Anda di halaman 1dari 10

Ketika kadar hormon tiroid dalam tubuh terlalu tinggi, maka proses metabolisme akan berlangsung

makin cepat dan memicu berbagai gejala. Penanganan perlu segera dilakukan untuk mencegah
perburukan gejala hyperthyroidism atau hipertiroid.

Penyebab Hipertiroidisme
Gangguan yang dapat menyebabkan hipertiroid bermacam-macam, mulai dari penyakit
autoimun hingga efek samping obat. Berikut ini adalah berbagai penyebab penyakit dan kondisi yang
bisa menyebabkan hipertiroidisme:

 Penyakit Graves akibat autoimun atau kekebalan tubuh sendiri yang menyerang sel normal
 Peradangan kelenjar tiroid atau tiroiditis
 Benjolan atau tumor jinak di kelenjar tiroid atau kelenjar pituitari (hipofisis)
 Kanker tiroid
 Tumor di testis atau ovarium
 Toxic adenoma
 Konsumsi obat dengan kandungan iodium tinggi, misalnya amiodarone
 Penggunaan cairan kontras dengan kandungan iodium dalam pemindaian
 Terlalu banyak konsumsi makanan yang mengandung iodium tinggi, seperti makanan laut,
produk susu, dan telur

Selain beberapa penyebab di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena hipertiroidisme, yaitu:

 Berjenis kelamin wanita


 Memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit Graves
 Menderita penyakit kronis, seperti diabetes tipe 1, anemia, atau gangguan kelenjar adrenal

Hipertiroidisme pada kehamilan


Hyperthyroidism atau hipertiroidisme juga dapat terjadi selama masa kehamilan. Pada periode tersebut,
tubuh menghasilkan hormon alami yang dikenal dengan HCG (human chorionic gonadotropin). Kadar
hormon ini akan makin meningkat, terutama di usia kehamilan 12 minggu.
Tingginya hormon HCG dalam tubuh dapat merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan lebih
banyak hormon tiroid. Hal inilah yang memicu munculnya gejala hipertiroidisme. Selain itu,
hipertiroidisme juga rentan terjadi pada kehamilan kembar dan hamil anggur.

Gejala Hipertiroidisme
Gejala yang ditimbulkan oleh hipertiroidisme terjadi akibat metabolisme tubuh berlangsung lebih
cepat. Gejala ini dapat dirasakan secara perlahan atau mendadak. Keluhan yang muncul antara lain:

 Jantung berdebar
 Tremor atau gemetar di bagian tangan
 Mudah merasa gerah dan berkeringat (hiperhidrosis)
 Gelisah
 Mudah marah
 Berat badan turun drastis
 Sulit tidur
 Konsentrasi menurun
 Diare
 Penglihatan kabur
 Rambut rontok
 Gangguan menstruasi

Selain gejala yang dapat dirasakan oleh penderita, ada beberapa tanda-tanda fisik yang dapat ditemukan
pada penderita hipertiroidisme, yaitu:

 Pembesaran kelenjar tiroid atau penyakit gondok


 Bola mata terlihat sangat menonjol (eksoftalmus)
 Ruam kulit atau biduran
 Telapak tangan kemerahan
 Tekanan darah meningkat

Ada pula jenis hipertirodisme yang tidak menimbulkan gejala. Gangguan ini disebut hipertiroid
subklinis. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya TSH tanpa disertai peningkatan hormon tiroid.
Setengah penderitanya akan kembali normal tanpa pengobatan khusus.

Diagnosis Hipertiroidisme
Dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien, kemudian melakukan pemeriksaan fisik untuk
mendeteksi tanda hipertiroidisme, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Jika dokter telah melihat tanda hipertiroidisme, tes darah akan dilakukan untuk mengukur kadar
hormon TSH dan hormon tiroid dalam darah. Tes darah juga dilakukan untuk mengukur tingginya
kadar kolesterol dan gula dalam darah yang dapat menjadi tanda gangguan metabolisme akibat
hipertiroidisme.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi penyebab hipertiroidisme, antara
lain:

 USG tiroid, untuk memeriksa kondisi kelenjar tiroid dan mendeteksi benjolan atau tumor di
kelenjar tersebut
 Thyroid scan (nuklir tiroid), untuk memindai kelenjar tiroid menggunakan kamera khusus,
dengan terlebih dahulu menyuntikkan zat radioaktif ke dalam pembuluh darah
 Tes iodium radioaktif, untuk memindai kelenjar tiroid dengan terlebih dahulu meminta pasien
menelan zat radioaktif yang mengandung iodium dosis rendah

Pengobatan Hipertirodisme
Pengobatan hipertiroid bertujuan untuk mengembalikan kadar normal hormon tiroid, sekaligus
mengatasi penyebabnya. Metode pengobatannya akan disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala,
serta usia dan kondisi pasien secara keseluruhan. Berikut ini adalah beberapa cara mengobati dan
mengatasi hipertiroidisme:

Obat-obatan
Pemberian obat bertujuan untuk menghambat atau menghentikan fungsi kelenjar tiroid dalam
menghasilkan hormon berlebih dalam tubuh. Jenis obat yang digunakan
adalah methimazole dan propylthiouracil. Dokter juga akan memberikan obat tertentu,
seperti propranolol, yang dapat menurunkan detak jantung, untuk mengurangi gejala jantung berdebar.
Dokter akan menurunkan dosis obat apabila kadar hormon tiroid dalam tubuh telah kembali normal,
biasanya 1–2 bulan setelah mulai kosumsi obat. Penting diingat, diskusikan dengan dokter endokrin
mengenai lama penggunaan obat.

Terapi iodium radioaktif


Terapi iodium radioaktif bertujuan untuk menyusutkan kelenjar tiroid sehingga mengurangi produksi
jumlah hormon tiroid. Pasien akan diberikan cairan atau kapsul yang mengandung zat radioaktif dan
iodium dosis rendah, yang akan diserap oleh kelenjar tiroid. Terapi ini berlangsung selama beberapa
minggu atau bulan.
Meski dosis yang diberikan rendah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasien setelah menjalani
pengobatan ini, yaitu:

 Hindari kontak dengan anak-anak dan ibu hamil selama beberapa hari atau minggu untuk
mencegah penyebaran radiasi
 Tidak dianjurkan untuk hamil setidaknya selama 6 bulan setelah pengobatan

Operasi
Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi dilakukan jika:

 Pemberian obat dan terapi iodium radioaktif tidak efektif untuk mengatasi hipertiroidisme
 Pembengkakan yang terjadi pada kelenjar tiroid cukup parah
 Kondisi pasien tidak memungkinkan untuk menjalani pengobatan dengan obat-obatan atau
terapi iodium radioaktif, misalnya sedang hamil atau menyusui
 Pasien mengalami gangguan penglihatan yang cukup parah

Prosedur tiroidektomi dapat bersifat total atau sebagian, tergantung pada kondisi pasien. Namun,
sebagian besar tiroidektomi dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar tiroid untuk mencegah
risiko hipertiroidisme kambuh atau muncul kembali.
Pasien yang menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid total dan terapi radioaktif iodium dapat
terkena hipotiroidisme. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengonsumsi obat berisi hormon tiroid. Akan
tetapi, konsumsi obat ini mungkin perlu dilakukan seumur hidup.

Komplikasi Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera dilakukan. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi adalah:

 Krisis tiroid atau thyroid storm


 Osteoporosis
 Gangguan irama jantung (atrial fibrilasi)

Bahaya penyakit hipertiroid saat kehamilan


Penanganan hipertiroidisme selama masa kehamilan perlu segera dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang dapat membahayakan ibu hamil dan janinnya. Beberapa komplikasi hipertiroid yang
dapat terjadi pada kehamilan adalah:

 Preeklamsia
 Kelahiran prematur
 Keguguran
 Bayi lahir dengan berat badan rendah

Pencegahan Hipertiroidisme
Cara terbaik untuk mencegah hipertiroidisme adalah dengan menghindari kondisi yang dapat
meningkatkan risiko Anda terkena penyakit ini. Sebagai contoh, bila Anda menderita diabetes tipe 1
yang berisiko menimbulkan hipertiroid, Anda perlu melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Selain mencegah hipertiroidisme, pencegahan agar gejala yang timbul menjadi tidak lebih buruk juga
tidak kalah penting. Pola hidup sehat yang dapat dilakukan untuk mengendalikan gejala dari
hipertiroidisme adalah:

 Mengonsumsi makanan bergizi seimbang


 Berolahraga secara teratur
 Mengelola stres dengan baik
 Tidak merokok

Makanan yang Harus Dihindari

Ada beberapa jenis makanan yang berisiko memicu lonjakan kadar hormon tiroid dalam tubuh, di
antaranya:

1. Makanan tinggi yodium

Terlalu banyak yodium dapat memperburuk hipertiroid. Asupan tersebut membuat kelenjar tiroid
memproduksi terlalu banyak hormon tiroid. Beberapa jenis makanan dengan kandungan yodium,
meliputi:

 Garam beryodium.
 Ikan dan kerang.
 Rumput laut.
 Produk susu dan olahannya.
 Suplemen yodium.
 Produk makanan yang mengandung pewarna merah.
 Kuning telur.
 Molasses blackstrap.
 Makanan yang dipanggang.

2. Makanan dan minuman mengandung kedelai

Kedelai dapat mengganggu penyerapan yodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Asupan
ini juga dapat memperparah kondisi yang sudah ada. Beberapa makanan yang harus dijauhi pengidap,
di antaranya:

 Susu kedelai.
 Kecap.
 Tahu.
 Kacang edamame.
 Minyak kedelai.

3. Makanan mengandung nitrat

Makanan tinggi nitrat juga termasuk pantangan yang harus dijauhi oleh pengidap hipertiroid. Zat ini
dapat menyebabkan kelenjar tiroid menyerap terlalu banyak yodium dari makanan.

Jika pengidap hipertiroid terlalu banyak mengonsumsi asupan tinggi nitrat, kelenjar tiroid akan
mengalami pembengkakan. Beberapa jenis makanan yang mengandung tinggi nitrat, di antaranya:

 Daging olahan, seperti sosis, ham, salami, pepperoni, dan kornet.


 Sayuran, seperti seledri, selada, bit, bayam, peterseli, daun bawang, kubis, lobak, wortel, timun,
dan labu.

Jika ingin mengonsumsinya, batasi asupan di atas. Jumlah amannya berkisar 5 ons per hari. Pastikan
juga mengonsumsi makanan saat sudah benar-benar matang. Cara ini tidak memengaruhi penyerapan
yodium oleh kelenjar tiroid.

4. Makanan dan minuman mengandung kafein

Kafein dapat memperburuk beberapa gejala hipertiroidisme, termasuk jantung berdebar, tremor,
kecemasan, dan insomnia. Beberapa jenis kafein dalam makanan dan minuman yang perlu dihindari,
yakni:

 Kopi.
 Teh hitam.
 Cokelat.
 Soda.
 Minuman berenergi.

Pengidap hipertiroid biasanya memerlukan pemeriksaan rutin guna memantau gejala yang dialami.
Segera buat janji temu dengan dokter di rumah sakit jika mengalami gejala berat berupa:

 Penurunan berat badan secara signifikan.


 Peningkatan detak jantung.
 Keluar keringat berlebihan.
 Pembengkakan di pangkal leher.
 Penurunan konsentrasi.
 Penglihatan kabur.
 Gelisah dan mudah marah.

Cara terbaik untuk mencegah perburukan gejala adalah dengan menghindari beberapa jenis makanan di
atas. Langkah ini juga dapat membantu proses pengobatan yang dilakukan.

Selagi melakukan pengobatan, pengidap juga disarankan untuk menerapkan pola hidup sehat untuk
menunjang kesembuhannya. Caranya, mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang, berolahraga
secara teratur, mengelola stres, dan berhenti merokok.
Penyakit Addison adalah kelainan langka yang terjadi karena tubuh kekurangan hormon yang
seharusnya diproduksi oleh kelenjar adrenal. Penyakit Addison dapat menyerang siapa pun, tetapi
lebih sering dialami oleh wanita berusia 30–50 tahun.
Penyakit Addison terjadi ketika kelenjar adrenal mengalami kerusakan, sehingga tidak bisa
menghasilkan kelompok hormon steroid, termasuk hormon kortisol dan aldosteron, dalam jumlah yang
cukup. Hormon kortisol maupun aldosteron memiliki peran yang penting bagi tubuh.
Hormon kortisol berfungsi untuk menjaga tekanan darah, fungsi jantung, sistem kekebalan tubuh, dan
kadar gula darah. Sementara itu, hormon aldosteron berfungsi untuk membantu ginjal mengatur jumlah
garam dan air di dalam tubuh.
Umumnya, gejala yang timbul pada awal perkembangan penyakit cenderung ringan. Namun, seiring
bertambah parahnya kerusakan kelenjar adrenal, gejala dapat memberat bahkan mengancam jiwa.

Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Addison


Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian dalam (medula).
Korteks kelenjar adrenal bertugas untuk menghasilkan kelompok hormon steroid, termasuk hormon
kortisol dan aldosteron.
Pada penyakit Addison, korteks kelenjar adrenal mengalami kerusakan, sehingga hormon kortisol dan
aldosteron tidak bisa diproduksi dalam jumlah yang cukup. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
kerusakan pada korteks kelenjar adrenal adalah:

 Penyakit autoimun
 Cedera atau perdarahan pada kelenjar adrenal
 Kanker yang menyebar dari organ lain ke kelenjar adrenal
 Amiloidosis
 Kelainan genetik
 Operasi pada kelenjar adrenal

Meski dapat dialami oleh siapa saja, penyakit Addison lebih berisiko terjadi pada seseorang dengan
faktor berikut ini:

 Berjenis kelamin wanita, berusia 30–50 tahun


 Konsumsi obat-obatan untuk menangani sindrom Cushing
 Memiliki penyakit autoimun lain, seperti diabetes tipe 1 atau vitiligo
 Menderita infeksi yang berlangsung lama, seperti tuberkulosis (TBC) atau HIV/AIDS
 Menderita anemia pernisiosa, misalnya karena kekurangan vitamin B12
 Menderita kanker
 Mengonsumsi obat golongan antikoagulan, kortikosteroid, atau obat golongan antijamur
 Memiliki riwayat penyakit Addison dalam keluarga

Kondisi terkait penyakit Addison (Insufisiensi Adrenal Sekunder)


Ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan gejala seperti penyakit Addison tetapi tidak
disebabkan oleh kerusakan kelenjar adrenal. Kondisi ini disebut dengan insufisiensi adrenal sekunder,
sedangkan penyakit Addison disebut dengan insufisiensi adrenal primer.
Insufisiensi adreal sekunder terjadi akibat berkurangnya hormon adrenokortikotropik
(adrenocorticotropic hormone; ACTH), yaitu hormon yang berfungsi merangsang kelenjar adrenal.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh kelainan pada kelenjar pituitari.
Selain itu, insufiensi adrenal sekunder juga dapat dipicu oleh penghentian terapi kortikosteroid jangka
panjang secara tiba-tiba, misalnya pada penderita penyakit kronis, seperti asma atau arthritis.
Gejala Penyakit Addison
Pada tahap awal, gejala penyakit Addison sulit dideteksi karena mirip dengan gejala penyakit lain,
seperti:

 Kelelahan dan kurang bersemangat


 Nyeri perut
 Keinginan berlebih untuk mengonsumsi makanan asin
 Kantuk
 Mual atau muntah
 Diare
 Lesu
 Tidak nafsu makan, sehingga terjadi penurunan berat badan
 Gula darah rendah (hipoglikemia)
 Sakit kepala
 Pusing saat berdiri
 Bagian lipatan tubuh menggelap (hiperpigmentasi)
 Nyeri dan kram otot
 Gampang marah
 Sering buang air kecil
 Sering haus
 Sulit berkonsentrasi
 Rambut rontok
 Menstruasi tidak teratur
 Melambatnya pubertas pada anak-anak
 Hilangnya gairah seksual
 Depresi

Ketika kerusakan kelenjar adrenal sudah parah, hal ini bisa menimbulkan gejala yang berat. Terkadang,
gejala yang berat bisa muncul secara tiba-tiba, tanpa ada gejala ringan sebelumnya. Kondisi ini disebut
krisis Addison atau krisis adrenal dan dapat membahayakan nyawa.
Berikut ini adalah tanda dan gejala krisis adrenal:

 Tubuh terasa sangat lemah


 Nyeri pada punggung bagian bawah atau kaki
 Sakit perut parah
 Muntah dan diare yang parah dan memicu dehidrasi
 Tekanan darah yang sangat rendah (syok)
 Kebingungan
 Penurunan kesadaran

Kapan harus ke dokter


Gejala penyakit Addison tidak khas, sehingga sering kali penderita tidak menyadari bahwa keluhan
yang dialaminya merupakan gejala dari penyakit ini. Oleh karena itu, lakukan pemeriksaan diri
ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala di atas, terutama bila terdapat gejala berupa:

 Hiperpigmentasi
 Kelelahan parah
 Penurunan berat badan secara dratis
 Gangguan pencernaan, seperti diare
 Nyeri otot atau sendi
 Pusing
 Pingsan

Segera ke IGD atau dokter terdekat jika Anda mengalami gejala krisis Addison. Jika Anda berada di
sekitar orang yang mengalami penurunan kesadaran, segera hubungi ambulans atau bawa ia ke IGD.

Diagnosis Penyakit Addison


Untuk mendiagnosis penyakit Addison, awalnya dokter akan melakukan tanya jawab seputar gejala,
riwayat penyakit, dan riwayat kesehatan pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik
secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan kondisi kulit untuk mencari
hiperpigmentasi.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis dan mencari tahu
penyebab penyakit Addison. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
Tes darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula, natrium, kalium, hormon kortisol, aldosteron, dan
adrenokortikotropik (ACTH) dalam darah. Tes darah juga dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang
dapat menyerang kelenjar adrenal.
Tes stimulasi ACTH
Tes stimulasi ACTH dilakukan untuk mengetahui kadar hormon kortisol di dalam darah sebelum dan
sesudah ACTH sintetis disuntikkan. Pada penyakit Addison, hormon kortisol akan tetap rendah setelah
penyuntikan ACTH sintetis.
Pemindaian
Pemindaian dapat dilakukan dengan CT scan atau MRI, untuk mendeteksi ukuran kelenjar adrenal yang
tidak normal, kelainan pada kelenjar pituitari, dan mengetahui penyebab dari insufisiensi adrenal.

Pengobatan Penyakit Addison


Penyakit Addison dapat diatasi dengan terapi yang bertujuan untuk menggantikan jumlah hormon
steroid yang berkurang dan tidak bisa diproduksi oleh tubuh, di antaranya:

 Pemberian kortikosteroid tablet


Obat yang digunakan untuk menggantikan hormon kortisol adalah prednison atau
metilprednisolon. Sementara itu, fludrokortison digunakan untuk menggantikan aldosteron.
 Pemberian kortikosteroid suntik
Obat kortikosteroid suntik biasanya diberikan pada pasien yang mengalami gejala muntah dan
tidak bisa meminum kortikosteroid tablet.

Selain itu, kondisi yang mendasari terjadinya kerusakan kelenjar adrenal juga perlu diatasi. Misalnya,
pemberian antibiotik setidaknya selama 6 bulan, jika kerusakan kelenjar adrenal disebabkan oleh
tuberkulosis.
Selama masa pengobatan, pasien akan disarankan untuk memeriksakan diri secara rutin tiap 6 bulan
atau 1 tahun sekali agar dokter dapat memantau perkembangan kondisi. Pasien juga perlu berkonsultasi
ke dokter untuk menyesuaikan dosis obat jika:

 Mengalami infeksi, yang ditandai dengan demam tinggi


 Mengalami kecelakaan, seperti kecelakaan mobil
 Menjalani operasi, seperti operasi gigi, penambalan gigi, atau endoskopi
 Menjalani olahraga atau aktivitas yang berat
Komplikasi Penyakit Addison
Komplikasi penyakit Addison adalah krisis adrenal. Komplikasi ini dapat terjadi jika:

 Penyakit Addison tidak diperiksakan atau tidak diobati secepatnya


 Pasien menghentikan pengobatannya sendiri
 Pasien tidak menyesuaikan dosis obat ketika mengalami stres fisik, cedera, atau infeksi

Krisis adrenal merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan medis secepatnya.
Pasalnya, krisis ini dapat menyebabkan koma, kerusakan otak permanen, dan kematian jika terlambat
diatasi.

Pencegahan Penyakit Addison


Penyakit Addison tidak dapat dicegah. Oleh karena itu, jika Anda merasakan gejalanya, segera
periksakan diri ke dokter, terlebih jika Anda juga memiliki faktor risiko penyakit Addison. Deteksi dan
penanganan dini dapat menghambat perkembangan penyakit dan mencegah komplikasi.
Gigantisme dan akromegali adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh disfungsi hormonal dan
pertumbuhan skeletal yang tiba-tiba. Kedua penyakit tersebut adalah penyakit langka yang membuat
tubuh pengidapnya menjadi sangat besar menyerupai raksasa. Hal yang menyebabkan seseorang
mengidap gigantisme dan akromegali adalah kelenjar pituitari.

Kelenjar pituitari adalah kelenjar otak yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan fisik. Ketika
kelenjar pituitari tidak berfungsi dengan baik, tubuh akan mengalami masalah dengan pertumbuhan.
Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan penampilan atau pertumbuhan yang tidak terbatas.

Dua kondisi, gigantisme dan akromegali, terjadi ketika kelenjar pituitari membuat terlalu
banyak hormon pertumbuhan akibat tumor pada kelenjar. Saat hormon tersebut mengalami gangguan,
pertumbuhan tulang, otot, dan organ bagian dalam akan meningkat secara pesat. Karena hal tersebut,
seseorang yang mengalami gangguan ini akan memiliki tubuh yang sangat besar.

Gigantisme

Seperti namanya, gigantisme menyebabkan individu tumbuh lebih tinggi dibanding orang normal.
Kondisi ini, yang paling sering terjadi pada anak-anak, terjadi karena tumor non-kanker pada kelenjar
pituitari yang menghasilkan terlalu banyak hormon pertumbuhan. Anak-anak dengan gigantisme akan
tumbuh sangat tinggi, dan biasanya akan mengalami penundaan saat pubertas.

Walau begitu, mendiagnosis gigantisme bisa menyulitkan orangtua, karena kondisi ini tidak
menyebabkan banyak tanda selain tinggi badan yang tidak biasa. Jika keluarga pengidap penyakit
tersebut mempunyai tubuh yang relatif tinggi, ini mungkin hanya dikaitkan dengan percepatan
pertumbuhan atau susunan genetika anak.

Diagnosis secara dini pada pengidap gigantisme sangat penting untuk kesehatan dan masa depan anak.
Hal ini dapat dilakukan dengan pengangkatan tumor di kelenjar pituitari. Walaupun operasi dilakukan,
tinggi dari anak tersebut tidak akan kembali seperti rata-rata. Maka dari itu, sangat penting untuk
mengobati secara dini penyakit yang membuat anak seperti raksasa ini.

Akromegali

Akromegali adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh tumor pada kelenjar pituitari, sehingga
menyebabkan sekresi hormon pertumbuhan. Perbedaan antara gigantisme dan akromegali adalah
akromegali terjadi pada orang dewasa dengan usia 30 hingga 50. Peningkatan kadar hormon
pertumbuhan secara drastis dapat memengaruhi sistem-sistem tubuh seseorang, termasuk juga sistem
jantung.
Seseorang yang mengidap akromegali akan mengalami perubahan pada penampilannya, seperti
peningkatan jarak antar gigi dan membesarnya wajah, kaki, dan tangan. Selain itu, metabolisme juga
dapat berubah. Walau begitu, akromegali adalah sebuah penyakit yang langka terjadi.

Sama seperti gigantisme, cara mengobati akromegali adalah melalui pembedahan dengan mengangkat
tumor yang ada di kelenjar pituitari. Semakin dini tumor tersebut terdeteksi, semakin cepat perawatan
yang dilakukan. Perubahan yang terjadi pada pengidapnya pun akan semakin kecil. Maka dari itu, jika
merasakan perubahan drastis yang terjadi pada tubuh, segeralah menemui dokter.

Selain usia pengidapnya yang berbeda dan gejala yang ditimbulkan, perbedaan antara gigantisme dan
akromegali adalah penyebab penyakitnya. Memang yang menjadi penyebab gigantisme dan akromegali
adalah tumor yang terjadi pada kelenjar pituitari. Namun, penyebab-penyebab lain yang membuat
seseorang mengidap penyakit gigantisme adalah sindrom McCune-Albright yang membuat jaringan
tulang tidak normal. Lalu, penyebab lainnya adalah multiple endocrine neoplasia tipe 1 (MEN1) yang
menyebabkan tumor pada kelenjar pituitari.

MENGTASI GIGANTISME

1. Pembedahan

Salah satu cara mengatasi penyakit ini adalah melalui prosedur operasi alias pembedahan. Tujuannya
untuk mengangkat tumor yang ada di kelenjar hipofisis. Dokter akan mengangkat tumor tersebut
dengan menggunakan alat kecil khusus yang dimasukkan melalui hidung.

2. Terapi Sinar Gamma

Metode yang satu ini dilakukan untuk mengobati tumor di otak. Terapi sinar gamma dilakukan dengan
memaparkan ratusan sinar radiasi kecil pada tumor. Sebenarnya cara ini cukup efektif dan bisa
mengembalikan level hormon, namun ada efek samping yang harus diperhatikan. Terapi sinar gamma
berisiko memicu terjadinya gangguan emosional, obesitas, dan ketidakmampuan belajar pada anak.

3. Konsumsi Obat-Obatan

Jika pembedahan atau terapi tidak memungkinkan untuk dilakukan, gigantisme biasanya akan ditangani
dengan konsumsi obat-obatan tertentu. Biasanya, pengidap penyakit ini akan diberikan jenis obat yang
berkaitan dengan produksi hormon dalam tubuh.

Gejala dan Komplikasi Gigantisme

Meski awalnya tidak terdeteksi, namun seiring berjalannya waktu gangguan gigantisme
pada pertumbuhan anak akan semakin terlihat dan mulai menunjukkan gejala. Keparahan gejala yang
dialami biasanya tergantung dari seberapa besar ukuran tumor pada kelenjar hipofisis. Pasalnya,
semakin besar ukuran tumor, biasanya akan semakin parah gejala yang muncul, sebab ada tekanan pada
saraf otak.

Gejala fisik yang bisa terjadi, di antaranya tangan dan kaki yang berukuran sangat besar, wajah yang
terasa kasar, jari tangan dan kaki yang terasa tebal, hingga perkembangan masa puber yang terhambat.
Kondisi ini juga menyebabkan munculnya gejala seperti dahi dan dagu yang berukuran lebih lebar,
terdapat celah di antara gigi, sering berkeringat, hingga gangguan pola tidur yang parah.

Pengidap penyakit ini juga rentan mengalami komplikasi yang biasanya terjadi akibat prosedur operasi.
Komplikasi yang bisa terjadi adalah menurunnya hormon kelenjar hipofisis dan bisa memicu berbagai
penyakit, mulai dari hipogonadisme, hipotiroidisme, kekurangan hormon adrenal, hingga diabetes
insipidus.

Anda mungkin juga menyukai