Anda di halaman 1dari 3

2.

1. Official assessment system Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besaran pajak terutang dari wajib pajak berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku. Menggunakan sistem ini, wajib pajak bersifat pasif karena besaran pajak yang harus
dibayarkan ditentukan oleh fiskus melalui surat ketetapan pajak. Indonesia meninggalkan official
assessment system untuk sistem pungutan pajak sejak reformasi perpajakan pada 1983, yaitu ketika
regulasi perpajakan warisan kolonial Belanda—seperti ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944—tak
lagi digunakan dan lahir paket UU perpajakan. Sejak itu, Indonesia mengubah sistem pemungutan pajak
menjadi self assessment system. Perkecualian berlaku untuk beberapa jenis perpajakan seperti pajak
bumi dan bangunan (PBB) dan pajak daerah, yang masih memakai official assesment system.

Ciri official assessment system antara lain:

•Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

•Wajib pajak bersifat pasif.

•Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self assessment system Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarab pajak terutang. Wajib pajak menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besaran pajak yang harus dibayar. Meski begitu, pemerintah tetap
punya peran dalam penerapan sistem pungutan pajak ini. Dalam sistem ini, pemerintah bertindak
sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan wajib pajak. Pada umumnya sistem pungutan pajak ini
berlaku untuk pajak pusat, seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

Ciri self assessment system antara lain:

•Wajib pajak berperan aktif dalam aktivitas perpajakannya.

•Wajib pajak yang menentukan besaran pajak yang harus dibayar.

•Pemerintah tidak harus menerbitkan surat ketetapan pajak.

3. Withholding system Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk
menentukan besaran pajak terutang dari wajib pajak. Pihak ketiga tersebut bukan fiskus, juga bukan
wajib pajak dari pajak terutang dimaksud. Perusahaan yang melakukan pemotongan pajak atas gaji
karyawannya merupakan contoh dari penerapan withholding system dalam praktik pemungutan pajak.
Dengan penerapan sistem ini, karyawan sebagai wajib pajak tak perlu lagi membayar sendiri kewajiban
perpajakannya ke kantor pajak. Untuk bukti pelunasan pajak dalam penerapan sistem pungutan ini,
umumnya berupa bukti potong atau surat setoran pajak (SSP). Sejumlah pajak yang kerap menggunakan
sistem pungutan ini dalam praktiknya adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Final
Pasal 4 ayat (2).

Ciri withholding system antara lain:


•Ada pihak ketiga yang berperan aktif melaksanakan kegiatan perpajakan.

•Wajib pajak dan pemerintah berperan pasif dalam pelaksanaan kegiatan perpajakan menggunakan
sistem ini.

•Ada bukti potong atau SSP yang perlu dilampirkan sebagai bukti pemenuhan kewajiban perpajakan.

3. Jenis-jenis pajak yang ada di Indonesia

1. Pajak Pusat

Pajak negara atau pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat lewat
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dan kantor-kantor inspeksi pajak dalam
lingkungan Kementerian Keuangan. Contoh dari pajak negara adalah pajak penghasilan (PPh), pajak
pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB),
bea materai, dan pajak bumi dan bangunan (PBB) tertentu, dikutip dari laman Ditjen Pajak Kemenkeu.
Per 1 Januari 2014 , PBB perdesaan dan perkotaan masuk jenis pajak daerah. Sementara itu, PBB
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih menjadi bagian pajak pusat.

2. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I atau daerah
tingkat II yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah. Pajak
daerah menjadi iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung. Contoh pajak daerah adalah pajak restoran, pajak hiburan, pajak kendaraan bermotor, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), PBB perdesaan dan perkotaan, dan lain-lain.

3. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dipindahkan
kepada pihak lain. Contoh pajak langsung adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan
(PBB), dan pajak kendaraan bermotor.

4. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan,
dengan bebannya kemudian dapat dipindahkan pada pihak lain. Contohnya adalah pajak pertambahan
nilai (PPN), bea masuk, dan pajak ekspor .

5. Pajak Subjektif

Pajak subjektif adalah pajak yang pemungutannya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak seperti
miskin atau kaya, berkeluarga atau belum berkeluarga, WNI atau WNA, dan lainnya. Contoh pajak
subjektif adalah PPh, PBB, dan PPnBM.
6. Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang dalam pemungutannya memperhatikan hal yang dikenai pajak, buka
keadaan pribadi wajib pajaknya. Contoh pajak objektif ini adalah PPN, pajak ekspor, dan bea masuk.

Anda mungkin juga menyukai