Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan Pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami suatu
peningkatan. Hal itu disebabkan karena adanya beberapa faktor-faktor penunjang misalnya
kurikulum pendidikan yang ideal, sarana prasarana yang memadai di setiap sekolah dan yang
terpenting ialah faktor pendidik atau kinerja guru. Pendidik merupakan seseorang yang
penting dalam berlangsungnya suatu pendidikan dan kinerja guru dalam proses pembelajaran
dapat juga mempengaruhi perkembangan pendidikan.
Keberhasilan mengajar, selain ditentukan oleh faktor kemampuan, motivasi, dan keaktifan
peserta didik dalam belajar dan kelengkapan fasilitas atau lingkungan belajar, juga akan
tergantung pada kemampuan guru dalam mengembangkan berbagai keterampilan mengajar.
Keterampilan dasar mengajar adalah keterampilan yang mutlak harus dimiliki oleh seorang
guru. Penguasaan terhadap keterampilan ini memungkinkan guru mampu mengelola kegiatan
pembelajaran secara lebih efektif. Keterampilan dasar mengajar ini perlu dikuasi oleh semua
guru.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini pemakalah akan membahas mengenai keterampilan
dasar mengajar, guru diharapkan dapat memahani dan memiliki kemampuan untuk
menerapkan keterampilan dasar mengajar tersebut secara utuh dan terintegrasi dalam
meningkatkan kualitas proses pembelajarannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru
Pengertian guru perlu dijabarkan dengan seksama sehingga guru mampu memahami filosofi
makna yang terkandung dalam profesi yang diembannya. Secara etimologis, istilah guru
berasal dari bahasa india yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari
sengsara. Robindranath Tagore (1986-1941), munggunakan istilah “shanti niketan” atau
rumah damai untuk tempat para guru mengamalkan tugas mulianya dalam membangun
spritualitas anak-anak india india (spritual intelligence).
Pengertian guru dalam konteks pendidikan terkait dengan profesi yang diembannya sebagai
pendidik dan pengajar bagi peserta didik yang ada diberbagai jenjang pendidikan. Secara
umum, baik dalam pekerjaan ataupun profesi, guru selalu disebut sebagai salah satu
komponen utama pendidikan yang sangat penting. Guru, peserta didik, merupakan tiga
komponen utama yang menjadi tombak dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen
pendidikan merupakan “conaitio sine quanon” atau syarat mutlak dalam proses pendidikan di
sekolah.
Melalui guru, peserta didik memperoleh transfer pengetahuan dan pengetahuanyang
dibutuhkan untuk pengembangan dirinya. Guru merupakan fasilitator utama di sekolah yang
berfungsi untuk menggali, mengembangkan, dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh
peserta didik sehingga ia bisa menjadi bagian dari masyarakat yang beradab. Berbagai peran
ganda yang diemban guru bagi pengembangan peserta didik merupakan tugas
keprofesiannya, sekaligus sebagai komitmennya untuk mengembangkan pendidikan menjadi
lebih baik dan berkualitas lagi,dalam rangka membangun masyarakat serta bangsa dan negara
yang lebih beradab dan maju

B. Pengertian keterampilan
Keterampilan secara umum merupakan kemampuan dan kapasitas yang diperoleh melalui
usaha yang disengaja, sistematis, dan berkelanjutan untuk secara lancar dan adaptif
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks atau fungsi pekerjaan yang melibatkan ide-
ide (keterampilan kognitif), hal-hal (keterampilan teknikal) dan hubungan dengan orang lain
(keterampilan interpersonal).
Menurut Nana Sudjana (1987), keterampilan adalah pola kegiatan yang bertujuan, yang
memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari. Keterampilan ini dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu keterampilan fisik dan keterampilan intelektual.
Sedangkan Menurut Rusyadi yang dikutip oleh Yanto (2005), keterampilan adalah
kemampuan seseorang terhadap suatu hal yang meliputi semua tugas-tugas kecakapan, sikap,
nilai dan kemengertian yang semuanya dipertimbangkan sebagai sesuatu yang penting untuk
menunjang keberhasilannya didalam penyelesaian tugas.

C. Keterampilan Dasar Guru Dalam Mengajar


1. Keterampilan kontruktif
Essensi tugas guru tidaklah mengajar saja, akan tetapi untuk dapat menemukan cara-cara dan
situasi belajar bagi siswanya, karena hakekat pendidikan bukan mengisi ember melainkan
menyalakan api. Mencintai profesi mengajar, merupakan salah satu dari ratusan dan bahkan
ribuan pilihan pekerjaan. Secara spiritual orang yang senang mendidik, melatih dan
menjadikan orang lain sukses adalah manusia yang mencintai hidupnya sendiri. Manusia
seperti ini bukan saja hebat, tetapi super hebat.
Seorang guru tidak akan pernah menjadi guru yang baik jika tidak memiliki tentang
penguasaan diri, ilmu, kesabaran, ilmu menahan nafsu, ilmu kelemahlembutan dan ilmu kasih
sayang. Tanpa ilmu-ilmu tersebut, maka guru tidak akan dapat benar-benar mengarahkan
pikiran siswa-siswanya ke arah yang benar.
Membangun suatu generasi tidaklah mudah dibandingkan dengan mendirikan bangunan yang
dilakukan oleh seorang insinyur, atau seorang dokter untuk mengobati pasiennya.
Membangun suatu generasi berarti membentuk karakter masyarakat masa depan dan alam
semesta ini. Dan mencintai generasi yang lebih baik adalah satu-satunya solusi dari setiap
jenis masalah yang dihadapi masyarakat kita hari ini.
Masyarakat kita sekarang membutuhkan pikiran lembut untuk bekerja dengan damai, yang
menyenangkan hati semua orang, dan mampu melindungi serta melayani orang lain.
Mungkin hal ini masih dianggap mimpi, sekarang karena kita selalu menyaksikan kekerasan
dimana-mana. Mulai dari kekerasan fisik sampai ke kekerasan psikologis. Tidak heran jika
kita menyaksikan dengan mata kepala sendiri, seorang pencuri mati di tangan massa, atau
seorang karyawan di PHK karena salah melakukan prosedur kerja. Oleh karena itu,
masyarakat sangat membutuhkan seorang guru yang konstruktif, guru yang mampu
membangun character siswanya, dan guru yang mampu menyalakan api dari setiap jiwa
siswanya, agar bisa menjadi generasi yang beradab dan cinta sesamanya (M. Eko Purwanto:
2009).

Guru yang konstruktif adalah guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perubahan dari
dalam diri siswanya. Perubahan tersebut bisa dicapai jika guru mampu menempatkan dirinya
sebagai sumber kreativitas dan inspirasi bagi siswa. Sebagai sumber getaran energi bagi
siswa, mata batin guru yang terlatih dengan baik, dipastikan akan mampu menyentuh dan
menggetarkan jiwa siswanya. Terlebih, jika itu dilakukan dalam suasana kelas yang kondusif,
maka siswa akan lebih mudah menyerap materi yang diberikan. Dengan kata lain, ketika
seorang guru berbicara sesuatu, maka seluruh siswa akan menyimaknya, bahkan menunggu
setiap kata yang diucapkan sang guru untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran maupun
dalam perilaku keseharian.
Jika ingin menjadi guru yang konstruktif yang mudah memotivasi belajar para siswa, maka
guru tersebut harus lebih dahulu bisa memotivasi dirinya sendiri. Dia harus mampu
memahami dan mengendalikan dirinya sendiri. Akan tetapi, jika dia sibuk dengan begitu
banyak kesalahpahaman dalam dirinya, keluarganya, dan dalam memilih profesinya, maka
kemungkinan besar dia akan sukar mengubah hati dan pikiran siswanya. Selain itu, guru yang
konstruktif juga harus dapat memahami kebutuhan dan masalah-masalah siswa seperti halnya
tugas guru BK (Bimbingan dan Konseling). Dengan memahami kondisi psikologi siswa,
seorang guru konstruktif mudah mengubah kesadaran siswanya.
Setiap siswa dipastikan berbeda dan unik. Bersama siswa, guru bisa belajar melakukan
spesialisasi dan mengidentifikasi hobi, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan lainnya.
Siswa yang melakukan kenakalan di dalam m, kemungkinan memiliki kepribadian
multidimensi sehingga mereka menjadi nakal. Mereka membutuhkan lebih banyak tugas dan
pekerjaan yang harus diselesaikan. Tugas-tugas sekolah yang lebih banyak ini merupakan
ladang bagi siswa yang memiliki kepribadian multidimensi tersebut untuk menunjukkan
kepribadian dan eksistensinya dengan cara yang berbeda.
Guru bisa memilih siswa yang paling nakal di kelas, memberikan tanggung jawab dan
pekerjaan-pekerjaan non akademik yang harus diselesaikan kepada mereka. Guru akan
melihat seberapa cepat mereka menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam waktu sepersekian
menit, guru bisa melihat bagaimana hasil pekerjaan mereka.siswa yang nakal juga bagian dari
masa depan sumber daya manusia. Para guru dan orang tua harus lebih memahami kebenaran
ini sebagai fakta untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan dalam diri
mereka sehingga setiap anak akan menjadi istimewa.

Siswa terlahir dengan potensi yang tak terbatas. Tugas guru adalah membantu
mengembangkan potensi mereka dan membuat mereka layak di setiap bidang yang
diminatinya. Setiap siswa mempunyai potensi yang luar biasa besar di dalam dirinya.
Pekerjaan guru adalah terus menginspirasi siswa tersebut agar kreativitas mereka selalu
berkembang. Selain itu untuk bisa menjadi guru yang konstruktif, dibutuhkan juga
pemahaman spiritualitas yang cukup. Guru yang memilki pemahaman spiritualitas yang
baik, bukan hanya taat menjalankan ajaran agama tertentu, tetapi lebih dari itu. Mereka
memahami bahwa tujuan beragama adalah menemukan siapa dirinya dan peran yang harus
dimainkannya di alam semesta ini. Dengan kata lain, seorang guru yang memiliki spiritualitas
baik, ibarat api yang mampu menjadi sumber cahaya dan mampu membakar semangat para
siswanya.
Di titik inilah, guru tersebut dapat menjadi seorang provokator yang baik bagi siswanya. Dia
bisa membangkitkan dan mendorong siswanya untuk selalu berpikir positif. Oleh karena itu,
seorang guru harus senantiasa menyucikan dirinya dari pikiran dan perbuatan meyimpang
yang bertentangan dengan norma serta nilai-nilai agama yang dianutnya. Akhirnya, energi
murni yang positif selalu terpancar dari dirinya kepada siswanya.
Jika seorang guru kerap berpikiran negatif, maka pikiran tersebut mudah sekali beresonansi
dan mempengaruhi siswanya dalam menyerap pelajaran dan mempengaruhi kondisi belajar di
dalam kelas. Interaksi pertama yang dirasakan oleh siswa adalah energi potensial guru ketika
masuk dalam ruang kelas. Bahkan sebelum guru itu memasuki ruang kelas, isi pikiran guru
sudah berada di ruang kelas. Itu karena pikian manusia adalah getaran energi yang mampu
beresonansi dengan pikiran-pikiran lainnya.
Sebagai api yang mampu membakar semangat siswa-siswanya, seorang guru akan
menciptakan perubahan atau transformasi dalam masyarakat. Sebelumnya guru harus mampu
mentransformasikan dirinya sendiri karena ia tidak mungkin dapat mentransformasikan suatu
generasi, sementara dirinya sendiri belum dapat bertransformasi. Ia pun harus senantiasa
memiliki semangat untuk memotivasi siswa-siswanya dan menjadi pembimbing yang
mengarahkan api di dalam diri mereka ke arah yang konstruktif, seorang guru yang memiliki
moralitas kurang baik tentunya akan memberikan dampak yang tidak baik pula bagi siswa-
siswanya (Suyanto dan Asep Jihad: 2013).

2. Keterampilan guru menyatakan masalah/keprihatinan


Dengan berfokus pada perilaku siswa dan efeknya, seorang guru dapat mengurangi potensi
timbulnya sikap menentang dari siswa dan tetap membuka kesempatan bagi sebuah
penyelesaian yang memuaskan bagi situasi tersebut. Melakukan pembicaraan scara empat
mata ketika dimungkinkan mengurangi potensi rasa malu bagi siswa tersebut didepan rekan-
rekannya dan mengurangi kemungkinan konfrontasi atau penentangan terhadap kewenangan
guru. Akan tetapi terkadang seorang guru akan dipaksa untuk segera bertindak.
Perhatikan bahwa penjelasan masalah tidak melabeli para siswa atau perilaku mereka; yaitu,
para siswa tidak dituduh bersikap buruk, kasar, dan memnggangu atau berprilaku dalam cara
yang ceroboh dan bodoh. Pelebelan ini, apakah seorang siswa atau perilaku siswa tersebut,
menghambat perubahan perilaku dengan menyiratkan bahwa perilaku seorang siswa itu
merupakan karakter yang permanen yang siswa tersebut mungkin menganggapnya benar
demikian adanya. Menyatakan masalah memiliki dua langkah : (1) mengidentifikasi masalah
yang terjadi, dan (2) menjelaskan efek yang di timbulkannya.

3. Keterampilan guru menggunakan bahasa tubuh


Seorang guru di tuntut untuk teramoil menggunakan bahasa tubuhnya sebagai salah satu
penegasan kepada siswa melalui penegasan visual yang sesuai di tiga wilayah. Yang pertama
ialah melakukan kontak mata ketika memanggil siswa, terutama ketika menjelaskan masalah
dan ketika mengharuskan perubahan perilaku siswa. Seorang guru harus memperhatikan
bahwa terdapat perbedaan antara kontak mata yang mengomunikasikan keseriusan dan
mencari penyelesaian dengan delikan mata yang marah dan bermusuhan. Melakukan kontak
mata dari waktu ke waktu mengurangi ketegangan. Wilayah yang kedua ialah menjaga postur
dan orientasi tubuh yang siap siaga ke arah siswa tersebut. Menjaga postur sikap yang tegak
dan menghadap ke siswa mengomunikasikan perhatian dan keterlibatan seorang guru dalam
percakapan. Namun guru juga harus memperhatikan menjaga postur dan orientasi tubuh yang
siap siaga ke arah siswa tersebut bukan berarti membuat siswa merasa terancam. Wilayah
ketiga ialah menyesuaikan ekspresi wajah seorang guru. Seorang guru harus menyesuaikan
ekspresi wajahnya sesuai dengan konten dan nada yang sedang dimainkan. Misalnya ekspresi
wajah seorang guru harusnya tersenyum saat memberikan apresiasi kepada siswa.
4. Keterampilan guru merespon secara empati
Keterampilan penting ialah merespon secara empati kepada para siswa. Keterampilan ini
menunjukkan bahwaseorang guru memahami dan menerima persfektif siswa, serta berusaha
mengupayakan klarifikasi dari masalah ini jika diperlukan. Respon yang empati membantu
menjaga jalur komunikasi tetap terbuka antara guru dengan para siswa sehingga masalah
dapat dipahami dan di selesaikan dalam cara yang sama-sama dapat diterima. Keterampilan
ini sangat pas ketika seorang siswa terlihat sangat gellisah, sedang steres, atau malah kecewa.
Menangani berbagai emosi ini secara konstruktif atau setikdaknya menghindari
ketidaknyamanan atau kesedihan yang berlanjut. Respon yang empati juga digunakan sebagai
bagian dari proses penyelesaian masalah ketika berurusan dengan siswa yang harus
mengubah perilaku mereka. Dalam situasi ini para siswa tetap membandel dan
mengekpresikan perasaan negatif; respon empati guru dapat membantu meredakan reaksi ini
dan meningkatkan penerimaan sebuah rencana perubahan.

Respon empati melengkapi kontruktif seorang guru. Penggunaan keterampilan untuk


merespon yang empati tidak menyiratkan bahwa siswa yang berprilaku buruk “melakukan
yang mereka mau” tanpa menghormati orang lain; tetapi, tujuannya adalah memahami dan
mempertimbangkan sudut pandang siswa dalam usaha mencapai penyelesaian yang
memuaskan.
Respon yang empati memiliki beberapa keunggulan. Pendekatan tersebut memberikan cara
kepada guru untuk menangani emosi yang kuat dari siswa tanpa mengemban tanggung jawab
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada saat yang bersamaan, strategi tersebut
membantu mengurangi situasi yang bermuatan emosi. Perasaan yang kuat sering kali bersifat
sementara dan bertahan hanya ketika ditanggapi dengan respon yang kuat pula. Dengan tidak
membalas dengan intensitas emosional yang sama pula, guru menghindari pembesaran
kobaran api. Selain itu, guru yang tenang dan empati menjadi model yang bagus bagi
penyelesaian masalah.
5. Keterampilan guru mendengar
Keterampilan mendengar mengerti atau menerima perasaan atau gagasan siswa. Paling tidak ,
pendengar cukup memperlihatkan perhatian. Terkadan raut muka yang tertarik mendorong
siswa untuk terus bicara. Contoh lain dari perilaku mendengar non-verbal adalah
mengangguk, melakukan kontak mata dengan pembicara, dan bahasa tubh lainnya yang
mengomunikasikan keterbukaan pada diskusi. Dorongan verbal ditandai dengan ucapan
seperti “ Um Hm”, saya mengerti “, “teruskan”, “itu menarik”, dan sejenisnya. Lain waktu,
sedikit dorongan duperlukan. Seorang anak yang mengekpresikan perasaan ditolak atau
keputusan dan m embutuhkan penguatan mungkin membutuhkan pelukan atau tempat
bersandar di bahu. Melampaui respon seperti itu, guru bisa mengajak diskusi dengan
pernyataan seperti, “ceritakan lagi”, “saya tertarik mendengar gagasanmu mengenai hal ini”,
“kamu telah mendengar pendapat saya. Sekarang saya ingin mendengar pendapatmu”.
6. Keterampilan Guru Memproses
Keterampilan proses memungkinkan seorang guru untuk menegaskan atau mengklrafikasi
presepsi guru mengenai pesan yang disampaikan siswa. Untuk memproses komentar seorang
siswa, guru dapat mengulang atau merangkum apa yang siswa tersebut katakan. Jika siswa
tersebut memberi pesan yang beraneka macam atau berbagai macam pernyataan yang
membingungkan, pilihlah man yang palin penting dan tafsirkan. Penafsiran ini dapat sekedar
diucapkan kembali, atau guru merenungi atau mengembalikan kembali penafsiran ini sebagai
prtanyaan. Manapun yang guru pilih, siswa biasanya mengakui ketepatan presepsi guru.
7. Keterampilan Guru Dalam Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan proses yang digunakan untuk menangani dan penyelesaian
konflik. Konflik timbul antara guru dan siswa karena peran yang berbeda menimbulkan
kebutuhan yang berbeda dan karena individu memiliki tujuan dan minat yang berbeda. Dalam
situasi kelas yang ramai, persinggungan akan terjadi dan para individu bisa akan mendapati
diri mereka aneh satu dengan yang lain. Tahap dalam proses pemecahan masalah meliputi (1)
mengidentifikasi masalah; (2) membahas solusi alternatif; (3) mendapatkan komitmen untuk
mencoba salah satu solusi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan
implementasi strategi pemebelajaran.Dengan kemajuan tersebut para guru dituntut untuk
meningkatkan kemampuan dasar mereka dalam mengajar sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan pemebelajaran. Dengan kemampuan mengajar guru akan dengan mudah
mengefektifkan proses pembelajaran, akan tetapi juga bisa membuat proses pembelajaran
lebih menarik.
Kumampuan dasar mengajar guru meliputi: Keterampilan kontruktif, Keterampilan guru
menyatakan masalah/keprihatinan, Keterampilan guru menggunakan bahasa tubuh,
Keterampilan guru merespon secara empati, Keterampilan guru mendengar, Keterampilan
Guru Memproses, dan Keterampilan Guru Dalam Pemecahan Masalah.

B. Saran
Seorang guru hendaknya memperhatikan dan mengembangkan keterampilannya dalam
mengajar guna menciptakan iklim pembelajaran yang baik dan menciptakan pembeajaran
yang efektif serta produktif. Seorang guru bisa mengembangkan kemampuan mengajarnya
bisa melalu berbagai cara diantaranya: belajar otodidak, belajar melalui pelatihan yang
disediakan pemerintah, maupun belajar darberbagai sember lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa. E. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya.
Everston, C dan Emmer, E. (2011). Menejemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana
Karwati, E dan Priansa, D. (2014). Manejemen Kelas. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai