Anda di halaman 1dari 20

Hipertiroidisme

Penyakit hipertiroidisme atau hipertiroid adalah penyakit akibat kadar hormon tiroid
terlalu tinggi di dalam tubuh. Kondisi kelebihan hormon tiroid ini dapat menimbulkan gejala
jantung berdebar, tangan gemetar, dan berat badan turun drastis.
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher dan berperan sebagai penghasil hormon
tiroid. Hormon ini berfungsi untuk mengendalikan proses metabolisme, seperti mengubah
makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mengatur denyut jantung.
Kerja dari kelenjar tiroid juga dipengaruhi oleh kelenjar di otak yang dinamakan kelenjar
pituitari atau kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang dinamakan
TSH dalam mengatur kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
Ketika kadar hormon tiroid dalam tubuh terlalu tinggi, maka proses metabolisme akan
berlangsung semakin cepat dan memicu berbagai gejala. Penanganan perlu segera dilakukan
untuk mencegah memburuknya gejala hyperthyroidism atau hipertiroid yang muncul.

Tanda dan Gejala Hipertiroidisme


Gejala yang ditimbulkan oleh hipertiroidisme terjadi akibat metabolisme tubuh berlangsung
lebih cepat. Gejala ini dapat dirasakan secara perlahan maupun mendadak. Gejala yang muncul
antara lain:
 Jantung berdebar
 Tremor atau gemetar di bagian tangan
 Mudah merasa gerah dan berkeringat
 Gelisah
 Mudah marah
 Berat badan turun drastis
 Sulit tidur
 Konsentrasi menurun
 Diare
 Penglihatan kabur
 Rambut rontok
 Gangguan menstruasi pada wanita
Selain gejala yang dapat dirasakan oleh penderita, ada beberapa tanda-tanda fisik yang
dapat ditemukan pada penderita hipertiroidisme. Tanda tersebut meliputi:
 Pembesaran kelenjar tiroid atau penyakit gondok
 Bola mata terlihat sangat menonjol
 Muncul ruam kulit atau biduran
 Telapak tangan kemerahan
 Tekanan darah meningkat
Selain itu, terdapat jenis hipertirodisme yang tidak menimbulkan gejala. Gangguan ini
disebut hipertiroid subklinis. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya TSH tanpa disertai
dengan hormon tiroid. Setengah penderitanya akan kembali normal tanpa pengobatan khusus.
Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami gejala hipertiroidisme. Langkah diagnosis
perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dan mendapatkan pengobatan.
Konsultasikan dengan dokter secara rutin jika sedang atau baru saja menjalani pengobatan
hipertiroidisme. Dokter akan memantau perkembangan penyakit dan respons tubuh terhadap
pengobatan.
Hipertiroid dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya untuk penderitanya, yaitu krisis
tiroid atau thyroid storm. Segeralah ke IGD jika muncul gejala hipertiroidisme yang disertai
dengan demam, diare, hingga penurunan kesadaran, baik selama maupun setelah menjalani
pengobatan hipertiroidisme.
Penyebab Hipertiroidisme
Gangguan yang dapat menyebabkan hipertiroid bermacam-macam, mulai dari penyakit
autoimun hingga efek samping obat. Berikut ini adalah berbagai penyebab penyakit dan kondisi
yang bisa menyebabkan hipertiroidisme:
 Penyakit Graves akibat autoimun atau kekebalan tubuh sendiri yang menyerang sel
normal.
 Peradangan kelenjar tiroid atau tiroiditis.
 Benjolan, seperti toxic nodular tiroid, atau tumor jinak di kelenjar tiroid atau kelenjar
pituitari (hipofisis).
 Kanker tiroid.
 Tumor di testis atau ovarium.
 Konsumsi obat dengan kandungan iodium tinggi, misalnya amiodarone.
 Penggunaan cairan kontras dengan kandungan iodium dalam tes pemindaian.
 Terlalu banyak konsumsi makanan yang mengandung iodium tinggi, seperti makanan
laut, produk susu, dan telur.
Selain beberapa penyebab di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena hipertiroidisme. Faktor risiko tersebut meliputi:
 Berjenis kelamin wanita.
 Memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit Graves.
 Menderita penyakit kronis, seperti diabetes tipe 1, anemia, atau gangguan kelenjar
adrenal.
Hipertiroidisme pada kehamilan
Hyperthyroidism atau hipertiroidisme juga dapat terjadi selama masa kehamilan. Selama
masa kehamilan, tubuh menghasilkan hormon alami yang dikenal dengan HCG (human
chorionic gonadotropin). Kadar hormon ini akan semakin meningkat, terutama pada usia
kehamilan 12 minggu.Tingginya hormon HCG dalam tubuh dapat merangsang kelenjar tiroid
untuk menghasilkan lebih banyak hormon tiroid, sehingga memicu munculnya gejala
hipertiroidisme. Hipertiroidisme juga rentan terjadi pada kehamilan kembar dan pada kasus
hamil anggur.

Diagnosis Hipertiroidisme
Dalam mendiagnosis hipertiroid, dokter akan menanyakan gejala yang dialami penderita
dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda hipertiroidisme, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Jika dokter telah melihat tanda hipertiroidisme, tes darah akan dilakukan untuk mengukur
kadar hormon pemicu tiroid (TSH) dan hormon tiroid dalam darah. Tes darah juga dilakukan
untuk mengukur tingginya kadar kolesterol dan gula dalam darah, yang dapat menjadi tanda
gangguan metabolisme akibat hipertiroidisme.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi penyebab
hipertiroidisme. Beberapa jenis pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah:
 USG tiroid, untuk memeriksa kondisi kelenjar tiroid dan mendeteksi adanya benjolan
atau tumor di kelenjar tersebut.
 Thyroid scan (nuklir tiroid), untuk memindai kondisi kelenjar tiroid dengan kamera
khusus dengan sebelumnya menyuntikan zat radioaktif ke dalam pembuluh darah.
 Tes iodium radioaktif, sama seperti thyroid scan yaitu untuk memindai kelenjar tiroid
dengan sebelumnya pasien diminta menelan zat radioaktif mengandung iodium dosis
rendah.
Pengobatan Hipertirodisme
Pengobatan hipertiroid bertujuan untuk mengembalikan kadar normal hormon tiroid,
sekaligus mengatasi penyebabnya. Jenis pengobatan yang diberikan juga berdasarkan tingkat
keparahan gejala, serta usia dan kondisi penderita secara keseluruhan. Berikut ini beberapa cara
mengobati dan mengatasi hipertiroidisme:
Obat-obatan
Pemberian obat bertujuan untuk menghambat atau menghentikan fungsi kelenjar tiroid
dalam menghasilkan hormon berlebih dalam tubuh. Jenis obat yang digunakan adalah
methimazole, carbimazole dan propylthiouracil. Dokter juga akan memberikan obat yang dapat
menurunkan detak jantung untuk mengurangi gejala jantung berdebar.
Dokter akan menurunkan dosis obat apabila kadar hormon tiroid dalam tubuh telah
kembali normal, biasanya 1-2 bulan setelah mulai kosumsi obat. Diskusikan dengan dokter
endokrin mengenai lamanya penggunaan obat.
Terapi iodium radioaktif
Terapi iodium radioaktif bertujuan untuk menyusutkan kelenjar tiroid, sehingga
mengurangi jumlah hormon tiroid yang dihasilkan. Penderita akan diberikan cairan atau kapsul
yang mengandung zat radioaktif dan iodium dosis rendah, yang kemudian akan diserap oleh
kelenjar tiroid. Terapi iodium radioaktif berlangsung selama beberapa minggu atau bulan.
Meski dosis yang diberikan rendah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan penderita
setelah menjalani pengobatan hipertiroid ini, di antaranya:
 Hindari kontak dengan anak-anak dan ibu hamil selama beberapa hari atau minggu untuk
mencegah penyebaran radiasi.
 Tidak dianjurkan untuk hamil setidaknya selama enam bulan setelah pengobatan.
Operasi
Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi dilakukan pada beberapa kondisi sebagai
berikut:
 Pemberian obat dan terapi iodium radioaktif tidak efektif untuk mengatasi
hipertiroidisme.
 Pembengkakan yang terjadi pada kelenjar tiroid cukup parah.
 Kondisi penderita tidak memungkinkan untuk menjalani pengobatan dengan obat-obatan
atau terapi iodium radioaktif, misalnya sedang hamil atau menyusui.
 Penderita mengalami gangguan penglihatan yang cukup parah.
Prosedur tiroidektomi dapat bersifat total atau sebagian, tergantung kondisi penderita.
Namun, sebagian besar tiroidektomi dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar tiroid untuk
mencegah risiko hipertiroidisme kambuh atau muncul kembali.
Penderita yang menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid total dan terapi radioaktif
iodium dapat mengalami hipotiroidisme. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengonsumsi obat
berisi hormon tiroid. Akan tetapi, konsumsi obat ini mungkin perlu dilakukan seumur hidup.
Komplikasi Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera dilakukan.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
 Krisis tiroid atau thyroid storm
 Osteoporosis
 Gangguan irama jantung (atrial fibrilasi)
Bahaya penyakit hipertiroid saat kehamilan
Penanganan hipertiroidisme selama kehamilan perlu segera dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang dapat membahayakan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya. Beberapa
komplikasi hipertiroid pada kehamilan yang dapat terjadi:
 Preeklamsia
 Kelahiran prematur
 Keguguran
 Bayi dengan berat badan lahir rendah
Pencegahan Hipertiroidisme
Cara terbaik untuk mencegah hipertiroidisme adalah dengan menghindari kondisi yang
dapat meningkatkan risiko Anda terkena penyakit ini. Sebagai contoh bila Anda menderita
penyakit diabetes tipe 1 yang berisiko menimbulkan hipertiroid, Anda perlu untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Selain mencegah hipertiroidisme muncul, pencegahan agar gejala yang timbul menjadi tidak
lebih buruk juga tidak kalah penting. Ada beberapa pola hidup sehat yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan gejala dari hipertiroidisme, yaitu:
 Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang
 Berolahraga secara teratur
 Mengelola stres dengan baik
 Tidak merokok
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah kumpulan gejala yang muncul akibat terlalu tingginya kadar
hormon kortisol di dalam tubuh. Gejala-gejala ini dapat muncul mendadak atau bertahap, dan
bisa semakin memburuk jika tidak ditangani.
Hormon kortisol adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini
memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, antara lain menjaga fungsi jantung dan pembuluh
darah, mengurangi peradangan, serta mengontrol tekanan darah dan kadar gula darah.
Namun, terlalu tingginya kadar hormon kortisol (hiperkortisolisme) pada sindrom
Cushing dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada tubuh. Selain itu, kondisi ini juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2.
Penyebab Sindrom Cushing
Tingginya kadar hormon kortisol pada sindrom Cushing bisa disebabkan oleh faktor dari
luar tubuh (eksternal) atau dari dalam tubuh (internal). Berikut ini adalah penjelasannya:
Penyebab eksternal sindrom Cushing
Penyebab sindrom Cushing yang paling umum adalah penggunaan obat kortikosteroid
dalam dosis tinggi atau untuk jangka panjang. Hal ini bisa terjadi karena obat kortikosteroid
memiliki efek yang sama dengan hormon kortisol.
Obat kortikosteroid yang sering menyebabkan sindrom Cushing adalah obat yang
diminum dan disuntik. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, kortikosteroid yang dioleskan dan
dihirup juga dapat menyebabkan sindrom Cushing, terutama bila digunakan dalam dosis tinggi.
Penyebab internal sindrom Cushing
Sindrom Cushing juga dapat terjadi akibat tingginya kadar hormon adrenokortikotropik
(ACTH), yaitu hormon yang mengatur pembentukan hormon kortisol. Kadar hormon ACTH
yang berlebihan ini dapat disebabkan oleh:
 Tumor di kelenjar hipofisis atau pituitari
 Tumor di pankreas, paru-paru, kelenjar tiroid, atau kelenjar timus
 Tumor di kelenjar endokrin yang terkait dengan faktor keturunan
 Penyakit kelenjar adrenal, seperti tumor di korteks adrenal (adenoma adrenal)
Faktor risiko sindrom Cushing
Sindrom Cushing lebih berisiko dialami oleh orang dewasa yang berusia 30–50 tahun.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kondisi ini terjadi terjadi pada anak-anak. Di samping
itu, sindrom Cushing juga tiga kali lipat lebih berisiko menyerang wanita dibandingkan dengan
pria.
Sindrom Cushing lebih mungkin terjadi pada orang-orang yang perlu menerima obat
kortikosteroid dalam jangka panjang. Contohnya adalah:
 Penderita asma kronis
 Penderita rheumatoid arthritis
 Penderita lupus
 Penerima transplan organ

Gejala Sindrom Cushing


Gejala yang dialami penderita Sindrom Cushing tergantung pada tingginya kadar kortisol di
dalam tubuh. Gejalanya antara lain:
 Berat badan meningkat
 Penumpukan lemak, terutama di bahu (buffalo hump) dan wajah (moon face)
 Guratan berwarna ungu kemerahan (striae) di kulit perut, paha, payudara, atau lengan
 Penipisan kulit, sehingga kulit menjadi mudah memar
 Luka atau gigitan serangga di kulit sulit sembuh
 Jerawat
 Lemah otot
 Lemas
 Depresi, cemas, atau mudah marah
 Gangguan mengingat
 Tekanan darah tinggi
 Sakit kepala
 Pengeroposan tulang
 Gangguan pertumbuhan pada anak
Pada wanita, sindrom Cushing dapat membuat haid menjadi tidak teratur atau terlambat dan
menimbulkan gejala hirsutisme, yaitu rambut yang tumbuh lebat di wajah atau bagian lain yang
biasanya hanya tumbuh pada pria.
Sedangkan pada pria, keluhan lain yang mungkin muncul akibat sindrom Cushing adalah
penurunan gairah seksual, gangguan kesuburan, dan impotensi.

Kapan harus ke dokter


Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala di atas, terutama bila sedang
menjalani pengobatan dengan obat kortikosteroid dosis tinggi. Penting untuk diingat, semakin
cepat sindrom Cushing ditangani, maka semakin besar pula peluang untuk sembuh.

Diagnosis Sindrom Cushing


Dokter akan bertanya kepada pasien terkait gejala yang dialami dan riwayat obat yang
rutin dikonsumsi. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk
melihat tanda-tanda sindrom Cushing pada pasien.
Untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, dokter akan
menjalankan pemeriksaan penunjang, seperti:
 Pemeriksaan sampel urine 24 jam dan air liur di malam hari, untuk mengukur kadar
hormon kortisol
 Pemeriksaan kadar hormon kortisol dalam darah, bisa dilakukan dengan didahului
pemberian obat deksametason dosis rendah di malam hari, untuk melihat apakah kadar
kortisol pasien akan turun di pagi hari
 Pemindaian dengan CT scan atau MRI, untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada
kelenjar adrenal atau kelenjar hipofisis
 Uji sampel darah yang diambil dari sinus petrosus, yaitu pembuluh darah di sekitar
kelenjar hipofisis, untuk mengetahui apakah sindrom Cushing disebabkan oleh gangguan
pada kelenjar hipofisis atau bukan

Pengobatan Sindrom Cushing
Pengobatan sindrom Cushing bertujuan untuk mengurangi kadar kortisol di dalam tubuh.
Metode pengobatan yang dipilih akan disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya.
Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter untuk
mengatasi sindrom Cushing:
 Mengurangi dosis kortikosteroid secara bertahap atau mengganti kortikosteroid dengan
obat lain, jika sindrom Cushing disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid dalam dosis
tinggi atau dalam jangka panjang
 Menjalankan prosedur bedah pengangkatan tumor, jika sindrom Cushing disebabkan oleh
tumor
 Melakukan prosedur terapi radiasi (radioterapi), jika masih ada tumor yang tersisa setelah
bedah atau jika bedah tidak dapat dilakukan
 Memberikan obat-obatan pengontrol kadar hormon kortisol, seperti ketoconazole,
metirapon, mitotane, dan mifepriston, jika bedah dan radioterapi tidak efektif mengobati
pasien
Pengobatan sindrom Cushing dapat memengaruhi hormon lain yang diproduksi oleh kelenjar
adrenal. Oleh karena itu, pada beberapa kasus, pasien perlu mendapatkan terapi penggantian
hormon.

Komplikasi Sindrom Cushing


Jika tidak ditangani, sindrom Cushing bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti:
 Depresi berat
 Diabetes
 Kolesterol tinggi
 Mudah terserang infeksi
 Pengeroposan tulang (osteoporosis) dan patah tulang
 Kehilangan massa otot
 Penggumpalan darah di kaki atau paru-paru
 Serangan jantung
 Stroke
 Kematian

Pencegahan Sindrom Cushing


Sindrom Cushing yang terkait dengan tumor sulit untuk diprediksi dan dicegah. Namun,
sindrom Cushing yang disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid dosis tinggi atau jangka
panjang dapat dikurangi risikonya dengan melakukan kontrol rutin ke dokter untuk
memeriksakan kondisi kesehatan dan kadar hormon dalam tubuh.
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah peradangan di dalam pankreas yang terjadi secara tiba-tiba.
Penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri yang muncul secara tiba-tiba di perut bagian tengah,
kanan, atau kiri.
Pankreas merupakan organ yang terletak di belakang lambung dan dekat dengan usus
halus. Organ ini bertugas memproduksi dan menyalurkan hormon insulin dan enzim pencernaan.
Penyakit pankreatitis akut berbeda dengan pankreatitis kronis. Peradangan pada
pankreatitis akut berlangsung secara tiba-tiba, sedangkan peradangan pada pankreatitis kronis
berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun.

Gejala Pankreatitis Akut


Gejala utama pankreatitis akut adalah sakit perut yang timbul secara tiba-tiba. Rasa sakit
ini cenderung muncul di perut bagian tengah, namun terkadang terasa di sisi kanan atau kiri
perut. Nyeri akibat pankreatitis akut sering kali memberat dan menjalar sampai ke dada dan
punggung.
Gejala lain yang mungkin timbul pada pankreatitis akut adalah:
 Demam.
 Diare.
 Mual dan muntah.
 Gangguan pencernaan.
 Perut membengkak dan sakit bila disentuh.
 Kulit dan mata menguning (penyakit kuning).
 Jantung berdetak lebih cepat dari normal (takikardia).
Nyeri perut pada pankreatitis akut akan bertambah parah saat tidur berbaring dan ketika
makan atau minum, terutama bila makan makanan yang berlemak.
Gejala lain yang bisa timbul adalah dehidrasi dan tekanan darah rendah. Hal ini terjadi ketika
pankreatitis akut memburuk dan memengaruhi organ lain, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal.
Waktu kemunculan gejala pankreatitis akut tergantung pada penyebabnya. Pada pankreatitis
akut yang disebabkan oleh batu empedu, gejalanya muncul setelah mengonsumsi makanan dalam
porsi besar. Namun, bila disebabkan oleh konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan, gejala
akan muncul 6-12 jam setelahnya.

Kapan harus ke dokter


Periksakan diri ke dokter bila Anda mengalami rasa sakit di perut yang berlangsung
terus-menerus dan tidak kunjung membaik. Apalagi bila nyeri bertambah berat dan membuat
Anda sangat tidak nyaman.
Segera ke IGD rumah sakit bila nyeri perut parah disertai mual dan muntah, demam,
BAB berdarah, serta perut terasa keras bila disentuh.
Penyebab Pankreatitis Akut
Pada sebagian besar kasus, pankreatitis akut disebabkan oleh adanya batu empedu dan
kebiasaan mengonsumsi alkohol. Berikut adalah penjelasannya:
 Batu empedu
Batu empedu bisa menyebabkan peradangan pada pankreas yang sifatnya akut. Hal ini
terjadi jika batu empedu keluar dari kantung empedu dan menyumbat saluran pankreas.
Sekitar 40% kasus pankreatitis akut disebabkan oleh penyumbatan batu empedu.
 Kebiasaan mengonsumsi alcohol Walaupun belum diketahui mekanisme pasti dari
konsumsi alkohol dengan munculnya pankreatitis akut, ada dugaan bahwa konsumsi
alkohol secara berlebihan membuat alkohol berubah menjadi senyawa kimia beracun
yang dapat merusak pankreas. Kecanduan alkohol menjadi penyebab dari 30% kasus
pankreatitis akut.
Selain kedua hal di atas, beberapa kondisi berikut juga bisa meningkatkan risiko terjadinya
pankreatitis akut, seperti:
 Kelainan bawaan dan genetik, seperti cystic fibrosis.
 Kanker pankreas.
 Trigliserida tinggi.
 Efek samping obat-obatan
 Tingginya kadar kalsium dalam darah yang bisa disebabkan oleh hiperparatiroidisme.
 Obesitas.
 Infeksi virus, seperti campak dan gondongan.
 Efek samping pengangkatan batu empedu atau pemeriksaan pankreas.

Diagnosis Pankreatitis Akut


Dokter akan menanyakan gejala yang dirasakan pasien dan memeriksa apakah perut pasien
keras atau tegang. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, berupa:
 Pemeriksaan darah, untuk mengukur kadar enzim amilase dan lipase.
 Pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya batu
empedu, serta untuk menentukan tingkat keparahan pankreatitis akut.

Pengobatan Pankreatitis Akut
Pasien pankreatitis akut harus menjalani rawat inap di rumah sakit agar kondisinya bisa
terpantau. Sebelum memberikan penanganan, dokter akan menyarankan pasien untuk berpuasa,
guna memberikan waktu pemulihan bagi pankreas.
Jika peradangan pada pankreas sudah mereda, pasien bisa mulai mengonsumsi makanan
lunak. Konsistensi makanan akan ditingkatkan secara bertahap, sampai pasien bisa mengonsumsi
makanan padat seperti biasa. Selain itu, dokter juga akan memberikan penanganan berupa:
 Infus, untuk memberikan asupan nutrisi dan cairan.
 Obat antinyeri, untuk meredakan nyeri.
 Oksigen, untuk menjaga kadar oksigen dalam tubuh.
 Antibiotik, jika pankreas dan organ di sekitarnya terinfeksi.
Setelah kondisi pasien stabil, dokter akan melakukan penanganan untuk mengatasi penyebab
pankreatitis akut. Bila pankreatitis akut disebabkan oleh batu empedu, dokter akan mengangkat
batu empedu melalui prosedur endoscopic retrogade cholangiopancreatography (ERCP) atau
dengan operasi koleksistetomi.
Pada pankreatitis akut yang disebabkan oleh kecanduan alkohol, dokter akan menyarankan
pasien untuk mengikuti program rehabilitasi untuk mengatasi kecanduan alkohol.
Pasien pankreatitis akut ringan yang dirawat di rumah sakit biasanya akan sembuh dan bisa
pulang ke rumah dalam waktu beberapa hari. Namun, pada pankreatitis akut yang berat, waktu
perawatannya akan lebih lama, dan bahkan kadang pasien perlu dirawat secara intensif di ruang
ICU.

Komplikasi Pankreatitis Akut


Penderita pankreatitis akut biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari. Akan tetapi, bila
tidak ditangani dengan baik, pankreatitis akut dapat menyebabkan sejumlah komplikasi berikut:

 Pseudocysts, yaitu munculnya kista atau kantung berisi cairan di permukaan pankreas
yang meradang. Kista ini bisa hilang dengan sendirinya, tapi kadang bisa terinfeksi atau
bahkan menyebabkan perdarahan.
 Nekrosis atau kematian jaringan pankreas, akibat kehilangan pasokan darah. Jika hal ini
terjadi, pankreas bisa mengalami infeksi.
 Pada tahap lanjut, infeksi bisa menyebar ke berbagai organ tubuh dan menyebabkan
sepsis serta kegagalan fungsi organ.

Pencegahan Pankreatitis Akut


Pankreatitis akut erat kaitannya dengan konsumsi minuman beralkohol dan batu empedu.
Oleh sebab itu, pencegahannya dapat dilakukan dengan cara:
 Mengurangi atau berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.
 Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang.
 Menghindari konsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.
 Rutin berolahraga untuk mempertahankan berat badan ideal.
Kanker Pankreas/tumor pakreas
Kanker pankreas adalah kanker yang tumbuh di jaringan pankreas. Kanker pankreas
dapat dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering terjadi pada orang yang berusia di atas 55 tahun.
Pankreas memiliki sejumlah fungsi penting bagi tubuh, antara lain memproduksi hormon
glukagon dan insulin yang bertugas untuk menjaga kestabilan kadar gula darah dalam tubuh.
Pankreas juga menghasilkan enzim yang membantu tubuh untuk mencerna nutrisi di dalam
makanan.
Kanker pankreas terjadi ketika sel-sel di pankreas tumbuh dengan tidak normal dan tidak
terkendali. Stadium awal dari kanker ini sering kali tidak bergejala. Biasanya, gejala baru muncul
ketika kanker telah menyebar ke organ tubuh yang lain.
Kanker pankreas merupakan salah satu jenis kanker yang paling mematikan. Dari
keseluruhan kasus kanker pankreas, hanya sekitar 9 persen penderita yang dapat bertahan hidup
hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita penyakit ini.

Jenis Kanker Pankreas


Kanker pankreas terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
Pancreatic adenocarsinoma
Pancreatic adenocarsinoma adalah kanker pankreas yang tumbuh dari sel eksokrin, yaitu
sel yang memproduksi enzim pankreas. Diperkirakan, 95 persen dari seluruh kasus kanker
pankreas adalah jenis pancreatic adenocarsinoma.
Pancreatic neuroendocrine tumors (NETs)
Pancreatic neuroendocrine tumors adalah jenis kanker pankreas yang tumbuh di sel
endokrin, yaitu sel yang memproduksi hormon dan mengelola kadar gula darah.
Penyebab dan Faktor Risiko Kanker Pankreas
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kanker pankreas. Tetapi, ada beberapa
faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kanker pankreas, yaitu:
 Berusia di atas 55 tahun
 Memiliki berat badan berlebih
 Memiliki golongan darah A, B, atau AB
 Menderita diabetes, pankreatitis kronis, radang gusi (gingivitis), atau periodontitis
 Menderita infeksi bakteri Helicobacter pylori, hepatitis C, batu empedu, atau sirosis hati
 Memiliki riwayat kelainan genetik yang dapat meningkatkan risiko kanker, seperti
neurofibromatosis tipe 1, riwayat kanker ovarium atau kanker payudara pada keluarga,
dan riwayat pankreatitis pada keluarga
 Memiliki keluarga dengan riwayat kanker pankreas
 Mengonsumsi terlalu banyak daging merah
 Mengonsumsi minuman beralkohol
 Merokok
Gejala Kanker Pankreas
Kanker pankreas pada stadium (tahap) awal umumnya tidak menimbulkan gejala. Namun,
seiring sel kanker berkembang dan mencapai stadium lanjut, gejala yang dapat muncul antara
lain:
 Hilang nafsu makan
 Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas
 Gatal-gatal di kulit
 Perut kembung
 Mual dan muntah
 Diare
 Sembelit
 Urine berwarna gelap
 Tinja berwarna pucat
 Tubuh mudah lelah
 Kulit dan putih mata (sklera) menguning
 Penggumpalan darah
 Sakit perut yang menjalar ke punggung
 Demam atau menggigil

Kanker pankreas juga dapat memicu munculnya penyakit lain, seperti diabetes dan depresi.
Akan tetapi, sering kali penyakit-penyakit ini tidak disadari sebagai bagian dari gejala kanker
pankreas.

Kapan harus ke dokter


Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala di atas, terutama jika Anda
termasuk yang berisiko terkena kanker pankreas. Selain itu, beri tahu dokter jika keluarga Anda
memiliki riwayat kanker pankreas atau penyakit genetik. Dokter mungkin akan menyarankan
Anda untuk menjalani skrining kanker pankreas.
Bagi pasien yang telah menjalani pengobatan, tetap lakukan pemeriksaan ke dokter
secara berkala. Pemeriksaan tetap diperlukan meski kanker telah berhasil diangkat, untuk
mencegah kemungkinan sel kanker kembali tumbuh.

Diagnosis Kanker Pankreas


Dokter akan menanyakan gejala dan riwayat penyakit pasien, termasuk bertanya tentang
gaya hidup pasien, seperti kebiasaan merokok dan pola makan. Selanjutnya, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik, antara lain dengan melihat tanda penyakit kuning dan mendeteksi
benjolan di perut.
Setelah itu, dokter juga dapat menjalankan beberapa pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis, seperti:
 Tes darah, untuk mendeteksi protein CA19-9 serta untuk mengukur kadar hormon
insulin, glukagon, dan somatostatin, yang terkait dengan sel kanker pankreas
 Pemindaian dengan CT scan, PET scan, atau MRI, untuk melihat kondisi pankreas dan
organ lain di dalam tubuh
 Endoscopic ultrasound (EUS), untuk melihat kondisi pankreas dari dalam perut dengan
endoskopi dan USG
 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), yaitu endoskopi yang
dibantu dengan foto Rontgen, untuk mengetahui kondisi saluran empedu dan pankreas
 Octreotide scan atau octreoscan, untuk mendeteksi keberadaan kanker pankreas yang
berasal dari sel endokrin
 Biopsi atau pengambilan sampel dari jaringan yang dicurigai sebagai kanker pankreas
untuk kemudian diteliti lebih lanjut dengan mikroskop

Setelah pasien dipastikan menderita kanker pankreas, dokter akan menentukan tingkat
keparahan kanker pankreas. Penentuan ini akan membantu dokter dalam memilih metode
pengobatan yang tepat.
Berikut ini adalah stadium atau tingkat keparahan pada kanker pankreas:
 Stadium 0 (karsinoma in situ)Pada stadium ini, sel yang tidak normal ditemukan pada
dinding pankreas, tapi belum berupa kanker dan belum menyebar.
 Stadium 1
Stadium 1 menandakan bahwa kanker hanya terdapat di pankreas dan belum menyebar ke
organ lain, dengan ukuran kanker antara 2–4 cm.
 Stadium 2
Pada stadium 2, kanker telah berukuran lebih dari 4 cm atau telah menyebar ke kelenjar
getah bening di sekitar pankreas.
 Stadium 3
Stadium 3 menandakan bahwa kanker telah menyebar ke saraf, pembuluh darah besar,
atau ke lebih dari 4 kelenjar getah bening di dekat pankreas, tapi belum menyebar ke
organ lain.
 Stadium 4
Stadium 4 berarti kanker telah menyebar luas ke organ tubuh lain yang jauh dari
pankreas, seperti paru-paru, hati, atau peritoneum (selaput yang melapisi dinding dalam
perut).

Pengobatan Kanker Pankreas
Pengobatan kanker pankreas akan disesuaikan dengan stadium kanker, bagian pankreas
yang terserang kanker, dan kondisi pasien secara menyeluruh. Tujuan pengobatannya adalah
untuk menyingkirkan sel kanker agar tidak menyebar ke organ lain.

Beberapa metode yang dapat digunakan dokter untuk mengatasi kanker pankreas adalah:

Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat-obatan khusus untuk membunuh sel kanker. Obat
yang diberikan bisa berupa obat tunggal atau kombinasi, baik dalam bentuk minum (oral),
suntikan, atau infus.
Kemoterapi bisa dilakukan pada kanker pankreas stadium awal atau lanjut untuk
menyusutkan atau mengontrol pertumbuhan kanker.
Radioterapi
Radioterapi atau terapi radiasi adalah prosedur untuk menghancurkan sel kanker, dengan
menggunakan sinar berkekuatan tinggi, seperti sinar-X dan proton. Terapi radiasi dapat
dilakukan sebelum atau setelah bedah.
Radioterapi bisa dikombinasikan dengan kemoterapi (kemoradiasi). Biasanya, kombinasi
ini dilakukan sebelum bedah untuk menyusutkan ukuran kanker sehingga lebih mudah diangkat.
Kemoradiasi juga bisa dilakukan setelah bedah untuk mengurangi risiko kanker pankreas
kambuh kembali. Selain itu, kemoradiasi juga bisa dilakukan pada kanker pankreas yang tidak
dapat ditangani dengan operasi.

Operasi

Tindakan operasi dilakukan pada kanker pankreas yang belum menyebar ke organ tubuh lain.
Beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan adalah:

 Operasi Whipple atau pankreatikoduodenektomi, yaitu operasi untuk mengangkat bagian


kepala pankreas dan sebagian dari organ lain, seperti usus dua belas jari, kandung
empedu, saluran empedu, kelenjar getah bening, lambung, dan usus besar
 Pankreatektomi distal, yaitu operasi untuk mengangkat bagian kiri pankreas dan, bila
diperlukan, limpa pasien
 Pankreatektomi total, yaitu prosedur untuk mengangkat seluruh pankreas

Perlu diketahui, tidak semua kanker pankreas dapat diatasi dengan operasi, seperti pada
kanker yang telah menyebar ke pembuluh darah besar, atau jika pasien juga menderita gagal hati
atau gagal jantung tingkat lanjut. Pasalnya, pada kondisi tersebut, risiko terjadinya komplikasi
akibat operasi akan lebih besar.

Selain metode di atas, ada juga beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan dokter
untuk meredakan gejala, yaitu:

 Pemberian analgesik opioid untuk meredakan nyeri


 Pemberian antidepresan disertai konseling untuk meredakan depresi
 Operasi bypass dan pemasangan stent di saluran empedu, untuk meredakan gejala
penyakit kuning, gatal-gatal, dan hilang nafsu makan
Komplikasi Kanker Pankreas
Kanker pankreas dapat berkembang dan menyebabkan sejumlah komplikasi, seperti:
 Berat badan turun, yang bisa terjadi akibat pankreas tidak memproduksi enzim
pencernaan dalam jumlah yang cukup, atau akibat kanker menekan lambung, sehingga
membuat pasien sulit makan
 Penyakit kuning, yang dapat terjadi akibat kanker menyumbat saluran empedu
 Nyeri perut, akibat sel-sel kanker di pankreas terus tumbuh dan menekan saraf di perut
 Obstruksi atau penyumbatan usus, akibat kanker pankreas menekan usus dua belas jari,
sehingga makanan yang telah dicerna di lambung tidak bisa turun ke usus
Pencegahan Kanker Pankreas
Belum diketahui bagaimana cara untuk mencegah kanker pankreas. Namun, risiko terserang
kanker pankreas dapat dikurangi dengan melakukan sejumlah hal berikut:
 Berhenti merokok
 Mengurangi atau menakar konsumsi minuman beralkohol
 Mengonsumsi makanan bergizi seimbang
 Menjaga berat badan ideal

BATU EMPEDU (Kolelitiasis)


Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu adalah struktur seperti kantung menyerupai pir yang terletak di bawah hati.
Fungsi kandung empedu adalah :
 Menyimpan cairan empedu yang dihasilkan oleh sel hati.
 Melepaskan cairan empedu ke dalam usus melalui saluran empedu untuk membantu
pencernaan lemak.
 Melepaskan cairan empedu ke dalam usus 12 jari (duodenum) ketika saluran cerna mengandung
banyak lemak.
Cairan empedu terdiri dari air, kolesterol (>90%), garam empedu (5-10%), protein, dan bilirubin.

Pengertian Batu Empedu


Batu empedu (kolelitiasis) adalah timbunan kristal yang terbentuk di dalam kandung
empedu atau saluran empedu. Proses terbentuknya batu empedu adalah ketika lemak
(kolesterol)/bilirubin berlebih dalam saluran cerna kemudian fungsi cairan empedu terganggu
yang menyebabkan batu empedu.
Penyebab Batu Empedu :
 Konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan kolesterol tinggi
 Proses pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna atau jarang

Faktor Risiko Batu Empedu
 Jenis kelamin : Perempuan memilikki 2 – 3 kali mengalami batu empedu dibandingkan
pria
 Usia : Setelah usia 40 tahun risiko mengalami Kolelitiasis meningkat 4 – 10 kali. Usia
berkaitan erat dengan sekresi dan kejenuhan kolesterol.
 Berat badan dan penyakit lain : Kondisi obesitas dengan BMI > 30 Kg/m² dan penderita
diabetes memiliki risiko yang besar terbentuknya Kolelitiasis.
 Kehamilan : meningkatnya kadar estrogen akan meningkatkan kadar kejenuhan
kolesterol dalam empedu.
 Obat-obatan : Penggunaan obat yang mengandung estrogen pada terapi sulih hormon
(hormone replacement therapy) meningkatkan risiko terbentuknya Kolelitiasis.
 Penurunan berat bedan secara cepat : diet yang terlalu ketat menyebabkan pengosongan
kandung empedu yang tidak sempurna dan pengeluaran kolesterol dalam empedu
meningkat serta memicu terbentuknya Kolelitiasis.
 Konsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat yang berlebihan menyebabkan
timbulnya deposit Kolelitiasis.
 Memilikki riwayat Kolelitiasis dalam keluarga.

Gejala Batu Empedu


Batu empedu biasanya tidak menimbulkan gejala pada >80% penderita. Keluhan yang nampak
saat gejala timbul antara lain
 Nyeri mendadak pada ulu hati (disebut juga kolik bilier)
 Demam
 Kembung
 Mual-muntah
 Kehilangan nafsu makan

Gejala batu empedu hampir menyerupai gejala sakit maag

Komplikasi Batu Empedu


            Batu empedu yang tidak tertanganidapat menimbulkan komplikasi berupa :
 Inflamasi kandung empedu
 Infeksi saluran empedu
 Pankreatitis akut
 Kanker kandung empedu
 Penyakit kuning (jaundice)
Segera periksakan diri ke dokter apabila mengalami gejala – gejala seperti nyeri perut hebat dan
terus – menerus, badan atau mata berwarna kuning, demam tinggi, dan nafsu makan yang
menurun.

Pengobatan (Non-farmakologi)
Terapi tanpa obat (non-farmakologi)
 Operasi pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi)
 Direkomendasikan bagi pasien dengan Kolelitiasis berukuran besar (>3cm), berisiko
tinggi mengalami kanker kandung empedu, dan yang mengalami gejala atau komplikasi.
 Metode ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
 Gelombang kejut untuk menghancurkan Kolelitiasis menjadi fragmen – fragmen yang
lebih kecil.
 Direkomendasikan bagi pasien dengan berat badan normal, jumlah Kolelitiasis <3 buah,
dan fungsi kandung empedu yang masih baik.
 Metode ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)
 Suatu alat yang mampu meneropong saluran pencernaan sekaligus membebaskan
sumbatan yang ada di saluran cerna (saluran empedu danpankreas).
 Direkomendasikan bagi pasien yang mengalami sumbatan batu empedu pada saluran batu
utama (common bile duct) dan berisiko mengalami komplikasi seperti peradangan
saluran empedu dan pankreas.

Terapi dengan obat (Farmakologi)


 AINS (Antiinflamasi Non Steroid) dan antispasmodik
 Fungsi : mengurangi rasa nyeri dan spasme serta merelaksasikan kandung empedu
 Contoh obat : Ketorolac, Hyoscine Butybromide
 Kolagogum, Kolelitolitik, Hepatoprotektor
 Fungsi :
 Melarutkan batu kolesterol pada pasien dengan kandung empedu yang masih baik.
 Menurunkan sekresi empedu oleh hati
 Memperbaiki proses pengosongan kandung empedu
 Contoh obat : Asam ursodeoksikolat
 Kriteria penggunaan
 Pasien yang memilikki batu empedu berukuran kecil dengan fungsi kandung empedu
yang masih baik.
 Penderita yang mengalami gejala – gejala atau risiko tinggi mengalami gejala batu
empedu.
 Pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan karena kondisi medis tertentu.
 Asam ursodeoksikolat dapat digunakan hingga 2 tahun dan dilanjutkan selama 3 – 4
bulan setelah batu empedu lenyap. Namun, adakalanya batu empedu tidak dapat hancur
secara sempurna dan menyebabkan kekambuhan dalam 1-5 tahun.
 ESO : diare (jarang)
 Asam ursodeoksikolat tidak meningkatka kadar kolesterol serta tidak menyebabkan
toksisitas.
Pencegahan

 Konsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat seperti buah, sayur – syuran dan biji –
bijian
 Hindari konsumsi makanan tinggi kolesterol seperti daging merah, mentega / margarine,
mayonaise dan gorengan.
 Berolahraga secara rutin
 Pertahankan berat badan yang sehat dan ideal
 Jangan melewatkan jadwal makan, diet terlalu ketat atau terlalu rendah kalori dpat
meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu.
 Pada pasien obesitas, kurangi berat badan secara perlahan 0,5 -1 kg per minggu hingga
mencapai berat badan ideal penurunan berat badan secara drastis dapat meningkatkan
risiko batu empedu
Mengenal Gondokan Dalam atau Struma Basedow
Gondokan adalah kondisi membesarnya kelenjar tiroid. Namun, pembesaran kelenjar
tiroid tidak selalu nampak dari luar, sehingga Anda mungkin tidak menyadari sedang terkena
gondokan. Salah satu jenis gondokan yang berbahaya adalah gondokan dalam atau struma
Basedow. Kondisi ini ditandai dengan gangguan mata yang khas serta kenaikan hormon tiroid.
Kelenjar tiroid adalah kelenjar berbentuk seperti kupu-kupu yang terletak di bawah jakun
di leher. Kelenjar tiroid memproduksi hormon yang fungsinya mengatur metabolisme tubuh.
Kondisi kelenjar tiroid yang membesar atau disebut gondokan, termasuk kondisi
abnormal. Meskipun biasanya tidak nyeri, gondok dapat menyebabkan batuk, kesulitan menelan,
atau sulit bernapas, jika ukurannya besar.

Penyebab Gondokan Dalam atau Struma Basedow


Gondokan terjadi karena adanya gangguan pada kelenjar tiroid. Penyebabnya bisa karena
kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroid (hipertiroidisme) atau kekurangan
hormon tiroid (hipotiroidisme).
Secara medis, tidak ada istilah gondokan dalam. Oleh orang Indonesia, gondokan dalam
diartikan sebagai kondisi gondokan yang melebar ke samping disertai mata melotot. Kondisi ini
menyerupai tanda dan gejala dari salah satu penyakit tiroid yaitu penyakit Graves. Penyakit
Graves adalah penyakit tiroid yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang menghasilkan
hormon tiroid secara berlebihan (hipertiroidisme).
Tiroid memproduksi hormon setelah mendapat perintah dari thyroid stimulating hormone
(TSH) yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari di otak. Pada penyakit Graves, kerusakan dalam
sistem kekebalan tubuh melepaskan antibodi abnormal yang meniru fungsi TSH. Didorong oleh
sinyal palsu tersebut, kelenjar tiroid kemudian memproduksi hormon dalam jumlah berlebihan.
Rangsangan berlebihan ini dapat menyebabkan kelenjar tiroid membesar.

Faktor-Faktor Lain yang Dapat menyebabkan Pembesaran Tiroid


Kondisi-kondisi yang juga dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar tiroid dan
menyerupai kondisi gondokan dalam, yaitu:
 Kekurangan yodium
Yodium merupakan zat kimiawi yang berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid di
dalam tubuh. Pada orang yang kekurangan yodium, gondokan terbentuk karena tiroid membesar
dalam upaya untuk mendapatkan lebih banyak yodium.
 Penyakit Hashimoto
Penyakit Hashimoto adalah penyakit akibat peradangan pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan hormon terlalu sedikit (hipotiroidisme). Hormon tiroid yang rendah membuat
kelenjar pituitari memproduksi TSH untuk merangsang produksi tiroid. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan kelenjar tiroid membesar.
 Gondok multinodular
Pada kondisi ini, beberapa benjolan padat maupun berisi cairan yang disebut nodul, berkembang
di kedua sisi kelenjar tiroid. Hal tersebut menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Penyebab
gondok multinodular tidak diketahui dengan pasti, namun kondisi ini berkaitan dengan penyakit
tiroid lain, seperti penyakit Hashimoto, kekurangan yodium, hingga kanker tiroid.
 Nodul tiroid soliter
Pada kondisi ini, benjolan tiroid hanya terjadi di salah satu bagian kelenjar tiroid.
 Kanker tiroid
Kanker tiroid merupakan pertumbuhan sel abnormal yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker
tiroid lebih sering terjadi daripada nodul tiroid.
Gondokan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Selain itu, orang yang
sedang hamil, berusia di atas 40 tahun, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit autoimun,
sedang menggunakan obat-obatan tertentu (misalnya obat untuk penyakit jantung atau lithium
untuk mengobati gangguan kesehatan mental), dan terpapar radiasi, juga lebih berisiko
mengalami gondokan.

Gejala Gondok Dalam atau Struma Basedow


Tidak semua gondokan memunculkan gejala dan tanda yang khas. Namun, gejala umum
yang dapat muncul pada gondokan meliputi:
 Leher membengkak.
 Perasaan kaku atau mengganjal di tenggorokan.
 Suara serak.
 Batuk.
 Kesulitan bernapas.
 Kesulitan menelan.
Pada penyakit Graves, beberapa gejala lain yang dapat muncul di samping pembesaran
kelenjar tiroid adalah tangan dan jari gemetar (tremor), mata menonjol atau terlihat seperti
melotot, penurunan berat badan, siklus menstruasi berubah, kulit di kaki memerah, detak jantung
tidak teratur, dan penurunan libido.
Dari semua gejala tersebut, yang paling khas dirasakan oleh penderita penyakit Graves
adalah mata menonjol (exophthalmos). Kondisi ini umumnya diikuti dengan sensasi perih dan
nyeri pada mata, kelopak mata bengkak, mata meradang, dan menjadi lebih sensitif terhadap
cahaya.
Dalam kasus exophthalmos yang parah, otot mata yang membengkak dapat memberikan
tekanan yang kuat pada saraf optik. Hal ini memungkinkan terjadinya buta sebagian (parsial).
Otot-otot mata yang mengalami peradangan jangka panjang perlahan-lahan akan kehilangan
kemampuan mengontrol gerakan, sehingga menyebabkan penglihatan ganda (double vision).

Diagnosis Gondokan Dalam atau Struma Basedow


Dalam menentukan diagnosis gondokan dalam atau struma Basedow, langkah awal yang
dilakukan dokter adalah melakukan penelusuran riwayat kesehatan pasien. Selanjutnya,
pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengecek tanda-tanda klinis, meliputi pemeriksaan tekanan
darah dan denyut jantung, serta perabaan pada kelenjar tiroid.
Karena penyakit Graves berkaitan dengan hormon tiroid, dokter akan menganjurkan tes
darah untuk mengetahui kadar thyroid stimulating hormon (TSH) dan hormon tiroid. Penderita
penyakit Graves umumnya memiliki kadar TSH di bawah normal dan hormon tiroid di atas
normal.
Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan memberikan yodium. Caranya dengan mengukur
yodium yang terdapat pada kelenjar tiroid setelah diberikan yodium melalui suntikan pada
pembuluh darah atau secara oral. Jumlah yodium pada kelenjar tiroid menentukan apakah
gondokan disebabkan penyakit Graves atau gangguan hipertoidisme karena sebab lain.
Pemeriksaan radiologis, seperti USG, CT scan, dan MRI, juga mungkin diperlukan untuk hasil
diagnosis yang lebih akurat.

Pengobatan Gondokan Dalam

Pengobatan gondokan dalam sangat bergantung pada ukuran, tanda dan gejala yang muncul,
serta penyebab yang mendasarinya. Tujuan pengobatan dari gondokan dalam atau struma
Basedow adalah untuk menghambat produksi hormon tiroid berlebih dan memblokir efek
hormon tersebut pada tubuh. Penanganan gondokan dalam meliputi:

 Pemberian obat-obatan
Untuk menangani peradangan pada kelenjar tiroid, dokter akan memberikan obat pereda nyeri
dan antiradang, seperti aspirin dan kortikosteroid. Untuk mengatasi hipertiroidisme yang terjadi
akibat struma Basedow, diperlukan obat-obatan untuk mengendalikan kadar hormon.
 Terapi yodium radioaktif
Radioaktif bekerja dengan cara menghancurkan sel-sel tiroid yang terlalu aktif. Hasilnya
pembengkakan akan menyusut dan gejala lainnya berkurang secara bertahap.
 Pengobatan antitiroid
Obat ini bekerja dengan cara menghalangi penggunaan yodium untuk memproduksi tiroid. Obat
antitiroid dapat digunakan sebelum atau setelah terapi yodium radioaktif sebagai pengobatan
tambahan.

Prosedur operasi menjadi pilihan terakhir untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid
(tiroidektomi total) atau sebagian dari tiroid (tiroidektomi subtotal), tergantung dari tingkatan
penyakit. Prosedur ini cukup berisiko, karena dapat merusak saraf yang mengontrol pita suara
dan kelenjar kecil yang berdekatan dengan kelenjar tiroid (kelenjar paratiroid).

Setelah operasi, Anda mungkin memerlukan terapi pengganti hormon tiroid. Risiko lain yang
sangat berbahaya pada operasi pengangkatan tiroid yaitu tirotoksikosis atau badai tiroid (thyroid
storm). Kondisi ini memiliki angka kematian yang cukup tinggi.

Segera konsultasikan ke dokter jika Anda mengalami pembengkakan leher yang disertai


pusing, sulit menelan, penurunan berat badan, gangguan penglihatan, dan suara serak. Jika
dibiarkan, gondokan dalam atau struma Basedow dapat menekan vena jugularis (pembuluh darah
yang mengalirkan darah dari wajah, kepala, otak, dan leher, menuju jantung), tenggorokan,
kerongkongan, atau saraf yang berada di kotak suara tenggorokan. Deteksi dini sangat penting
agar dapat dilakukan pengobatan segera untuk mencegah berkembangnya penyakit dan
terjadinya komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai