sisi
baratnya, yang memisahkan antara pantai barat dan pantai timur. Lereng kearah barat yang
menuju Samudra Hindia pada umumnya curam dan sisi timur berupa dataran rendah aluvial
dengan beberapa perbukitan.

Unsur struktur utama pulau Jawa adalah geantiklin Jawa Selatan dan Geosinklin Jawa
Utara. Geosinklin Jawa Utara menjadi semakin lebar kearah timur, tetapi mulaidari Semarang
terpecah menjadi dua yaitu perbukitan Rembang-Madura dan anticlinorium Kendeng-Selat
Madura. Puncak geantiklin Jawa Selatan telah runtuh melalui sesar – sesar, sehingga sayap
selatan berupa bongkah – bongkah yang miring kearah selatan.

Nusa Tenggara dibentuk oleh dua geantiklin yaitu : (1) bagian utara berupa busur dalam
yang vulkanis, yeng terdiri dari pulau – pulau Bali, Lombok, Flores, Sumbawa, Komodo, Rinca,
Anodara, Solor, Lomblen, Pantar, Alor, Kambing, Wetar dan Romang dan (2) bagian selatan
berupa busur luar yang tak vulkanis, yang terdiri dari punggungan dasar laut selatan Jawa, Pulau
Dana, Raijua, Sawu, Roti, dan Timor. Pulau sumba merupakan penghubung antara busur dalam
dan busur luar.

Maluku utara terdiri atas dua system punggungan yaitu system Sangihe dan system
Ternate. System Sangihe terdiri satuan – satuan : palung belakang (Basin Sulawesi), busur dalam
(punggungan Sangihe), palung antara (palung Sangihe-Gorontalo), dan busur luar (punggungan
Talaud-Mayu). Sistem Ternate terdiri dari satuan – satuan busur luar (punggungan Snellius-
Mayu-Obi), palung antara (palung Morotai-Ternate-palung Bacan), busur dalam (sisi barat dan
selatan kumpulan Halmahera), palung belakang ( bagian utara kumpulan Halmahera dan basin
Halmahera).

Hampir setengah dari Maluku Selatan ditempati oleh basin Banda, dengan diameter kira
– kira 400 km dan kedalaman maksimum 5800 meter. Basin Banda, sebelah timurnya dibatasi
oleh dua busur pulau yakni berupa busur dalam dan busur luar. Antara busur dalam dan busur
luar terdapat palung antara (Weber Deep) dengan kedalaman 7440 meter dan lebar 150 km. busur

8
luar dibatasi oleh sebuah palung depan mulai dari sebelah tenggara kepulauan Tanimbar melalui
palung Aru sampai laut Seram dan palung Buru.

Sulawesi hampir seluruhnya terdiri atas pegunungan dan dikelilingi oleh basin – basin dalam.
Perbedaan relief berkisar antara 7000 meter – 8000 meter. Pulau Sulawesi terdiri atas empat
lengan yang dipisahkan oleh teluk – teluk dan dipersatukan dibagian tengah. Batuan vulkanik
jenis pasifis terdapat di bagian barat dan utara, sedangkan jenis ophiolit di bagian timur.

3. Sistem Orogen Sirkum Australia


Kepala burung Irian bagian utara berupa rangkaian – rangkaian pegunungan yang sejajar
dengan pantai utara, yang dipisahkan oleh sebuah depresi. Semenanjung Bombai merupakan
pegunungan yang menjorok kelaut yang di bagian barat bertipe topografi karst. Daratan utama
Irian dari utara ke selatan terdiri dari satuan – satuan fisiografi : depresi Membrano-Bewani (tanah
rendah dan perbukitan), rangkaian pegunungan pembagi utara (deretan pegunungan dan
punggungan - punggungan), depresi Tariku-Taritatu, zona sumbu utama Irian (rangkaian
pegunungan tengah), depresi Digul-Fly (dataran rendah dengan rawa – rawa, danau, dan kanal)
serta punggungan Aru-Merauke.

4. Daerah Sahul
Dangkalan Sahul ditutupi oleh Laut Arafuru dengan kedalaman 20 meter di sekitar
kepulauan Aru, tetapi kearah barat mencapai 1000 meter. Di dangkalan Sahul terdapat kepulauan
Aru yng terdiri atas 4 buah pulau besar dan beberapa puluh pulau kecil dengan luas seluruhnya
8600 km. Panjang kelompok pulau – pulau itu adalah 183 km dan lebar 92 km. Empat pulau itu
adalah Aru, Trangan, Maikoor, dan pulau Woham, antara empat pulau besar dipisahkan oleh selat
sempit dan dalam yang disebut “sungi”. Sungi memiliki dalam 70 meter di terusan Wanumbai
dan 100 meter di terusan Workai.

F. Ringkasan Bab V – Kapita Selekta Geologi Daerah / Wilayah

1. Daerah Semarang dan Sekitarnya


Menurut analisis Van Bemmelen unit geologi Semarang dan sekitarnya dipengaruhi oleh
pusat gangguan kerak bumi yang berada di kompleks vulkan Ungaran. Perkembangan geologi
Semarang dan sekitarnya dimulai dari kala Pleistosen Atas yaitu denga daur geologi berupa
pembentukan geosinklin dan sedimentasi pada geosinklin Jawa Utara yang mengahasilkan
lapisan marine Neogen.

Siklus pertama pertumbuhan vulkan ini diakhiri oleh runtuhnya kerucut utama yaitu pada
akhir Pleistosen Tengah. Runuthnya kerucut utama vulkan Ungaran Tertua berakibat terdesaknya
9
lapisan batuan di kaki vulkan, sehingga terjadi lipatan dan patahan pada lapisan marine Neogen
dan lapisan Seri Damar.

Pada Pleistosen Atas vulkan ini giat kembali dan membentuk vulkan Ungaran Tua.
Material erupsi yang menghasilkan berupa lapisan breksi Notopuro. Runtuhnya kerucut vulkan
Ungaran Tua ini juga menyababkan terdesaknya lapisan batuan di kaki vulkan yaitu lapisan
marine Neogen, lapisan Seri Damar sehingga terjadi lipatan – lipatan dan patahan – patahan yang
lebih kompleks, di permukaan bumi lapisan breksi Notopuro mengalami pelipatan lemah
sedangkan lapisan dibawahnya (lapisan Seri Damar) lipatanya sangat kompleks. Lipatan – lipatan
Seri Damar yang kompleks yang terletak di sebelah utara (yang tertutup lapisan breksi Notopuro)
berupa perbukitan yang dikenal sebagai bukit candi (Candi Hills). Sebelah utara Bukit Candi pada
waktu lalu masih berupa laut atau kaki Bukit Candi merupakan batas pantai.

Pada awal kala Holosen sesudah peruntuhan kedua dari kerucut Ungaran Tua,
terbentuklah kerucut Ungaran Muda yang masih ada sampai sekarang. Akibat retakan dan
patahan di sebelah selatan kompleks Ungaran menyebabkan munculnya magma ke permukaan
bumi dan terbentuklah kerucut vulkan Telomoyo. Sejak awal Holosen, Perbukitan Candi mulai
tererosi dan materialnya diendapkan di sebelah utara, sehingga membentuk dataran aluvial
Semarang dan perkembanganya masih berlangsung sampai sekarang. Secara garis besar keadaan
geologi Semarang dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi dua subunit yaitu daerah perbukitan
di bagian selatan dan dataran aluvial pantai di sebelah utara.

2. Dataran Tinggi Dieng


Dataran Tinggi Dieng dan sekitarnya terletak pada zona Pegunungan Serayu Utara.
Sebelah barat berbatasan dengan daerah Karangkobar dan sebelah timur berbatasan dengan
daerah Ungaran. Dataran tinggi atau plato adalah tempat yang tinggi (untuk Dieng kurang lebih
2093 meter pdal). Uraian tentang dataran Tinggi Dieng pertama kali ditulis oleh Yunghun pada
tahun 1853/1854, dalam tulisanya dijelaskan bahwa Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah kaldera
besar dari vulkan raksasa tua, yang sekarang tinggal dinding – dinding tepinya berupa Gunung
Prau, Nagasari, Bisma, Sroja, dan Gunung Kunir. Sesudah erupsi vulkan raksasa tua dan
terbentuk kaldera kemudian diatas kaldera tumbuh vulkan – vulkan muda seperti gunung
Pangonan, Pakuwojo dan sebagainya. Dan pendapat ini didukung oleh Verbeck tahun 1980.

Pendapat lain tentang dataran Tinggi Dieng adalah Umbgrove tahu 1926, dan Neuman
van Padang tahun 1936 menyatakan bahwa dataran Tinggi Kaldera bukanlah dasar suatu kaldera,
ia tidal melihat sisa – sisa yang dapat digunakan unutk membuktikan kebenaran anggapan tentang
kaldera besar itu dan tidak ada bukti yang cukup nyata unutk membenarkan anggapan tersebut.
10
Menurutnya Dataran Tinggi Dieng hanyalah suatu tempat yang dikelilingi oleh kerucut – kerucut
vulkan.

Menurut Sakseeve dan Dudkinski tahun 1962 mengatakan bahwa dataran tinggi Dieng
adalah kaldera besar dengan batas – batas gunung Prau, Sroja, Bisma dan gunung Nagasari,
sedangkan gunung Kendil, Pakuwojo dan gunung Panganon adalah gunung apai yang muncul di
kaldera besar tadi. Vulakan – vulkan ini merupakan struktur vulkan yang berdiri sendiri dan satu
sama lainya dipisahkan oleh lembah antara gunung Prau, Sroja dan gunung Nagasari yang
merupaka vulkan tertua di daerah Dataran Tinggi DiengGunung Kidul dan Parangtritis

Sejarah geologi Gunung Kidul dan daerah Parangtritis mulai dari kala Pliosen. Pada kala
Pliosen dan Pleistosen bawah daerah pegunungan selatan yang sekarang merupakan tanah rendah
yang sedikit terangkat lebih tinggi dari permukaan laut, yang terdiri dari gamping Wonosari dan
Kepek Marls yang berusia Miosen, dan dibagian utaranya merupakan material dari proses
vulkanisme.

Proses transgesi dan regresi secara bergantian menyebabkan pembentukan endapan pada
waktu itu berbeda – beda. Akibatnya maka daerah low lands sepanjang pantai selatan terangkat
dan termiringkan ke arah selatan membentuk sisi bagian selatan geantiklin yang besar. Bagian
tengah dari geantiklin yang berbatasan dengan sedimentasi lunak dan plastis dari bagian
cekungan Kendeng mengalami patahan. Bagian selatan geantiklin tetap berada pada posisinya
dan bidang patahannya sekarang berupa escarpment yang terjal, yaitu Escarpment Batur Agung
Range, sedangkan bagian utara geantiklin menurun dan meluncur kearah utara dan barat laut.
Dengan peluncuran ini maka endapan cekungan Kendeng terlipat dan terdesak ke utara. Gerakan
menurun zona Kendeng sekarang diimbangi oleh gerakan ke atas karena desakan dari selatan itu,
sehingga lipatan – lipatan Kendeng muncul tinggi dari permukaan air laut.

Setelah pengangkatan pada Pleistosen Tengan, di zona Solo terbentuklah lapisan endapan
kabuh dengan fosil Phitegantropus Erectus sedangkan di bagian selatan pola aliran sungai kea
rah selatan berpola aliran konsekuen. Pada kala Pleistosen Atas pegunungan selatan miring ke
selatan dan mengalami pengangkatan dan pelipatan ringan, akibatnya pola aliran sungai berubah
menjadi kearah utara dan membentuk aliran Bengawan Solo dan Sungai Opak.

Menurut Van Bemmelen bahawa awalnya gerakan pengangkatan terjadi secara lambat
dan dapat diimbangi oleh proses erosi vertical, tetapi kemudian pengangkatan terjadi secara cepat
dan tidak dapat diimbagi oleh proses erosi akibatnya aliran sungai berubah ke arah utara mencari
tempat yang lebih rendah. Sebelum geantiklin besar terbentuk dan mengalami patahan pada

11
Pleistosen Tengah, sisi telah merosot dan sekarang berupa daratan aluvial Solo-Yogya yang
tertimbun oleh material hasil vulkan Merapi. Dan pada daerah ini berlangsung pula peristiwa
vulkan, hal ini dibuktikan dengan adanya material gunung apai di sepanjang punggung
escarpment separti Batur Angung Range, Plopoh Range, dan Punggung Masip.

3. Dataran Tinggi Bandung


Sejarah geologi dataran tinggi bandung dimulai sejak kala Miosen (20 juta tahun yang
lalu). Pada waktu itu pesisir utara Jawa purba terketak di sebelah selatan, yaitu di sekitar
Pagelangan dan desebelah selatan Pagelangan saat itu adalah lautan dan pada akhirnya terjadi
proses pengendapan berbagai material. Akibat letusan gunung Sunda maka terbentuklah sebuah
kaldera besar dan terjadi retakan – retakan dari barat hingga ke timur dan lubang kepundan
mengalami kekosongan.

Setalah letusan Gunung Sunda dalam kerak bumi terjadi gerak naik-turun, sehingga tubuh
gunung Sunda bagian selatan mendesak ke utara membentuk patahan yang mengisi sebagian
lubang kepundan yang kosong. Terjadinya patahan merupakan gerak lengser yang mendesak
kearah utara, sehingga menyebabkan terjadinya pengerutan sedimen, dan hasil pengerutan ini
berupa Punggungan Tambakan di Subang. Tebing patahan iti tidak tersambung secara sempurna
namun pada beberapa tempat tersayat lembah sungai.

Sesudah terjadi erupsi gunung Sunda pada zaman Kwarter Tua yang membentuk kaldera,
retakan arah barat-timur, dan patahan Lembang segera disusul dengan intrusi magma melalui 12
titik erupsi pada retakan itu, dan intrusi ini terjadi segera setelah terjadinya patahan Lembang.
Sebagai akibat erupsi pada titik erupsi itu terbentuklah gunung Tangkubanperahu.

Pada tepi sebelah barat Danau Bandung terdapat kompleks batuan gamping yang mudah sekali
larut oleh air. Dengan proses pelarutan, celah – celah pada batu gamping di perlebar, dengan
demikian air Danau Bandung meiliki jalan keluar melalui sungai bawah tanah. Karena beberapa
proses sebagian atap sungai bawah tanah itu roboh. Dataran tinggi Bandung dapat dibedakan
menjadi 4 satuan bentang alam yaitu satuan dataran danau, satuan kerucut gunung api, satuan
pematang homoklin, dan satuan perbukitan terisolir.

4. Daerah Kompleks Karangsambung


Sejarah geologi Karangsambung dimulai pada zaman kapur akhir dan zaman Paleosen
tengah terjadi tumbukan antara lempeng Samudra Hindia-Australia dan lempeng benua Asia
mengakibatkan proses pemekaran samudra yang bergerak kearah utara, maka kelompok batuan
ofiolit maupun sedimen dalam laut ikut terbawa ke daerah tumbukan dan bercampur aduk

12
dengan batuan hasil longsornya dari gaya berat. Akibat suhu dan tekanan yang kuat secara teru
menerus akan membentuk batuan metamorf dan aktofotas ini juga akan berpengaruh pada
aktifitas sesar yakni sesar naik dan sesar geser.

Pada kala Eosen-Oligosen pergerakan lempeng mulai berkurangdan unutk mencapai


keseimbangan maka terbentuklah sesar – sesar blok yang menyebabkan terbentuknya bagian
yang rendah dan bagian yang tinggi. Struktur geologi utama daerah ini adalah sesar geser, sesar
naik, antiklin dan sinklin.

Struktur geologi Karangsambung dibagi menjadi tiga yakni : (1) struktur lipatan yang
dijumpai berupa antiklin Welaran dan sinklin gunung Paras, antiklin Totogan dan Waturanda,
serta pola sungai berbentuk morfologi amphitheater. (2) sesar patahan yang terjadi akibat gaya
bekerja secara terus menerus dan mengakibatkan pergerakan batuan dan membentuk zona
patahan. (3) kelurusan – kelurusan struktur berupa sesar atau rekahan yang besar kelurusannya
mengikuti kekar gerus, kekar tarik, dan extension dan terbentuk batasan antar blok.

Terdapat beberapa jenis batuan di daerah ini yakni: batuan konglomerat kuarsa, batuan
sedimen organic, batuan sedimen pelagic laut dalam, batuan beku gang, batuan beku bantal,
batuan metamorf fillit, batuan rijang. Karangsambung memiliki batuan hasil sedimentasi normal
maupun batuan campur aduk yang tidak dapat di urutkan atas bawahnya berdasarkan hokum
superposisi dan batuan ini disebut mélange. Oleh sebab itu maka dikemukankanlah konsep
stratigrafi daerah Karangsambung yakni

▪ Endapan aluvial (zaman kwarter)

▪ Formasi penongsongan (zaman meosen tengah)

▪ Formasi waturanda (zaman meosen bawah)

▪ Formasi totogan (zaman eosin bawah)

▪ Formasi karangsambung (zaman eosin tengah)

▪ Kompleks mélange (zaman kapur atas-paleosen)

13
2.2 Ringkasan Buku
❖ Buku Pembanding
BAB I : Pengertian Geomorfologi

Geomorfologi adalah studi tentang bentang alam. Tiga elemen kunci geomorfologi
adalah bentuk lahan, proses geomorfik, dan sejarah permukaan tanah. Tiga merek utama
geomorfologi adalah geomorfologi proses (atau fungsional), geomorfologi terapan, dan
geomorfologi historis. Merek lain termasuk geomorfologi tektonik, geomorfologi bawah laut,
geomorfologi planet, dan geomorfologi iklim. Bentuk dijelaskan oleh peta morfologi atau,
baru-baru ini, dengan geomorfometri. Geomorfometri saat ini menggunakan model elevasi
digital dan merupakan disiplin ilmu yang canggih. Dipersenjatai dengan kombinasi yang kuat
dari model prediktif, observasi lapangan, dan eksperimen laboratorium, proses geomorfologi
mempelajari proses geomorfik secara mendalam. Mereka biasanya menggunakan pendekatan
sistem untuk subjek mereka. Sistem bentuk, sistem aliran atau bertingkat, dan sistem bentuk
proses atau proses respons semuanya dikenali. Umpan balik negatif dan hubungan umpan balik
positif adalah fitur penting dalam dinamika sistem geomorfik.

BAB II : Sistem Geomorfik


Tiga siklus besar materi memengaruhi proses permukaan Bumi - siklus air (penguapan,
kondensasi, presipitasi, dan limpasan), siklus batuan (pengangkatan, pelapukan, erosi,
pengendapan, dan litifikasi), dan siklus biogeokimia. Denudasi meliputi pelapukan dan erosi.
Agen erosif - es, air, dan angin - mengambil puingpuing yang lapuk, mengangkutnya, dan
menyimpannya. Iklim sebagian menentukan penggundulan (pelapukan dan erosi). Selain itu,
faktor geologi dan topografi mempengaruhi penggundulan mekanis. Iklim, jenis batuan, faktor
topografi, dan organisme mempengaruhi penggundulan kimiawi. Iklim, topografi, danproses
tektonik lempeng berinteraksi dengan cara yang kompleks. Dataran tinggi mengubah iklim,
perubahan iklim dapat meningkatkan erosi, erosi dapat mempengaruhi aliran batuan kerak dan
mempengaruhi pengangkatan. Erosi pegunungan dapat mempengaruhi keseimbangan karbon
dioksida di atmosfer dan mendorong perubahan iklim.

BAB III : Bahan Dan Proses Geomorfik


Proses kimiawi, fisik, dan biologi cuaca batuan. Proses pelapukan fisik atau (mekanis)
utama adalah pembongkaran (pelepasan penutup permukaan), aksi es, pemanasan dan
pendinginan bergantian, pembasahan dan pengeringan berulang, dan pertumbuhan kristal
14
garam. Proses utama pelapukan kimiawi adalah larutan atau pelarutan, hidrasi, oksidasi,
karbonasi, hidrolisis, dan chelation. Tindakan kimiawi dan mekanis hewan dan tumbuhan
menyebabkan pelapukan biologis. Pelapukan batuan menghasilkan puing-puing yang
ukurannya bervariasi dari batu kasar, melalui pasir dan lumpur, hingga tanah liat koloid dan
kemudian zat terlarut

Puing-puing yang lapuk dapat bergerak ke bawah lereng karena beratnya sendiri, sebuah
proses yang disebut pemborosan massal. Pemborosan massa yang digerakkan oleh gravitasi
sebagian besar ditentukan oleh hubungan antara tegangan dan regangan pada material Bumi,
dan oleh perilaku reologi dari padatan rapuh, padatan elastis, padatan plastik, dan cairan.
Gerakan massa terjadi dalam enam cara: merayap, mengalir, meluncur, naik, turun, dan
turun.Gerakan massa seukuran setengah gunung adalah subjek tektonik gravitasi. Air mengalir
di atas permukaan tanah, melalui tanah dan bebatuan (kadang muncul sebagai mata air), dan di
sepanjang aliran sungai. Aliran adalah pembuat bentuk lahan yang sangat efektif, mengalirkan
material di sepanjang tempat tidurnya, menahan partikel yang lebih halus dalam suspensi, dan
membawa beban zat terlarut. Mereka mengikis saluran dan tempat tidur merekakarena korosi,
korosi, dan kavitasi, dan mereka terkikis ke bawah dan ke samping. Mereka meletakkan sedimen
sebagai endapan saluran, endapan margin saluran, endapan dataran banjir di tepi sungai, dan
endapan tepi lembah. Episode pengendapan lanjutan dan penimbunan lembah (alluviation)
sering bergantian dengan periode erosi dan pemotongan lembah. Es mengikis dan memecah
batuan, mengambil dan membawa pecahan batu besar dan kecil, dan menyimpan material yang
tertahan. Gletser membawa puing-puing batu di dasar gletser (puing subglasial), di es (puing
englacial), dan di permukaan gletser (puing supraglacial).

BAB IV : Bangunan Tektonik Dan Struktural Skala Besar


Proses tektonik lempeng menentukan bentang alam kasar Bumi - benua, samudra,
pegunungan, dataran tinggi besar, dan sebagainya dan banyak bentang alam yang lebih kecil.
Orogenya adalah proses diastrofik yang membangun gunung. Epeirogenya adalah proses
diastrofik yang menggerakkan atau menekan sebagian besar inti benua tanpa menyebabkan
banyak lipatan atau patahan. Batas divergen yang baru jadi dapat menghasilkan lembah
keretakan.

Batas-batas yang berbeda dewasa di benua dikaitkan dengan margin pasif dan lereng
curamyang besar. Batas konvergen menghasilkan busur vulkanik, palung samudra, dan
sabuk gunung . Batas transformasi menghasilkan zona rekahan dengan gangguan strike-slip

15
dan fitur lainnya.
BAB V : Bangunan Tektonik Dan Struktural Skala Kecil
Gaya plutonik dan hipabisal memasukkan batuan cair (magma) ke lapisan dalam dan
dekat permukaan Bumi, sementara gaya vulkanik mendorongnya ke permukaan Bumi. Bentang
alam vulkanik dan plutonik muncul dari injeksi magma ke dalam batuan dan efusi serta ejeksi
magma di atas tanah. Intrusi termasuk batholith dan lopolith, tanggul dan kusen, laccolith dan
phacolith, yang semuanya dapat mengekspresikan diri mereka dalam bentuk topografi (bukit,
cekungan, kubah, dan sebagainya). Ekstrusi dan lontaran menghasilkan gunung berapi dari
berbagai jenis, yang merupakan bentang alam tektonik. Tabrakan asteroid, meteoroid, dan
komet menghantam permukaan bumi dengan kawah dan struktur benturan yang memudar
seiring waktu. Lapisan sedimen datar dan batuan sedimen terlipat menghasilkan rangkaian
bentang alam struktural yang khas. Lapisan datar cenderung membentuk dataran tinggi, mesas,
dan buttes. Tempat tidur lipat menghasilkan berbagai bentang alam termasuk bukit
Antiklinal, cuestas, dan hogbacks. Mereka juga memiliki pengaruh yang kuat pada
aliran beberapa sungai dan pola drainase. Patahan dan sambungan menjadi fokus pelapukan dan
menghasilkan bentang alam skala besar. Sesar terpeleset dapat menghasilkan scarps, grabens,
horsts, dan blok miring. Sesar-sesar strike-slip kadang-kadang dihubungkan dengan punggung
bukit, kolam sag, dan drainase offset. Sambungan memiliki pengaruh kuat pada banyak bentang
alam, termasuk yang terbentuk di atas granit. Bentuk karakteristik termasuk bornhardts dan tors.

BAB VI : Cuaca Dan Tanah


Mantel atau regolith yang lapuk adalah semua puing-puing lapuk yang terletak di atas
batuan dasar yang tidak terlapuh. Saprock dan saprolite adalah bagian dari regolith yang
tertinggal ditempat yang dilapukan, tidak digerakkan oleh gerakan massa dan agen erosif.
Proses geomorfik dari pemborosan massa dan erosi telah menggerakkan bagian atas regolit yang
bergerak, kadang-kadang disebut zona gerak, residuum, atau pedolit. Proses pelapukan
dipengaruhi oleh iklim, jenis batuan, topografi dan drainase, serta waktu. Rezim pelindian yang
dikontrol secara iklim sangat penting untuk memahami pembentukan tanah liat baru dari produk
pelapukan. Perbedaan dibuat antara pelindian lemah, yang mendorong pembentukan lempung
2: 2, pelindian sedang, yang mendorong pembentukan lempung 1: 1, dan pencucian intens, yang
mendorong pembentukan aluminium hidroksida. Distribusi kerak pelapukan dunia
mencerminkan distribusi rezim pencucian dunia. Proses pelapukan menyerang bangunan dan
monumen bersejarah, termasuk Parthenon dan Katedral Santo Paulus, dan proses tersebut dapat
menjadi faktor dalam memahami terjadinya beberapa penyakit manusia.
16
BAB VII : Lereng Bukit
Lereng bukit adalah bentuk lahan yang paling umum. Ada varietas gundul dan mantel
tanah. Profil lereng bukit terdiri dari unit lereng, yang dapat berupa segmen lereng atau elemen
lereng . Elemen bentuk lahan adalah satuan dasar dari permukaan tanah dua dimensi. Properti
seperti sudut kemiringan, kelengkungan lereng, dan aspek menentukannya. Bentuk permukaan
tanah juga menjadi dasar skema klasifikasi bentuk lahan. Proses geomorfik yang mengangkut
material melewati dan melalui lereng bukit meliputi pencucian, aliran hujan, aliran air ,
merayap, kerikil kering, pemborosan massal, dan pencampuran oleh organisme .
Lereng bukit yang dibatasi oleh pasokan material melalui pelapukan cenderung gundul
atau memiliki tanah tipis, dan lerengnya cenderung mundur pada sudut yang konstan. Model
matematika yang didasarkan pada persamaan kontinuitas untuk hukum konservasi massa dan
transpor geomorfik menyediakan sarana untuk menyelidiki perkembangan lereng bukit dalam
jangka panjang.

BAB VIII : Karst


Karst adalah dataran dengan drainase permukaan sedikit, tanah tipis dan tidak rata,
cekungantertutup, dan gua. Proses fluvial dan hidrotermal dapat mempengaruhi perkembangan
karst. Cone karst adalah karst bentuk tropis, dua varietas diantaranya adalah karst kokpit dan
karst menara. Karst labirin adalah versi ekstratropis dari karst menara.

Meskipun drainase permukaan langka di medan karst, proses fluvial mempengaruhi


beberapabentang alam karst, termasuk ngarai, lembah buta dan setengah buta, curam, lembah
kering, gua berliku-liku, jembatan alami, tufa dan endapan travertine. Banyak bentuk bentang
alam lainnya di dalam batu kapur di karst bawah tanah. Speleogen adalah bentuk erosi di dalam
gua. Speleothems beraneka ragam, dan dapat dikelompokkan menjadi dripstones , bentuk
eksentrik , dan bentuk subak . Praktek pertanian telah menyebabkan pengupasan tanah dari
beberapa daerah karst. Tanah karst, juga terancam di banyak bagian dunia dan membutuhkan
perlindungan.

BAB IX : Fluvial
Air yang mengalir adalah agen geomorfik yang cukup besar di sebagian besar
lingkungan, dan dominan di lingkungan fluvial. Ini mengukir banyak bentang alam erosi,

17
termasuk anaksungai dan parit, saluran batuan dasar, dan saluran aluvial. Profil sungai,
digambar dari sumber ke mulut, biasanya cekung, meskipun sering memiliki titik-titik pernak-
pernik yangditandai dengan kemiringan yang lebih curam. Sungai membentuk jaringan yang
dapat dijelaskan,oleh beberapa sifat geometris dan topologi. Lembah adalah bentuk lahan
erosi yang terabaikan. Mengalir endapan endapan air untuk membangun banyak bentuk lahan
pengendapan. Yang terkecil adalah fitur pada alas saluran (riffle dan dunes, misalnya).
Bentuk yang lebih besar adalah dataran banjir, kipas aluvial, lakon, teras sungai, dan
delta danau. Air yang mengalir peka terhadap perubahan lingkungan, dan terutama terhadap
perubahan iklim, tutupan vegetasi, dan penggunaan lahan. Banyak lembah sungai mencatat
sejarah perubahan kondisi selama 10.000 tahun terakhir, yang disebabkan oleh perubahan
iklim dan perubahan penggunaan lahan, yang telah menghasilkan penyesuaian dalam sistem
fluvial. Kegiatan pertanian, pertambangan, dan perkotaan manusia menyebabkan perubahandi
sungai. Secara keseluruhan, mereka meningkatkan aliran sedimen fluvial. Bendungan
mempengaruhi aliran sungai, perpindahan sedimen, dan bentuk saluran ke hilir. Tindakan
manusia mengubah banyak sungai, yang perlu dikelola. Geomorfologi fluvial terletak di
jantung pengelolaan sungai modern.

BAB X : Glasial Dan Glasiofluvial

Es menutupi sekitar 10 persen dari permukaan tanah, meskipun 18.000 tahun yang lalu
menutupi 32 persen. Gletser memiliki zona akumulasi, tempat es diproduksi, dan zona ablasi,
tempat es dihancurkan. Puing-puing yang terbentuk oleh es menghasilkan variasi bentang alam
yang sama. Air lelehan, yang keluar dari gletser dalam jumlah yang berlebihan selama musim
semi, memotong lembah dan menyimpan esker di bawah es, menghasilkan saluran airlelehan
dan kame di tepi es, dan membentuk berbagai bentang alam di depan es, termasuk scablands
dan spillways yang spektakuler , mengecoh dataran, dan, pada skala yang lebih kecil, membuat
lubang ketel. Berbagai bentang alam paraglasi berkembang segera gletser mencair. Sebaliknya,
pengetahuan tentang sedimen Kuarter sangat diperlukan dalam penggunaan yang bijaksana dari
sumber daya yang berasal dari glasial dan dalam penempatanfitur-fitur seperti situs TPA.

18
BAB XI : Periglasial

Bentang alam periglasial mengalami embun beku yang intens selama musim dingin dan
tanahbebas salju selama musim panas. Mereka didasari oleh permafrost yang terus menerus
atau tidak rata (tanah beku permanen), yang saat ini terletak di bawah sekitar 22 persen dari
permukaan tanah. Beberapa proses geomorfik beroperasi di lingkungan periglasial. Tindakan
beku adalah proses utama. Ini menyebabkan pelapukan, naik-turun dan dorong, perpindahan
massa, dan retak. Frost creep dan gelifluction mendominasi gerakan massa. Nivation
menggabungkan beberapa proses untuk membentuk cekungan di bawah tambalan salju.
Tindakan fluvial dan aeolian mungkin juga merupakan pembentuk lahan yang sangat efektif di
lingkungan periglasial. Bentang alam periglacial, beberapa di antaranya aneh, termasuk baji
es, serangkaian gundukan es (pingo, palsa, dataran tinggi gambut, rawa tali, lepuh es, gundukan
es dan lepuh es), danau termokarst dan berorientasi, tanah berpola, dan lereng yangberbeda.
Tanah berpola adalah susunan geometris lingkaran, poligon, jaring, anak tangga, dangaris.
Lereng periglasial termasuk teras krioplanasi. Aktivitas manusia di lingkungan periglasial dan
pemanasan global menyebabkan degradasi permafrost dan pembentukan thermokarst.

BAB XII : Aeolia


Beberapa bentang alam adalah produk erosi angin. Contohnya adalah endapan lag dan
perkerasan batu, cekungan dan wajan deflasi, pekarangan dan Zeugen, dan ventifak. Akumulasi
pasir dalam berbagai ukuran mulai dari riak, melalui bukit pasir, hingga padang pasir dan lautan
pasir. Bukit pasir dapat dikelompokkan menjadi tipe bebas dan berlabuh. Bukit pasir gratis
termasuk bukit pasir melintang, bukit pasir seif, bukit pasir bintang, dan zibars. Bentuk bukit
pasir berlabuh dengan bantuan topografi atau vegetasi. Mereka termasukbukit pasir gema, bukit
pasir berjatuhan, bukit pasir parabola, dan bukit pasir pantai.
Dunefields dan lautan pasir adalah kumpulan bukit pasir individu. Laut pasir terbesar
- Rub'al Khali di Arab Saudi - menempati 770.000 km2. Loess adalah,akumulasi partikel
lumpuryang tertiup angin dan menutupi sekitar 5–10 persen permukaan tanah. Erosi angin
sering kali dapat menimbulkan bahaya yang ditimbulkan sendiri bagi manusia, merusak lahan
pertanian dan rekreasi serta membahayakan kesehatan manusia. Beberapa model
memprediksi erosi angin pada skala lapangan dan regional, contoh terbaru menggabungkan
proses fisik dengan database GIS dan model atmosfer.

19
BAB XIII : Bawah Pantai
Gelombang dan tsunami menghantam pantai, arus dekat pantai menyapu mereka, dan air
pasang membasahinya. Pantai berbatu didominasi oleh bentang alam erosional - platform pantai
dan tebing curam, gua, serta lengkungan dan tumpukan, dan banyak lagi. Beberapa bentang
alam erosi terjadi di lingkungan pengendapan yang dominan, seperti di anak sungai pasang surut
yang memotong rawa-rawa garam. Bentang alam pengendapan di sepanjang pantai banyak dan
beragam. Pantai adalah fitur yang paling umum, tetapi berbagai macam spesies ludah dan
penghalang tersebar luas. Bentang alam pengendapan lainnya termasuk punggungan pantai,
cheniers, bukit pasir pesisir, muara, dataran pasang surut, rawa asin, mangal, delta laut, dan
terumbu karang dan atol. Manusia mempengaruhi erosi dan pengendapan pantai dengan
menambah atau mengurangi beban sedimen sungai dan dengan membangun struktur pelindung.
Banyak pantai di Eropa Barat, AS, dan Australia perlu diberi makan dengan pasir untuk
memeliharanya. Efek dari kenaikan permukaan laut selama abad berikutnya setelah tren
pemanasan sangat luas dan kemungkinan besar akan berdampak parahpada manusia yang
tinggal di atau dekat pantai.

BAB XIV: Kuarterner


Respon sistem fluvial terhadap perubahan lingkungan biasanya kompleks. Perubahan
besar terjadi setelah pergeseran dari iklim glasial ke iklim interglasial. Perubahan dalam waktu
historis, sebagaimana diuraikan dari urutan urutan endapan aluvial, menunjukkan bahwa
respons sistem fluvial terhadap perubahan iklim dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat
lain, sebagian karena variasi iklim regional dan sebagian lagi karena ambang batas dalam
sistem fluvial itu sendiri. Di tempat-tempat di mana hunian manusia telah mempengaruhi
proses geomorfik, seperti di lembah Mediterania, sulit untuk menguraikan efek iklim dari efek
antropogenik. Banyak bentang alam aeolian diwarisi dari ketinggian zaman es terakhir, sekitar
18.000 tahun yang lalu, ketika planet ini lebih kering dan berangin. Catatan geologis mencatat
waktu-waktu yang lebih dingin saat kekeringan terjadi. Perubahan permukaan laut disebabkan
oleh naik turunnya air ke dan dari lautan , dari kenaikan dan penurunan volume cekungan
samudera , dan dari fluktuasi suhu atau kepadatan laut . Dataran tinggi dan dataranrendah
permukaan laut meninggalkan bekas di permukaan tanah dan di bawah gelombang.
Endapan pantai yang terdampar, lapisan kerang laut, terumbu karang kuno, dan platform

20
yang didukung oleh lereng curam seperti tebing menandai permukaan laut yang lebih tinggi.
Fitur pantai yang terendam, termasuk rias, takik, dan bangku yang dipotong menjadi lereng
bawah laut, dan hutan yang tenggelam menandai tingkat yang lebih rendah. Kenaikan
permukaan laut yang terkait dengan degradasi mungkin terjadi sangat cepat, menyaksikan
pelanggaran Flandrian.

BAB XV : LANDSCAPES KUNO


Proses geomorfik, seefektif apa pun yang terjadi dalam mereduksi gunung menjadi
monadnock belaka, gagal menghilangkan semua sisa bentang alam masa lalu di semua bagian
dunia. Dataran tua bertahan hidup yang berumur puluhan dan ratusan juta tahun. Dataran tua ini
mungkin merupakan dataran rendah yang dibentuk oleh aksi fluvial, pediplain dan panplains yang
dibentuk oleh retret scarp dan planation lateral oleh sungai, etsa, atau dataran yang dibentuk oleh
erosi laut. Banyak bentang alam lainnya adalah barang antik.

Bentang alam Relict bertahan hari ini dalam kondisi lingkungan yang berbeda dari yang
menciptakannya. Beberapa karst yang terbentuk dahulu kala juga bertahan hingga sekarang sejak
kondisi lingkungan kondusif bagi pembentukan karst. Bentuk lahan yang digali adalah bentang
alam lama yang terkubur di bawah penutup sedimen dan kemudian diekspos kembalisaat batuan
penutup terkikis. Beberapa palaeoplains yang digali dan bentang alam lain sepertibukit karang
telah ditemukan. Karst yang digali juga ditemukan. Bentang alam stagnan adalah air belakang
geomorfik di mana telah terjadi sedikit erosi dan permukaan tanah telah sedikit berubah selama
jutaan tahun atau jauh lebih lama. Mereka tampaknya lebih umum dari yang semula diperkirakan

21
BAB III

ANALISIS CRITICAL BOOK

3.1 Kelebihan Buku Utama dan Buku Pembanding

1. Buku Tersebut dianggap sangat lengkap memberikan informasi terkait materi Geomorfologi.

2. Terdapat gambar beserta penjelasan yang jelas dari tiap tiap materi yang memudahkan proses
pemahaman bagi pembaca.

3. Judul mengintrepretasikan isi dalam buku dengan sangat baik

4. Buku memiliki indeks yang memudahkan pembaca menemukan inti dari kata kunci

5. Buku tidak hanya dari beberapa sumber tetapi banyak sumber sehingga tidak diragukan
kelengkapannya

6. Terdapat rangkuman di tiap-tiap bab yang memudahkan pembaca untuk mengerti tiaptiap bab
tanpa harus membaca isi keseluruhan buku

7. Buku juga memiliki essay test untuk memudahkan pembaca mengingat kembali isi dalam tiap-
tiap bab.

3.2 Kelemahan Buku Utama dan Buku Pembanding

1. Tidak jarang terdapat istilah baru yang kurang di jelaskan maksudnya.

2. Susunan penjelasan kadang acak.

3. Terdapat penjelasan yang kurang ditampilkan akibat adanya lampiran gambar.

4. Gambar pada buku tidak berwarna sehingga isi buku tidak menarik

5. Tidak terdapat variasi warna tulisan pada buku sehingga buku terkesan membosankan

6. Terdapat beberapa kalimat asing yang sulit dimengerti

22
BAB VI

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh setiap orang, khususnya bagi mahasiswa yang
sekarang berada pada jurusan Geografi. Karna buku ini bisa dijadikan sebagai acuan atau pedoman
di dalam proses pembelajaran. Dan buku ini bisa dikatakan juga sebagai komunikasi antara
pendidik dan peserta didik sehingga proses pembelajaran tersebut bisa berjalan sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Karena buku ini menjelaskan semua materi yang
berhubungan dengan geomorfologi dan geologi

4.2 Saran
Penulis mengetahui bahwa dalam penyelesaian tugas Critical Book Review ini masih jauh
dari kesempurnaan karna keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang peulis miliki, oleh karna itu
penulis sangat mengharapkan rekomondasi, saran ataupun kritik yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan tugas ini agar dalam pembuatan tugas yang sama kedepanya jauh lebih baik.
Trimakasih.

23
DAFTAR PUSTAKA
John Hugget, Richard. 2007. Fundamental of Geomorphology. New York: Routledge
Fundamentals of Physical Geography.

Sriyono.2014.Geologi dan Geomorfologi Indonesia.Yogyakarta:Penerbit Ombak

24

Anda mungkin juga menyukai