Penyakit hipertiroidisme atau hipertiroid adalah penyakit akibat kadar hormon tiroid
terlalu tinggi di dalam tubuh. Kondisi kelebihan hormon tiroid ini dapat menimbulkan gejala
jantung berdebar, tangan gemetar, dan berat badan turun drastis.
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher dan berperan sebagai penghasil hormon
tiroid. Hormon ini berfungsi untuk mengendalikan proses metabolisme, seperti mengubah
makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mengatur denyut jantung.
Kerja dari kelenjar tiroid juga dipengaruhi oleh kelenjar di otak yang dinamakan kelenjar
pituitari atau kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang dinamakan
TSH dalam mengatur kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
Ketika kadar hormon tiroid dalam tubuh terlalu tinggi, maka proses metabolisme akan
berlangsung semakin cepat dan memicu berbagai gejala. Penanganan perlu segera dilakukan
untuk mencegah memburuknya gejala hyperthyroidism atau hipertiroid yang muncul.
Diagnosis Hipertiroidisme
Dalam mendiagnosis hipertiroid, dokter akan menanyakan gejala yang dialami penderita
dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda hipertiroidisme, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Jika dokter telah melihat tanda hipertiroidisme, tes darah akan dilakukan untuk mengukur
kadar hormon pemicu tiroid (TSH) dan hormon tiroid dalam darah. Tes darah juga dilakukan
untuk mengukur tingginya kadar kolesterol dan gula dalam darah, yang dapat menjadi tanda
gangguan metabolisme akibat hipertiroidisme.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi penyebab
hipertiroidisme. Beberapa jenis pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah:
USG tiroid, untuk memeriksa kondisi kelenjar tiroid dan mendeteksi adanya benjolan
atau tumor di kelenjar tersebut.
Thyroid scan (nuklir tiroid), untuk memindai kondisi kelenjar tiroid dengan kamera
khusus dengan sebelumnya menyuntikan zat radioaktif ke dalam pembuluh darah.
Tes iodium radioaktif, sama seperti thyroid scan yaitu untuk memindai kelenjar tiroid
dengan sebelumnya pasien diminta menelan zat radioaktif mengandung iodium dosis
rendah.
Pengobatan Hipertirodisme
Pengobatan hipertiroid bertujuan untuk mengembalikan kadar normal hormon tiroid,
sekaligus mengatasi penyebabnya. Jenis pengobatan yang diberikan juga berdasarkan tingkat
keparahan gejala, serta usia dan kondisi penderita secara keseluruhan. Berikut ini beberapa cara
mengobati dan mengatasi hipertiroidisme:
Obat-obatan
Pemberian obat bertujuan untuk menghambat atau menghentikan fungsi kelenjar tiroid
dalam menghasilkan hormon berlebih dalam tubuh. Jenis obat yang digunakan adalah
methimazole, carbimazole dan propylthiouracil. Dokter juga akan memberikan obat yang dapat
menurunkan detak jantung untuk mengurangi gejala jantung berdebar.
Dokter akan menurunkan dosis obat apabila kadar hormon tiroid dalam tubuh telah
kembali normal, biasanya 1-2 bulan setelah mulai kosumsi obat. Diskusikan dengan dokter
endokrin mengenai lamanya penggunaan obat.
Terapi iodium radioaktif
Terapi iodium radioaktif bertujuan untuk menyusutkan kelenjar tiroid, sehingga
mengurangi jumlah hormon tiroid yang dihasilkan. Penderita akan diberikan cairan atau kapsul
yang mengandung zat radioaktif dan iodium dosis rendah, yang kemudian akan diserap oleh
kelenjar tiroid. Terapi iodium radioaktif berlangsung selama beberapa minggu atau bulan.
Meski dosis yang diberikan rendah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan penderita
setelah menjalani pengobatan hipertiroid ini, di antaranya:
Hindari kontak dengan anak-anak dan ibu hamil selama beberapa hari atau minggu untuk
mencegah penyebaran radiasi.
Tidak dianjurkan untuk hamil setidaknya selama enam bulan setelah pengobatan.
Operasi
Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi dilakukan pada beberapa kondisi sebagai
berikut:
Pemberian obat dan terapi iodium radioaktif tidak efektif untuk mengatasi
hipertiroidisme.
Pembengkakan yang terjadi pada kelenjar tiroid cukup parah.
Kondisi penderita tidak memungkinkan untuk menjalani pengobatan dengan obat-obatan
atau terapi iodium radioaktif, misalnya sedang hamil atau menyusui.
Penderita mengalami gangguan penglihatan yang cukup parah.
Prosedur tiroidektomi dapat bersifat total atau sebagian, tergantung kondisi penderita.
Namun, sebagian besar tiroidektomi dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar tiroid untuk
mencegah risiko hipertiroidisme kambuh atau muncul kembali.
Penderita yang menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid total dan terapi radioaktif
iodium dapat mengalami hipotiroidisme. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengonsumsi obat
berisi hormon tiroid. Akan tetapi, konsumsi obat ini mungkin perlu dilakukan seumur hidup.
Komplikasi Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera dilakukan.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
Krisis tiroid atau thyroid storm
Osteoporosis
Gangguan irama jantung (atrial fibrilasi)
Bahaya penyakit hipertiroid saat kehamilan
Penanganan hipertiroidisme selama kehamilan perlu segera dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang dapat membahayakan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya. Beberapa
komplikasi hipertiroid pada kehamilan yang dapat terjadi:
Preeklamsia
Kelahiran prematur
Keguguran
Bayi dengan berat badan lahir rendah
Pencegahan Hipertiroidisme
Cara terbaik untuk mencegah hipertiroidisme adalah dengan menghindari kondisi yang
dapat meningkatkan risiko Anda terkena penyakit ini. Sebagai contoh bila Anda menderita
penyakit diabetes tipe 1 yang berisiko menimbulkan hipertiroid, Anda perlu untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Selain mencegah hipertiroidisme muncul, pencegahan agar gejala yang timbul menjadi tidak
lebih buruk juga tidak kalah penting. Ada beberapa pola hidup sehat yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan gejala dari hipertiroidisme, yaitu:
Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Berolahraga secara teratur
Mengelola stres dengan baik
Tidak merokok
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah kumpulan gejala yang muncul akibat terlalu tingginya kadar
hormon kortisol di dalam tubuh. Gejala-gejala ini dapat muncul mendadak atau bertahap, dan
bisa semakin memburuk jika tidak ditangani.
Hormon kortisol adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini
memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, antara lain menjaga fungsi jantung dan pembuluh
darah, mengurangi peradangan, serta mengontrol tekanan darah dan kadar gula darah.
Namun, terlalu tingginya kadar hormon kortisol (hiperkortisolisme) pada sindrom
Cushing dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada tubuh. Selain itu, kondisi ini juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2.
Penyebab Sindrom Cushing
Tingginya kadar hormon kortisol pada sindrom Cushing bisa disebabkan oleh faktor dari
luar tubuh (eksternal) atau dari dalam tubuh (internal). Berikut ini adalah penjelasannya:
Penyebab eksternal sindrom Cushing
Penyebab sindrom Cushing yang paling umum adalah penggunaan obat kortikosteroid
dalam dosis tinggi atau untuk jangka panjang. Hal ini bisa terjadi karena obat kortikosteroid
memiliki efek yang sama dengan hormon kortisol.
Obat kortikosteroid yang sering menyebabkan sindrom Cushing adalah obat yang
diminum dan disuntik. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, kortikosteroid yang dioleskan dan
dihirup juga dapat menyebabkan sindrom Cushing, terutama bila digunakan dalam dosis tinggi.
Penyebab internal sindrom Cushing
Sindrom Cushing juga dapat terjadi akibat tingginya kadar hormon adrenokortikotropik
(ACTH), yaitu hormon yang mengatur pembentukan hormon kortisol. Kadar hormon ACTH
yang berlebihan ini dapat disebabkan oleh:
Tumor di kelenjar hipofisis atau pituitari
Tumor di pankreas, paru-paru, kelenjar tiroid, atau kelenjar timus
Tumor di kelenjar endokrin yang terkait dengan faktor keturunan
Penyakit kelenjar adrenal, seperti tumor di korteks adrenal (adenoma adrenal)
Faktor risiko sindrom Cushing
Sindrom Cushing lebih berisiko dialami oleh orang dewasa yang berusia 30–50 tahun.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kondisi ini terjadi terjadi pada anak-anak. Di samping
itu, sindrom Cushing juga tiga kali lipat lebih berisiko menyerang wanita dibandingkan dengan
pria.
Sindrom Cushing lebih mungkin terjadi pada orang-orang yang perlu menerima obat
kortikosteroid dalam jangka panjang. Contohnya adalah:
Penderita asma kronis
Penderita rheumatoid arthritis
Penderita lupus
Penerima transplan organ
Pseudocysts, yaitu munculnya kista atau kantung berisi cairan di permukaan pankreas
yang meradang. Kista ini bisa hilang dengan sendirinya, tapi kadang bisa terinfeksi atau
bahkan menyebabkan perdarahan.
Nekrosis atau kematian jaringan pankreas, akibat kehilangan pasokan darah. Jika hal ini
terjadi, pankreas bisa mengalami infeksi.
Pada tahap lanjut, infeksi bisa menyebar ke berbagai organ tubuh dan menyebabkan
sepsis serta kegagalan fungsi organ.
Kanker pankreas juga dapat memicu munculnya penyakit lain, seperti diabetes dan depresi.
Akan tetapi, sering kali penyakit-penyakit ini tidak disadari sebagai bagian dari gejala kanker
pankreas.
Setelah pasien dipastikan menderita kanker pankreas, dokter akan menentukan tingkat
keparahan kanker pankreas. Penentuan ini akan membantu dokter dalam memilih metode
pengobatan yang tepat.
Berikut ini adalah stadium atau tingkat keparahan pada kanker pankreas:
Stadium 0 (karsinoma in situ)Pada stadium ini, sel yang tidak normal ditemukan pada
dinding pankreas, tapi belum berupa kanker dan belum menyebar.
Stadium 1
Stadium 1 menandakan bahwa kanker hanya terdapat di pankreas dan belum menyebar ke
organ lain, dengan ukuran kanker antara 2–4 cm.
Stadium 2
Pada stadium 2, kanker telah berukuran lebih dari 4 cm atau telah menyebar ke kelenjar
getah bening di sekitar pankreas.
Stadium 3
Stadium 3 menandakan bahwa kanker telah menyebar ke saraf, pembuluh darah besar,
atau ke lebih dari 4 kelenjar getah bening di dekat pankreas, tapi belum menyebar ke
organ lain.
Stadium 4
Stadium 4 berarti kanker telah menyebar luas ke organ tubuh lain yang jauh dari
pankreas, seperti paru-paru, hati, atau peritoneum (selaput yang melapisi dinding dalam
perut).
Pengobatan Kanker Pankreas
Pengobatan kanker pankreas akan disesuaikan dengan stadium kanker, bagian pankreas
yang terserang kanker, dan kondisi pasien secara menyeluruh. Tujuan pengobatannya adalah
untuk menyingkirkan sel kanker agar tidak menyebar ke organ lain.
Beberapa metode yang dapat digunakan dokter untuk mengatasi kanker pankreas adalah:
Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat-obatan khusus untuk membunuh sel kanker. Obat
yang diberikan bisa berupa obat tunggal atau kombinasi, baik dalam bentuk minum (oral),
suntikan, atau infus.
Kemoterapi bisa dilakukan pada kanker pankreas stadium awal atau lanjut untuk
menyusutkan atau mengontrol pertumbuhan kanker.
Radioterapi
Radioterapi atau terapi radiasi adalah prosedur untuk menghancurkan sel kanker, dengan
menggunakan sinar berkekuatan tinggi, seperti sinar-X dan proton. Terapi radiasi dapat
dilakukan sebelum atau setelah bedah.
Radioterapi bisa dikombinasikan dengan kemoterapi (kemoradiasi). Biasanya, kombinasi
ini dilakukan sebelum bedah untuk menyusutkan ukuran kanker sehingga lebih mudah diangkat.
Kemoradiasi juga bisa dilakukan setelah bedah untuk mengurangi risiko kanker pankreas
kambuh kembali. Selain itu, kemoradiasi juga bisa dilakukan pada kanker pankreas yang tidak
dapat ditangani dengan operasi.
Operasi
Tindakan operasi dilakukan pada kanker pankreas yang belum menyebar ke organ tubuh lain.
Beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan adalah:
Perlu diketahui, tidak semua kanker pankreas dapat diatasi dengan operasi, seperti pada
kanker yang telah menyebar ke pembuluh darah besar, atau jika pasien juga menderita gagal hati
atau gagal jantung tingkat lanjut. Pasalnya, pada kondisi tersebut, risiko terjadinya komplikasi
akibat operasi akan lebih besar.
Selain metode di atas, ada juga beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan dokter
untuk meredakan gejala, yaitu:
Pengobatan (Non-farmakologi)
Terapi tanpa obat (non-farmakologi)
Operasi pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi)
Direkomendasikan bagi pasien dengan Kolelitiasis berukuran besar (>3cm), berisiko
tinggi mengalami kanker kandung empedu, dan yang mengalami gejala atau komplikasi.
Metode ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Gelombang kejut untuk menghancurkan Kolelitiasis menjadi fragmen – fragmen yang
lebih kecil.
Direkomendasikan bagi pasien dengan berat badan normal, jumlah Kolelitiasis <3 buah,
dan fungsi kandung empedu yang masih baik.
Metode ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)
Suatu alat yang mampu meneropong saluran pencernaan sekaligus membebaskan
sumbatan yang ada di saluran cerna (saluran empedu danpankreas).
Direkomendasikan bagi pasien yang mengalami sumbatan batu empedu pada saluran batu
utama (common bile duct) dan berisiko mengalami komplikasi seperti peradangan
saluran empedu dan pankreas.
Konsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat seperti buah, sayur – syuran dan biji –
bijian
Hindari konsumsi makanan tinggi kolesterol seperti daging merah, mentega / margarine,
mayonaise dan gorengan.
Berolahraga secara rutin
Pertahankan berat badan yang sehat dan ideal
Jangan melewatkan jadwal makan, diet terlalu ketat atau terlalu rendah kalori dpat
meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu.
Pada pasien obesitas, kurangi berat badan secara perlahan 0,5 -1 kg per minggu hingga
mencapai berat badan ideal penurunan berat badan secara drastis dapat meningkatkan
risiko batu empedu
Mengenal Gondokan Dalam atau Struma Basedow
Gondokan adalah kondisi membesarnya kelenjar tiroid. Namun, pembesaran kelenjar
tiroid tidak selalu nampak dari luar, sehingga Anda mungkin tidak menyadari sedang terkena
gondokan. Salah satu jenis gondokan yang berbahaya adalah gondokan dalam atau struma
Basedow. Kondisi ini ditandai dengan gangguan mata yang khas serta kenaikan hormon tiroid.
Kelenjar tiroid adalah kelenjar berbentuk seperti kupu-kupu yang terletak di bawah jakun
di leher. Kelenjar tiroid memproduksi hormon yang fungsinya mengatur metabolisme tubuh.
Kondisi kelenjar tiroid yang membesar atau disebut gondokan, termasuk kondisi
abnormal. Meskipun biasanya tidak nyeri, gondok dapat menyebabkan batuk, kesulitan menelan,
atau sulit bernapas, jika ukurannya besar.
Pengobatan gondokan dalam sangat bergantung pada ukuran, tanda dan gejala yang muncul,
serta penyebab yang mendasarinya. Tujuan pengobatan dari gondokan dalam atau struma
Basedow adalah untuk menghambat produksi hormon tiroid berlebih dan memblokir efek
hormon tersebut pada tubuh. Penanganan gondokan dalam meliputi:
Pemberian obat-obatan
Untuk menangani peradangan pada kelenjar tiroid, dokter akan memberikan obat pereda nyeri
dan antiradang, seperti aspirin dan kortikosteroid. Untuk mengatasi hipertiroidisme yang terjadi
akibat struma Basedow, diperlukan obat-obatan untuk mengendalikan kadar hormon.
Terapi yodium radioaktif
Radioaktif bekerja dengan cara menghancurkan sel-sel tiroid yang terlalu aktif. Hasilnya
pembengkakan akan menyusut dan gejala lainnya berkurang secara bertahap.
Pengobatan antitiroid
Obat ini bekerja dengan cara menghalangi penggunaan yodium untuk memproduksi tiroid. Obat
antitiroid dapat digunakan sebelum atau setelah terapi yodium radioaktif sebagai pengobatan
tambahan.
Prosedur operasi menjadi pilihan terakhir untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid
(tiroidektomi total) atau sebagian dari tiroid (tiroidektomi subtotal), tergantung dari tingkatan
penyakit. Prosedur ini cukup berisiko, karena dapat merusak saraf yang mengontrol pita suara
dan kelenjar kecil yang berdekatan dengan kelenjar tiroid (kelenjar paratiroid).
Setelah operasi, Anda mungkin memerlukan terapi pengganti hormon tiroid. Risiko lain yang
sangat berbahaya pada operasi pengangkatan tiroid yaitu tirotoksikosis atau badai tiroid (thyroid
storm). Kondisi ini memiliki angka kematian yang cukup tinggi.