Bismillah Izhaq Acara 3 Full Revisi Bab 4
Bismillah Izhaq Acara 3 Full Revisi Bab 4
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
ACARA III : FILUM PORIFERA DAN COELENTERATA
OLEH:
IZHAQ SUHARDI
D061231044
GOWA
2024
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari praktikum acara 3 filum
Protozoa dan Bryozoa ini adalah :
1. Praktikan dapat menjelaskan proses pemfosilan filum Porifera dan
Coelenterata
2. Praktikan dapat menjelaskan umur dan lingkungan pengendapan fosil
filum Porifera dan Coelenterata
3. Praktikan dapat mengetahui manfaat dari fosil filum Porifera dan
Coelenterata
Paleontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu "palaios" yang berarti tua
dan "logos" yang berarti ilmu. Jadi, paleontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang kehidupan di masa lampau melalui fosil. Paleontologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan di masa lampau melalui fosil,
termasuk hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Paleontologi mempelajari
tentang evolusi kehidupan, sejarah Bumi, dan interaksi antara kehidupan dan
lingkungannya (Richard Fortey, 2008).
Sedangkan menurut Benton, (2015) Paleontologi didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari kehidupan masa lampau berdasarkan studi tentang fosil yang
meneliti semua aspek masa lampau termasuk anatomi, marfologi, klasifikasi,
filogoneni dan evolusi dari mahluk hidup.
Dalam mempelajari ilmu paleontologi, sangat erat kaitannya dengan fosil.
Fosil sendiri merupakan sisa - sisa dari kehidupan organisme yang telah mati lalu
mengalami proses diagenesis terawetkan secara alami dalam kurun waktu
geologi >500.000 tahun (Richard Fortey, 2008).
Fosil berasal dari bahasa Latin "fossus" yang berarti "telah digali". Kata ini
merujuk pada proses penggalian fosil yang biasanya ditemukan terkubur dalam
tanah atau batuan. Fosil didefinisikan sebagai sisa-sisa organisme yang telah
diawetkan dalam batuan (Richard Fortey, 2008).
Sedangkan Menurut Retallack, G. J. (2020) Fosil adalah sisa-sisa makhluk
hidup yang telah diawetkan dalam batuan selama jutaan tahun. Fosil dapat berupa
tulang, gigi, cangkang, daun, batang, bahkan jejak kaki. Fosil memberikan
informasi penting tentang kehidupan di masa lampau, termasuk bagaimana spesies
muncul, berevolusi, serta fosil juga berperan sangat penting dalam penentuan
umur dari suatu endapan sedimen.
Fosil merupakan pencerminan dari sifat organisme, lingkungan kehidupan
serta evolusi dari kehidupan purba. Dapat di katakan demikian karna fosil
merupakan sisa organisme yang telah hidup pada zaman dahulu (>500.00 jt tahun).
dimana sisa organisme ini terjebak dalam lumpur atau pasir dan kemudian
jasadnya tertutup oleh endapan material sedimen halus, endapan sedimen ini yang
fosil organisme tersebut (Richard Fortey, 2008).
Fosil jejak adalah fosil yang terbentuk dari jejak hasil aktivitas organisme
baik binatang maupun tumbuhan.. Contoh yang paling umum adalah fosil jejak
kaki dinosaurus (Tim asisten, 2024).
Menurut Tim asisten, (2024), Fosil jejak adalah jejak kaki, sarang, dan
bekas-bekas aktivitas hewan yang terawetkan dalam batuan. Adapun contoh dari
fosil ini yaitu :
1. Impression, adalah jejak - jejak organisme yang memiliki relief rendah.
Contohnya bekas daun yang jatuh di lumpur, jadi yang tertinggal hanya
jejaknya.
3. Cast, adalah sebuah fosil cetakan dari jejak oleh material asing yang terjadi
apabila rongga antar tapak dan ruangan terisi zat lain dari luar, sedang
fosilnya sendiri telah lenyap.
6. Trail,adalah sebuah fosil yang terbentuk dari jejak ekor binatang yang
terfosilkan.
7. Track, adalah fosil yang terbentuk dari jejak kuku binatang dan hewanyang
terfosilkan.
8. Foot print,adalah sebuah fosil yang berbentuk jejak kaki hewan yang
terfosilkan.
9. Burrow, Borring, Tubes adalah sebuah lubang - lubang yang berbentuk
seperti lubang bor ataupun pipa yang merupakan tempat tinggal mahluk
hidup yang telah memfosil.Burrow adalah lubang yang di buat oleh
organisme untuk mencari mangsa / makan dan hidup. Borring adalah
lubang yang di gunakan untuk menyimpan makanan. Sedangkan Tube
adalah sebuah lubang hasil aktivitas organisme yang berbentuk pipa
ataupun tabung.
Porifera berasal dari kata porus berarti pori dan ferre berarti mengandung,
sehingga secara umum porifera dapat disebut hewan yang berpori-pori, Ciri-ciri
dari hewan dari filum ini yaitu memiliki tubuh yang berpori, berbentuk seperti
piala atau botol, simetri bilateral, memiliki tipe saluran air askon, sikon dan
leukon (Moh. Imam Bahrul U, 2023).
Filum porifera berkembang biak secara aseksual maupun seksual,
Reproduksi secra aseksual dilakukan dengan pembentukan kuncup dari dinding
tubunhya ke arah luar. Kuncup yang terbentuk akan tumbuh menjadi porifera baru
atau dapat pula tetap melekat membentuk suatu koloni. Pembentukan kuncup ini
terjadi apabila berada pada keadaan kering atau keadaan dingin. Reproduksi
porifera secara seksual, yaitu dengan pembentukan arkeosit yang mengandung
sperma dan ovum. Jika terjadi penyatuan sperma dan ovum yang berada di
mesoglea, maka akan terbentuk zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi larva
bersilia, kemudian berenang meninggalkan induknya dan akan menempel pada
suatu dasar dan hidup sebagai individu baru (Moh. Imam Bahrul U, 2023).
Menurut Barnes, R. D. (1987) Ciri-ciri Utama dari filum porifera ini yaitu :
1. Tubuh Berpori: Tubuh porifera tersusun atas pori-pori kecil (ostia) yang
berfungsi sebagai tempat masuknya air. Air yang masuk dialirkan ke dalam
rongga tubuh (spongocoel) dan keluar melalui lubang besar (oskulum).
2. Sel Berflagel: Sel khusus (koanosit) di spongocoel memiliki flagel untuk
mendorong air dan menangkap makanan.
3. Tanpa Jaringan dan Organ Sejati: Sel-sel porifera belum terdiferensiasi
menjadi jaringan dan organ. Sel-sel ini bekerja mandiri untuk fungsi vital
seperti pencernaan, respirasi, dan ekskresi.
4. Reproduksi Seksual dan Aseksual: Porifera bereproduksi aseksual (tunas,
gemmula, fragmentasi) dan seksual (pelepasan sperma dan ovum).
Filum porifera, atau spons, umumnya hidup di laut dan air tawar. Di laut,
mereka ditemukan dari zona intertidal dangkal hingga laut dalam, dengan
keanekaragaman tertinggi di terumbu karang. Di air tawar, spons hidup di danau,
sungai, dan mata air. Faktor yang memengaruhi habitat spons antara lain makanan,
substrat, cahaya, suhu, dan salinitas. Spons laut menyukai arus air kuat dan
menempel pada bebatuan, terumbu karang, atau kayu terendam. Spons air tawar
lebih kecil dan menempel pada bebatuan atau tanaman air. Spons tidak selalu
membutuhkan cahaya, dan beberapa bersimbiosis dengan ganggang fotosintetik.
Spons beradaptasi dengan kisaran suhu dan salinitas tertentu serta menyukai
perairan tropis (Rützler, K., 2002).
Menurut (Sri Maya dan Nurhidayah, 2020) Coelenterata memiliki ciri khas
dengan karasteristik seluruh hewan coelenterata. Ciri-ciri coelenterata secara
umum yaitu :
1. Multiseluler, dan radial simetris (memotong bidang melalui pusat
menciptakan segmen identik, mereka memiliki bagian atas dan bawah tapi
tidak ada sisi).
2. Merupakan hewan invertebrata.
3. Memiliki bentuk seperti tabung.
4. Dikelilingi tentakel di sekitar mulut.
5. Lapisan tubuh coelenterata terdri dari jaringan luar (eksoderm), jaringan
dalam (endoderm), serta sistem otot yang membujur dan menyilang
(mesoglea).
6. Memiliki knidoblast, yaitu sel eksoderm yang berisi racun yang berduri
disebut dengan nematocyt.
7. Hidup di air tawar, air laut, secara solider (melekat pada dasar perairan) dan
berkoloni.
8. Sistem pencernaan coelenterata: di eksoderm terdapat tentakel berbentuk
gelembung disebut Hipnotoxin yang memiliki kait-kait dari benang. Jika
menangkap mangsa, tentakel menarik makanan ke arah mulut
dan mendorongnya ke dalam rongga tubuh. Makanan dicerna oleh enzim
yang akan beredar ke seluruh rongga tubuh dan kemudian diserap oleh
endoderm.
9. Sistem pencernaan coelenterata disebut dengan Gastrovaskuler. Sistem
pernapasan adalah sistem saraf difus (baur).
10. Coelenterata memiliki alat gerak yang berupa tentakel.
Menurut (Sri Maya dan Nurhidayah, 2020) filum Porifera memiliki 4 klas
yang di bedakan berdasarkan alat geraknya yaitu :
1. Klas Calcarea, Spon ini memiliki kerangka spikula dari zat kapur yang
tidak terdeferensiasi menjadi megaskleres dan mikoskleres. Bentuk spons
ini barvariasi dari bentuk yang menyerupai vas dengan simetri radial hingga
bentuk-bentuk koloni.
4. Klas Sclerospongea, Spons ini tersusun dari kalsium karbonat dan silika,
ternasuk dalam tipe spons koral.
3. Klas Anthzoa, Anthozoa merupakan hewan laut yang memiliki bentuk mirip
bunga.
3.2.5 Laporan
Setelah melalui tahap asistensi dan laporan telah di setujui oleh asisten.
Maka tahap selanjutnya yaitu praktikkan akan mengumpulkan laporan sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan.
1. Studi literatur
Studi pendahuluan
2. Tugas
` 1. Respon
Praktikum
2. Deskripsi sampel
3. sketsa
1. Asistensi
Analisis data
2. Perbaikan Lkp
Laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No. Lingkungan
No. Filum Spesies Umur
Peraga Pengendapan
Pachyteichi sma Jura Atas
1. 1645 Porifera Laut Dangkal
lopas Q. (± 160-141)
Jura atas
2. 1654 Coelenterata Montlivaltia sp. Laut Dangkal
(± 160-141)
Cyathopyllum Devon
3. 395 Coelenterata tengah Laut Dangkal
dinantus GOLDF. (± 395-370)
Thecosmilia Jura atas
4. 1525 Porifera Laut Dangkal
annularis FLEM. (± 160-141)
Prosphingites slossi
Trias Bawah
5. 1444 Porifera KUMMEL & Laut Dangkal
(± 230-225)
STEELE
Hyalotragos Jura atas
6. 1643 Porifera Laut Dangkal
Rugosum (± 160-141)
Zaphrentis phyrgia Devon
7. 811 Coelenterata tengah Laut Dangkal
RAR & CLIFF. (± 395-370)
4.2 Pembahasan
(1)
(2)
Sampel fosil dengan nomor peraga 1645 termasuk dalam Filum Porifera,
Kelas Hexactinellida, Ordo Lychniscosa, Famili Pachyteichismanidae, Genus
Pachyteichisma, Spesies Pachyteichisma Iopas Q.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur jura atas dengan rentang umur ±
160-141 juta tahun lalu
Proses pemfosilan diawali ketika organisme mati kemudian mengalami
proses transportasi ke daerah cekungan oleh media geologi berupa air dan angin.
Pada proses ini akan menyisakan bagian tubuh yang resisten saja. Bersamaan
proses ini terjadi leaching (pencucian) dan kemudian terendapkan di laut dangkal.
Material-material tersebut selanjutnya akan mengalami proses litifkasi atau
pembatuan. Kemudian akibat dari gaya endogen berupa air dan angin membuat
lapisan sedimen tererosi sehingga fosil yang berada pada lapisan tersingkap naik
ke permukaan. Proses ini terjadi selama jura atas dengan rentang umur ± 160-141
juta tahun lalu.
Fosil Pachyteichisma Iopas Q juga dapat digunakan sebagai fosil
penunjuk dalam stratigrafi, yaitu untuk membantu menentukan umur relatif suatu
formasi batuan dan mengkorelasikan formasi batuan di lokasi yang berbeda. Fosil
ini juga berperan dalam rekonstruksi kedalaman laut masa lalu) dan iklim masa
lalu karena hewan ini hanya dapat hidup dalam kondisi tertentu.
(3)
(1)
(2)
(4)
(5)
Gambar 26 Fosil peraga 1654 ; (1) oral disk,(2) oral opening, (3) Calix
(4) Holdfast, (5) Enteron
(3)
(4) (1)
(5)
(2)
Gambar 27 Fosil peraga 395 ; (1) Oral opening, (2) Oral disk, (3) Calix
(4) Enteron, (5) Holdfest
(2)
(3)
(1)
(4
4)
Sampel fosil dengan nomor peraga 1645 termasuk dalam Filum Porifera,
Kelas Hexactinellida, Ordo Lychniscosa, Famili Pachyteichismanidae, Genus
Pachyteichisma, Spesies Pachyteichisma Iopas Q.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur jura atas dengan rentang umur ±
160-141 juta tahun lalu
Proses pemfosilan diawali ketika organisme mati kemudian mengalami
proses transportasi ke daerah cekungan oleh media geologi berupa air dan angin.
Pada proses ini akan menyisakan bagian tubuh yang resisten saja. Bersamaan
proses ini terjadi leaching (pencucian) dan kemudian terendapkan di laut dangkal.
Material-material tersebut selanjutnya akan mengalami proses litifkasi atau
pembatuan. Kemudian akibat dari gaya endogen berupa air dan angin membuat
lapisan sedimen tererosi sehingga fosil yang berada pada lapisan tersingkap naik
ke permukaan. Proses ini terjadi selama jura atas dengan rentang umur ± 160-141
juta tahun lalu.
Fosil Pachyteichisma Iopas Q juga dapat digunakan sebagai fosil
penunjukdalam stratigrafi, yaitu untuk membantu menentukan umur relatif suatu
formasi batuan dan mengkorelasikan formasi batuan di lokasi yang berbeda. Fosil
ini juga berperan dalam rekonstruksi kedalaman laut masa lalu) dan iklim masa
lalu karena hewan ini hanya dapat hidup dalam kondisi tertentu.
(1)
(2)
(3) (4)
Sampel fosil dengan nomor peraga 1444 termasuk dalam Filum Porifera,
Kelas Cephalopoda, Ordo Ceratitida, Famili Prosphingites Slossinidae, Genus
Prosphingites Slossi dan Spesies Prosphingites Slossi KUMMEL & STEELE.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi karena terdapat
sebagian mineral karbonat yang mengisi rongga pada fosil, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah tabular. Saat ditetesi HCL, sampel ini bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur trias bawah dengan rentang
umur ± 230-225 juta tahun lalu.
Proses pemfosilan diawali ketika organisme mati kemudian mengalami
proses transportasi ke daerah cekungan oleh media geologi berupa air dan angin.
Pada proses ini akan menyisakan bagian tubuh yang resisten saja. Bersamaan
proses ini terjadi leaching (pencucian) dan kemudian terendapkan di laut dangkal.
Material-material tersebut selanjutnya akan mengalami proses litifkasi atau
pembatuan. Kemudian akibat dari gaya endogen berupa air dan angin membuat
lapisan sedimen tererosi sehingga fosil yang berada pada lapisan tersingkap naik
ke permukaan. Proses ini terjadi selama trias bawah ± 230-225 juta tahun lalu.
Sebagai penentu umur batuan, karena fosil ini merupakan fosil petunjuk
(index fossil) yang membantu untuk menentukan umur relatif batuan yang
mengandungnya. Memberikan informasi tentang lingkungan pengendapan pada
masa hidupnya. Misalnya, bentuk cabang dari fosil ini menunjukkan bahwa dia
hidup di lingkungan laut dangkal. memberikan informasi tentang persebaran
organisme pada masa lalu dan kondisi iklim serta geografis pada waktu itu.
(1)
(4)
(2)
(3)
Gambar 30 Fosil peraga 1643 ; (1) Osculum, (2) Spongecoel,
(3) Ostium, (4) Holdfast
Sampel fosil dengan nomor peraga 1643 termasuk dalam Filum Porifera,
Kelas Demospongea, Ordo Spirosclerophorida, Famili Hyalotragosidae, Genus
Hyalotragos dan Spesies Hyalotragos Rugosum
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur jura atas dengan rentang umur ±
160-141 juta tahun lalu.
Organisme mati kemudian mengalami proses transpotasi oleh agen
transportasi. Bagian tubuh yang tidak resisten akan melebur dan hanya meyisakan
bagian yang resisten saja. Bersamaan proses ini terjadi leaching dan kemudian
terendapkan. Berdasarkan komposisi kimianya dapat dianalisis bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada laut dangkal, dimana laut dangkal sebagai
wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman
sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona dimana
aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth
(ACD). Bagian tubuh fosil yang berongga terisi oleh mineral kalsit
(permineralisasi) proses ini terjadi selama jura atas dengan rentang umur ± 160-
141 juta tahun lalu. Kemudian akibat dari tenaga endogen membuat fosil
tersingkap dipermukaan.
Fosil Hyalotragos rugosum memberikan informasi berharga tentang
kehidupan di masa lalu. Dengan mempelajari karakteristik dan morfologi fosil ini,
para ilmuwan dapat mengetahui evolusi makhluk hidup, memahami perubahan
iklim dan lingkungan secara temporal. Selain itu, dapat digunakan sebagai
petunjuk dalam eksplorasi sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi karena
keberadaannya dapat memberikan informasi tentang formasi batuan dan kondisi
lingkungan pada masa itu.
4.2.7 Fosil Peraga 811
(5)
(3)
(4)
(2)
(1)
Gambar 31 Fosil peraga 811 ; (1) Oral Opening, (2) Oral disk,
(4) Calix, (4) Enteron, (5) Holdfast
Sampel fosil dengan nomor peraga 811 termasuk dalam Filum Coelenterata,
Kelas Anthozoa, Ordo Rugosa, Famili Zaphrentisidae, Genus Zaphrentis Phyrgia,
Spesies Zaphrentis Phyrgia Rar & Cliff.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur devon tengah dengan rentang
umur ± 370-360 juta tahun lalu.
Organisme mati kemudian mengalami proses transpotasi oleh agen
transportasi. Bagian tubuh yang tidak resisten akan melebur dan hanya meyisakan
bagian yang resisten saja. Bersamaan proses ini terjadi leaching dan kemudian
terendapkan. Berdasarkan komposisi kimianya dapat dianalisis bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada laut dangkal, dimana laut dangkal sebagai
wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman
sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona dimana
aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth
(ACD). Bagian tubuh yang berongga terisi oleh mineral kalsit atau aragonit
(permineralisasi) proses ini terjadi selama devon tengah dengan rentang umur ±
370-360 juta tahun lalu.. Kemudian akibat dari tenaga endogen membuat fosil
tersingkap di permukaan.
Fosil Zaphrentis phrygia memberikan informasi penting tentang kehidupan
laut pada masa Paleozoikum. Dengan mempelajari karakteristik dan morfologi
fosil ini, para ahli dapat memperoleh pengetahuan tentang evolusi terumbu karang
dan lingkungan laut pada masa itu. Fosil ini juga membantu merekonstruksi
kondisi laut di masa lalu, seperti suhu, kedalaman, dan komposisi kimia air laut.
Selain itu, keberadaan fosil Zaphrentis phrygia dapat digunakan sebagai penunjuk
dalam eksplorasi sumber daya alam.
(3) (4)
(1)
(2)
Sampel fosil dengan nomor peraga 847 termasuk dalam Filum Porifera,
Kelas Hexactinellida, Ordo Scleractinia, Famili Cyclolitesidae, Genus Cyclolites,
Spesies Cyclolites Ellipticus.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur kapur atas dengan rentang umur
± 100 juta tahun yang lalu.
Organisme mati kemudian mengalami proses transportasi oleh agen
transportasi. Bagian tubuh yang tidak resisten akan melebur dan hanya
menyisakan bagian yang resisten saja. Bersamaan proses ini terjadi leaching dan
kemudian terendapkan. Berdasarkan komposisi kimianya dapat dianalisis bahwa
lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada laut dangkal, dimana laut dangkal
sebagai wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada
kedalaman sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan
zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite
Compensation Depth (ACD). Bagian tubuh fosil yang berongga terisi oleh
mineral kalsit atau aragonite (permineralisasi) proses ini terjadi selama laut
dangkal umur kapur atas dengan rentang umur ± 100 juta tahun yang lalu.
Kemudian akibat dari tenaga endogen membuat fosil tersingkap di permukaan.
kehadiran fosil ini dalam jumlah besar mengindikasikan bahwa batuan
karbonat Fosil ini merupakan petunjuk bahwa formasi batuan terendapkan dalam
lingkungan laut dangkal atau terumbu karang. Selain itu, fosil Cyclolites ellipticus
juga dapat digunakan sebagai fosil panduan (fosil penunjuk) dalam stratigrafi,
yaitu untuk membantu menentukan umur relatif suatu formasi batuan dan
mengkorelasikan formasi batuan di lokasi yang berbeda. Fosil ini juga berperan
dalam rekonstruksi paleobatimetri (kedalaman laut masa lalu) dan
paleoklimatologi (iklim masa lalu) karena jenis hewan ini hanya dapat hidup
dalam kondisi tertentu. Dengan demikian, fosil Cyclolites ellipticus memberikan
informasi penting dalam mempelajari sejarah Bumi dan proses-proses geologi
yang terjadi di masa lalu.
(2) (1)
(3)
(4) (5)
Gambar 33 Fosil peraga 818 ; (1) Oral opening, (2) Oral disk
(3) Calix, (4) Enteron, (5) Holdfest
Sampel fosil dengan nomor peraga 818 termasuk dalam Filum Coelenterata,
Kelas Rhynchonellata, Ordo Spiriferida, Famili Spinocyrtianidae, Genus
Spinocyrtia dan Spesies Spinocyrtia Granulosa.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur devon tengah dengan rentang
umur ± 370-360 juta tahun lalu.
Organisme mati kemudian mengalami proses transportasi oleh agen
transportasi. Bagian tubuh yang tidak resisten akan melebur dan hanya
menyisakan bagian yang resisten saja. Bersamaan proses ini terjadi leaching dan
kemudian terendapkan. Berdasarkan komposisi kimianya dapat dianalisis bahwa
lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada laut dangkal, dimana laut dangkal
sebagai wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada
kedalaman sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan
zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite
Compensation Depth (ACD). Bagian tubuh fosil yang berongga terisi oleh
mineral kalsit atau aragonit (permineralisasi) proses ini terjadi selama devon
tengah ± 370-360 juta tahun lalu. Kemudian akibat dari tenaga endogen membuat
fosil tersingkap dipermukaan.
Fosil Spinocyrtia granulosa dapat digunakan sebagai fosil penunjuk (fosil
panduan) dalam stratigrafi, yaitu untuk membantu menentukan umur relatif suatu
formasi batuan dan mengkorelasikan formasi batuan di lokasi yang berbeda.
Keberadaan fosil ini juga dapat memberikan informasi tentang lingkungan
pengendapan pada masa tersebut, seperti kedalaman laut, suhu air, dan kondisi
lingkungan lainnya. Fosil ini juga berperan dalam rekonstruksi paleobatimetri
(kedalaman laut masa lalu) dan paleoklimatologi (iklim masa lalu) karena hewan
ini hanya dapat hidup dalam kondisi tertentu. Selain itu, fosil Spinocyrtia
granulosa dapat digunakan sebagai petunjuk dalam eksplorasi sumber daya alam
seperti minyak dan gas bumi karena sering ditemukan dalam formasi batuan yang
mengandung hidrokarbon. Dengan demikian, fosil ini memberikan informasi
penting dalam mempelajari sejarah Bumi dan proses geologi yang terjadi.
4.2.10 Fosil Peraga 751
(3)
(1)
(2) (4)
Gambar 34 Fosil peraga 751 ; (1) Osculum, (2) Spongecoel
(3) Ostium, (4) Holdfast
Sampel fosil dengan nomor peraga 751 termasuk dalam Filum Porifera,
Kelas Demospongiae, Ordo Spiroscelerophorida, Famili Cnemidiastrumidae ,
Genus Cnemidiastrum dan Spesies Cnemidiastrumrimulosum GOLDF.
Sampel fosil ini terbentuk dari proses permineralisasi, dengan bentuk
fosilnya sendiri adalah konikal. Saat dilakukan uji HCL, sampel bereaksi sehingga
diketahui bahwa komposisi kimianya adalah karbonatan dan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Fosil ini memiliki umur jura atas dengan rentang umur ±
160-141 juta tahun lalu.
Organisme mati kemudian mengalami proses transpotasi oleh agen
transportasi. Bagian tubuh yang tidak resisten akan melebur dan hanya meyisakan
bagian yang resisten saja. Bersamaan proses ini terjadi leaching dan kemudian
terendapkan. Berdasarkan komposisi kimianya dapat dianalisis bahwa lingkungan
pengendapan fosil ini adalah pada laut dangkal, dimana laut dangkal sebagai
wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman
sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona dimana
aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth
(ACD). Bagian tubuh fosil yang berongga terisi oleh mineral kalsit atau aragonit
(permineralisasi) proses ini terjadi selama jura atas dengan rentang umur ± 160-
141 juta tahun lalu. Kemudian akibat dari tenaga endogen membuat fosil
tersingkap dipermukaan.
Fosil ini merupakan petunjuk bahwa formasi batuan tersebut terendapkan
dalam lingkungan laut dangkal atau terumbu karang. Selain itu, fosil
Cnemidiostrum rimulosum GOLDF juga dapat digunakan sebagai fosil penunjuk
(fosil panduan) dalam stratigrafi, yaitu untuk membantu menentukan umur relatif
suatu formasi batuan dan mengkorelasikan formasi batuan di lokasi yang berbeda.
Fosil ini juga berperan dalam rekonstruksi paleobatimetri (kedalaman laut masa
lalu) dan paleoklimatologi (iklim masa lalu) karena hewan ini hanya dapat hidup
dalam kondisi tertentu. Dengan demikian, fosil Cnemidiostrum rimulosum
GOLDF memberikan informasi penting dalam mempelajari sejarah Bumi dan
proses-proses geologi yang terjadi di masa lalu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan